Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kelenjar pituitari (hipofisis) berukuran kurang lebih 1 cm dengan berat 500 mg.
Terletak di sella tursica dari tulang sphenoid. Sella tursica dekat dengan chiasma opticum.
Kelenjar hipofise sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, pituitari anterior yang berukuran
lebih besar terletak di anterior atau disebut adenohipofise dan pituitari posterior atau
neurohipofise. Pituitari anterior biasa juga disebut sebagai Master gland, karena
pengaruhnya pada kelenjar lain dan pada seluruh tubuh. Pengaruh ini dilaksanakan oleh 6
hormon yang diproduksi oleh sel yang berbeda- beda yang terdapat di lobus anterior
hipofise, dan oleh dua hormon yang diproduksi oleh lobus posterior hipofise.
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi
hormone pertumbuhan (HP) atau Growth Hormon (GH) yang berlebihan. (Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid 1, edisi 3). Akromegali adalah kelainan yang jarang didiagnosis, ditandai
dengan hipersekresi dari hormon pertumbuhan, dengan insiden diperkirakan 3 - 4 kasus
per satu juta penduduk. Lebih dari 95 % kasus, penyebab dari hipersekresi GH adalah
adenoma dari hipofise. Namun juga dapat disebabkan oleh lesi diluar hipofise yang
prevalensinya kurang dari 1% antara lain tumor extra hipofise seperti pancreatic isleth
cell tumor, ekses sekresi GHRH central seperti hamartoma hipotalamus, Choriostoma,
ganglioneuroma, disebabkan oleh ekses sekresi GHRH perifer seperti bronchial carcinoid,
dan lain sebagainya (Cook,2004; Melmed, 2005). Gigantisme sangat jarang dijumpai. Di
Eropa, setiap tahunnya hanya dilaporkan 3-4 kasus dari 1 juta penduduk. Kejadian
antarawanita dan laki-laki sama. Laporan adanya kasusu ini di Indonesia juga sangat
jarang. Prognosis pada pasien gigantisme tergantung pada lamanya proses kelainan
berlangsung dan besarnya tumor. (Guyton, 2006)
Angka kejadian gigantisme dan akromegali sekitar 3 permil untuk semua umur,
tetapi lebih banyak pada kelompok umur 30-50 tahun; Tidak jelas ada predisposisi seks
ataupun suku. Pernah dilaporkan beberapa kasus dalam satu keluarga, tetapi umumnya
timbul secara sporadik. Di Indonesia baru ada beberapa kasus, dan pada saat ini di
Surabaya didapatkan rata-rata 2 kasus per tahun dan tercatat 10 kasus pada tahun 1987-
1989 (Askandar, 1991). Angka kematian akromegali adalah dua kali lipat bila
dibandingan dengan populasi normal. Acromegaly adalah penyakit langka, dengan
perkiraan prevalensi sekitar 69 kasus per juta penduduk (European Journal of
Endocrinology ,2004). Penyakit ini jarang sekali. Insiden pasien baru adalah 3-4/1 juta
penduduk/tahun. Usia rata-rata pada saat ditegakkannya diagnosis akromegali adalah 40-
45 tahun. Dapat timbul gejala-gejala akibat gigantisme dan akromegali antara lain pusing
87%, gangguan visus 62%, papil edema 3%, Rhinorrhoe 15%, Apoplexihipofise 3% dan
apabila manifestasi klinis ini tidak mendapat penanganan yang tepat akan menimbulkan
rasa yang tidak nyaman bagi penderita gigantisme dan akromegali.
Apabila manifestasi klinis dari kelainan ini tidak segera ditangani dengan
perawatan yang tepat, maka akan menyebabkan timbulnya kematian di usia muda. Hal ini
sangat penting terutama bagi perawat sebagai tenaga kesehatan yang berada 24 jam
bersama pasien gigantisme dan akromegali.

1
Karena sangat berbahayanya kelainan ini dan pentingnya untuk mengetahui
pentingnya pengetahuan mengenai gigantisme dan akromegali oleh perawat, maka kami
menyusun sebuah makalah yang merangkum mengenai kelainan sistem endokrin tersebut.
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber informasi mengenai
gigantisme dan akromegali, serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu gigantisme ?
2. Apa saja penyebab gigantisme ?
3. Apa saja jenis dari gigantisme ?
4. Bagaimana patofisiologi dari gigantisme ?
5. Apa saja komplikasi dan gigantisme ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien gigantisme ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari gigantisme ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan gigantisme ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/mahasiswi STIKes Bhakti Kencana Bandung memperoleh
gambaran tentang apa yang dimaksud dengan konsep asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan pada kelenjar hipofise : gigantisme.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan konsep asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pada kelenjar hipofise : gigantisme.
2. Mampu menyimpulkan dan menyampaikan kembali apa yang dimaksud
dengan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada kelenjar
hipofise : gigantisme.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan pada kelenjar hipofise : gigantisme.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Umum
Manfaat penulisan laporan ini adalah supaya Pembaca mampu memperluas
pengetahuan dan wawasan di dalam ilmu yang dipelajari pada laporan ini, dan
dapat mengambil kesimpulan dalam pengerjaan laporan ini.
1.4.2 Manfaat Khusus

2
Manfaat bagi penulis dalam penyusunan laporan ini lebih mengetahui
bagaimana cara pengerjaan laporan yang baik, tersusun rapih dan pengetahuan
yang lebih luas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
pada kelenjar hipofise : gigantisme

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi


1. Kelenjar Hipofise

Kelenjar pituitari (hipofisis) berukuran kurang lebih 1 cm dengan berat 500


mg. Terletak di sella tursica dari tulang sphenoid. Sella tursica dekat dengan chiasma
opticum. Kelenjar hipofise sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, pituitari anterior
yang berukuran lebih besar terletak di anterior atau disebut adenohipofise dan
pituitari posterior atau neurohipofise. Pituitari anterior biasa juga disebut sebagai
Master gland, karena pengaruhnya pada kelenjar lain dan pada seluruh tubuh.
Pengaruh ini dilaksanakan oleh 6 hormon yang diproduksi oleh sel yang berbeda-
beda yang terdapat di lobus anterior hipofise, dan oleh dua hormon yang diproduksi
oleh lobus posterior hipofise.
Bagian anterior kelenjar hipofisis mempunyai banyak fungsi dan karena
memiliki kemampuan dalam mengatur fungsi-fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin
lain, maka bagian anterior kelenjar hipofisis ini dikenal juga dengan nama kelenjar
utama (master of gland). Sel-sel hipofisis anterior merupakan sel-sel yang khusus
menyekresikan hormon-hormon tertentu. Tujuh macam hormon dan peranan
metabolik fisiologinya telah diketahui dengan baik. Hormon- hormon terssebut
adalah adrenocortocotropic hormone (ACTH), melanocyte-stimulating hormone
(MSH), thyroid-stimulating hormone (thyrotropin, TSH), follicle-stimulating
hormone (FSH), luteinizing hormone(LH), growth hormone (GH), dan prolactin
(PRL). Beberapa hormon ini (ACTH, MSH, GH, dan prolaktin) merupakan
polipeptida, sedangkan hormon yang lainnya (TSH, FSH, dan LH) merupakan
glikoprotein. Penelitian morfologis menemukan bahwa setiap hormon disintesis oleh
satu jenis sel tertentu. Dapat dikatakan bahwa bagian anterior kelenjar hipofisis
sesungguhnya merupakan gabungan dari beberapa kelenjar yang berdiri sendiri-
sendiri, yang semuanya berada di bawah pengawasan hipotalamus.

4
Lobus posterior kelenjar hipofisis atau neurohipofisis terutama berfungsi
untuk mengatur keseimabangan cairan. Vasopresin atau hormon antidiuretik (ADH)
terutama disintesis dalam nukleus supraoptik dan pareventrikular hipotalamus dan
disimpan dalam neurohipofisis.
Thyroid stimulating hormon (TSH), adrenocorticotropic hormon (ACTH), dan
gonadotropic hormon disebut tropic hormon karena hormon- hormon ini
menstimulasi hormon lain untuk mensekresi hormon yang aktif yang
mempengaruhi perubahan sel- sel tubuh tertentu. Hormon hipofise lain
melaksanakan penggaruhnya pada sel tubuh secara langsung ( non tropik ).

2. Hubungan antar hipotalamus dan kelenjar hipofise.


Hipotalamus terdiri dari sebuah nuklei dan berperan sebagai suatu
penghubung yang penting antara mekanisme pengaturan neurologis dan hormonal.
Hipotalamus melaksanakan pengontrolan pada kelenjar hipofise anterior dan
terhadap kelenjar lain dan sel-sel tubuh. Hipotalamus (terletak pada jaringan sekitar
ventrikel ketiga) dan lobus hipofise anterior dihubungkan oleh sistem perdarahan
portal hipotalamus-hipofise (hipotalamus-hipofise portal blood system) dengan
demikian neurosekresi releasing factor (RF) dan inhibiting factor (IF) dilakukan dari
hipotalamus ke hipofise. Diduga bahwa masing-masing hormon hipofise memiliki
RF dan IF yang menstimulir atau menghambat pelepasan hormon-hormon tersebut.
Dengan diketahuinya struktur kimia dari suatu inhibitory dan releasing factor ,
istilah faktor diubah menjadi hormon.

5
Hipotalamus juga mengendalikan kelenjar hipofise posterior yang
berhubungan dengannya secara struktural. ADH dan oksitosin sebenarnya
diproduksi di hipotalamus dalam nuklei paraventrikular dan supraoptik dan dibawa
oleh neuron melalui transport aksonal melalui cabang-cabang terminal yang terletak
di lobus posterior hipofise. Disana mereka disimpan dan kemudian dilepaskan.

Hormon Fungsi
Hipofise anterior
Growth hormon (GH) Target organ : seluruh tubuh, kemungkinan bekerja pada
kebanyakan jaringan melalui somatomedin. Berhubungan
dengan pertumbuhan sel, tulang, dan jaringan lunak.
Meningkatkan mitosis
Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Meningkatkan glukosa darah dengan menurunkan
penggunaan glukosa, antagonis insulin.
Meningkatkan sintesa protein.
Meningkatkan kadar asam lemak bebas, lipolisis, dan
pembentukan keton.
Meningkatkan retensi elektrolit dan cairan ekstraseluler.

Prolaktin (PRL) Target organ : payudara dan gonad.


Perlu bagi perkembangan payudara dan laktasi.
Pengatur fungsi reproduksi pada pria dan wanita.
Thyroid Stimulating Target organ : tiroid
Hormon (TSH) Perlu untuk pertumbuhan dan fungsi tiroid.
Thyroid Stimulating Target organ : tiroid
Hormon (TSH) Perlu untuk pertumbuhan dan fungsi tiroid.
Adrenokorticoid- Organ target: korteks adrenal
stimulating hormon Perlu untuk pertumbuhan dan mempertahankan ukuran kortek
(ACTH; adrenal. Sedikit berperan dalam pelepasan mineralokortikoid
Corticotropin) (aldosteron).
Mengontrol pelepeasan glukokorticoid (kortisel) dan
androgen adrenal.
Gonadotropin
Folikel stimulating Target organ : gonad
hormon (FSH) Menstimulasi gametogenesis dan produksi seks steroid pada
Luteinizing hormon pria dan wanita.
(LH)
Hipofise Posterior
Antidiuretic hormone Merubah membran tubulus ginjal untuk meningkatkan
(ADH) absorpsi air; merangsang otot polos usus, dan pembuluh
darah.
Oxitocin Merangsang kontraksi uterus dan pengeluaran air susu.

3. Peran Fisiologis Dan Metabolik Hormon-Hormon Hipofisis Anterior

6
GH, prolaktin, dan MSH mempunyai pengaruh metabolik langsung pada
jaringan sasaran sebaliknya ACTH, TSH, FSH, dan LH fungsi utamanya adalah
mengatur sekresi kelenjar-kelanjar endokrin lainnya, karena itu dikenal sebagai
hormon-hormon tropik. GH atau somatotropin mempunyai pengaruh metabolik
utama,baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-anak, hormon ini
diperlukan untuk pertumbuhan somatik. Pada orang dewasa, hormon ini berfungsi
mempertahankan ukuran orang dewasa normal dan juga berperan dalam pengaturan
sintesis protein dan pembuangan zat makanan. GH memproduksi faktor
pertumbuhan-1 mirip insulin (IGF-1) yang merantarai efek perangsang-
pertumbuhan. Tanpa IGF-1, GH tidak dapat merangsang pertumbuhan. Sekresi GH
diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GHRH) dari hipotalamus dan oleh
somatostatin, suatu hormon penghambat. Pelepasan GH dirangsang oleh
hipoglikemia dan oleh asam amino seperti arginin, ditambah juga dengan stress dan
latihan berat.
MSH merupakan suatu unsur pokok dari proopiomelanokortin. Hormon ini
meningkatkan pigmentasi kulit dengan merangsang dispersi granula-granula melanin
dalam melanosit. Sekresi MSH diatur oleh corticotropin-releasing hormone (CRH)
dan dihambat oleh peningkatan kadar kortisol. Defisiensi sekresi kortisol dapat
merangsang pelepasan MSH, sedangkan kadar kortisol yang tinggi menekan sekresi
hormon ini.
Prolaktin merupakan salah satu kelompok hormon yang dibutuhkan untuk
perkembangan payudara dan sekresi susu. Pelepasan prolaktin berada di bawah
pengaruh penghambatan tonik oleh hipotalamus melalui dopamin yang disekresi
oleh sistem neuron dopaminergik tuberohipofisel. Jika faktor-faktor penghambat
ini tidak ada maka sekresi prolaktin akan meningkat dan dapat terjadi laktasi.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) merangsang sekresi prolaktin.
ACTH merangsang pertumbuhan dan fungsi korteks adrenal dan merupakan
suatu faktor yang sangat penting pada pengaturan produksi dan pelepasan kortisol.
Secara tunggal, ACTH tampaknya tidak mempunyai efek ekstraadrenal yang berarti
CRH dan arginine vasopressin (AVP) bekerja secara sinergis untuk merangsang
sekresi ACTH.
TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. TSH ini
menyebabkan pelepasan tiroksin (T4) dan tryodo tironin (T3), selanjutnya hormon-
hormon ini akan mengatur sekresi TSH. TRH merangsang sekresi TSH.
FSH dan LH dikenal juga sebagai gonadotropin. Pada laki-laki, FSH
mempertahankan dan merangsang spermatogenesis, sedangakan LH merangsang
sekresi testoteron oleh sel-sel Leydig atau sel-sel interstisial testis. FSH dan LH ini
akan disekresi secara kontinu atau secara tonik pada laki-laki. Sebaliknya, pada
perempuan FSH merangsang perkembangan folikel dan sekresi estrogen oleh sel-sel
folikel. LH menyebabkan ovulasi dan mempertahankan serta merangsang sekresi
progesteron oleh korpus luteum yang berkembang dari folikel sesudah ovulasi.
Pelepasan FSH dan LH pada perempuan bersifat siklik, sedemikian pula sehingga
kadar kedua hormon tersebut akan melonjak pada pertengahan siklus dan kemudian
sedikit demi sedikit menurun pada akhir siklus, dan diikuti oleh menstruasi. Sekresi

7
FSH dan LH diatur oleh sekresi (amplitudo dan frekuensi) gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) yang bersifat pulsatil.
Konsekuensi klinis defisiensi pelepasan ACTH dan TSH masing-masing
berupa insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme. Tidak adanya pelepasan
gonadotropin mengakibatkan hipotiroidisme. Sebaliknya, sekresi ACTH yang
berlebihan akan mengakibatkan hiperfungsi korteks adrenal atau sindrom Cushing.
Sindrom kelebihan TSH atau pelepasan gonadotropin jarang ditemukan.
Diagnosis klinis gangguan hipofisis membutuhkan penegasan biokimia
melalui uji khusus yang memperlihatkan fungsi hipofisis abnormal yang merupakan
karakteristik keadaan yang dicurigai. Hormon hipofisis yang sudah diterangkan
yaitu, ACTH, MSH, TSH, FSH, LH, GH, dan prolaktin semuanya dapat dihitung
dalam serum atau plasma.

4. Disfungsi kelenjar hipofise


Penyakit hipofise adalah penyakit yang tidak umum terjadi, namun dapat
timbul sebagai kondisi hiperfungsi hipofise, hipofungsi hipofise, dan lesi/ massa
setempat yang menyebabkan tekanan pada khiasma optikus atau bagian basal otak.

2.2 Definisi Gigantisme


Gigantisme dan Akromegali adalah kelainan yang disebabkan karena sekresi
hormon pertumbuhan (HP) atau growth hormone (GH) yang berlebihan. Gigantisme
terjadi jika produksi hormon pertumbuhan berlebihan, terjadi sebelum dewasa atau
sebelum proses penutupan epifisis. Efek anabolik hormon pertumbuhan dimungkinkan
karena adanya meditor insulin like growth factor (IGF I), suatu peptida yang dihasilkan
oleh jaringan hati sebagai respon terhadap rangsangan hormon pertumbuhan
(Tjokronegoro,1999).
Merupakan penyakit kronis dan progresif yang ditandai dengan disfungsi
hormonal dan pertumbuhan skeletal yang mengejutkan. Gigantisme adalah kondisi
seseorang yang kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar diatas normal.
Gigantisme disebabkan oleh kelebihan jumlah hormone pertumbuhan. Tidak terdapat
definisi tinggi yang merujukkan orang sebagai raksasa. Tinggi dewasa yang
mengalami gigantisme dapat setinggi sekitar 2,25 2,40 meter. Gigantisme adalah
kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi hormone pertumbuhan (Hp) atau Growth
Hormone (GH) yang berlebihan.

2.3 Etiologi Gigantisme


Penyebab utama gigantisme adalah adanya adenoma kelenar hipofisis, yang
menrupakan 95% kasus sisanya leb dari 3% berasal dari produksi berlebihan GHRH dari
tumor karsinoid (terutama tumor bronkhial) tumor sel beta prankreas, atau tumor adrenal
dan kurang dari 2% berasal dari sekresi HP yang berlenihan yang berasal dari tumor
ektipik eta sel prankreas. Penyebab gigantisme dapat di golongkan menjad sebagai
berikut:
1. Gigantisme primer atau hipofisis ,yakni penyebabnya adalah adenoma hiposifis.

8
2. Giganisme sekunder atau hipotalamik , di sebabkan karena hipersekresi GHRH dari
hipotalamus.
3. Gigantisme yng di sebabkan karena tumor ektopik (paru,prakreas, dl) yang
mengsekresi HP atau GHRH

Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat


diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang
mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila keadaan
kelebihan hormone pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau
masih dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan
terutama adalah tumor pada sel sel somatrotop yang menghasilkan hormone
pertumbuhan.

Penyebab dari gigantisme dan akromegali dibagi menjadi:

1. Gigantisme Primer = Hipofisik (sebab: adenoma hipofisi)

2. Gigantisme Sekunder = Hipotalamik (karena hipersekresi GRH dari hipotalamus)

3. Gigantisme-Akromegali Tersier = meskipun sangat jarang <1 %, G tipe ini dapat


disebabkan oleh karena tumor-tumor etopik (tumor paru, pankreas, dan lain-lain
yang mengsekresi hormon yang mirip dengan GHRH.

4. Gigantisme Variasi

Tumor hipofisi dapat dibagi dalam 3 golongan:

1. Tumor Kromofob (80 %) merupakan adenoma hipofisi yang paling sering. Adenoma
ini dapat sangat besar sehingga menekan chiasma opticus, hipotalamus dan saraf
yang memelihara otot ekstra okular.

2. Tumor Asidofil (15 %) tumbuh lambat dan biasanya berkapsul.

3. Tumor Basofil (5 %). Biasanya kecil ukurannya dan tidak sampai menyebabkan
gejala lokal.

2.4 Manifestasi Klinis Gigantisme


1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intara
kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor
menyita ruangan yang cukup besar.
2. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali
(tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak,
hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).
3. Hiperprolaktinemia, amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada
wanita, impotensi pada pria.
4. Sindrom Chusing, obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus,
osteoporosis.

9
5. Defisiensi hormon pertumbuhan, (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan
pada anak-anak.
6. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada
pria, amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala
gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran
laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan
urin.

Manusia dikatakan berperawakan raksasa ( gigantisme ) apabila tinggi badan


mencapai 2 meter atau lebih. Ciri utama gigantisme adalah perawakan yang tinggi
hingga mencapai 2 meter atau lebih dengan proposi tubuh yang normal.
1. Lingkar kepala bertambah
2. Hidung lebar
3. Lidah membesar
4. Wajah kasar
5. Mandibula tumbuh berlebihan
6. Gigi menjadi terpisah pisah
7. Jari dan ibu jari tumbuh meneba
8. Kiposis
9. Kelelahan dan kelemahan gejala awal
10. Hipogonadisme
11. Keterlambatan maturasi seksual
12. Kehilangan penglihatan pada pemeriksaan lapang pandang secara seksama
13. Perbesaran terjadi diseluruh tubuh
14. Terjadi pada bayi-usia pubertas (cartilago epifise belum menutup)
15. Lidah menebal
16. Jari-jari tangan dan kaki menebal

2.5 Patofisiologi
Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormon pertumbuhan muncul
sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa pertumbuhan.
Penyebab kelebihan produksi hormon pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel
somatotrop yang menghasilkan hormon pertumbuhan, neoplasma penghasil hormon
pertumbuhan, termasuk tumor yang menghasilkan campuran hormon pertumbuhan dan
hormon lain, misalnya prolaktin merupakan tipe adenoma hipofisis fungsional kedua
tersering. Secara mikroskopis, adenoma penghasil GH terdiri atas sel bergranula padat
atau jarang, dan pada pewarnaan imunohistokimia akan memperlihatkan GH didalam
sitoplasma sel neoplastik.
Sekitar 40% adenoma sel somatotrof memperlihatkan mutasi pengaktifan pada
gen GNAS1 di kromosom 20q13, yang mengkode sebuah subunit protein G

10
heterodimerik stimulatorik yang dikenal sebagai protein G. Protein G berperan penting
dalam transduksi sinyal, dan pengaktifan protein G dikaitkan dengan peningkatan enzim
intrasel adenil-siklase dan produknya, adenosine monofosfat siklik (AMP). AMP siklik
bekerja sebagai stimulant mitogenik kuat bagi somatotrof hipofisis. Jika adenoma
penghasil GH terjadi sebelum epifisis menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH
yang berlebihan menyebabkan gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan umum
ukuran tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Jika peningkatan
kadar GH terjadi setelah penutupan epifisis, pasien mengalami akromegali, yang
pertumbuhannya terutama terjadi pada jaringan lunak, kulit, dan visera, serta pada tulang
wajah, tangan, dan kaki.
Sekresi GH oleh sel-sel somatotrop hipofisis anterior dikendalikan oleh faktor
dari hipotalamus, yaitu :
1. GHRH, yang merangsang sekresi GH
2. Somatostatin yang menghambat sekresi GH. GH merangsang produksi IGF-1
(= somatomedin C=SM-C) di hati (terutama) dan jaringan lain. IGF
merupakan mediator utama bagi efek GH dalam merangsang pertumbuhan

Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis anterior


menjadi sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut. Hal ini
mengakibatkan sekresi hormon pertumbuhan menjadi sangat tinggi. Akibatnya, seluruh
jaringan tubuh tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada gigantisme, hal ini
terjadi sebelum masa remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang bersatu dengan
batang tulang sehingga tinggi badan akan terus meningkat (seperti raksasa).
Biasanya penderita gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi
terjadi karena produksi hormon pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan hormon
pertumbuhan tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh sehingga
banyak glukosa yang beredar di pembuluh darah. Sel-sel beta pulau langerhans pankreas
menjadi terlalu aktif akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi.
Akibatnya, kira-kira 10 persen pasien gigantisme menderita diabetes melitus.
Sebagian besar penderita gigantisme akhirnya akan menderita
panhipopitutarisme bila gigantisme tetap tidak diobati karena gigantisme biasanya
disebabkan oleh adanya tumor pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai
merusak kelenjar itu sendiri.
Bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka
pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien akan menjadi seorang
raksasa. Setelah pertumbuhan somatik selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan
gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak yang
disebut akromegali. Penebalan tulang terutama pada wajah dan anggota gerak. Akibat
penonjolan tulang rahang dan pipi, bentuk wajah menjadi kasar secara perlahan dan
tampak seperti monyet. Tangan dan kaki membesar dan jari-jari kaki dan tangan sangat
menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih besar, tetapi bentuknya akan makin
menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul.
Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga
menjadi lebih besar dan lebih lebar. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh

11
pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak. Sering
terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh jaringan yang menebal.
Hormon pertumbuhan juga mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting tubuh.
Oleh karena itu, penderita sering mengalami masalah metabolisme termasuk diabetes
melitus.
Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada
inspeksi. Raut wajah menjadi makin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis
membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan
terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke
depan) dan gigi-geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-
gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara menjadi
lebih dalam akibat penebalan pita suara. Deformitas tulang belakang karena
pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan
perubahan fisologik lengkung tulang belakang. Bila akromegali berkaitan dengan tumor
hipofisis, maka pasien mungkin mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan
penglihatan disertai hemianopsia bitemporal akibat penyebaran supraseral tumor
tersebut, dan penekanan kiasma optikum.
Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi dan
juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi
hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien,
akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan.

2.6 Pathway Gigantisme


Adenoma Hipofisis
Masalah
Masalah
Masalah
Keperawatan
Masalah
Keperawatan
Mikroadenoma Keperawatan
Keperawatan
Makroadenoma Nyeri
Risikoakut
Risiko
ketidakstabilan
jatuh
Risiko citra
Gangguan
Hambatankadar
tubuh mobilitas
pertumbuhan
glukosa
Tumor Di Sayap Risiko
fisik tidak
Kerusakan
Lateral Sela Gangguan identitas
ketidakseimbanga
proposional
integritas kulit
n
pribadi Gangguan
ekertrolit
Risiko harga diri
Akibat pada
Hipersekresi hormon jaringan dan prolaktin
pertmbuhan keletihancitrasitusional
tubuh
rendah
lunak Pembesaran Tumor Kerusakan
Kadar hormon pertumbuhan
Pelebaran
(HP)
dan
dan IGF-1 tinggi Pembesaran ke atas gigi

Sakit kepala Hambatan
Akibat pada tulang penebalan hidung,
Akibat pada proses Gangguan mobilitas fisik
lidah, bibir, dan
Gigantisme metabolisme penglihatan Risiko harga
telinga
Bentuk Muka diri rendah
Pembesaran ke lateral
Pembesaran
Berubah (frontal Gangguan Kelumpuhan saraf situasional
tangan dan kaki
bossing) Kulit tebal, basah, toleransi III, IV, V, VI
Pertumbuhan gigi glukosa/diabetes Penyumbatan
dan berminyak
tak teratur disertai Lipatan kulit melitus pembuluh darah
maloklusi Hiperfosfatemia lokal
kasar, skin tag
Kiposis Hiperlipidemia Kejang
Acanthois
Osteopenia Hiperkalsemia Pembesaran ke inferior
nigricans
Atropati Mudah lelah Darah CSF rinorea
Hipertrikosis 12
Pertumbuhan Pembesaran ke anterior
Suara parau
tulang ekstremitas Perubahan
Penebalan telapak
berlebihan kepribadian
kaki
Infark
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran kadar GH melalui radioimmunoassay, kadarnya hanya meningkat pada
penyakit aktif dan tidak ditekan oleh glukosa pada tes toleransi glukosa standar.
2. Perimetri untuk mencari defek lapang pandang visual bitemporal (50%)
3. Rontgen tengkorak untuk melihat pembesaran sella, erosi prosesus klinoid, alur
supraorbtal, dan rahang bawah. lantai fosa hpofisis biasanya tampak mengalami
erosi menjadi ganda pada tomogram tampak lateral.
4. CT scan atau MRI untuk melihat ekstensi suprasellar
5. Rontgen tangan untuk mencari bentuk lempeng pada falang distal dan peningkatan
jarak rongga antara sendi karena hipertrofi kartilago. Bantalan tumit biasanya
menebal. Tes ini lebih memiliki unsur menarik daripada diagnostik
6. Kadar glukosa serum bila meningkat
7. Kadar fosfat dalam serum saat puasa bisa meningkat namun tidak memiliki manfaat
diagnostik
8. Rontgen dada dan EKG bisa menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi.
(David, dkk. Lecture Notes Kedokteran Klinis)
9. Kadar serum hGh yang diukur dengan radioimmunoassay biasanya naik
10. Uji supresi glukosa tidak bisa menekan kadar hormon sampai dibawah jumlah
normal yang dapat diterima, yaitu 2 ng/ml
11. Sinar X tengkorak, computed tromography (CT) Scan, arteriografi, dan magnetic
resonance imaging menentukan keberadaan dan perluasan lesi pituitari
12. Sinar X tulang menunjukkan penebalan kranium (terutama tulang frontal, oksipital
dan parietal) dan penebalan tulang panjang, serta osteoartritis ditulang belakang.
13. Tumor hipofisis saat ini dapat diketahui melalui pemeriksaan CT Scan dan
dilanjutkan dengan magnetic resonance imaging (MRI) yang memiliki kepekaan
tinggi mengdiagnosis adanya tumor hipofisis
14. Gigantisme didiagnosis melalui pemeriksaan hormon pertumbuhan, pemeriksaan
SM-C (IGF 1) kemungkinan dianggap paling baik. Hal tersebut disebabkan karena
pemeriksaan HP basal sangat bervariasi pada orang normal, dapat menujukan angka
diatas 20 g/I. Oleh karena itu, dalam keadaan mencurigakan, dianjurkan melakukan
tes supresi HP (GH suppression test) dengan beban glukosa 100 g. Dinilai abnormal
jika terdapat kegagalan penekanan sampai dibawah 2 g/I.

2.7 Penatalaksanaan

13
Tujuan pengobatan adalah:
a. Menormalkan tubuh kembali kadar GH atau IGF1/SM-C
b. Memperkecil tumor atau menstabilkan besarnya tumor
c. Menormalkan fungsi hipofisis
d. Mencegah komplikasi akibat kelebihan kadar GH/IFG1 atau SM-C akibat pembesaran
tumor.
1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala gejala
tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 30 mg sehari diberikan peros, umumnya disesuaikan
dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu
malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang
menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain
- lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal
atasi syok segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl glukosa, steroid dan
vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki laki berikan suntikan testosteron enantot atau
testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan
fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus
haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki laki hentikan bila
ada gejala virilisasi growth hormone bila terdapat dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal :
akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
4. Defisiensi hormon hos diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi
GH pada anak anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH,
penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated)
dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
6. Terapi pembedahan
Ada dua macam pembedahan bergantung pada besarnya tumor, yaitu bedah
makro dengan melakukan pembedahan batok kepala dan bedah mikro. Cara terkahir
ini dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut antara celah infra orbita dan
jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor hipofisis. Keberhasilan
tersebut bergantung pada besarnya tumor.
Kemungkinan relaps-post operasi kecil (kurang dari 5%). Jika tumor terlalu
besar maka untuk mencegah timbulnya efek defisiensi hormon hipofisis, kerap
dilakukan kombinasi radiasi post-operatif atau kombinasi dengan terapi
medikamentosa. Masalah anesthesiologis adalah akibat terjadi perubahan anatomi
rahang, lidah, glotis, dan faring, sehingga proses intubasi menjadi lebih sulit.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6-20% kasus, namun pada umumnya
dapat diatasi. Komplikasi post-operasi dapat berupa kebocoran cairan serebrospinal,

14
fistula oronasal, epistaksis, sinusitis, dan infeks luka operasi. Meskipun ditangani
ahli bedah yang berpengalaman kematian tetap dapat terjadi (kurang dari 1% kasus.
Komplikasi lainnya adalah terjadinya diabetes insipidus dan hipopituitary (5-10%
kasus). Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunya kadar HP dibawah 5 g/l.
Dengan kriteria ini keberhasilan terapi dicapai pada 50-60% kasus, yang terdiri dari
80% kasus mikroadenoma dan 20% kasus makroadenoma. Pemantauan yang
dilakukan pada post operasi adalah sebagai berikut.
1. Insulin tolerance test
2. OGTT dikerjakan jika HP et random di atas 2g/l.
3. Tes TRH harus dibuat jika menunjukan tes positif preoperatif
4. Fungsi kelenjat tiroid
5. Fungsi gonad

Jika hasil pemeriksaan tersebut diatas normal maka dianjurkan untuk


melakukan pemeriksaan ulang enam bulan setelah operasi, meliputi perkembangan
klinis dan laboratorium (random GH, IGF 1/SM-C levels). Selanjutnya jika keadaan
ini stabil dalam kurun waktu 2-3 tahun maka umumnya terapi dianggap berhasil,
dan pemeriksaan ulang dapat dilakukan setahun sekali.
7. Tindakan Radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi piliham secara tunggal, jika tindakan operasi
tidak memungkinkan dan menyertai tindakan pembedahan jika masih terdapat gejala
aktif setelah terapi pembedahan dilaksanakan. Tindakan radiasi dapat dilaksanakan
dalam dua cara, yaitu sebagai berikut.
a. Radiasi secara konvensional (conventional high voltage radiation, 45 Gy/45.00
rad). Radiasi ini bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan yang sehat, dan
bermanfaat untuk pengecilan tumor, menurunkan kadar HP, tetapi dapat pula
memengaruhi fungsi hipofisis.
b. Radiasi dengan energi tinggi partikel berat (high energy heavy particles
radiations, 150 Gy/15.000 rad). Radiasi ini dapat memberikan hasil yang lebih
baik, tetapi membawa risiko yang lebih besar paa gangguan penglihatan.
8. Terapi Medikamentosa
Pada orang normal, dopamin ataupun agonis dopamin dapat meningkatkan kadar HP,
tetapi tidak demikian halnya pada pasien akromegali. Pada akromegali, dopamin
ataupun agonis dopamin menurunkan kadar HP dalam darah. Biasanya agonis
dopamin diberikan menyertai terapi lainnya dan jarang berhasil sebagai obat
tungggal. Pasien. Contoh dopamine:
1. Brokriptin
Dianjurkan memberikan dosis 2,5 mg sesudah makan malam, dan
dinaikkan secara berkala 2,5 mg setiap 2-4 hari. Perbaikan klinis yang dicapai
antara lain adalah:
a. Ukuran tangan dan jari mengecil, dan
b. Terjadi perbaikan gangguan toleransi glukosa
Efek samping yang terjadi adalah vaso spasme digital, hipotensi
ortostatik, sesak nafas ringan, nausea, konstipasi, dll.

15
2. Ocreotide (long acting somatostatin analogue)
Cara pemberian melalui subkutan. Dosis: dosis rata-rata adalah 100-
200 mikrogram diberikan setiap 8 jam. Perbaikan klinis yang dicapai.
a. Menurunkan kadar HP menjadi dibawah 5 mikrogram/ 1 pada 50 kasus
b. Menormalkan kadar IGF1/ SM-C pada 50% kasus
c. Penyusunan tumor
Efek samping: ringan dan mempunyai sifat sementara yaitu nyeri
local/di daerah suntikan dan kram perut.

2.8 Komplikasi
1. Carpal Tunnel Syndrome.
Penyakit pada pergelangan tangan akibat adanya penekanan syaraf atau nervus
medianus pada saat melalui terowongan carpal pada pergelangan tangan yang
diakibatkan karena pembesaran jaringan biasanya pasien merasa kesemutan.
2. Penyakit arteri koroner.
Menyempit ataupun tersumbatnya pembuluh darah arteri karena penimbunan plak
pada dinding arteri.
3. Kardiomiopati yang disertai aritmia, hipertrofi ventikular kiri dan fungsi
diastolik menurun merupakan penyakit yang melemahkan dan memperbesar otot
jantung atau disebut juga miokardium
4. Obstruksi jalan nafas atas disertai sleep apnea (henti nafas saat tidur)
Sleep apnea biasanya disebabkan karena penebalan lidah pasien sehingga lidah
menggulung ke belakang dan menutupi jalan nafas pasien.
5. Hipertensi
6. Diabetes melitus dan intoleransi glukosa
Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar HP akan menurunkan sensitifitas
insulin sehingga transportasi glukosa ke sel pun terganggu sehingga
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dan terjadilah hipergikemia.
7. Kelumpuhan saraf
a. Saraf ke III saraf okulomotor yaitu saraf jenis sensorik yang
mempengaruhi pergerakan mata.
b. Saraf ke IV saraf troklearis yaitu saraf jenis motorik yang mempengaruhi
pergerakan mata ke bawah dan ke dalam.
c. Saraf ke V saraf trigeminalis merupakan jenis saraf sensorik an motorik
mempengaruhi sensasi pada wajah, kulit kepala, kornea, dan pergerakan
rahang untuk mengunyah.
d. Saraf ke VI saraf abdusens merupakan jenis saraf motorik yang
mempengaruhi pergerakan mata ke lateral.

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Riwayat penyakit ; manifestasi klinis tumor hipofise bervariasi tergantung pada
hormon mana yang disekresi berlebihan. Tanyakan manifestasi klinis dari
peningkatan prolaktin, GH dan ACTH mulai dirasakan.
2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
3. Keluhan utama, mencakup :
4. Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh seperti jari-jari, tangan,
dsb.

a. Perubahan tingkat energi, kelelahan dan letargi.

b. Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.

c. Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensia.

d. Nyeri kepala, kaji P, Q, R, S, T.

17
e. Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan, penglihatan
ganda, dsb.

f. Kesulitan dalam berhubungan seksual.

g. Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita) mencakup keteraturan,


kesulitan hamil.

h. Libido seksual menurun

i. Impotensia.

5. Pemeriksaan fisik mencakup:

a. Amati bentuk wajah, khas pada hipersekresi GH seperti bibir dan hidung besar,
tulang supraorbita menjolok.

b. Kepala, tangan/lengan dan kaki juga bertambah besar, dagu menjorok kedepan.

c. Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh dengan baik.

d. Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan


dijumpai penurunan visus.

e. Amati perubahan pada persendian di mana klien mengeluh nyeri dan sulit
bergerak. Pada pemeriksaan ditemukan mobilitas terbatas.

f. Peningkatan perspirasi pada kulit menyebabkan kulit basah karena berkeringat.

g. Suara membesar karena hipertropi laring.

h. Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali.

i. Hipertensi

j. Disfagia akibat lidah membesar.

k. Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar

18
6. Pemeriksaan diagnostik mencakup :

a. Kadar prolaktin serum : ACTH, GH

b. Foto tengkorak

c. CT Scan otak

d. Angiografi

e. Tes supresi dengan Dexamethason

f. Tes toleransi glukosa.

7. Aktivitas/Istirahat
Gejala: lemah, letih
Tanda: letargi/ disorientasi
8. Sirkulasi
Gejala: kaji adanya riwayat hipertensi
Tanda: perubahan tekanan darah postural, nadi yang menurun, lipatan kulit kasar
9. Integritas Ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah financial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda: ansietas, peka rangsangan
10. Eliminasi
Tanda: urine encer juga kuning
11. Makanan & Cairan
Gejala: sering terjadi kehilangan nafsu makan
Tanda: kulit tebal, turgor jelek, basah dan berminyak
12. Neurosensori
Gejala: pusing/ pening, sakit kepala hebat, gangguan penglihatan
Tanda: disorientasi; mengantuk, letargi
13. Nyeri/Kenyamanan
Tanda: wajah meringis apabila terjadi sakit kepala hebat
14. KEAMANAN
Gejala: kulit tebal, basah, dan berminyak
Tanda: menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, kulit rusak/ turgor kulit jelek

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan fisik ditandai
dengan klien merasa malu dengan kondisinya.

19
2. Resiko tinggi perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme, lidah membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-
pisah.
3. Perubahan proses keluarga b.d keluarga dengan gigantisme.
4. Kelelahan b.d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi.
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan fisik ditandai
dengan klien merasa malu dengan kondisinya.
Tujuan:
Tidak terjadi penurunan bodi image pada klien.
Kriteria Hasil
Klien dapat menerima perubahan diri.
Klien mau bersosialisasi dengan lingkungan.
Intervensi Rasional

1. Pertahankan lingkungan yang kondusif. 1. Agar pasien dapat mengungkapkan tentang


perasaan dan anggapan mengenai
keadaannya.
2. Kaji klien dengan mengidentifikasi dan 2. Untuk membantu pasien dalam mengatasi
mengembangkan mekanisme koping untuk perubahan fisik.
mengatasi perubahan fisik.

3. Ikut sertakan klien dalam merencanakan 3. Keterlibatan klien dapat meningkatkan dan
perawatan dan membuat jadwal aktivitas. memperbaiki rasa percaya diri klien.
4. Bantu pasien mengidentifikasi 4. Membantu klien untuk mengalihkan
kekuatannya serta segi-segi positif yang perhatian tentang keadaannya dg melakukan
dapat dikembangan oleh klien. hobi yang positif.
5. Berikan bantuan positif dari orang-orang 5. Dukungan positif orang-orang terdekat dapat
terdekat klien. meringankan beban klien dan membantu
6. Berikan support dan keyakinan kepada klien dalam mengatasi gangguan citra diri.
klien bahwa penyakitnya dapat sembuh 6. Meningkatkan koping dan kepercayaan
dengan pengobatan teratur pasien terhadap kesembuhan penyakit.

2. Resiko tinggi perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme, lidah membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-
pisah.
Tujuan :
Nutrisi klien adekuat.
Kriteria Hasil :
Klien tidak mengalami penurunan berat badan yang berarti .
Nafsu makan klien meningkat.
Intervensi Rasional

1. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk 1. Memenuhi nutrisi klien


cairan).
2. Masukkan makanan kesukaan dalam diet.

20
3. Anjurkan untuk makan sendiri, bila 2. Membantu menambah nafsu makan klien
mungkin (kelemahan otot dapat membuat 3. Agar otot otot pasien bisa terlatih selama
keterbatasan). pasien berada di rumah sakit.
4. Memilih makanan dari daftar menu. 4. Agar si pasien tidak cepat bosan dengan
menu makanan yang sudah di sediakan oleh
rumah sakit.
5. Atur makanan secara menarik diatas 5. Agar pasien merasa terhibur dan diperhatikan
nampan (piring). oleh perawat maupun keluarganya.
6. Atur jadwal pemberian makanan. 6. Agar nutrisi sesuai dengan kebutuhan klien
7. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan 7. Agar kebutuhan klien terpenuhi dengan
berkualitas. cukup dan mempercepat penyembuhan

3. Perubahan proses keluarga b.d keluarga dengan gigantisme.


Tujuan :
Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anggota dengan gigantisme
keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Kriteria Hasil:
Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang
muncul dan memberikan atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan
kondisi klien.
Intervensi Rasional
1. Berikan dukungan emosional pada 1. Meringankan tekanan psikis klien dan keluarga
keluarga dan klien.
2. Anjurkan orang tua untuk 2. Mengetahui perasaan orang tua dan membantu
mengekspresikan perasaannya. mencarikan solusi
3. Anjurkan klien untuk berbagi rasa tidak 3. Menghindari perilaku menarik diri klien
berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan
dengan manifestasi penyakit.
4. Bertindak sebagai pembela dan 4. Menjadikan hubungan klien, keluarga klien dan
penghubung klien dan keluarga dengan tim perawat baik sehingga memudahkan
anggota tim perawatan kesehatan tindakan perawatan
lainnya.
5. Anjurkan klien untuk bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar. 5. Membangun kepercayaan diri kembali untuk
bersosialisasi

6. Dorong keterlibatan klien dalam


aktifitas rekreasi dan aktivitas 6. Menghindarkan klien dari stres
pengalihan yang sesuai dengan usia.

4. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi.


Tujuan :
Menunjukkan perbaikan kemampuan berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi kelelahan yang berarti pada klien setelah melakukan aktivitas.
Klien tidak merasa malas saat akan melakukan aktivitas.

21
Intervensi Rasional

1. Kaji tanda-tanda vital. 1. Mengetahui perkembangan klien


2. Ciptakan lingkungan yang tenang : 2. Menurunkan stimulasi yang
ruangan yang dingin, turunkan stimulasi kemungkinan besar dapat menimbulkan
sensori. agitasi, hiperaktif, dan insomnia
3. Sarankan klien untuk mengurangi 3. Membantu melawan pengaruh dari
aktivitas peningkatan metabolism
dan meningkatkan istirahat di tempat
tidur.
4. Dapat menurunkan energy dalam saraf
4. Berikan tindakan yang membuat klien yang selanjutnya meningkatkan relaksasi
nyaman; sentuhan, masage. 5. Memungkinkan untuk menggunakan
5. Memberikan aktivitas pengganti yang energy dengan cara konstruktif dan
menyenagkan dan tenang; membaca, mungkin juga akan menurunkan ansietas
mendengarkan radio dan menonton
televisi.
6. Berikan obat sesuai indikasi, sedatif 6. Untuk mengatasi keadaan (gugup,)
(fenobarbital ). hiperaktif dan insomnia

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Akromegali dan gigantisme terjadi akibat hipersekresi persisten dari GH, yang
merangsang sekresi IGF-1 oleh hati dan akhirnya menyebabkan manifestasi klinis.
Akromegali terjadi apabila peningkatan GH terjadi setelah dewasa sedangkan pada anak-
anak / remaja akan muncul sebagai gigantisme.
Penyebab terbanyak (95%) dari akromegali / gigantisme adalah adenoma
hipofisis yang mensekresi GH , jarang sekali disebabkan oleh GH/GHRH ektopik.
Gambaran klinik ditentukan oleh tingginya GH/IGF-1 dan efek massa tumor.
Konsekuensi akromegali/gigantisme : meningkatkan angka morbiditas dan motalitas,
terutama oleh komplikasi cardioserobrovaskuler dan pernafasan.
Pilihan utama pengobatan adalah operasi transsphenoid, namun akhir-akhir ini
pesat perkembangan pengobatan medis / farmakologis. Oleh karena pengobatan radiasi
masih banyak kelemahannya, penggunaannya hanya sebagai penunjang pada kasus-kasus
tertentu. Ocreotide dapat menurunkan supresi kadar GH dan IGF-1, mengecilkan ukuran
tumor, dan memperbaiki gambaran klinis.Terapi yang paling tepat untuk kelebihan
hormone pertumbuhan tak lain adalah pengangkatan tumor pada hipofisis sedini
mungkin untuk mencegah efek negative darinya.
Untuk itu kita sebagai seorang perawat, kita perlu mengetahui dan memahami
tanda dan gejala berbagai penyakit khususnya akromegali dan gigantisme agar kita dapat
melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.

4.2 Saran
Kami merasa pada makalah kami banyak kekurangan, karena kurangnya referensi
dan pengetahuan pasa saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi.
Demikian makalah ini kamu buat untuk menambah pengetahuan dan informasi
yang benar guna mendapat kan apresiasi yang bisa digunakan untuk perbaikan demi
kepentingan bersama, sekian dan terima kasih.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aini Nur, Ledy Martha Aridiana. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin Dengan
Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika

Rumahorbo, Hotma. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta: EGC.

Price, A Sylvia dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi vol 2 edisi 6. Jakarta: EGC.

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikeldetail-94789-Kep%20Endokrin Askep
%20Gigantisme%20dan%20Akromegali.html#popup (Diakses pada tanggal 08 Maret 2017)

24

Anda mungkin juga menyukai