Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Rain Rot atau Rain Scald


Rain scald dikenal juga sebagai dermatophilosis adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Dermatophilus congolensis, yaitu sejenis bakteri berfilamen dari golongan
aktinomiset aerobik (Ainsworth & Austwick,1973). Kasus pertama dermatophilosis
dilaporkan di Zaire pada tahun 1915 oleh Van Sachegem. Bakteri ini hidup pada kulit kuda
dan akan persisten pada keadaan basah dan menyebabkan kerusakan untuk kulit, dan infeksi.
Dermatophilosis ditandai dengan terjadinya peradangan bereksudat pada jaringan epidermis
kulit diikuti terbentuknyakerak yang keras dan tebal. Bila kerak diangkat, meninggalkan luka
cekung berwarna merah disertai eksudasi berwarna kekuningan (Frazer dan Stamp, 1989;
Hholib dan Subiyanto, 1998). Penyakit ini dapat bersifat akut maupun kronis dan dapat
menyerang sapi, kambing, domba, kuda dan juga manusia.
Bakteri Dermathophilus congolensis termasuk dalam genus Dermatophilaceae dari ordo
Actinomycetales. Bakteri ini termasuk Gram positif dan dalam perkembangannya
membentuk struktur yang merupakan bentuk khas berupa filamen memanjang terdiri dari
deretan kokus yang berjajar dua, empat, atau empat kokus. Kokus-kokus tersebut akan
berkembang menjadi zoospora berflagella yang merupakan bentuk infektif dari D.
Congolensis. Zoopspora dapat bertahan hidup selama beberapa tahun di dalam keropeng
kudis yang kering pada suhu lingkungan 28-31 OC. Zoospora akan aktif keluar dari
keropeng/kudis (scab) apabila terjadi kontak dengan air atau dalam kondisi kelembaban udara
yang tinggi. Dermathophilus congolensis tumbuh pada media yang mengandung darah atau
serum pada suhu 37OC selama 24-48 jam. Bentuk koloni yang tumbuh bervariasi tetapi
umumnnya berbentuk bulat dengan pinggir yang tidak rata (1-2 mm), berwarna putih keabu-
abuan sampai kekuningan pada biakan yang lebih tua. Tetapi terkadang koloni berkeriput dan
kering serta mencengkram kuat pada media padat, menghmolisis dara merah (B.hemolisis)
terutama sel darah merah kuda.
Dermathophilosis telah tersebar luas di dunia terutama dinegara-negara tropis di Afrika
Barat, Afrika Timur, Karibia negara-negara beriklim sedang atau dingin seperti Australia,
Kanada, Inggris dan Amerika Serikat. Diagnosis kultural dari sampel kulit atau eksudat
dengan pengisolasian agen penyakit dapat menguatkan pengenalan secara klinis, tetapi sering
terjadi agen tercampur dengan organisme lain seperti bakteri, sehingga pertumbuhannya
tertekan (Gholib dan Subiyanto, 1998). Penelitian penyakit secara serologis perlu, karena
dapat membantu diagnosis. Data kejadian dermathophilosis di Indonesia sangat minim. Hal
ini kemungkinan karena kurangnya pemahaman tentangg penyakit ini sehingga lepas dari
perhatian. Kesalahan diagnosa kemungkinan juga terjadi mengingat terdapat beberapa
penyakit kulit lain yang mempunyai kemiripan gejala klinis dengan Dermatophilosis.

Listerine
Listerine atau obat kumur dimaksudkan sebagai bahan yang dapat membantu memberi
kesegaran mulut dan nafas serta menghilangkan dan membersihkan mulut dari organisme
penyebab yang dianggap sebagai pencetus kelainan atau penyakit didalam mulut. Beberapa
jenis listerine dapat memberikan kesembuhan akibat infeksi, bila bahan tersebut digunakan
sesuai dengan indikasi dan aturan pakainya.
Bahan dasar yang terdapat dalam sebuah listerine diantaranya adalah air, alkohol, zat
pemberi rasa dan bahan pewarna. Kandungan lain dapat mengandung berupa humektam,
astringen, zat pengemulsi, bahan-bahan terapeutik, dan bahan-bahan antimikrobial. Bahan
aktif dalam sebuah listerine biasanya adalah bahan antimikroba yang memiliki efek
pengurangan terhadap sejumlah mikroorganisme.
a. Alkohol
Kebanyakan listerine mengandung alkohol, yang berfungsi sebagai pengawet dan
bahan semi-aktif. Banyaknya kandungan alkohol dalam sebuah listerine bervariasi pada
setiap produk (Anonymous, 2005). Selain itu bahan ini merupakan pelarut yang baik, alkohol
terutama berperan untuk meningkatkan kelarutan minyak-minyak esensial dan campuran lain
yang kelarutannya rendah di dalam air (Amtha, 1997). Juga dapat meningkatkan aktivitas
antiseptik lain seperti klorheksidin, yodium, iodofor, dan heksaklorofen bila diberikan dalam
kombinasi (Amtha, 1997; Arif & Sjamsudin, 1995). Alkohol yang terdapat dalam listerine
bervariasi yaitu 14% hingga 28%. Cara kerja alkohol adalah sebagai antiseptik dengan
mendenaturasi protein dinding sel bakteri.
b. Bahan Antimikrobial
Bahan aktif dalam sebuah listerine adalah bahan antimikrobial yang memiliki efek
pengurangan terhadap pengurangan terhadap sejumlah mikroorganisme di dalam
rongga mulut (Gagari dan Kabani, 1995). Listerine yang mengandung bahan
antimikrobial mempunyai efek pada flora supragingival sehingga dapat mengurangi
keberadaan plak dan mencegah akumulasi plak.
Beberapa bahan antimkrobial yang digunakan dalam listerine atau obat kumur.
- Senyawa Amonium Kuartener
Bahan ini mempunyai kemampuan berinteraksi dengan membran sel bakteri dan
berpengaruh terhadap permeabilitasnya. Senyawa ini bersifat bakterisidal terhadap
bakteri gram positif dan negatif (Wibowo dan Melani, 1993).

- Bisguanida
Bisguanida bersifat bakteriostatik terhadap gram positif dan bakteri gram negatif,
indeks bahan terapeutik obat ini sangat tinggi dan toksisitasnya rendah (Amtha,
1997; Arif dan Sjamsudin, 1995). Golongan bisguanida yang paling dikenal
adalah klorheksidin glukonat, yang dapat memhambat pembentukan plak dan
sangat potensial untuk mengatasi bakteri aerob dan anaerob.
- Antibiotika
Pengunaan obat kumur yang mengandung antibiotika mempunyai rentang
kegunaan yang sempit. Ada beberapa jenis antibiotika yang digunakan/menjadi
subyek studi klinis melawan plak dan gingivitis yaitu nidamisin, vankomisin,
eritromisin dan kanamisin. Nidamisin dan vankomisin adalah antibiotika yang
efektif melawan bakteri gram positif. Vankomisin penghambat polipetida sintesis
dinding sel bakteri sedangkan kanamisin merupakan aminoglikosida yang
menghambat sintesis protein bakteri dan memiliki aktivitas antibakteri
berspektrum luas.
- Bahan oksigenase
Bahan ini bekerja melepaskan oksigen (O2), dimana proses oksida dapat
menimbulkan efek bakterisidal. Contoh bahan oksigenase yang digunakan sebagai
bahan obat kumur adalah larutan hidrogen peroksida 3%, kalium peklorat serta
natrium perborat 2% (Arif dan Sjamsudin, 1995).
DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, GC and Austwick P.K.C. 1973. Fungal Disease of Animals. CAB Farnham Royal,
Slough, England

Amtha R. 1997. Kelainan mukosa mulut akibat penggunaan obat kumur. M I Kedokteran
Gigi FKG Usakti 1997; 35: 71-7

Anonymous. Mouthrinses [http://www.marcallabs.clara.net]. diakses pada tanggal 15 April


2015

Arif A, Sjamsudin U. 1995. Obat lokal. Dalam: Ganiswarna SG, ed. Farmakologi dan terapi.
Ed ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI, 1995: 517-22

Frazer, A and J.T. Stamp. 1989. Sheep Husbandry and Diseases. BSP Profesional Books.
Melbourne, Australia.

Gholib, D dan Subiyanto, 1998. Pembuatan Antigen Dermathophilus Congolensis dan


Pengujiannya dengan uji imunodifusi dan elektroforesis. Balai Penelitian Veteriner.

Wibowo A, Melani A. 1993. Efek obat kumur yang mengandung anti-mikrobial terhadap
akumulasi plak dan atau gingivitis. M I Kedokt Gigi FKG Usakti 1993; 2: 680-7

Anda mungkin juga menyukai