PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
dengan permukaan logam, maka semakin cepat berlangsungnya korosi pada
permukaan logam tersebut.
3. Larutan Garam
Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk
melangsungkan transfer muatan. Air hujan banyak mengandung asam, dan air
laut banyak mengandung garam, maka air hujan dan air laut merupakan korosi
yang utama.
4. Permukaan logam
Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub
muatan, yang akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode. Permukaan
logam yang licin dan bersih akan menyebabkan korosi sukar terjadi, sebab sukar
terjadi kutub-kutub yang akan bertindak sebagai anode dan katode.
5. Keberadaan zat pengotor
Zat Pengotor di permukaan logam dapat menyebabkan terjadinya reaksi
reduksi tambahan sehingga lebih banyak atom logam yang teroksidasi. Sebagai
contoh, adanya tumpukan debu karbon dari hasil pembakaran BBM pada
permukaan logam mampu mempercepat reaksi reduksi gas oksigen pada
permukaan logam. Dengan demikian peristiwa korosi semakin dipercepat.
6. Kontak dengan elektrolit
Keberadaan elektrolit, seperti garam dalam air laut dapat mempercepat
laju korosi dengan menambah terjadinya reaksi tambahan. Sedangkan konsentrasi
elektrolit yang besar dapat melakukan laju aliran elektron sehingga korosi
meningkat.
7. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi redoks pada peristiwa korosi.
Secara umum, semakin tinggi temperatur maka semakin cepat terjadinya korosi.
Hal ini disebabkan dengan meningkatnya temperatur maka meningkat pula energi
kinetik partikel sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan efektif pada reaksi
redoks semakin besar. Dengan demikian laju korosi pada logam semakin
meningkat. Efek korosi yang disebabkan oleh pengaruh temperatur dapat dilihat
pada perkakas-perkakas atau mesin-mesin yang dalam pemakaiannya
3
menimbulkan panas akibat gesekan atau dikenai panas secara langsung (seperti
mesin kendaraan bermotor).
8. Tingkat keasaman (pH)
Peristiwa korosi pada kondisi asam, yakni pada kondisi pH < 7 semakin
besar, karena adanya reaksi reduksi tambahan yang berlangsung pada katode
yaitu:
2H+(aq) + 2e- H2
Adanya reaksi reduksi tambahan pada katode menyebabkan lebih banyak
atom logam yang teroksidasi sehingga laju korosi pada permukaan logam
semakin besar.
9. Efek Galvanic Coupling
Kemurnian logam yang rendah mengindikasikan banyaknya atom-atom
unsur lain yang terdapat pada logam tersebut sehingga memicu terjadinya efek
Galvanic Coupling, yakni timbulnya perbedaan potensial pada permukaan logam
akibat perbedaan E antara atom-atom unsur logam yang berbeda dan terdapat
pada permukaan logam dengan kemurnian rendah. Efek ini memicu korosi pada
permukaan logam melalui peningkatan reaksi oksidasi pada daerah anode.
10. Mikroba
Adanya koloni mikroba pada permukaan logam dapat menyebabkan
peningkatan korosi pada logam. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut
mampu mendegradasi logam melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi
bagi keberlangsungan hidupnya. Mikroba yang mampu menyebabkan korosi,
antara lain: protozoa, bakteri besi mangan oksida, bakteri reduksi sulfat, dan
bakteri oksidasi sulfur-sulfida.
4
Gambar 2.1 Korosi rata
2. Korosi Rongga
Kerusakan bahan biasanya timbul dalam elemen-elemen korosi berukuran
kecil di bagian dalam material. Pada mulanya terjadi penggerogotan datar
yang terbatas setempat, kemudian luka parah dan akhirnya tercipta lubang
berbentuk corong. Korosi rongga timbul misalnya pada tangki baja untuk
minyak solar, jika terdapat retak pada kulit pengerolan dan adanya air
kondensasi.
5
Gambar 2.3 Korosi antar kristal.
4. Korosi Transkristal
Pada korosi jenis ini terjadi retak tegang yang melintangi butiran benda
kerja. Retak seperi ini dapat terjadi misalnya pada bahan yang peka jika terkena
tegangan luar dan tegangan dalam serta terserang media pengoksidasi. Air garam
umpamanya dapat menyebabkan korosi transkristal pada penukar kalor.
5. Korosi Selektif
Pada kerusakan bahan jenis ini, hanva terserang bagian struktur yang
tertentu saja. Dalam besi tuang kelabu misalnya, ferit dan perlit dapat menjadi
daerah anode, sehingga yang tinggal tetap biasanya kerangka dari grafit. Bentuk
gejala korosi ini juga disebut besi spons atau penggrafitan (spongiosis).
6
Tetesan air pada permukaan besi mengandung perbedaan konsentrasi
oksigen terlarut. Pada bagian pinggir mengandung lebih oksigen terlarut, sehingga
di bagian ini bertindak sebagai katoda (reaksi reduksi). Pada bagian tengah tetesan
oksigen terlarut relatif sedikit sehingga bagian ini bertindak sebagai anoda (reaksi
oksidasi).
Fe Fe2+ + 2e-
Ion Fe2+ bergerak ke katoda dan teroksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+ atau
besi (III) dalam senyawa besi (III) oksida terhidrat. Dengan adanya garam (oksida
asam) atau zat elektrolit akan mempercepat reaksi perkaratan.
2. Tercampur besi oleh karbon atau logam lain yang mempunyai E 0 reduksi
lebih besar dari besi
Karena E0 reduksi besi lebih kecil dari logam tersebut, maka besi akan
teroksidasi (anoda), hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi atau
menghasilkan karatan besi. Secara keseluruhan perkaratan besi adalah sebagai
berikut :
Bila besi bersentuhan dengan oksigen dan air yang bersifat asam, yakni
oksida-kosida berikut akan terjadi :
Fe + O2 + 2H+ Fe2+ + H2O
Reaksi setengah redoksnya :
Katode : O2 + 2H+ + 2e- H2O E0= + 1,23 volt
Anode : Fe Fe2++ + 2e- E0= + 0,44 volt
Fe + O2 + 2H+ Fe2+ + H2O E0=+1,67 volt
Reaksi di atas berlangsung spontan
Besi (II) itu seterusnya dioksidasi oleh oksigen membentuk karat besi atau
oksida besi (III) terhidrasi. Reaksinya :
Katode : O2 + 2H+ + 2e- H2O E0= + 1,23 volt
Anode : 2Fe2+ 2Fe3+ + 2e- E0= - 0,77 volt
Reaksi sel : 2Fe2+ + O2 + 2H+ 2Fe3+ + H2O E0= + 0,46 volt
Reaksi tersebut merupakan reaksi spontan, selanjutnya reaksi menjadi:
2Fe3+ + ( x+3) H2O Fe2O3.x H2O + 6H+
Fe2O3.x H2O inilah yang disebut sebagai karat besi dan ion H+ yang
dihasilkan dapat mempercepat reaksi korosi selanjutnya. Ion Fe di dalam akan
teroksidasi lagi membentuk Fe2+ atau Fe3+. Sedangkan ion OH akan bereaksi
7
dengan elektrolit yang ada di lingkungan biasanya dengan ion H+ dari reaksi air
hujan dan dengan gas-gas pencemar (Sox dan NOx) yang dikenal dengan hujan
asam. Selanjutnya oleh oksigen di udara besi (II) di oksidasi dan sebagai hasil
reaksi akhir terbentuk Fe2O3.x(H2O)
8
Gambar 2.5 Mekanisme korosi
9
tersebut. Pada daerah lain, dapat dilihat bahwa korosi Fe akan menghasilkan ion
ferric (Fe3+ atau Fe III), ferric hydroxide [Fe(OH) 2] dan pada kondisi yang sangat
basa terbentuk ion kompleks HFeO2-. Produk korosi yang padat kan berbeda dari
produk korosi sebelumnya, yaitu ferric oxide (Fe2O3) dan magnetite (Fe3O4).
Penggunaan baja di dalam tanah selalu menggunakan proteksi karena
tanpa proteksi, baja dapat mengalami localized corrosion atau pitting. Serangan
korosi biasanya dihasilkan dari perbedaan sel-sel aerasi seperti terhubung dengan
jenis tanah yang berbeda atau menghasilkan sel-sel galvanis yang terhubung
dengan baja di dalam tanah dan juga adanya stray current flow atau arus yang
tersesat yang dapat menjadi jalan bagi serangan pitting.
10
menghitung banyaknya material yang hilang atau kehilangan berat setelah
dilakukan pengujian rendaman sesuai dengan standar ASTM G 31-72. Dengan
menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan massa tersebut
dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan pada suatu lingkungan yang
korosif seperti pada air laut selama waktu tertentu. Setelah itu dilakukan
penghitungan massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut
dari hasil korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa
akhir. Dengan mengambil beberapa data seperti luas permukaan yang terendam,
waktu perendaman dan massa jenis logam yang di uji maka dihasilkan suatu laju
korosi. Persamaan laju korosi dapat ditunjukkan pada persamaan berikut :
K W
Corrosion Rate = A T D
Dimana :
K = konstanta, lihat pada tabel 2.1
T = Time of exposure
A = Luas permukaan yang direndam (cm2)
W = Kehilangan berat (gram)
m
D = Densitas ( ) = p L T gr/cm3
11
Semakin besar laju reaksi suatu logam maka semakin cepat material
tersebut untuk terkorosi. Kualitas ketahanan korosi suatu material dapat diliahat
pada tabel berikut ini:
Metode weight loss sering digunakan pada skala industri dan laboratorium
karena peralatan sederhana dan hasil cukup akurat namun dari pengujian dengan
metode weight loss dalam mendapatkan suatu laju korosi memiliki kelemahan.
12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses korosi adalah adalah
uap air, oksigen, larutan garam, permukaan logam, keberadaan zat
pengotor, kontak dengan elektrolit, temperatur, tingkat keasaman (pH),
efek Galvanic Coupling, dan mikroba.
2. Proses Korosi terjadi melalui reaksi redoks, di mana logam mengalami
oksidasi, sedangkan oksigen mengalami reduksi.
3. Mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan berawal dari
logam yang teroksidasi di dalam larutan, dan melepaskan elektron
untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif.
4. Perhitungan laju korosi dapat dihitung dengan cara corrosion monitoring
dimana kita dapat memprediksi kapan dan berapa lama struktur itu
dapat bertahan terhadap serangan korosi.
3.2 Saran
Diharapkan agar makalah ini dapat dijadikan refrensi bagi pembaca dalam
mencari informasi mengenai proses korosi dan perhitungan korosi. Semoga
makalah ini dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca dalam menggali ilmu
yang lebih dalam lagi.
13