Anda di halaman 1dari 20

BABI I

PENDAHULUAN

Laring memainkan peranan sentral dalam mengkoordinasikan fungsi saluran


pencernaan-pernafasan atas termasuk respirasi, berbicara dan menelan. Laring dibagi menjadi
supraglotis, glotis, dan subglotis.1 Karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas
laring merupakan kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring. Laring
adalah tempat tersering kedua untuk kasus karsinoma sel skuamosa pada daerah kepala dan
leher.2
Tumor ganas laring hingga saat ini masih menjadi masalah di bidang Ilmu Telinga
Hidung Tenggorok- Bedah Kepala dan Leher. Tumor ganas laring merupakan 1-2% dari
seluruh kejadian tumor ganas di seluruh dunia. Pada tahun 2011 diperkirakan 12.740 kasus
baru tumor ganas laring di Amerika Serikat dan diperkirakan 3560 orang meninggal. 2 Di
Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi tumor ganas laring 13,8% dari
1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 pertahun. Perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69 tahun.3
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi diketahui beberapa faktor
resiko yaitu : rokok, alkohol, pekerjaan, faktor genetik, infeksi HPV dan asbestosis.
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor ganas laring primer yang paling sering
ditemukan, yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang berasal dari kelenjar ludah minor,
neuroepithelial, tumor jaringan lunak dan jarang timbul dari tulang kartilaginosa laring.
Karsinoma sel skuamosa laring merupakan hasil dari interaksi banyak faktor tersebut.2
Suara serak adalah gejala dini yang utama pada keganasan laring, terutama bila tumor
berasal dari pita suara atau glottis. Ini disebabkan adanya gangguan fungsi fonasi laring
akibat ketidakteraturan pita suara, gangguan pergerakan/getaran pita suara dan penyempitan
celah pita suara. Seseorang dengan suara serak yang menetap selama dua minggu atau lebih,
apalagi mempunyai faktor resiko yang sesuai, harus diwaspadai adanya keganasan laring
(glottis).3
Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan
umum penderita.3

BAB II
1
ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

2.1 Anatomi Laring


Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu
rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV
VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. 4
Kerangka laring terdiri dari sembilan tulang rawan yang berhubungan melalui
ligamentum dan membrana. Dari sembilan tulang rawan terdapat tiga yang tunggal (Kartilago
tiroid, Kartilago Krikoid, Kartilago epiglotika). Tulang dan tulang rawan laring yaitu : 4,5
a. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba pada leher bagian
depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan
prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-
otot lidah, mandibula dan tengkorak.
b. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina
yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang.
c. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan
paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum
krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot
krikoaritenoid posterior.

Gambar 2.1 Anatomi laring5

2
Gambar 2.2 Posisi Laring5

2.1.1 Otot-otot laring


Otot-otot laring terdiri dari 2 kelompok yaitu otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot
ekstrinsik yang utama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik
menyebabkan gerakan antara berbagai struktur-struktur laring sendiri.4
a. Otot-otot ekstrinsik :
1) Otot elevator :
- M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid meluas dari
Os Hioid ke mandibula, lidah dan prosesus stiloideus pada cranium.
2) Otot depressor :
- M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
b. Otot-otot Intrinsik :
1) Otot Adduktor dan Abduktor :
- M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum
Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis :
- M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid
2) Otot yang mengatur pintu masuk laring :
- M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.1

3
Gambar 2.3 : Otot Ekstrinsik Laring5

Gambar 2.4 : Otot Intrinsik Laring5

2.1.2 Rongga Laring4


4
Batas atas rongga laring ialah aditus laring,
Batas bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid.
Batas depannya ialah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotis,
ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus
kartilago krikoid
Batas belakangnya ialah M. Aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid.3
Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara palsu (plika
ventrikularis). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan
bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis
dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu: vestibulum
laring/supraglotik (di atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika
vokalis).

Gambar 2.5 : Rongga Laring5

2.1.3 Persarafan Laring


Saraf-saraf laring berasal dari Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) melalui ramus
eksternus nervus laringeus superior dan nervus laringeus rekurens. Nervus laringeus superior
berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis yaitu nervus laringeus internus (sensoris
dan otonom) dan nervus laringeus eksternus (motoris). Nervus laringeus rekurens
mempersarafi semua otot laring intrinsik, kecuali M. Krikotiroid yang dipersarafi oleh nervus
laringeus eksternus. 1,4
2.1.4 Perdarahan Laring
Arteri-arteri laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid superior dan arteri tiroid
inferior memasok darah kepada laring. Arteri laring superior mengiringi ramus internus nervi
laringealis superior melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-cabang untuk
mengantar darah ke permukan dalam laring. Arteri laring inferior mengiringi nervus laringeus
inferior dan memasok darah kepada membran mukosa dan otot-otot di aspek inferior laring.4

5
Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu :4
a. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid superior. Berjalan
melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini untuk
berjalan disubmukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk
mendarahi mukosa dari otot-otot laring.
b. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid inferior. Berjalan ke
belakang sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah M.
konstriktor faring inferior dan memperdarahi mukosa dan otot laring.3 Vena-vena
laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior biasanya bersatu dengan
vena tiroid superior, lalu bermuara ke vena jugularis interna. Vena laring inferior
bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus vena-vena tiroid yang
beranastomosis pada aspek anterior trachea.

Gambar 2.6 : Persarafan dan perdarahan Laring1

2.1.5 Drainase Limfatik Laring2,4


a. Area Supraglotis : kaya akan jaringan limfatik, kapiler limfatik mengikuti
pembuluh darah dan saraf laringea superior menembus membran tirohioidea, berakhir
di kelenjar limfe leher profunda superior (kelenjar limfe area II) atau menembus
membran kortikotiroid dan lobus glandula tiroid ipsilateral masuk ke kelenjar limfe
leher profunda media (kelenjar limfe area III).
b. Area Glotis : nyaris tanpa sistem limfatik
6
c. Area Subglotis : jaringan limfatik lebih sedikit dibanding areasupraglotis,
drainase limfe ke kelenjar leher profunda media (kelenjar limfe area III), kelenjar
limfe leher profunda inferior (kelenjar limfe area IV) atau kelenjar limfe para-trakea
(kelenjar limfe area VI).

2.2 Fisiologi Laring


Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam
laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada
aliran udara yang cukup kuat.1
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara.
Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal,
pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di
modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas
faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat
menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai
hoarseness oleh seseorang/penderita.1
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru
dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal
adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas
otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak
menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. 1
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari
glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring
itu sendiri.1
Selain fungsi organ penghasil suara, laring mempunyai fungsi lain yaitu proteksi jalan
nafas dan respirasi. Perlindungan jalan nafas selama aksi menelan terjadi melalui berbagai
mekanisme berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot tiroaritenoid
dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, disamping aduksi korda vokalis sejati dan
aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya. 1Selama respirasi, tekanan

7
intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat penutupan korda vokalis sejati. Perubahan
tekanan ini membantu sistem jantung seperti juga ia mempengaruhi pengisian dan
pengosongan jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati
memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila menutup, memungkinkan
peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk tindakan-tindakan mengejan.1,4

BAB III

TUMOR GANAS LARING

3.1 Definisi

Tumor ganas laring atau yang disebut juga dengan karsinoma laring merupakan
karsinoma sel skuamosa yang terjadi pada lapisan epitel di laring. Keganasan di laring

8
bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena
penanggulangannya mencakup berbagai segi.3

3.2 Epidemiologi

Di Departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma laring


13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25 pertahun. Perbandingan
laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan
merokok didapatkan pada 73,94%.3 Tahun 2013, diperkirakan terdapat 89,081 kasus
karsinoma laring di Amerika Serikat dan 0,8 % dari kasus keganasan yang ada. Berdasarkan
National Cancer Institute, usia 55-64 tahun merupakan usia terbanyak kasus karsinoma
laring.6
Berdasarkan klasifikasi letak tumor, tumor glotis merupakan kasus tersering dengan
59% kasus tumor ganas laring, diikuti dengan, supraglotik 40%, dan subglotik merupakan
kasus yang sangat jarang.7

Gambar 3.1 Persentase kasus karsinoma laring berdasarkan umur6

3.3 Etiologi
Etiologi dari tumor ganas laring belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor
resiko diidentifikasi pada beberapa kasus.
a. Rokok
Resiko tumor ganas laring meningkat 6- 15 kali pada perokok dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok. Hubungan antara rokok dengan tumor ganas laring
terdapat pada perubahan histologi dari plika vokalis.5 Resiko akan cepat menurun
9
setelah penghentian merokok dan penurunan angka resiko akan semakin besar jika
perokok semakin lama.2
b. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan salah satu faktor resiko tumor ganas
laring. Statistik menunjukkan 90% kasus yang ada terdapat kebiasaan konsumsi
alkohol dan rokok.9
c. Pekerjaan
Pekerjaan dengan resiko tinggi yaitu petani, tukang kayu, pekerja yang kerap terpapar
dengan asbes.8
d. Infeksi HPV9
e. Riwayat keluarga dengan tumor kepala leher9

3.4 Klasifikasi Letak Tumor3

a. Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas
atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
b. Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah
tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara.
Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1
atau ke 2 pita suara, dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai
komisura anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago aritenoid.
c. Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai
batas inferior krikoid. Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi
ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih
dari 10 mm.

3.5 Manifestasi Klinis

a. Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini tumor pita
suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh celah besar glotik, besar pita suara, kecepatan getaran dan
ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring pita suara gagal berfungsi secara baik
disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik,
terserangnya otot vokalis, sendi dan ligamenkrikoaritenoid, dan kadang-kadang
menyerang saraf. Hubungan antara serak dan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap.
Apabila tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis, atau
10
di batas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan
subglotis, serak merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali.3
b. Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan napas
oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh fiksasi pita suara.
Pada tumor supraglotik dan transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Pada umumnya
dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.3
c. Nyeri tenggorok dapat terjadi bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam3.
d. Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluahan ini merupakan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid.
Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang
mengenai struktur ekstra laring.3
e. Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya
timbul dengan terletaknya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.Gejala lain berupa
nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan penurunan berat badan
menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh. 3
f. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor
ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut dan nyeri tekan laring adalah
gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang
kartilago tiroid dan perikondrium.3

3.6 Staging
Klasifikasi Tumor Ganas Laring ( AJCC dan UICC 1988 )3

A. Tumor primer (T)


Supra glotis

T is tumor insitu
T1 tumor terdapat pada satu sisi suara/ pita suara palsu dengan pergerakan normal
T2 tumor telah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa
bergerak ( terfiksir)
T3 tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid
bagian belakanh, dinding medial sinus piriformis, dan ke arah rongga pre
epiglotis
T4 tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring, menginfiltrasi

11
orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid
Glotis
T is tumor insitu
T1 tumor mengenai satu datau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih
baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior
T2 tumor meluas ke daerah supra glotis atau subglotis dengan pergerakan pita
suara normal atau terfiksir
T3 tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksasi
T4 tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari
laring
Sub glotis

T is tumor insitu
T1 tumor terbatas pada subglotis
T2 tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah
terfiksasi
T3 tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi
T4 tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar faring
atau dua- duanya

B. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

Nx kelenjar tidak dapat dinilai


N0 secara klinis tidak ada kelenjar
N1 klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm
N2 klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm atau klinis
terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm
N 2a klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - 6cm
N 2b klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm
N3 kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral
N3a klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N3b klinis terdapat kelenjar bilateral
N3c klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral

C. Metastase jauh (M)

M0 tidak ada metastase jauh


M1 terdapat metastase jauh

D. Stadium

Staging
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0

12
Stadium III T1-3 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IV T4 N0/N1 M0
T berapapun N2/N3 M0
T berapapun N berapapun M1

3.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan
laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau atau
langsung dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor,
penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi anatomik.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan yaitu pemeriksaan radiologik. Foto toraks
diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidak proses spesifik, dam metastasis di
paru. CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring dengan seksama.
Diagnosis pasti ditegakkan dari pemeriksaan patologik anatomi.3
3.7.1 Gambaran radiologi pada tumor ganas laring

Gambar 3.2 CT Scan Normal Laring5

Gambar 3.3 CT Scan Tumor Supraglotis- Epiglotis5


13
Gambar 3.4 CT Scan Tumor Supraglotis- Pita Suara Palsu5

Gambar 3.5 CT Scan Tumor Glotis (tanda panah putih) meluas hingga komisura anterior
(tanda bintang)5

14
Gambar 3.6 CT Scan Tumor Subglotis gambaran massa hiperdens di sisi kanan meluas hingga
komisura anterior (tanda bintang)5

Gambar 3.7 CT Scan Destruksi Kartilago 5

3.7.2 Pemeriksaan Patologi Anatomi

Diagnosis pasti ditegakkan dengan dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus
pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil patologi anatomik yang terbanyak
adalah karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi: a)
diferensiasi baik (grade 1) b) diferensiasi sedang (grade 2) c) diferensiasi buruk (grade 3).3
Lebih dari 95% kasus tumor ganas laring merupakan karsinoma sel skuamosa. Hal ini
dikarenakan laring merupakan organ yang dilapisi epitel skuamosa yang berubah bentuk
karena pajanan trauma atau akibat rangsangan karsinogenik. Perubahan epitel normal
menjadi ganas biasanya diawali oleh leukoplakia, hiperplasia, keratosis non atipik, keratosis
atipik, karsinoma insitu dan karsinoma mikroinvasif.2
15
Tumor supraglotis cenderung lebih agresif perluasan ke daerah preepiglotis serta
metastasis kelenjar limfe. Tumor glotis biasanya berdiferensiasi baik, pertumbuhannya
lambat. Sedangkan, tumor subglotis merupakan kasus yang jarang, sering dijumpai pada
kasus invasi tumor glotis, dimana hal ini memiliki prognosis yang buruk.7

3.8 Diagnosis Banding10


1. TBC laring
2. Tumor jinak laring

3.9 Tata Laksana


Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukan tindakan yang akan
diambil sebagai penanggulangannya. Ada tiga cara penanggulangan yang lazim dilakukan,
yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada
stadium penyakit dan keadaan umum pasien.3
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi,
stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan
rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.3
3.9.1 Radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1
dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini
adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan
adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad.11
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang,
dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal
dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya.
Komplikasi dari radiasi antara lain deskuamasi kulit, ulkus mukosa, suara parau, striktur
esofagus.11

3.9.2 Pembedahan
a. Bedah mikrolaring
Pembuangan jaringan kanker melalui endoskopi kanker laring dapat dipilihdengan
aman dan efektif dengan penggunaan mikroskop bedah dan instrumen pembedahan
mikrolaringeal. Laser karbondioksida digunakan dengan laringoskop langsung dan
mikroskop sebagai petunjuk sekaligus digunakan sebagai alat pembedahan. Pada
umumnya pembedahan ini dilakukan untuk lesi supraglottis.11
b. Hemilaringektomi
16
Pembedahan ini dapat dilakukan jika tumor subglottis tidak lebih dari 1 cm dibawah
pita suara asli, pita suara yang terlibat masih mobil, Keterlibatan unilateral atau
keterlibatan komisura anterior dan kontralateral anterior pita suara asli dapat diterapi
dengan hemilaringektomi vertikal secara luas, tumor belum menginvasi kartilago, dan
tidak ada keterlibatan jaringan.11
c. Laringektomi supraglotis
Pembedahan ini dilakukan untuk membuang jaringan tumor di daerah supraglottis
atau bagian atas laring. Pembedahan ini dapat dipertimbangkan jika tumor dengan
stadium T1, T2, atau T3 dengan hanya melibatkan preepiglottis, pita suara masi
mobil, kartilago tidak terlibat, komisura anterior tidak terlibat, pasien memiliki status
pulmonologi yang baik, bagian dasar lidah tidak terlibat, sinus piriform pre-apex tidak
terlibat, dan FEV 1 diprediksikan lebih dari 50%.11
d. Laringektomi suprakrikoid
Pembedahan ini masih terbilang baru dan merupakan pengembangan dari prosedur
pembedahan laringektomi supraglottis. Terapi ini dilakukan jika tumor di lokasi
glottis anterior, komisura, atau keterlibatan ruang pre-epiglottis yang lebih luas.11
e. Near-Total Laryngectomy
Terapi pembedahan ini merupakan laringektomi parsial yang lebih luas dimana hanya
satu aritenoid yang diselamatkan dan kanal transesofageal dikonstruksi untuk fungsi
bicara. Pembedahan ini di indikasikan untuk pasien dengan lesi T3 dan T4 tanpa
keterlibatan satu aritenoid, atau dengan tumor tranglottis unilateral dengan fiksasi pita
suara.11
f. Laringektomi Total
Pembedahan ini di lakukan untuk membuang seluruh jaringan laring yang terkena,
terdiri atas tiroid dan kartilago tiroid, mungkin juga beberapa cincin trakea bagian atas
dan tulang hyoid. Indikasi laringektomi total adalah lesi T3 dan T4 tidak dapat
dilakuka parsial laringektomi atau terapi penyelatan organ dengan kemoterapi,
keterlibatan tiroid dan kartilago tiroid secara luas, terdapat invasi langsung pada
jaringan lunak dileher, dan keterlibatan bagian dasar lidah sampai papila
sirkumvalata.11 Di Departemen THT RSCM tersering dilakukan laringektomi totalis,
karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan,
karena teknik sulit untuk menentukan batas tumor.3
3.9.3 Kemoterapi
Cisplatin dan 5-fluorouracil merupakan dua agen yang paling efektif untuk
pengobatan kanker laring. Kemoterapi dapat digunakan sebagai neoadjuvan secara simultan
dengan radiasi dan juga sebagai adjuvan. Penelitian dengan neoadjuvan dan kemoterapi intra

17
arterial secara simultan menunjukkan respon lokal tumor yang bagus pada kasus tertentu,
namun juga dapat menyebabkan lokal toksisitas. Kemoterapi juga dapat digunakan sebagai
terapi paliatif pada tumor ganas laring stadium lanjut. Kemoterapi ini bukanlah terapi lini
pertama atau terapi standar untuk kanker laring stadium awal ( stadium I dan II).11

3.9.4 Rehabilitasi
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat
pada pasien. Dengan dilakukan pengangkatan laring beserta pita suara yang ada di dalamnya,
maka pasien akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanen di leher.3
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik bersifat umum, yakni agar
pasien dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni
rehabilitasi suara, agar pasien dapat berbicara, berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat
dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator yang ditempelkan di
daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus melalui proses
belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara ini, tetapi
dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan psikososial.3

3.10 Prognosis
Para ahli berpendapat bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang paling baik
diantara tumor-tumor daerah traktus aerodigestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat, dan
radikal.3 Pasien tumor ganas laring memiliki angka rekurensi yang lebih rendah dibandingkan
tumor kepala leher lain. Pasien dengan tumor ganas glotis juga mempunyai angka harapan
hidup lebih baik dan rekurensi yang rendah dibandingkan tumor supraglotis dimana
penyebaran regional lebih sering terjadi. Hal ini dikarenakan secara anatomis, glotis tidak
memiliki saluran limfe serta vaskularisasi yang lebih sedikit dibandingkan supraglotis dan
subglotis. Angka kelangsungan hidup rata-rata yang diamati pada pasien tumor yang bersifat
lokal adalah 115 bulan, yang menyebar secara regional 43 bulan dan dengan metastasis jauh
11 bulan.2

18
BAB IV
PENUTUP
Tumor ganas laring adalah salah satu keganasan Kepala dan leher yang sering
ditemukan. Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun didapatkan
beberapa hal yang diduga kuat sebagai pemicu yang berkaitan erat dengan terjadinya
keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, pekerjaan,radiasi leher, asbestosis, riwayat infeksi
keluarga.3,9

Suara serak adalah gejala dini yang utama pada keganasan laring, terutama bila tumor
berasal dari pita suara atau glottis. Ini disebabkan adanya gangguan fungsi fonasi laring
akibat ketidakteraturan pita suara, gangguan pergerakan/getaran pita suara dan penyempitan
celah pita suara. Berdasarkan klasifikasi letak tumor , tumor glotis merupakan kasus tersering
dengan 59% kasus tumor ganas laring, diikuti dengan, supraglotik 40%, dan subglotik
merupakan kasus yang sangat jarang. 7

Stadium tumor ganas laring ditentukan melalui klasifikasi TNM, menurut American
Joint Committee on Cancer (AJCC). Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim
untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4
dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk
mendapatkan radiasi.3

Sebagian besar kasus (69%) ditemukan dalam stadium lanjut (T3 atau T4). Tindakan
operatif dilakukan sebagai pilihan utama pada 57% kasus (259 pasien), radioterapi saja
dilakukan pada 124 pasien (27%) dan kemoradiasi pada 16% kasus (68 pasien).20 Salah satu
studi terhadap 451 pasien tumor ganas laring dari 1985-2002 didapatkan angka harapan hidup
5 tahun pada stadium I 85%, stadium II 77%, stadium III 51% dan stadium IV 35%. 2

Rehabilitasi setelah operasi dengan terapi yang seksama memiliki prognosis yang baik.
Kerjasama yang baik dari ahli onkologi, ahli patologi, ahli radiasi onkologi sangatlah
diperlukan untuk memberikan kesembuhan yang optimal. 7

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem, Edisi ke-6, EGC, Jakarta
2. Irfandi, Dolly, dan Sukri, Rahman. 2015. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor
Ganas LaringJurnal Kesehatan Andalas. Available from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
[Accessed on: 7 Maret 2017]
3. Soepardi A., Iskandar N., Bashiruddin J., dan Restuti D. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi 7. Jakarta.
4. Moore, K.L. 2012. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates.
5. Joshi et al. 2012. Imaging in Laryngeal Cancers Indian J Radiol Imaging Vol 22(3)
p:209-226 Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3624744.
[Accessed on: 7 Maret 2017]
6. National Cancer Institute Seer Star Fact Sheet Larynx Cancer 2016. Available from:
https://seer.cancer.gov/statfacts/html/laryn.html [Accessed on: 7 Maret 2017]
7. Quinn, F.B. 2007. Laryngeal Carcinoma 2007: An Overview Available from :
https://www.utmb.edu/otoref/grnds/laryngeal-ca-070720/laryngeal-ca-070720.pdf
[Accessed on: 7 Maret 2017]
8. Sasaki, CT dan Carlson, RD. Chapter 104: Malignant Neoplasms of the Larynx
Available from: http://famona.tripod.com/ent/cummings/cumm104.pdf [Accessed on:
7 Maret 2017]
9. Williamson et al.2012. Laryngeal cancer: an overview Oncology. Available from:
onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/tre.295/pdf [Accessed on: 7 Maret 2017]
10. Haryuna, SH. 2004. Tumor Ganas Laring Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar.pdf [Accessed on: 7 Maret 2017]
11. Concus, A., et al. 2008. Malignant Laryngeal Lesions Dalam: A.K.Lalwani,Current
Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2nd ed.USA: The
McGraw Hill Companies,Inc, 437-453.

20

Anda mungkin juga menyukai