PENDAHULUAN
1
Karena sangat berbahayanya kelainan ini dan pentingnya untuk mengetahui
pentingnya pengetahuan mengenai gigantisme dan akromegali oleh perawat, maka kami
menyusun sebuah makalah yang merangkum mengenai kelainan sistem endokrin tersebut.
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber informasi mengenai
gigantisme dan akromegali, serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
2
Manfaat bagi penulis dalam penyusunan laporan ini lebih mengetahui
bagaimana cara pengerjaan laporan yang baik, tersusun rapih dan pengetahuan
yang lebih luas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
pada kelenjar hipofise : gigantisme
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
4
Lobus posterior kelenjar hipofisis atau neurohipofisis terutama berfungsi
untuk mengatur keseimabangan cairan. Vasopresin atau hormon antidiuretik (ADH)
terutama disintesis dalam nukleus supraoptik dan pareventrikular hipotalamus dan
disimpan dalam neurohipofisis.
Thyroid stimulating hormon (TSH), adrenocorticotropic hormon (ACTH), dan
gonadotropic hormon disebut tropic hormon karena hormon- hormon ini
menstimulasi hormon lain untuk mensekresi hormon yang aktif yang
mempengaruhi perubahan sel- sel tubuh tertentu. Hormon hipofise lain
melaksanakan penggaruhnya pada sel tubuh secara langsung ( non tropik ).
5
Hipotalamus juga mengendalikan kelenjar hipofise posterior yang
berhubungan dengannya secara struktural. ADH dan oksitosin sebenarnya
diproduksi di hipotalamus dalam nuklei paraventrikular dan supraoptik dan dibawa
oleh neuron melalui transport aksonal melalui cabang-cabang terminal yang terletak
di lobus posterior hipofise. Disana mereka disimpan dan kemudian dilepaskan.
Hormon Fungsi
Hipofise anterior
Growth hormon (GH) Target organ : seluruh tubuh, kemungkinan bekerja pada
kebanyakan jaringan melalui somatomedin. Berhubungan
dengan pertumbuhan sel, tulang, dan jaringan lunak.
Meningkatkan mitosis
Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Meningkatkan glukosa darah dengan menurunkan
penggunaan glukosa, antagonis insulin.
Meningkatkan sintesa protein.
Meningkatkan kadar asam lemak bebas, lipolisis, dan
pembentukan keton.
Meningkatkan retensi elektrolit dan cairan ekstraseluler.
6
GH, prolaktin, dan MSH mempunyai pengaruh metabolik langsung pada
jaringan sasaran sebaliknya ACTH, TSH, FSH, dan LH fungsi utamanya adalah
mengatur sekresi kelenjar-kelanjar endokrin lainnya, karena itu dikenal sebagai
hormon-hormon tropik. GH atau somatotropin mempunyai pengaruh metabolik
utama,baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-anak, hormon ini
diperlukan untuk pertumbuhan somatik. Pada orang dewasa, hormon ini berfungsi
mempertahankan ukuran orang dewasa normal dan juga berperan dalam pengaturan
sintesis protein dan pembuangan zat makanan. GH memproduksi faktor
pertumbuhan-1 mirip insulin (IGF-1) yang merantarai efek perangsang-
pertumbuhan. Tanpa IGF-1, GH tidak dapat merangsang pertumbuhan. Sekresi GH
diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GHRH) dari hipotalamus dan oleh
somatostatin, suatu hormon penghambat. Pelepasan GH dirangsang oleh
hipoglikemia dan oleh asam amino seperti arginin, ditambah juga dengan stress dan
latihan berat.
MSH merupakan suatu unsur pokok dari proopiomelanokortin. Hormon ini
meningkatkan pigmentasi kulit dengan merangsang dispersi granula-granula melanin
dalam melanosit. Sekresi MSH diatur oleh corticotropin-releasing hormone (CRH)
dan dihambat oleh peningkatan kadar kortisol. Defisiensi sekresi kortisol dapat
merangsang pelepasan MSH, sedangkan kadar kortisol yang tinggi menekan sekresi
hormon ini.
Prolaktin merupakan salah satu kelompok hormon yang dibutuhkan untuk
perkembangan payudara dan sekresi susu. Pelepasan prolaktin berada di bawah
pengaruh penghambatan tonik oleh hipotalamus melalui dopamin yang disekresi
oleh sistem neuron dopaminergik tuberohipofisel. Jika faktor-faktor penghambat
ini tidak ada maka sekresi prolaktin akan meningkat dan dapat terjadi laktasi.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) merangsang sekresi prolaktin.
ACTH merangsang pertumbuhan dan fungsi korteks adrenal dan merupakan
suatu faktor yang sangat penting pada pengaturan produksi dan pelepasan kortisol.
Secara tunggal, ACTH tampaknya tidak mempunyai efek ekstraadrenal yang berarti
CRH dan arginine vasopressin (AVP) bekerja secara sinergis untuk merangsang
sekresi ACTH.
TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. TSH ini
menyebabkan pelepasan tiroksin (T4) dan tryodo tironin (T3), selanjutnya hormon-
hormon ini akan mengatur sekresi TSH. TRH merangsang sekresi TSH.
FSH dan LH dikenal juga sebagai gonadotropin. Pada laki-laki, FSH
mempertahankan dan merangsang spermatogenesis, sedangakan LH merangsang
sekresi testoteron oleh sel-sel Leydig atau sel-sel interstisial testis. FSH dan LH ini
akan disekresi secara kontinu atau secara tonik pada laki-laki. Sebaliknya, pada
perempuan FSH merangsang perkembangan folikel dan sekresi estrogen oleh sel-sel
folikel. LH menyebabkan ovulasi dan mempertahankan serta merangsang sekresi
progesteron oleh korpus luteum yang berkembang dari folikel sesudah ovulasi.
Pelepasan FSH dan LH pada perempuan bersifat siklik, sedemikian pula sehingga
kadar kedua hormon tersebut akan melonjak pada pertengahan siklus dan kemudian
sedikit demi sedikit menurun pada akhir siklus, dan diikuti oleh menstruasi. Sekresi
7
FSH dan LH diatur oleh sekresi (amplitudo dan frekuensi) gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) yang bersifat pulsatil.
Konsekuensi klinis defisiensi pelepasan ACTH dan TSH masing-masing
berupa insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme. Tidak adanya pelepasan
gonadotropin mengakibatkan hipotiroidisme. Sebaliknya, sekresi ACTH yang
berlebihan akan mengakibatkan hiperfungsi korteks adrenal atau sindrom Cushing.
Sindrom kelebihan TSH atau pelepasan gonadotropin jarang ditemukan.
Diagnosis klinis gangguan hipofisis membutuhkan penegasan biokimia
melalui uji khusus yang memperlihatkan fungsi hipofisis abnormal yang merupakan
karakteristik keadaan yang dicurigai. Hormon hipofisis yang sudah diterangkan
yaitu, ACTH, MSH, TSH, FSH, LH, GH, dan prolaktin semuanya dapat dihitung
dalam serum atau plasma.
8
2. Giganisme sekunder atau hipotalamik , di sebabkan karena hipersekresi GHRH dari
hipotalamus.
3. Gigantisme yng di sebabkan karena tumor ektopik (paru,prakreas, dl) yang
mengsekresi HP atau GHRH
4. Gigantisme Variasi
1. Tumor Kromofob (80 %) merupakan adenoma hipofisi yang paling sering. Adenoma
ini dapat sangat besar sehingga menekan chiasma opticus, hipotalamus dan saraf
yang memelihara otot ekstra okular.
3. Tumor Basofil (5 %). Biasanya kecil ukurannya dan tidak sampai menyebabkan
gejala lokal.
9
5. Defisiensi hormon pertumbuhan, (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan
pada anak-anak.
6. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada
pria, amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala
gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran
laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan
urin.
2.5 Patofisiologi
Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormon pertumbuhan muncul
sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa pertumbuhan.
Penyebab kelebihan produksi hormon pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel
somatotrop yang menghasilkan hormon pertumbuhan, neoplasma penghasil hormon
pertumbuhan, termasuk tumor yang menghasilkan campuran hormon pertumbuhan dan
hormon lain, misalnya prolaktin merupakan tipe adenoma hipofisis fungsional kedua
tersering. Secara mikroskopis, adenoma penghasil GH terdiri atas sel bergranula padat
atau jarang, dan pada pewarnaan imunohistokimia akan memperlihatkan GH didalam
sitoplasma sel neoplastik.
Sekitar 40% adenoma sel somatotrof memperlihatkan mutasi pengaktifan pada
gen GNAS1 di kromosom 20q13, yang mengkode sebuah subunit protein G
10
heterodimerik stimulatorik yang dikenal sebagai protein G. Protein G berperan penting
dalam transduksi sinyal, dan pengaktifan protein G dikaitkan dengan peningkatan enzim
intrasel adenil-siklase dan produknya, adenosine monofosfat siklik (AMP). AMP siklik
bekerja sebagai stimulant mitogenik kuat bagi somatotrof hipofisis. Jika adenoma
penghasil GH terjadi sebelum epifisis menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH
yang berlebihan menyebabkan gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan umum
ukuran tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Jika peningkatan
kadar GH terjadi setelah penutupan epifisis, pasien mengalami akromegali, yang
pertumbuhannya terutama terjadi pada jaringan lunak, kulit, dan visera, serta pada tulang
wajah, tangan, dan kaki.
Sekresi GH oleh sel-sel somatotrop hipofisis anterior dikendalikan oleh faktor
dari hipotalamus, yaitu :
1. GHRH, yang merangsang sekresi GH
2. Somatostatin yang menghambat sekresi GH. GH merangsang produksi IGF-1
(= somatomedin C=SM-C) di hati (terutama) dan jaringan lain. IGF
merupakan mediator utama bagi efek GH dalam merangsang pertumbuhan
11
pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak. Sering
terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh jaringan yang menebal.
Hormon pertumbuhan juga mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting tubuh.
Oleh karena itu, penderita sering mengalami masalah metabolisme termasuk diabetes
melitus.
Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada
inspeksi. Raut wajah menjadi makin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis
membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan
terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke
depan) dan gigi-geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-
gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara menjadi
lebih dalam akibat penebalan pita suara. Deformitas tulang belakang karena
pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan
perubahan fisologik lengkung tulang belakang. Bila akromegali berkaitan dengan tumor
hipofisis, maka pasien mungkin mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan
penglihatan disertai hemianopsia bitemporal akibat penyebaran supraseral tumor
tersebut, dan penekanan kiasma optikum.
Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi dan
juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi
hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien,
akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan.
2.7 Penatalaksanaan
13
Tujuan pengobatan adalah:
a. Menormalkan tubuh kembali kadar GH atau IGF1/SM-C
b. Memperkecil tumor atau menstabilkan besarnya tumor
c. Menormalkan fungsi hipofisis
d. Mencegah komplikasi akibat kelebihan kadar GH/IFG1 atau SM-C akibat pembesaran
tumor.
1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala gejala
tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 30 mg sehari diberikan peros, umumnya disesuaikan
dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu
malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang
menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain
- lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal
atasi syok segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl glukosa, steroid dan
vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki laki berikan suntikan testosteron enantot atau
testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan
fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus
haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki laki hentikan bila
ada gejala virilisasi growth hormone bila terdapat dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal :
akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
4. Defisiensi hormon hos diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi
GH pada anak anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH,
penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated)
dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
6. Terapi pembedahan
Ada dua macam pembedahan bergantung pada besarnya tumor, yaitu bedah
makro dengan melakukan pembedahan batok kepala dan bedah mikro. Cara terkahir
ini dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut antara celah infra orbita dan
jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor hipofisis. Keberhasilan
tersebut bergantung pada besarnya tumor.
Kemungkinan relaps-post operasi kecil (kurang dari 5%). Jika tumor terlalu
besar maka untuk mencegah timbulnya efek defisiensi hormon hipofisis, kerap
dilakukan kombinasi radiasi post-operatif atau kombinasi dengan terapi
medikamentosa. Masalah anesthesiologis adalah akibat terjadi perubahan anatomi
rahang, lidah, glotis, dan faring, sehingga proses intubasi menjadi lebih sulit.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6-20% kasus, namun pada umumnya
dapat diatasi. Komplikasi post-operasi dapat berupa kebocoran cairan serebrospinal,
14
fistula oronasal, epistaksis, sinusitis, dan infeks luka operasi. Meskipun ditangani
ahli bedah yang berpengalaman kematian tetap dapat terjadi (kurang dari 1% kasus.
Komplikasi lainnya adalah terjadinya diabetes insipidus dan hipopituitary (5-10%
kasus). Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunya kadar HP dibawah 5 g/l.
Dengan kriteria ini keberhasilan terapi dicapai pada 50-60% kasus, yang terdiri dari
80% kasus mikroadenoma dan 20% kasus makroadenoma. Pemantauan yang
dilakukan pada post operasi adalah sebagai berikut.
1. Insulin tolerance test
2. OGTT dikerjakan jika HP et random di atas 2g/l.
3. Tes TRH harus dibuat jika menunjukan tes positif preoperatif
4. Fungsi kelenjat tiroid
5. Fungsi gonad
15
2. Ocreotide (long acting somatostatin analogue)
Cara pemberian melalui subkutan. Dosis: dosis rata-rata adalah 100-
200 mikrogram diberikan setiap 8 jam. Perbaikan klinis yang dicapai.
a. Menurunkan kadar HP menjadi dibawah 5 mikrogram/ 1 pada 50 kasus
b. Menormalkan kadar IGF1/ SM-C pada 50% kasus
c. Penyusunan tumor
Efek samping: ringan dan mempunyai sifat sementara yaitu nyeri
local/di daerah suntikan dan kram perut.
2.8 Komplikasi
1. Carpal Tunnel Syndrome.
Penyakit pada pergelangan tangan akibat adanya penekanan syaraf atau nervus
medianus pada saat melalui terowongan carpal pada pergelangan tangan yang
diakibatkan karena pembesaran jaringan biasanya pasien merasa kesemutan.
2. Penyakit arteri koroner.
Menyempit ataupun tersumbatnya pembuluh darah arteri karena penimbunan plak
pada dinding arteri.
3. Kardiomiopati yang disertai aritmia, hipertrofi ventikular kiri dan fungsi
diastolik menurun merupakan penyakit yang melemahkan dan memperbesar otot
jantung atau disebut juga miokardium
4. Obstruksi jalan nafas atas disertai sleep apnea (henti nafas saat tidur)
Sleep apnea biasanya disebabkan karena penebalan lidah pasien sehingga lidah
menggulung ke belakang dan menutupi jalan nafas pasien.
5. Hipertensi
6. Diabetes melitus dan intoleransi glukosa
Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar HP akan menurunkan sensitifitas
insulin sehingga transportasi glukosa ke sel pun terganggu sehingga
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dan terjadilah hipergikemia.
7. Kelumpuhan saraf
a. Saraf ke III saraf okulomotor yaitu saraf jenis sensorik yang
mempengaruhi pergerakan mata.
b. Saraf ke IV saraf troklearis yaitu saraf jenis motorik yang mempengaruhi
pergerakan mata ke bawah dan ke dalam.
c. Saraf ke V saraf trigeminalis merupakan jenis saraf sensorik an motorik
mempengaruhi sensasi pada wajah, kulit kepala, kornea, dan pergerakan
rahang untuk mengunyah.
d. Saraf ke VI saraf abdusens merupakan jenis saraf motorik yang
mempengaruhi pergerakan mata ke lateral.
16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Riwayat penyakit ; manifestasi klinis tumor hipofise bervariasi tergantung pada
hormon mana yang disekresi berlebihan. Tanyakan manifestasi klinis dari
peningkatan prolaktin, GH dan ACTH mulai dirasakan.
2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
3. Keluhan utama, mencakup :
4. Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh seperti jari-jari, tangan,
dsb.
17
e. Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan, penglihatan
ganda, dsb.
i. Impotensia.
a. Amati bentuk wajah, khas pada hipersekresi GH seperti bibir dan hidung besar,
tulang supraorbita menjolok.
b. Kepala, tangan/lengan dan kaki juga bertambah besar, dagu menjorok kedepan.
c. Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh dengan baik.
e. Amati perubahan pada persendian di mana klien mengeluh nyeri dan sulit
bergerak. Pada pemeriksaan ditemukan mobilitas terbatas.
i. Hipertensi
18
6. Pemeriksaan diagnostik mencakup :
b. Foto tengkorak
c. CT Scan otak
d. Angiografi
7. Aktivitas/Istirahat
Gejala: lemah, letih
Tanda: letargi/ disorientasi
8. Sirkulasi
Gejala: kaji adanya riwayat hipertensi
Tanda: perubahan tekanan darah postural, nadi yang menurun, lipatan kulit kasar
9. Integritas Ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah financial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda: ansietas, peka rangsangan
10. Eliminasi
Tanda: urine encer juga kuning
11. Makanan & Cairan
Gejala: sering terjadi kehilangan nafsu makan
Tanda: kulit tebal, turgor jelek, basah dan berminyak
12. Neurosensori
Gejala: pusing/ pening, sakit kepala hebat, gangguan penglihatan
Tanda: disorientasi; mengantuk, letargi
13. Nyeri/Kenyamanan
Tanda: wajah meringis apabila terjadi sakit kepala hebat
14. KEAMANAN
Gejala: kulit tebal, basah, dan berminyak
Tanda: menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, kulit rusak/ turgor kulit jelek
19
2. Resiko tinggi perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme, lidah membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-
pisah.
3. Perubahan proses keluarga b.d keluarga dengan gigantisme.
4. Kelelahan b.d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi.
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan fisik ditandai
dengan klien merasa malu dengan kondisinya.
Tujuan:
Tidak terjadi penurunan bodi image pada klien.
Kriteria Hasil
Klien dapat menerima perubahan diri.
Klien mau bersosialisasi dengan lingkungan.
Intervensi Rasional
3. Ikut sertakan klien dalam merencanakan 3. Keterlibatan klien dapat meningkatkan dan
perawatan dan membuat jadwal aktivitas. memperbaiki rasa percaya diri klien.
4. Bantu pasien mengidentifikasi 4. Membantu klien untuk mengalihkan
kekuatannya serta segi-segi positif yang perhatian tentang keadaannya dg melakukan
dapat dikembangan oleh klien. hobi yang positif.
5. Berikan bantuan positif dari orang-orang 5. Dukungan positif orang-orang terdekat dapat
terdekat klien. meringankan beban klien dan membantu
6. Berikan support dan keyakinan kepada klien dalam mengatasi gangguan citra diri.
klien bahwa penyakitnya dapat sembuh 6. Meningkatkan koping dan kepercayaan
dengan pengobatan teratur pasien terhadap kesembuhan penyakit.
2. Resiko tinggi perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolisme, lidah membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-
pisah.
Tujuan :
Nutrisi klien adekuat.
Kriteria Hasil :
Klien tidak mengalami penurunan berat badan yang berarti .
Nafsu makan klien meningkat.
Intervensi Rasional
20
3. Anjurkan untuk makan sendiri, bila 2. Membantu menambah nafsu makan klien
mungkin (kelemahan otot dapat membuat 3. Agar otot otot pasien bisa terlatih selama
keterbatasan). pasien berada di rumah sakit.
4. Memilih makanan dari daftar menu. 4. Agar si pasien tidak cepat bosan dengan
menu makanan yang sudah di sediakan oleh
rumah sakit.
5. Atur makanan secara menarik diatas 5. Agar pasien merasa terhibur dan diperhatikan
nampan (piring). oleh perawat maupun keluarganya.
6. Atur jadwal pemberian makanan. 6. Agar nutrisi sesuai dengan kebutuhan klien
7. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan 7. Agar kebutuhan klien terpenuhi dengan
berkualitas. cukup dan mempercepat penyembuhan
21
Intervensi Rasional
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Akromegali dan gigantisme terjadi akibat hipersekresi persisten dari GH, yang
merangsang sekresi IGF-1 oleh hati dan akhirnya menyebabkan manifestasi klinis.
Akromegali terjadi apabila peningkatan GH terjadi setelah dewasa sedangkan pada anak-
anak / remaja akan muncul sebagai gigantisme.
Penyebab terbanyak (95%) dari akromegali / gigantisme adalah adenoma
hipofisis yang mensekresi GH , jarang sekali disebabkan oleh GH/GHRH ektopik.
Gambaran klinik ditentukan oleh tingginya GH/IGF-1 dan efek massa tumor.
Konsekuensi akromegali/gigantisme : meningkatkan angka morbiditas dan motalitas,
terutama oleh komplikasi cardioserobrovaskuler dan pernafasan.
Pilihan utama pengobatan adalah operasi transsphenoid, namun akhir-akhir ini
pesat perkembangan pengobatan medis / farmakologis. Oleh karena pengobatan radiasi
masih banyak kelemahannya, penggunaannya hanya sebagai penunjang pada kasus-kasus
tertentu. Ocreotide dapat menurunkan supresi kadar GH dan IGF-1, mengecilkan ukuran
tumor, dan memperbaiki gambaran klinis.Terapi yang paling tepat untuk kelebihan
hormone pertumbuhan tak lain adalah pengangkatan tumor pada hipofisis sedini
mungkin untuk mencegah efek negative darinya.
Untuk itu kita sebagai seorang perawat, kita perlu mengetahui dan memahami
tanda dan gejala berbagai penyakit khususnya akromegali dan gigantisme agar kita dapat
melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.
4.2 Saran
Kami merasa pada makalah kami banyak kekurangan, karena kurangnya referensi
dan pengetahuan pasa saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi.
Demikian makalah ini kamu buat untuk menambah pengetahuan dan informasi
yang benar guna mendapat kan apresiasi yang bisa digunakan untuk perbaikan demi
kepentingan bersama, sekian dan terima kasih.
23
DAFTAR PUSTAKA
Aini Nur, Ledy Martha Aridiana. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Endokrin Dengan
Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika
Price, A Sylvia dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi vol 2 edisi 6. Jakarta: EGC.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikeldetail-94789-Kep%20Endokrin Askep
%20Gigantisme%20dan%20Akromegali.html#popup (Diakses pada tanggal 08 Maret 2017)
24