Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era perkembangan jaman ini semua serba dituntut cepat dan tepat
khususnya dalam bidang industri. Oleh karena itu, dunia industri dituntut
memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam menyeimbangkan
kemajuan teknologi, khususnya dalam bidang industri. Seseorang harus memiliki
suatu keahlian dalam bidang tertentu, agar seseorang bisa menempatkan diri dan
berguna. Selain itu, kemajuan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap
produksi.

Semakin majunya teknologi yang digunakan maka semakin cepat laju


produksi yang dihasilkan oleh industri itu sendiri. Di samping mempengaruhi
lebih cepat dan banyak hasil produksinya, juga produk yang dihasilkan lebih baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam dunia industri seseorang dituntut
untuk lebih aktif dan kreatif. Seseorang dituntut mampu memiliki kemampuan
terhadap hasil produk untuk diinovasi maupun diinovasi. Guna tercapainya
kemajuan dan perkembangan dalam industri itu sendiri. Untuk
menghasilkan/membuat alat/mesin yang baru dirasa memang sulit. seseorang
harus kreatif mampu mempunyai ide dan menuangkan gagasannya tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan:


1. Bagaimana pengaruh parameter proses pengerolan
2. Bagaimama perubahan sifat mekanik dan struktur mikro
akibat pengerolan panas dan pengerolan dingin.

1.3 Tujuan
Mengetahui pengaruh parameter proses pengerolan.
Memahami perubahan sifat mekanik dan struktur mikro akibat
proses cold working dan rekristalisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Dasar

Pengertian Rolling (Pengerolan)


Rolling atau pengerolan adalah proses pengurangan ketebalan atau proses
pembentukan pada benda kerja yang panjang. Proses rolling dilakukan dengan
satu set rol yang berputar dan menekan benda kerja supaya terjadi perubahan
bentuk. Rolling pertama kali dikembangkan pada tahun 1500an.

Rolling dilakukan dalam dua tahap. Pertama dilakukan pada suhu yang
tinggi atau disebut hot rolling. Hot rolling dilakukan untuk mengurangi dimensi
bahan baku (ingot) secara besar-besaran. Setelah hot rolling selanjutnya dilakukan
cold rolling, yaitu pengerolan pada suhu ruang. Pada cold rolling pengurangan
dimensi tidak dilakukan secara besar-besaran karena proses ini memerlukan
tenaga yang sangat besar. Cold rolling dilaksanakan sebagai finishing untuk
mencapai dimensi yang sesuai, memperhalus permukaan benda kerja, dan
meningkatkan sifat mekanis benda kerja.

Pada proses manufaktur modern, rolling biasanya diawali dengan proses


pengecoran kontinu. Kombinasi antara pengecoran kontinu dan rolling bisa
meningkatkan produktivitas. Di samping itu, kombinasi ini juga dapat mengurangi
ongkos produksi.
Gambar 2.1 Rolling

Hot Rolling
Hot rolling merupakan tahap awal dari proses pengerolan material. Hot
rolling dilakukan di atas suhu rekristalisasi. Material yang akan dirol biasanya
berupa ingot atau logam hasil penuangan (pengecoran). Material tuang memiliki
struktur yang kasar dan butir-butirnya tidak seragam. Karena struktur di dalamnya
kasar dan tidak seragam, material tuang memiliki sifat yang getas dan ada
kemungkinan memiliki lubang kecil (pori-pori). Dengan dilakukannya proses hot
rolling, struktur material tuang dapat dikonversi menjadi struktur material tempa
(wrought structure). Wrought structure memiliki butir-butir yang lebih halus dan
rapi. Kondisi butir tersebut menjadikan material bersifat lebih ductile. Di samping
itu proses hot rolling juga dapat menutup lubang-lubang kecil di dalam material.

Setiap material memiliki suhu pengerolan panas yang berbeda-beda. Pada


aluminium paduan suhu yang digunakan sekitar 450 C. Baja paduan
menggunakan suhu pengerolan sekitar 1250 C. Sedangkan material tahan panas
menggunakan suhu pengerolan hingga 1650 C.

Pengerolan panas atau hot rolling awal menghasilkan beberapa produk


yang disebut sebagai bloom, slab, dan billet. Bloom biasanya memiliki
penampang persegi dengan sisi paling tidak sebesar 150 mm. Slab biasanya
memiliki penampang persegi panjang. Sedangkan billet memiliki penampang
persegi namun berukuran lebih kecil dibanding dengan bloom. Bloom dapat
diproses lebih lanjut dengan proses pengerolan bentuk, sehingga menghasilkan
bentuk-bentuk struktur seperti I-beam dan rel kereta. Slab dapat dirol menjadi plat
dan lembaran material. Billet dirol dengan proses pengerolan bentuk menjadi
batang persegi dan batang lingkaran.

Cold Rolling
Cold rolling atau pengerolan dingin merupakan proses akhir dari
rangkaian proses pengerolan. Cold rollingdilakukan pada suhu ruang. Karena
dilakukan pada suhu ruang, cold rolling memerlukan energi yang besar (karena
material dengan suhu ruang memiliki kekuatan yang lebih besar) dan akan
menghasilkan produk dengan sifat anisotropic.

Cold rolling bisa dibilang merupakan tahap finishing. Proses pengerolan


ini menghasilkan permukaan akhir yang lebih baik. Selain itu cold rolling juga
menghasilkan produk dengan dimensi yang lebih baik dan menghasilkan produk
dengan kekuatan serta kekerasan yang lebih tinggi.

Secara kinematika, pengerolan diklasifikasikan menjadi tiga macam.


Pertama disebut pengerolan longitudinal, kedua pengerolan transversal, dan
pengerolan oblique.

Gambar 2.2 Klasifikasi Pengerolan Secara Kinematika

Selain secara kinematika, pengerolan juga diklasifikasikan menurut


geometri dari die atau rol yang digunakan. Ada bermacam-macam proses
pengerolan berdasarkan geometri die yang digunakan. Masing-masing
geometri die atau rol ini akan menghasilkan bentuk-bentuk produk yang berbeda-
beda.
Berikut beberapa macam proses pengerolan berdasarkan geometri die:
1. Flat rolling
2. Pack rolling
3. Thread rolling
4. Gear rolling
5. Ring rolling
6. Roll piercing
7. Shape rolling
8. Cross rolling
9. Skew rolling
10. Tube rolling

Bentuk-bentuk Benda Kerja yang Dikerjakan dengan Rolling


Proses rolling dapat digunakan untuk membentuk:
1. Sheet
2. Plat
3. Strip
4. Pipa
5. Bar
6. Rod
7. Kawat
8. Rel kereta
9. Bentuk struktural (seperti I-beam, profil siku, dll).

Jenis Material yang Mampu Dikerjakan dengan Rolling


Material yang dapat dikerjakan dengan rolling antara lain:
1. Logam ferro
2. Logam non ferro
3. Logam paduan
4. Plastik
5. Serbuk logam
6. Keramik
7. Hot glass.

Pada proses rolling terjadi perubahan deformasi dan perubahan butir dari butir
equiaxed menjadi butir yang terelongasi. Jumlah pengerjaan dingin yang dapat
dialami logam terghantung kepada kekuatannya, semakin ulet suatu logam, maka
makin besar pengerjaan dingin yang dapat dilakukan. Logam murni relatif lebih
mudah mengalami deformasi daripada paduan, karena penambahan unsur paduan
cenderung meningkatkan gejala pengerasan regangan.

Proses canai dingin dilakukan untuk mendapatkan lembaran strip dan lembaran
tipis dengan penyelesaian permukaan yang baik dan bertambahnya kekuatan
mekanis. Pada saat yang sama juga dilakukan pengendalian dimensi produk yang
ketat. Selain itu, canai dingin akan menghasilkan lembaran dan strip yang
memiliki kualitas permukaan akhir yang lebih baik serta kesalahan dimensional
yang lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan proses canai panas.

Reduksi total yang dapat dengan pengerolan dingin, biasanya beragam dari 50%
sampai 90%. Pada umumnya reduksi terkecil terdapat pada tahap akhir agar
diperolah pengerolan yang lebih baik. Parameter-parameter utama dalam proses
canai adalah

1. Dimater roll

2. Hambatan deformasi logam yang tergantung pada struktur metalurgi, suhu,


dan laju regangan.

3. Gesekan antara roll dengan benda kerja

4. Adanya tegangan tarik ke depan dan atau tegangan tarik ke belakang pada
bidang lembaran

Peralatan untuk melakukan proses canai tersebut pada dasarnya terdiri dari
sebagian-sebagian seperti:

1.Roll

Menurut jumlah dan susunan roll, maka rolling mill dapat dibedakan menjadi:
Two high mill, merupakan pengerol logam dua tingkat dan jenis yang
paling sederhana

Gambar 2.3 Two high mill

Two high reversing mill, merupakan pengerol logam bolak-balik dua


tingkat dan mempunyai kecepatan yang lebih baik ketimbang jenis two
high mill. Namun jenis roll ini memerlukan penghentian mesin untuk
membalik putaran

Gambar 2.4 Two high reversing mill

Three high mill, merupakan pengerol logam tiga tingkat. Roll ini
mengeliminasi kelemahan dari roll dua tingkat , namun diperlukan
perangkat tambahan untuk menaikkan atau menurunkan material, yaitu
digunakan manipulator mekanis untuk memutar atau menggeser material.
Gambar 2.5 Three high mill

Four high mill, merupakan pengerol logam empat tingkat. Roll diameter
lebih kecil menghasilkan panjang kontak yang lebih pendek untuk
pereduksian yang sama, sehingga diperlukan gaya yang lebih kecil dan
energi yang lebih sedikit. Penampang lebih kecil mengurangi kekakuan,
dan roll cenderung melengkung sehingga perlu ditopang dengan roll
diameter besar

Gambar 2.6 Four High Mill

Cluster mill, merupakan pengerol logam tipis menjadi tipis lagi


Gambar 2.7 Cluster Mill

Planetary mill, merupakan pengerol logam dengan rol pendukung


dikelilingi sejumlah rol kecil. Reduksi ukuran yang dihasilkan sangat besar

Gambar 2.8 Planetary Mill

2.Bantalan (bearing)

3.Rumah (housing), untuk tempat peralatan-peralatan diatas

4.Pengendali, untuk mengatur catu daya untuk roll dan untuk mengendalikan
kecepatannya

Cacat Pada Proses Pengerolan

Pada proses pengerolah sering ditemukan cacat, antara lain:

1.Cacat Cetakan

Cacat cetakan ini diakibatkan oleh terjadinya pertambahan panjang pada lateral
dan kemudian dihambat oleh gaya-gaya gesek transversal. Kemudian karena
adanya bukit gesekan, maka gaya gesekan mengarah ke pusat lembaran. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penyebaran yang lebih sempit daripada tepinya.
Lembaran mengalami pertambahan panjang sementara itu pengurangan tebal tepi
akan menyebar ke arah lateral, sehingga lembaran dapat mengalami sedikit
pembulatan pada ujung-ujungnya. Dari hubungan kontinuitas antara tepi dengan
pusat, maka pinggiran mengalami regangan, suatu kondisi yang menimbulkan
retak tepi.

2.Cacat Kerataan

Cacat pengerolan ini terjadi karena pelat tidak rata pada saat dilakukan proses
canai. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan perpanjangan pada tempat
tertentu dimana lembaran tipis dan pelat menjadi berombak.

3.Cacat Pembelahan (alligatoring)

Terjadinya karena ada ikatan lemabran akibat salah satu bagian roll lebih tinggi
atau lebih rendah dibandingkan dengan celah roll.

4.Perbedaan ketebalan antar sisi

Cacat ini terjadinya karena adanya perbedaan ketinggian celah roll, akibatnya
ketebalan lembaran hasil roll tidak sama ketebalannya pada masing-masing sisi
dan pada salah satu sisi lembaran akan menjadi lebih panjang daripada sisi yang
lain, akibatnya pelat menjadi melengkung.

5.Tebal material yang tidak sama pada semua tempat

Cacat jenis ini terjadi karena adanya deformasi elastis pada roll. Produk pelat
lebih tebal dibagian tengah daripada dibagian pinggir.
6.Cacat-cacat lain

Sebagai contoh : porositas, keriput, kampuh, dan lain sebagainya

Material Rol (Komponen Pengerol)


Karakter dasar material yang dibutuhkan untuk membuat rol yakni
memiliki kekuatan tinggi dan ketahanan aus yang tinggi. Material yang biasa
digunakan untuk membuat rol antara lain: besi tuang, baja tuang, dan baja tempa.
Rol dengan diameter kecil biasanya menggunakan material tungsten carbide. Rol
untuk cold rolling umumnya memiliki permukaan yang halus. Pada beberapa
aplikasi khusus, rol-rol tersebut juga harus dipoles.

Pelumasan
Pada hot rolling biasanya tidak menggunakan pelumasan. Hot
rolling menggunakan larutan berbasis air untuk mendinginkan rol dan memecah
kerak pada benda kerja. Pada logam non ferro biasanya diberi tambahan
minyak,emulsion, dan fatty acid. Sedangkan pada cold rolling biasanya
menggunakan campuran minyak dan air, atau pelumas dengan kekentalan rendah
seperti paraffin, fatty oil, dan emulsion.

Bahan yang digunakan pada studi untuk sintesis pembuatan paduan


ZrNbMoGe adalah bahan kimia dari produksi ALDRICH dengan kemurnian
untuk Zr 99,96% bentuk sponge, Mo dan Ge 99,98 % bentuk sponge, Nb
berbentuk kawat dengan kemurnian 99,98 % sedangkan komposisi paduan (%
berat) 97% Zr, 0,5% Mo, 2% Nb dan 0,5% Ge Penelitian dilakukan dengan alur
proses: penimbangan bahan murni yang dilanjutkan dengan proses sintesis
peleburan menggunakan tungku busur listrik dan kemudian di penempaan dan
juga di pengerolan seperti ditunjukkan dalam skema alur proses pada Gambar 1.
Hasil peleburan dengan tanur busur listrik untuk paduan dengan komposisi berat
97% Zr, 0,5% Mo, 2% Nb dan 0,5% Ge, adalah ingot paduan dengan bentuk dan
ukuran ingot adalah lempengan bola diameter 25-30 mm, tebal 8 -12 mm dengan
berat 25-30 gram. Dalam peleburan ini ingot diusahakan berbentuk pipih untuk
keperluan karakterisasi dan proses pengerolan. Ingot hasil peleburan setelah
dilakukan pembersihan kemudian diperiksa visual dan disiapkan untuk
karakterisasi dan untuk proses pengerolan.

Proses pengerolan dilakukan dengan rol panas dan pemanasan pada


temperatur 900 oC. Selanjutnya ingot panas dima-sukkan pada mesin pengerolan
dengan reduksi 10 % ketebalan. Sampel kemudian dilakukan pengerolan kembali
hingga diperoleh pelat dengan ketebalan sekitar 2 mm dengan pengulangan
pemanasan dan reduksi ketebalan. Untuk perlindungan oksidasi dilakukan
pengaliran gas argon selama pemanasan di tungku dan pemin-dahan sampel ke
mesin pengerolan. Proses penempaan panas dilakukan pada temperatur 950 oC di
laboratorium metalurgi LIPI, sedangkan proses pengerolan panas ingot hasil
peleburan dilakukan di laboratorium metalurgi-ITB.

Gambar 2.3 Skema proses peleburan, penempaan dan pengerolan


paduan ZrNbMoGe

Karakterisasi sampel ingot yaitu pelat hasil pengerolan dan penempaan


dilakukan dengan pengujian struktur mikro menggunakan mikroskop optik dan
SEM-EDS, struktur kristal dengan XRD dan sifat mekanik dengan alat uji
kekerasan. Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Vickers skala mikro
untuk sampel hasil sintesis, hasil penempaan dan pengerolan paduan ZrNbMoGe
pada posisi di dalam dan pada batas butir, dilakukan di laboratorium PSTBM-
BATAN.

Uji struktur mikro dilakukan dengan pengamatan menggunakan


mikroskop optik untuk melihat besar, bentuk dan distribusi dari butir diamati
dengan perbesaran 100 kali. Pengamatan dilakukan pada sampel hasil peleburan
paduan ZrNbMoGe, setelah proses pengerolan dan setelah proses penempaan di
laboratorium PSTBM-BATAN. Pengamatan struktur mikro dilakukan
menggunakan alat Mikroskop Optik dan EDS (Energy Dispersive Spectroscopy),
sedangkan pengujian struktur kristal menggunakan alat XRD (X-Ray Diffracto-
meter). Pengamatan struktur mikro melalui beberapa tahap preparasi: cutting,
grinding, polishing dan etching. Etsa yakni proses mencelupkan permukaan
spesimen selama 60-90 detik dalam campuran (40%HF, 60%H2O) dengan
(70%HNO3, 30%H2O), dalam fraksi setimbang dan temperatur ruang. Uji energy
dispersive spectroscopy; EDS dilakukan pada daerah matrik dan batas butir serta
beberapa titik pengamatan untuk uji komposisi unsur serta pengamatan presipitat.

Gambar2.4 TabelKekerasanpaduanZrNbMoGe
hasilperlakuanpengerolandan penempaan
Pengambilan pola difraksi dilakukan dengan spesifikasi alat uji X-ray
Diffraction dengan parameter pengukuran sebagai berikut:
Jangkauan pengukuran dari sudut 2 = 100 hingga 750, langkah
pencacahan 2 = 0,050. Pengolahan data difraksi sampel zirkonium dan
paduan ZrNbMoGe untuk mengetahui jenis fasa dan presipitat yang terbentuk
dalam paduan, dilakukan menggunakan software Rietveld Analysis (RIETAN).

Secara visual tampak membentuk paduan yang padat dengan sedikit


terjadi oksidasi pada permukaan menunjukkan bahan paduan hasil peleburan
cukup homogen. Pada peleburan dengan sintesa paduan, terjadi penurunan energi
bebas Gibbs dari masing-masing unsur untuk membentuk suatu fasa tertentu
dalam paduan. Pada kondisi ini baik unsur Nb dan Mo pada temperatur sekitar
1800 0C telah meleleh dan berdifusi ke dalam matrik zirkonium membentuk fasa
baru, meskipun titik leleh Nb dan Mo diatas temperatur 2000 0C.

Titik leleh bahan pemadu Nb dan Mo dalam data unsur menunjukkan


terjadinya peleburan unsur secara ideal jika dilebur sendiri tanpa penambahan
atom lain. Diagram batang (bar chart) data uji kekerasan paduan dengan
komposisi berat 97% Zr, 0,5% Mo, 2% Nb dan 0,5% Ge ditunjukkan pada
Gambar 2. Sebelum proses pengerolan dan penempaan kekerasan paduan adalah
141,21 HV, setelah dibentuk dengan metode pengerolan panas kekerasannya
adalah 210, 47 HV dan setelah diproses penempaan panas kekerasannya adalah
sebesar 365,75 HV. Efek pembentukan bahan melalui metode pengerolan panas
maupun melalui proses penempaan panas dapat meningkatkan sifat kekerasan
(precipitation hardening) bahan paduan.

Hal ini terjadi oleh sebab setelah proses pengerolan dan penempaan panas
tersebut, bahan semakin tipis dan selama itu pula terjadi proses pendingin cepat
(quenching) atau artificial ageing yang mengakibatkan tumbuhnya presipitat Zr-
Ge dan Zr-Mo di sekitar batas butir. Fenomena presipitasi ini dapat menghambat
pergerakan dislokasi (slip plane) oleh karena semakin banyaknya batas butir
setelah proses pengerolan panas maupun proses penempaan panas. Kedua proses
ini mampu menumbuhkan presipitat di sekitar batas butir (grain boundary), secara
fisis metalurgi akan memper-banyak/menambah batas butir, yang meng-halangi
pergerakan dislokasi dalam bahan.

Gambar 2.5 Tabel EDS sampel paduan ZrNbMoGe

Hasil pengamatan sampel dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS)


yang tampak pada Tabel diatas memperlihatkan bahwa pembentukan presipitat
juga berkontribusi mempengaruhi sifat kekerasan bahan. Bahan ingot yang
memiliki kekerasan sekitar 141,21 HVN ini sudah menga-lami presipitasi akibat
perlakuan termperatur (pendinginan) saat fabrikasi.

Angka prosen-tase berat unsur Zr, Ge dan Mo meng-informasikan


fluktuasinya tidak jauh berbeda antara 1 % hingga 10 % berat. Identifikasi awal
melaporkan bahwa presipitasi Zr-Ge dan Zr-Mo di batas butir
kemungkinannyacukup besar hampir mendekati 11 %. Pada proses pengerolan
pembentukan presipitat Zr3Ge (12,88 %wt. Ge) lebih banyak dibanding presipitat
ZrMo2 (1,11 %wt. Mo). Sifat kekerasan bahan didominasi oleh presipitat Zr3Ge
dengan presentase atomik Ge sebesar 6,51 % yang semakin tersebar merata.
Sementara kuantitas presipitat ZrMo2 masih sedikit, yang teridentifikasi dari
prosentase atomik Mo hanya 0,42%.
Gambar 2.6 Struktur mikro paduan Zr-(2%)Nb-Mo-Ge hasil: (a) sebelum
pengerolan dan penempaan, (b) setelah pengerolan (canai) dan (c) setelah
penempaan (forging)
Sedang hasil pengamatan EDS pada sampel penempaan yang disusun pada
Tabel ini juga, memperlihatkan bahwa presipitat Zr-Ge dan Zr-Mo bersama-sama
berkontribusi pada kekerasan bahan. Presipitat Zr3Ge semakin mengecil
ukurannya (10,10 %wt. Ge) tetapi kuantitas presipitat ZrMo2 semakin meningkat
(2,62 % wt Mo) dibandingkan hasil proses pengerolan. Kombinasi kedua
presipitat Zr-Mo dan Zr-Ge yang tersebar merata diseluruh bahan ini
menyebabkan kekerasan bahan bertambah sebesar 100 HVN lebih dari 210,47
HVN pada sampel pengerolan menjadi 365,75 HVN pada sampel penempaan.

Data struktur mikro menunjukkan bahwa paduan ZrNbMoGe pada


Gambar 2.6 sebelum proses pengerolan dan penempaan berbentuk butir tampak
ekuiaksial, setelah melalui proses pengerolan bentuk butir pipih dan terjadi jalur-
jalur yang menyatakan arah pengerolan seperti tampak pada Gambar 2.4
sedangkan setelah melalui proses penempaan (forging) bentuk butir semakin
banyak dan agak melebar ke segala arah dan tidak membentuk jalur-jalur yang
menyatakan arah tertentu seperti pada proses pengerolan seperti tampak pada
Gambar dibawah ini.
Gambar 2.7Pola difraksi sinar-X dan penghalusan paduan ZrNbMoGe (a)
sebelum proses pengerolan-penempaan, (b) setelah proses pengerolan dan (c)
setelah proses penempaan, menggunakan X-ray diffraction berpanjang
gelombang 1,5405A

Pada Gambar 2.7 diperlihatkan pola difraksi bahan paduan ZrNbMoGe


hasil pengukuran dengan XRD-Shimadzu bertarget Cu-K dengan panjang
gelombang sekitar 1,5405A. Daya penetrasi yang memadai dari berkas sinar-X
mampu menampilkan profil peak to background ratioyang bagus. Perbedaan
intensitas puncak difraksi sangat jelas dan tajam terlihat dalam gambar 5 a-c,
seperti jarum-jarum yang runcing. Meskipun dipangkal puncak hamburan terlihat
melebar, oleh karena pengaruh fluoresensi bahan. Seluruh pola puncak difraksi
didominasi oleh fasa zirkonium sebagai bahan matrik utama kelongsong.

Tiga puncak utama pertama fasa dominan adalah puncak bidang (100),
(0002) dan (101) terlihat berturutan pada sudut 2 = 32,080, 34,840 dan 36,650.
Intensitas tertinggi sebesar 2.010 counts/second (cps) terlihat pada bidang (101)
yang dimiliki oleh fasa zirkonium. Pola difraksi memperlihatkan ada dua fasa
yang dominan yang terbentuk sebelum diperlakukan pengerolan dan penempaan,
yaitu: fasa zirkonium (Zr) yang berstruktur heksagonal dan fasa Zr3Ge yang
berstruktur tetragonal. Sedang fasa ZrGe yang berstruktur ortorombik dan fasa
ZrMo2 yang berstruktur kubik.

Pada Gambar 5b dan 4c berturutan adalah pola difraksi sinar-X hasil


pengerolan dan penempaan. Efek rolling-forging terlihat meningkatkan intensitas
difraksi. Peningkatan diperlihatkan pada bidang refleksi (101) pada sudut 2 =
36,650, dari sekitar 2500 cps menjadi sekitar 3000 cps. Hal ini menunjukkan
proses pengerolan dan penempaan dapat memperbanyak bidang hambur dalam
butiran. Bidang-bidang ini mampu menjadikan kristal cenderung menuju pada
orientasi dominan yang diinginkan (preferred orientation); yakni bidang (101).
Fakta memperlihatkan bahwa memipih dan melebarnya butir (grain) setelah
proses pengerolan maupun proses penempaan dapat mengakibatkan terjadinya
pergeseran ke bidang (101).

Hasil analisis difraksi ini sesuai dengan hasil pengamatan struktur mikro,
dimana dari pola isotropik pada bahan awal. Setelah perlakuan pengerolan, butir
kristalinitas terorientasi teratur dan semakin bertambah ke suatu arah tertentu saat
mengalami forging. Demikian pula hasil EDS yang mem-perlihatkan menurunnya
persentase berat unsur bahan, akibat daerah pengukuran berubah membesar, dan
ada bagian yang tidak terkungkung titik spot pengamatan lagi.

Pengerolan dilakukan melalui proses pengerjaan bahan dengan cara


memberikan deformasi plastis untuk mengubah bentuk menjadi lembaran atau
plat. Proses rol dilakukan dengan tujuan untuk menipiskan plat dengan besar
reduksi tertentu (0,1mm/pass) hingga ketebalan antara 0,5 mmhingga 1,2 mm.
Bahan kemudian dibentuk specimen uji tarik konvensional dengan standar ASTM
D638seperti terlihat pada Gambar 2b.

Disamping itu proses pengerolan ini juga dimaksudkan untuk


memperbaiki strukturmikro menjadi struktur yang lebih homogen dan bahan
menjadi lebih keras. Proses rol panas akan menyeragamkan struktur dan distribusi
kadar unsur pemadu yang tidak homogeny sebagai efek segregasi saat
pembekuan. Pengujian tarik dilakukan dengan sistem load-unloading dengan
Instron Testing Machine.

Gambar 2.8 a. Bahan baku (raw materials), b. Single Arc Melting Furnace,
dan c. Hasil peleburan paduan ZrNbMoGe (ingot)
Gambar 2.9Tabel Komposisi kimia spesimen uji

Gambar 2.10 a. Proses pengerolan panas ingot paduan ZrNbMoGe, b.


Spesimen uji tarik (ASTM), c. Plat hasil pengerolan dan d. Dimensi spesimen
Lo=16,5mm, L=12,83 mm, G=12,55 mm, R=76 mm dan T=0,5 mm dan 0,8
mm

Hasil Dari Pengujian

1. Uji Tarik

Hasil pengujian tarik spesimen paduan paduan 97,5% Zr 1%Mo 1%Nb


1,5% Ge, memperlihatkan bahwa; dari pengerolan dingin 650 0C dan pengerolan
panas temperatur 850 oC dengan dibungkus foil tembaga ditunjukkan pada
Gambar 3. Hasil pengujian menunjukkan proses pengerolan dingin 650 0C
menghasilkan plat dengan ketebalan 0,5 mm dengan kekuatan tarik 940 MPa dan
tidak memberikan peregangan (0%) dan bahan langsung putus. Bahan ini sangat
keras, hasiltersebut menunjukkan kualitas plat yang getas/rapuh (britle) dan
ditemukan retakan. Bahan tidak mungkin untuk diproses lanjut dengan proses
bending (pembengkokan). Sedang plat hasil rol pada temperatur 8500C dan
dibungkus foil tembaga besarnya kekuatan tarik 650 MPa dan mengalami
peregangan 5,5%. Plat dengan ketebalan 0,8 mm ini cukup ulet (ductile) dan bisa
dilakukan proses pembengkokan dengan menggunakan multi rol pada temperatur
400oC untuk membentuk skelp.

Gambar 2.11 Hasil uji tarik spesimen paduan 97,5% Zr 1%Mo 1%Nb 1,5% Ge: (a)
rol 650 oC (b) rol 850 oC.

Pada umumnya pengujian tarik ini menghasilkan fenomena putus/patah


pada bahan sebagai efek sifat keras dan rapuh. Namun cara mencapai tegangan
putus berbeda pada kedua bahan spesimen,yang pertama ditarik kontinu 40 Kg/cm
dan putus langsung sehingga memiliki daerah proporsionalyang tajam/curam,
sedang yang kedua mampu melewati daerah plastis dan baru putus di ujung
tarikan setelah meregang 5,5%. Terlihat dari grafik pada diatas bahwa: daerah
proporsional kedua spesimen berbeda; yang pertama (Gambar 2a) sangat curam
(hampir tegak) dengan kemiringan ~0, sedang yang kedua (Gambar 2b) memiliki
kemiringan sekitar 3,75. Sangat jelas terlihat dari kurva di atas bahwa untuk besar
reduksi rol yang sama (0,1mm/pass), cara perlakuan deformasivia pengaturan
temperatur rol menghasilkan perbedaan besar tegangan putus pada bahan yang
sama pada temperatur rol 650 0C bahan putus pada tegangan 940 MPa, sedang
pada temperatur rol 850 0C bahan putus pada tegangan 650 MPa dan bahan cukup
tangguh (toughness).

Proses deformasi dapat mendorong terbentuknya orientasi tertentu dari


butir-butir logam yang tadinya bersifat acak. Pengerolan plat yang butir-butir
asalnya berorientasi acak juga dapat menyebabkan timbulnya preferred orientation
pada plat. Crystallographic texture hasil proses deformasi dinamai tekstur
deformasi (deformation texture). Untuk plat, tekstur ini dinyatakan denganpole
figure yang menunjukkan orientasi yang dominan, yaitu bidang kristal yang
sejajar dengan permukaan plat serta arah pada bidang tersebut yang sejajar dengan
arah pengerolan. Karena selama hotrolling terjadi pula rekristalisasi, maka tekstur
pengerolan panas juga dipengaruhi rekristalisasitersebut. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa derajat deformasi dan temperatur pengerolan dapat
berpengaruh terhadap tekstur kristalografi bahan. Fenomena ini selanjutnya akan
dikupas pada penelitian mendatang.

2. Uji Kekerasan
Gambar dibawah memperlihatkan kurva kekerasan bahan dengan variasi
komposisi Ge. Kekerasan zirconium murni adalah 92,31 VHN; tetapi setelah
dipadu dengan unsur Mo-Nb-Ge dengan Ge yangbervariasi, kekerasan meningkat
tajam seperti tercantum pada Tabel dibawah. Pengukuran ini menunjukkan bahwa
kekerasan paduan ZrNbMoGe, mula-mula naik sampai titik tertinggi dengan
komposisi Ge sekitar 3,0%wt kemudian turun kembali dengan naiknya komposisi
unsur Ge.

Hal ini diilustrasikan pada Gambar 2,10dimana semakin ditambah unsur


Ge, maka grafik kekerasan cenderung turun. Hipotesa ini terjadi bahwa; saat
proses pendinginan berlangsung, pembentukan presipitat Zr3Ge di batas butir
semakin banyak. Kemudian dengan penuaan secara alamiah (natural ageing)
presipitat ini terdistribusi merata dan mencapai optimum dalam paduan
ZrNbMoGe. Presipitat inilah yang mengakibatkan pergerakan dislokasi dalam
matriks terhambat. Kenaikan kekerasan mencapai 226,3% setelah bahan dipadu
dengan Ge sebanyak sekitar 1,0%wt dari keadaan murni. Akan tetapi jika Ge terus
ditambahkan kekerasan paduan akan jenuh dan cenderung menurun kembali.

Hal ini diduga karena presipitat sudah terlalu banyak dan saling menyatu,
melebur diri dengan ukuran yang semakin besar,dan mengakibatkan proses
pergerakan dislokasi relatif kurang terhambat.
Gambar 2.12 Hasil uji kekerasan spesimen paduan ZrNbMoGe

Gambar 2.13 Tabel Angka kekerasan Vickers (VHN) ingot paduan


ZrNbMoGedan zirconium (100%), dengan beban P = 200grf

Dari data kekerasan pada bahan dengan kandungan 1,5 %wt Ge (Z2)
dengan nilai kekerasan adalah 231,64 VHN, dan bahan menuju kekerasan optimal
sebelum melewati titik maksimal sekitar301,2 VHN. Bahan ini sangat rapuh/getas
saat uji tarik dilakukan. Diduga bahwa, di dalam bahan banyak terbentuk batas
butir yang menghalangi pergerakan dislokasi, juga banyak terbentuk presipitat
Zr3Ge dan ZrMo2 saat proses pendinginanalamiah berlangsung.

Ketika dilakukan uji tarik pada bahan, matrik dalam bahan tidak mampu
mendelegasikan atau memindahkan sifat tangguh (terhadap beban luar) dan
mengalami diskontinuitas di batas butir sehingga memicu adanya awal patahan di
batas butir. Fenomena ini semakin kentara saat uji tarik dilakukan pada bahan
yang diberi proses rol pada temperatur 650 0C bahan langsung putus, tidak melalui
daerah plastis-elastis, yang diduga karena ukuran butiran tidak memiliki
kehomogenan yang cukup dibanding dengan bahan yang diberi proses rol pada
temperatur 850 0C (mendekati temperatur rekristalisasi bahan).Bukti adanya
presipitat pada batas butir dapat dilihat pada pola difraksi di atas dan
ScanningElectron Microscope-Energy Dispersive Spectrometer (SEM-EDS,
Philips LEO 420i) yangdisusun pada Tabel dan ditampilkan pada Gambar 2a dan
2b. Pengukuran SEM-EDS.

Pembentukan strukturmikro terlihat tidak homogen akibat kemampuan


melarut padat (solidsolution)tiap unsur berbeda. Kenyataan yang terlihat adalah Zr
sebagai unsur dominan lebih cenderung melarut dengan dirinya sendiri, sedang
unsur Ge terjebak diantara unsur Zr karena jejari atomnya hampir sama dan
membentuk senyawa padat Zr3Ge secara substitusi. Senyawa ini tersebar di
lempengan besar mengikuti fasa dominan Zr sebagai induknya. Sedang sesuai
dengan fungsi Mo yang dapat memperhalus butir, keberadaan unsur minor ini
mampu menarik unsur dominan Zr untuk membentuk fasa presipitat ZrMo2 yang
lebih pipih dan panjang. Akibatnya pembentukan batas butir (grain boundary)
semakin banyak dan ini menyebabkan bahan semakin keras karena dapat
menghambat pergerakan dislokasi dalam bahan.

Baja
Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana
besisebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan
karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam
proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan
tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr),
vanadium (V), dan unsur lainnya. Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja
terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan
( Alloy Steel ).
Mekanisme Penguatan Logam
Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik
dapat terjadi berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan
(strain hardening), larutpadat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir
dan tekstur:
1. Pengerasan regang (strainhardening) Penguatan melalui mekanisme pengerasan
regangan dapat terjadi terhadap semualogam akibat proses deformasi plastis yang
menyebapkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin
rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak sehingga bahan
semakin kuat atau keras.

2. Larut padat Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom
asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi. Atom asing yang
larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun
inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing ini dalam bentuk larut
padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap
pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya
medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras.

3. Fasa keduaPenguatan atau pengerasan dapat pula terjadi melalui mekanisme


fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan. Pembentukan senyawa fasa
kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui
batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan
pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut.
Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan memperkuat dan
memperkeras logam.

4. Prespitasi pengerasan logam dapat juga ditingkatkan dengan proses prespitasi


yaitu pengerasan melalui partikel endapan fasa yang halus dan menyebar.
Distribusi prespitat dalam bentuk partikel endapan fasa kedua ini menimbulkan
tegangan dalam (internal sress). Tegangan yang ditimbulkan semakin besar
sehingga mengakibatkan semakin meningkatnya kekuatan atau kekerasan.
Pengerasan presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan
aging. Paduan logam dalam bentuk duafasa atau lebih dipanaskan pada suhu
tertentu sehingga senyawa fasa tersebut akan larut-padat dalam satu fasa yang
relative homogen. Fasa yang relative homogen tersebut kemudian didinginkan
secara cepat sehingga. membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat
super jenuh tersebut kemudian mengalami aging sehingga terbentuk presipitat
berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang
mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi ini akan menurun
kekuatannya bila mengalami suhu overaging.

5. DispersiPenguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan


dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui
proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang
tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel
yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut
dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati
titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel
dispersi tersebut merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak
partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin
banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak
sehingga bahan akan semakin keras.

6. Penghalusan butir dan teksturPenguatan dengan cara penghalusan butir (grain


refining) terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan
selsatuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang
orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi
akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh
karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain,orientasi bidang slip pada
butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan
terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan
tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi
penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-
batas butir yang merupakan rintangan bagipergerakan dislokasi. Butir yang
semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir
yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena
semakin banyak rintangan sehingga material menjadi semakin kuat. Penghalusan
butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi.
Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui
orientasi kristal. Logam yang ditingkatkan kekuatannya diusahakan kristalnya
memiliki orientasi tertentu. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki
orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi
plastis, seperti dengan proses pengerolan.

Proses Deformasi

Proses deformasi memanfaatkan sifat beberapa material


yaitukemampuannya mengalir secara plastis pada keadaan padat tanpa merusak
sifat-sifatnya. Dengan menggerakan material secara sederhana ke bentuk yang di
inginkan, maka sedikit atau bahkan tidak ada material yang terbuang sia-sia. Dari
proses pengecoran, direduksi ukurannya dan diubah kedalam bentuk-bentuk dasar
seperti plates, sheets dan rod. Bentuk-bentuk dasar ini kemudian mengalami
proses deformasi lebih lanjut sehingga diperoleh kawat (wire) dan berjenis-jenis
produk akhir yang dihasilkan melalui tempa (forging),ekstrusi, sheet metal
forming dan sebagainya.

Deformasi yang diberikan dapat berupa aliran curah (bulk flow) dalam tiga
dimensi. Geser sederhana, tekuk sederhana dan gabungan ataupun kombinasi dari
beberapa jenis proses tersebut. Tegangan yang diperlukan untuk mendapatkan
deformasi tersebut dapat berupa tarikan (tension), tekan (compression), geseran
(shear) atau kombinasi dari beberapa jenis tegangan tersebut. Secara makroskopis,
deformasi dapat dilihat sebagai perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan bentuk
yang terjadi dapat di bedakan atas deformasi elastis dan deformasi
plastis.Meskipun hakekat proses pembentukan logam adalah mengusahkan
deformasi plastis yang terkontrol, namun dalam berbagai hal pengaruh deformasi
elastis cukupbesar sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu perlu
dibahas lebih dahulu pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis.
Perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan
defomasi plastis.

Deformasi elastis adalah perubahan bentuk yang terjadi bila ada gaya yang
berkerja, serta akan hilang bila beban ditiadakan. Dengan kata lain bila beban
ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan ukuran semula. Di lain pihak,
defomasi plastis adalah perubahan bentuk yang permanent, meskipun bebannya di
hilangkan. Secara diagramatis menunjukan pengertian deformasi elastis dan
deformasi plastis pada suatu diagram tegangan-regangan. Bila suatu material
dibebani sampai daerah plastis, maka perubahan betuk yang saat itu terjadi adalah
gabungan antara deformasi elastis dengan deformasi plastis(penjumlahan ini
sering juga disebut deformasi total). Bila beban-beban ditiadakan, maka deformasi
elastis akan hilang pula, sehinga perubahaan bentuk yang ada hanyalah deformasi
plastis saja. Pengaruh temperatur terhadap proses-proses pembentukan adalah hal
mengubah sifat-sifat dan prilaku material.

Secara umum kenaikan temperatur akan mengakibatkan turunnya kekuatan


material, naiknya keuletan dan turunnya laju pengerasan regangan yang mana
perubahannya tersebut mengakibatkan kemudahan material untuk deformasi.
Berdasarkan temperatur material pada saat deformasi ini, proses pembentukan
logam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu:Pengerjaan panas
(Hotworking), dan Pengerjaan dingin (Coldworking) Pada awalnya batasan kedua
kelompok tersebut hanyalah didasarkan atas ada atau tidaknya proses pemanasan
benda kerja. Namun bila ditinjau dari segi metalurgis, hal ini tidak sepenuhnya
benar. Batasan yang berlaku lebih umum adalah yang didasarkan pada temperatur
rekristalisasi logam yang diproses. Hal ini memang berkaitan dengan ada atau
tidaknya proses pelunakan selama proses berlangsung.
2.4. Perlakuan Panas

Perlakuan panas atau heat treatment mempunyai tujuan


untukmeningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal
stress),menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan
atautegangan tarik logam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perlakuanpanas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada
suhupemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir.
Jenis-jenis perlakuan panas antara lain:
1. Annealing
2. Normalizing
3. Quenching
4. Tempering
5. Media Pendingin

Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-


macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas
antara lain :
1. Air
2. Minyak
3. Udara
4. Garam

Proses Pengerolan di Bawah Temperatur Rekristalisasi


Proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi didefinisikan sebagai
proses pembentukan yang dilakukan pada daerah temperatur di bawah temperatur
rekristalisasi. Dalam praktek memang pada umumnya pangerjaan dingin
dilakukan pada temperatur kamar, atau dengan lain perkataan tanpa pemanasan
benda kerja. Material yang diproses dengan pengerolan pada suhu di bawah suhu
rekristalisasi dikatakan telah mengalami pengerjaan dingin. Material pada
umumnya mengalami pengerjaan dingin pada temperatur kamar, meskipun
perlakuan tersebutmengakibatkan kenaikan suhu.Sewaktu material
mengalamipengerolan dingin terjadi perubahan yang mencolok pada struktur butir
seperti perpecahan butir dan pergeseran atom-atom. Untuk pengerolan dingin
diperlukan tekanan yang lebih besar dari pada pengerolan panas. Material
mengalami deformasi tetap bila tegangan melebihi batas elastis. Karena tidak
mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerolan dingin, tidak terjadi pemulihan
dari butir yang mengalami perpecahan.

Proses Pengerolan di Atas Temperatur Rekristalisasi


Proses pengerolan di atas temperaturrekristalisasi didefinisikan sebagai
proses pembentukan logam yang dilakukan pada daerah temperatur rekristalisasi
logam yang diproses. (agar lebih singkat daerah tamperatur diatas temperatur
rekristalisasi untuk selanjutnya disebut sebagai daerah temperatur tinggi). Dalam
proses deformasi pada temperatur tinggi terjadi peristiwa pelunakan yang terus
menerus, khususnya akibat terjadinya rekristalisasi. Akibat yang konkret ialah
bahwa logam bersifat lunak pada temperatur tinggi. Kenyataan inilah yang
membawa keuntungan- keuntungan pada proses pengerjaan panas. Yaitu bahwa
deformasi yang diberikan kepada benda kerja dapat relative besar.

Hal ini disebabkan karena sifat lunak dan sifat ulet, sehingga gaya
pembentukan yang dibutuhkan relative kecil, serta benda kerja mampu menerima
perubahaan bentuk yang besar tanpa retak. Karena itulah keuntungan proses
pengerjaan panas biasanya digunakan pada proses-proses pembentukan primer
yang dapat memberikan deformasi yang besar, misalnya: proses pengerolan panas,
tempa dan ekstrusi.Disamping itu, temperatur tinggi memacu proses difusi
sehingga hal ini dapat menghilangkan ketidak homogenan kimiawi, pori-pori
karena efek pengelasan dapat tertutup atau ukurannya berkurang selama
derformasi berlangsung serta struktur metalurgi dapat diubah sehingga diperoleh
sifat-sifat akhir yang lebih baik.
Pengujian Kekerasan
Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan
memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi. Alat uji kekerasan
menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam dengan beban
tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari
diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau
kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak
mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu.
Bilangan kekerasan Vickers (VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas
permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalamsatuan kgf/mm2 dan besarnya
sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan
kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan
dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan
kgf/mm2, diamana Padalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang
membentuk indentasi. Jadi
D D2d2
BHN = D ..(1)
2P

dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor.


Agardiperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakanagar
tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah
sama.Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja
maupunpenelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getaspada
suhu tinggi.

Pengujian Ketangguhan
Pengujian ketangguhan merupakan ketahanan bahan terhadap beban
tumbukan atau kejutan. Ketangguhan juga dapat diartikan jumlah energi yang
diserap bahan sampai terjadi perpatahan. Pengujian impact adalah pengujian yang
berdasarkan pada prinsip hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa
jumlah energy mekanik selalu konstan.

Gambar 2.14 Bentuk dan Dimensi Benda Uji Impact Berdasarkan ASTM
E23-56T
Tenaga untuk mematahkan benda uji atau besarnya tenaga yang diserap
oleh benda uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
E = GR ( cos cos ).(2)
Maka, HI (Harga Impact) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
HI = E/A.(3)

Analisa Struktur Butir


Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polyhedral, tetapi dapat
mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik
bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir,
makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga
lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan
Petch yaitu:
y= 1+ Ky d 1/2
(4)

Pertumbuhan Struktur Butir


Struktur kristal logam akan rusakpada titik cairnya. Batas butir akan
lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan
terbentuk kembali jikalogam didinginkan. Sewaktu membeku,energi dilepaskan
dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada
jumlah panas yang dapat dilepaskan.

Perhitungan Diamater Butir


Ada beberapa metode yang dapatdilakukan untuk mengukur besar butir
dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang
dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk
menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat
dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini
melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan
dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti
pada gambar.

Gambar 2.15 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah


butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali
Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan.
N intercepted
N A = f ( N inside+ ..(5)
2
Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang
digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel.
Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
d = (3,322 log NA) 2,95(6)

Gambar 2.16 Tabel Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan


pengali Jeffries

Proses Pengerolan di Bawah Temperatur Rekristalisasi

Pemanasan spesimen dilakukanpada suhu 6000C, 6250C 6500C, 6750C,


7000C dan digunakan thermocouple digital untuk didapatkan pembacaansuhu
yang akurat di dalam furnace, kemudian ditahan selama 60 menituntuk didapatkan
panas yang menyeluruh pada spesimen.Benda ujiyang telah dipanaskan dan
ditahan selama 60 menit selanjutnya dirol agardidapat deformasi terhadap
ketebalan sebesar 5%, 10%, 15% dan 20%mengunakan alat rol.Setelah
mengalami deformasi specimenkemudian didinginkan perlahan mengunakan
udara bebas (air cooling)sampai dengan temperatur ruang.

Proses Pengerolan di Atas Temperatur Rekristalisasi


Pemanasan spesimen dilakukanpada suhu 7500C, 8000C, 8500C, 9000C,
9500C dan digunakan thermocouple digital untuk didapatkan pembacaan suhu
yang akurat di dalam furnace, kemudian ditahan selama 60 menit untuk
didapatkan panas yang menyeluruh pada spesimen.Benda ujiyang telah
dipanaskan dan ditahan selama 60 menit selanjutnya dirol agardidapat deformasi
terhadap ketebalan sebesar 5%, 10%, 15% dan 20%mengunakan alat rol.Setelah
mengalami deformasi specimenkemudian didinginkan perlahanmengunakan udara
bebas (air cooling)sampai dengan temperatur ruang.
Pengujian
Pengujian pertama dilakukanpengujian kekerasan yang dilakukan terhadap
baja karbon sedang yang telah mengalami proses pengerolan dibawah temperatur
rekristalisasi. Kemudian diambil 3 spesimen dengan nilai kekerasan tertinggi
untuk selanjutnya dilakukan pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rolling atau pengerolan adalah proses pengurangan ketebalan atau proses


pembentukan pada benda kerja yang panjang. Proses rolling dilakukan dengan
satu set rol yang berputar dan menekan benda kerja supaya terjadi perubahan
bentuk.

Slab: Segi empat utuh dengan lebar penampang 2 x tebal

Billet : Biasanya lebih kecil dari bloom, penampang berbentuk persegi


atau bujur sangkar

Bloom : mempunyai penampang segi empat atau bujur sangkar dengan


ketebalan > 6 inches dan lebarnya 2 x tebal

Parameter yang perlu diperhatikan

Diameter Roll

Hambatan deformasi logam yang tergantung pada struktur


metalurgi, suhu dan laju regangan

Gesekan Roll dan benda kerja

Adanya tegangan tarik ke depan danke belakang pada bidang


lembaran

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak terdapat


kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
Daftar Pustaka

[1] P. S. Chauhan and C. M. Agrawal, A Case Study of the Effectiveness of


Rolling Process to Manufacture the Strip of Leaf Spring, Int. J. Mater.
Mech. Manuf., vol. 1, no. 1, pp. 7175, 2013.
[2] B. A.H. Ismoyo, Parikin, Analisis Pengaruh Proses Pengerolan Dan
Struktur Mikro Paduan ZrNbMoGe, pp. 1321, 2014.
[3] A. Azhari, Pengaruh Proses Tempering Dan Proses Pengerolan Di Bawah
Dan Di Atas Temperatur Rekritalisasi Pada Baja Karbon Sedang Terhadap
Kekerasan Dan Ketangguhan Serta Struktur Mikro Untuk Mata Pisau
Permanent Sawit, vol. II, no. 2, 2012.
[4] A. H. I. dan B. B. Parikin, Pengaruh Proses Rol Pada Kekuatan Tarik
Plat Paduan ZrNbMoGe, pp. 1925, 2010.
[5] Kalpakjian and S. R. Schmid, Manufacturing engineering
and
technology, 4th ed. Dorling Kindersley Pvt Ltd, 2011, pp.
340-341.

Anda mungkin juga menyukai