Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

ASI (Air Susu Ibu), merupakan jenis makanan awal terbaik bagi bayi, ASI tak
dapat digantikan oleh makanan ataupun minuman manapun, karena ASI
mengandung zat gizi yang paling tepat, lengkap dan selalu menyesuaikan
dengan kebutuhan bayi setiap saat (Eveline PN, 2010). ASI Eksklusif hanya
memberikan ASI saja tanpa tambahan cairan apaun, seperti susu formula,
jeruk, madu, air putih maupun makanan lain sampai usia 6 bulan (Nurhaeni A,
2009). Untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif di Indonesia, pada tahun
1990 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian
ASI (PP-ASI. Pada tahun 2004, sesuai dengan anjuran badan kesehatan dunia
(WHO), pemberian ASI Eksklusif ditingkatkan menjadi 6 bulan sebagaimana
dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004 (Depkes, 2004).

Pemerintah telah membuat kebijakan Peraturan Pendukung ASI yang diatur


dalam pasal 129 yaitu Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan
dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara
eksklusif. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 pasal 128 tentang. Pasal 200
berisi tentang peraturan yaitu setiap orang yang dengan sengaja menghalangi
program pemberian air susu ibu eksklusif akan dipidana penjara paling lama 1
tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Sifat keputusan menteri
yang berada tingkat yang rendah dalam hirarki perundangan, peraturan ini
menjadi kurang mengikat dan tidak ada sanksi yang maksimal yang dapat
diberikan atas pelanggaaran yang terjadi (Depkes, 2009).

Beberapa upaya untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif telah


dilaksanakan dengan langkah kegiatan manajemen laktasi yang dilakukan: 1)
pada masa kehamilan dengan memberikan konseling laktasi, 2) pada saat
segera setelah persalinan dengan insiasi menyusu dini, 3) pada masa neonatus
dengan rawat gabung, 4) pada masa menyusui selanjutnya dengan konseling

1
untuk tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, kecukupan gizi dan
dukungan keluarga (Depkes, 2005).

PemberianASIEksklusifselama6bulantelahterbuktibaikuntukkesehatan
salahsatunyadapatmengurangitingkatmorbiditasdanmortalitasbayiyang
disebabkankarenainfeksisaluranpencernaan,meningkatkanperkembangan
kognitif dan meningkatkan ketahanan hidup bayi (Krammer et al, 2008).
Sedangkan manfaat bagi ibu, pemberian ASI Eksklusif akan menurunkan
resiko perdarahan pasca melahirkan, resiko terkena kanker payudara, dan
menundakehamilan(sebagaialatkontrasepsialami)(KNPPRI,2010).

Pada tahun 2004 tepatnya tanggal 7 April 2004, Menteri Kesehatan


mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.450/ MENKES/ SK/ !V/
2004 tentang peningkatan pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) secara eksklusif
pada bayi. Di Indonesia, PP-ASI ini memuat peraturan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui (Depkes, 2004).

Tahun 1981 World Health Assembly (WHA) dan UNICEF menerbitkan sebuah
kode (international code) untuk mengatur penawaran produk makanan untuk
bayi. Kode yang disetujui 118 negara tersebut bertujuan untuk melindungi bayi
dan ibu dari tindakan pemasaran yang agresif produsen susu bayi. Di
Indonesia kode tersebut diatur didalam SK Menteri Kesehatan Nomor
273/1997 (sebelumnya SK No 240/1985) tentang Pemasaran Susu Pengganti
ASI (PASI) (Depkes, 2007).

Terdapat kebiasaan di masyarakat, bayi yang baru lahir sudah diberikan


makanan lain seperti susu formula (susu botol), madu, atau lainnya. Demikian
pula di tempat-tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit atau Klinik
Bersalin) yang memberikan susu formula kepada bayi baru lahir. Data SDKI
menyebutkan bayi usia kurang dari 3 hari yang sudah diberikan makanan
dalam bentuk cair (45,3%) dan makanan padat (17,6%), padahal WHO (2001)
merekomendasikan pemberian makanan pendamping ASI tersebut boleh
diberikan setelah bayi berusia 6 bulan (Dodik B, 2008).

Dukungan petugas kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif sangat


diperlukan yaitu dengan mengingatkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI

2
saja sampai umur 6 bulan. Yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
menyusui adalah adanya dukungan dari petugas kesehatan, dukungan keluarga
dan budaya masyarakat dan promosi susu formula (Dinkes Jateng, 2008).

Tujuan program ASI Eksklusif bagi tenaga kesehatan adalah diperolehnya


peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan di tingkat
Puskesmas dalam upaya meningkatkan penggunaan ASI di masyarakat.
Petugas kesehatan diharapkan dapat mendukung keberhasilan menyusui dan
bebas dari susu formula (Depkes, 1997).

Adanya berbagai hambatan dalam pemberian ASI eksklusif terjadi hampir di


seluruh puskesmas di Indonesia, salah satunya di wilayah kerja Puskesmas
Tegallalang I. Berdasarkan laporan Puskesmas Tegallalang I tahun 2009
sampai 2014, masalah ASI eksklusif selalu menjadi salah satu permasalahan
yang muncul dalam setiap rapat rutin maupun rapat evaluasi tahunan
Puskesmas Tegallalang I. Berdasarkan laporan tahunan program gizi
Puskesmas Tegallalang I tahun 2009 sampai 2014, tertera bahwa pemberian
ASI eksklusif di masyarakat tidak mencapai target puskesmas.

Pemberian ASI eksklusif di Desa Tegallalang sepanjang bulan Januari-Juli


2014 menempati peringkat terendah bila dibandingkan dengan tiga desa lain di
bawah wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I, yaitu 66,67%. Angka ini
merupakan pencapaian terendah dibandingkan dengan tiga desa lain yang
berada dalam wilayah kerja Puskesmas Tegallalang I, yaitu Desa Kenderan
(pencapaian 100,00%), Kedisan (pencapaian 76,47%), dan Keliki (pencapaian
86,20%). Dapat dilihat dari data tahun 2009 dengan pencapaian sebesar
44,21%, tahun 2010 dengan pencapaian sebesar 69,23%, tahun 2011 dengan
pencapaian sebesar 63,1%, tahun 2012 dengan pencapaian sebesar 66,66%,
dan tahun 2013 dengan pencapaian sebesar 61,37%.

Belum maksimalnya kinerja suatu program dapat disebabkan oleh berbagai


faktor, antara lain: faktor masukan atau input, seperti Sumber Daya Manusia
(SDM) yang masih rendah, dana yang terbatas, peralatan yang terbatas dan
lain sebagainya; faktor proses atau process, seperti sistem organisasi SDM
yang tidak tepat; dan faktor keluaran atau output (Muninjaya, 2004).

3
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dianggap perlu untuk meneliti
bagaimanakah pelaksanaan program ASI eksklusif oleh petugas kesehatan di
Desa Tegallalang, Kabupaten Gianyar

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah:

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif oleh petugas


kesehatan di Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten
Gianyar.
2. Bagaimanakah evaluasi proses konseling terkait pemberian ASI eksklusif?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Menjelaskan proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif di Desa


Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.
2. Menjelaskan evaluasi proses konseling terkait pemberian ASI eksklusif di
Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan maupun hasil
penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif.


2. Dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman menganalisis peran
petugas kesehatan terhadap kelangsungan pelaksanaan konseling ASI
Eksklusif kepada bayi yang harus ditingkatkan dan sebagai peningkatan
mutu pelayanan yang berkesinambungan.

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif

Kegiatan konseling ASI eksklusif harus dilaksanakan dalam koordinasi


fungsional yang berarti perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan
pengawasan dilaksanakan secara terpadu dengan unit penanggung jawab
pelayanan kesehatan masyarakat mulai dari puskesmas, kabupaten, sampai
tingkat provinsi. Koordinasi tersebut harus dilakukan secara berjenjang dan
terus-menerus.

Adapun kriteria dalam pelaksanaan program ini adalah adanya penanggung


jawab program ASI eksklusif pada setiap jenjang administrasi kesehatan.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, diperlukan suatu wadah bina tunggal
yang berfungsi dalam pembinaan, perencanaan, pengorganisasian atau
koordianasi, pergerakan, pengawasan, dan pengendalian dan diharapkan
wadah ini terdapat pada tingka administrasi kesehatan, yaitu sebagai berikut:

1. Pada tingkat pusat/nasional: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan


Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI,
2. Pada tingkat provinsi: Dinas Kesehatan Provinsi,
3. Pada tingkat kabupaten/kota madya: Dinas Kesehatan Tingkat
Kabupaten/Kota Madya,
4. Pada tingkat Puskesmas: Kepala Puskesmas, Petugas Kesehatan Gizi atau
Tenaga kesehatan lainnya yang terkait.

Adapun kriteria lainnya untuk administrasi dan pengelolaan yakni adanya


koordinasi fungsional yang dilaksanakan melalui pertemuan berkala (setiap
bulan), supervi terpadu dan planning of action (POA) dan adanya dokumen
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, lengkap dengan pelaksanaan
kegiatan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 Tahun 2009,


pengawasan pelaksanaan program ini dilakukan dalam beberapa tingkat, yakni
pada tingkat puskesmas, tingkat kabupaten/kota madya, dan tingkat pusat
dengan rincian sebagai berikut yaitu:

5
1. Di tingkat puskesmas, diperlukan rencana kerja, catatan harian,
keikutsertaan, dan pemetaan jumlah pustu dan poskesdes yang telah
menjalankan kegiatan pemantauan ASI eksklusif,
2. Pada tingkat kabupaten/kota madya: diperlukan gambaran puskesmas
berdasarkan pencapaian kegiatan pemantauan ASI eksklusif,
3. Pada tingkat provinsi, diperlukan gambaran tingkat kabupaten/kota madya
berdasarkan pencapaian program pemantauan ASI eksklusif.

Adapun dalam proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif ini melibatkan hal-
hal berikut:

1. Sumber Daya Manusia (SDM/Man)

Sumber daya manusia (SDM) dalam konseling ASI eksklusif memiliki


kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain adanya tenaga puskesmas
yang ditugaskan menjadi penanggung jawab kegiatan konseling ASI
eksklusif; menjadi pemegang program dalam kegiatan konseling ASI
eksklusif, dan menjadi tenaga pelaksana konseling ASI eksklusif yang
bertugas melakukan penyuluhan, konseling, pemantauan ASI eksklusif di
tiap pustu dan poskesdes. Kriteria tersebut memiliki arti jika tidak ada
tenaga kesehatan lain yang telah dilatih tentang ASI eksklusif. Adapun
tenaga pelaksana lainnya adalah kader-kader dari masyarakat yang telah
dilatih dan dipersiapkan dalam bidang ASI eksklusif. Pengembangan
teknologi dan pembinaan serta peningkatan keterampilan tenaga pemantau
ASI eksklusif dilakukan secara berkelanjutan.

2. Pembiayaan (Money)
Biaya operasional untuk konseling ASI eksklusif seperti dana
pembinanaan petugas serta biaya transportasi untuk petugas atau sumber
biaya kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah dan sebagian ditanggung
oleh masyarakat.
3. Peralatan (Material)
Konseling ASI eksklusif harus ditunjang dengan sarana yang minimal
dapat menunjang pelaksaan prevensi primer dan secara bertahap akan
ditingkatkan sesuai dengan mutu pelayanan. Adapun beberapa hal yang
perlu dipersiapkan antara lain: tersedianya blangko pelaporan, dan alat

6
peraga seperti boneka, poster, lembar balik, flashcard buatan percetakan
maupun buatan sendiri, disesuaikan dan dikembangkan dengan kondisi
setempat.
4. Metode (Method)
Strategi dan prosedur pelaksanaan konseling ASI eksklusif sesuai dengan
kebijaksanaan yang sudah ada pada program gizi yang disesuaikan dengan
kemampuan dan sumber daya puskesmas. Adapun strategi tertulis tentang
pelaksanaan program ASI eksklusif dan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan menurut Buku Pedoman Gizi Puskesmas Tahun 2010 dengan
deskripsi tugas yakni:
a. Pemegang program dalam pelaksanaan konseling ASI eksklusif
Bagi pemegang program untuk pelaksanaan konseling ASI
eksklusif dalam hal ini merupakan tenaga kesehatan tingkat
puskesmas memiliki kegiatan berupa: 1)Menyusun kegiatan
pemantauan ASI eksklusif minimal sekali dalam setahun yang
terdiri dari mengumpulksan data ASI eksklusif serta penunjangnya
dalam rangka menyusun rencana dan pedoman kerja konseling ASI
eksklusif, mengumpulkan data pasangan usia subur (PUS), bumil,
dan buteki untuk penyusunan perencanaan, menyusun kebutuhan
sarana dan prasarana konseling ASI eksklusif, menyiapkan
pertemuan lintas program dan lintas sector, 2) Pengorganisasian
dan penggerakan tenaga pelaksana konseling ASI eksklusif dengan
kegiatan antara lain menyusun alur koordinasi dan pembagian
tugas sesuai dengan ketetapan dari kabupaten, mensosialisasikan
rencana konseling ASI eksklusif kepada seluruh tenaga pelaksana,
mensosialisasikan kebijakan-kebijakan mengenai kegiatan secara
berkesinambungan kepada tenaga pelaksana, melakukan
pengembangan dan pembinaan bagi tenaga pelaksana di lapangan,
melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral, 3)
Monitoring dan evaluasi dengan kegiatan yaitu mencatat dan
melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan konseling ASI eksklusif ke
Dinas Kapupaten Gianyar minimal dua kali dalam jangka waktu
satu tahun.
b. Pelaksana konseling ASI eksklusif
Bagi pelaksana konseling dalam hal ini petugas kesehatan setingkat
puskesmas pembantu, memiliki tugas pokok dan fungsi yakni: 1)

7
Merancang persiapan kegiatan konselimg ASI eksklusif seperti
mengumpulkan data PUS, bumil, buteki di wilayahnya;
menentukan sasaran penyuluhan, konseling, dan pemantauan;
2)Melaksanakan kegiatan konseling ASI eksklusif antara lain:
menentukan metode dan teknik penyuluhan dan konseling,
menyusun materi penyuluhan dan konseling, menentukan media
penyuluhan dan konseling, melaksanakan penyuluhan, konseling
dan pemantauan ASI eksklusif sesuai jadwal pelaksanaan yang
disepakati, melakukan koordinasi lintas program dan lintas
sektoral; 3) Mengevaluasi hasil kegiatan konseling ASI eksklusif
dengan kegiatan mencatat dan melaporkan hasil pelaksanaan
kegiatan kepada pemegang program.
5. Waktu (Minute)
Pelaksanaan konseling ASI eksklusif dilakukan secara berkesinambungan
dan disesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan masing-masing
daerah binaan. Dalam hal ini, penyuluhan dan konseling individu dapat
dilaksanakan sesuai dengan daerah binaan masing-masing. Kegiatan
konseling pemberian ASI eksklusif dilaksanakan 1 kali dalam jangka
waktu satu bulan. Dan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar
dilakukan minimal dua kali dalam jangka waktu satu tahun.
6. Sasaran (Market)
Sasaran konseling ASI eksklusif adalah pasangan usia subur (PUS), ibu
hamil, serta ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang berada di
wilayak kerja Puskesmas Tegallalang I.

2.2. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas


Puskesmas

Upaya Perbaikan Gizi (UPGK) yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi
masyarakat, diprioritaskan pada kelompok masyarakat risiko tinggi yaitu
golongan bayi, balita, usia sekolah, remaja, ibu hamil dan ibu menyusui serta
usia lanjut. Upaya tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan
penanggulangan kemiskinan secara nasional. UPGK perlu dilakukan secara
terpadu, lintas program dan lintas sektor agar lebih berdaya guna dan berhasil
guna sehingga dapat terlaksananya kegiatan secara nyata dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan faktor epidemiologi, geografri, sosial ekonomi

8
dan budaya masyarakat setempat. Pemberian ASI secara eksklusif dapat
mempercepat penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan
status gizi balita yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi
masyarakat menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia yang memadai
(Depkes, 1997).

Tujuan dari kegiatan pelaksanaan peningkatan ASI eksklusif adalah: 1).


Diperolehnya peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan di
tingkat puskesmas dalam upaya meningkatkan penggunaan ASI di masyarakat,
2). Diperolehnya perubahan perilaku gizi masyarakat untuk selalu
memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya sampai umur 6 bulan, 4)
Diperolehnya peningkatan angka ASI Eksklusif secara nasional menjadi 80%
(Depkes 1997). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kegiatan sebagai
berikut:

1. Pengamatan situasi

Pengamatan situasi dilakukan melalui pengumpulan data pencapaian ASI


Eksklusif, latar belakang budaya setempat, sumber daya dan sarana di
puskesmas dan kelompok di tingkat kecamatan.

a. Pencapaian ASI Eksklusif

Data yang dikumpulkan adalah pencapaian ASI Eksklusif, diperoleh


melalui register kohort balita dan anak pra sekolah yang tersedia di
puskesmas.

Langkah-langkah kegiatan:

merekap jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif tingkat


kecamatan

memberikan penyuluhan/pembinaan pada kader dalam GNPP-ASI

penghitungan persentase cakupan AE1, AE2, AE3 dab AE4


berdasarkan data kohort balita dan anak pra sekolah

9
membuat grafik

menginformasikan data tersebut kepada forum lintas program,


lintas sektor terkait, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lembaga
swadaya masyarakat setempat.

b. Latar belakang budaya setempat

Selain data teknis seperti pada butir (a) di atas, perlu juga diketahui
data latar belakang budaya setempat mengenai ASI Eksklusif. Data
yang dikumpulkan meliputi persepsi, kebiasaan, dan pola
pemberian makan bayi dari masyarakat setempat. Petugas
melakukan pengamatan tentang persepsi, kebiasaan dan pola
pemberian makan bayi dari masyarakat setempat. Data ini
diperoleh melalui wawancara secara insidentil terhadap beberapa
ibu balita atau lainnya yang sedang berkunjung ke posyandu, pada
saat petugas melakukan pembinaan. Jika dijumpai salah persepsi
dari masyarakat misalnya ibu tidak memberikan ASI Eksklusif, ibu
menghentikan ASI karena anak sakit, bayi diberi susu botol dsb.
maka petugas perlu memberikan penyuluhan dan pembinaan
tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan balita.

c. Sumberdaya dan sarana

Disamping data di atas, juga dikumpulkan data penunjang seperti


sumberdaya dan sarana yang ada di daerah. Data yang
dikumpulkan meliputi biaya, jumlah dan macam tenaga, serta
media penyuluhan yang tersedia di Puskesmas. Sumberdaya yang
ada antara lain tenaga gizi puskesmas (TPG), Bidan atau perawat,
PKK dan LSM. Sarana yang ada antara lain leaflet, booklet, dan
poster yang berkaitan dengan ASI Eksklusif yang dapat
dimanfaatkan untuk penyuluhan/pembinaan.

d. Kelompok-kelompok potensial

10
Tenaga gizi Puskesmas harus mengatahui kelompok potensial yang
dapat digunakan sebagai sasaran yang strategis dalam memberikan
penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Kelompok ini
mempunyai potensi yang cukup besar dalam memsukseskan
program, oleh karena itu perlu diciptakan kerjasama yang baik
antara petugas puskesmas dan kelompok potensial yang ada di
kecamatan. Kelompok potensial di tingkat kecamatan antara lain
PKK, Kelompok Wanita Tani (KWT) Karang Taruna, Kelompok
Arisan dan Pengajian.

2. Penyebarluasan hasil pengamatan situasi

Data ASI Eksklusif, latar belakang budaya, sumberdaya dan sarana, dan
kelompok potensial diinformasikan kepada berbagai pihak baik lintas
program, lintas sektor terkait dalam pertemuan yang terpadu. Cara
penyajian hasil dengan menggunakan grafik, peta dan diagram. Dari
pertemuan tersebut diharapkan dapat dihasilkan kesepakatan tentang
berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap program/sektor atau
LSM, sehingga mereka dapat berpartisipasi untuk mempercepat
pencapaian tujuan program ASI Eksklusif di Puskesmas. Melalui
pertemuan tersebut juga dapat diketahui masalah yang ada dan cara
pemecahannya.

3. Kegiatan intervensi

a. Pendekatan kepada tokoh masyarakat

1. Advokasi atau pendekatan kepada pemimpin

Pendekatan kepada para pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama


di daerah setempat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan
KIE dalam masyarakat tentang pentingnya ASI bagi tumbuh
kembang dan kecerdasan anak.

11
Tujuan: Agar tokoh masyarakat mengetahui dan berperan aktif
dalam menggerakkan masyarakat sasaran melalui komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) sehingga pencapaian ASI Eksklusif
meningkat.

2. Orientasi

Tujuan: Agar tokoh masyarakat dan tokoh agama memperoleh


kesamaan persepsi tentang peranan ASI dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak.

Untuk orientasi dapat dilakukan sebagai berikut:

a. lama orientasi 2-3 jam, terdiri dari penyampaian materi dan


tanya jawab

b. sarana orientasi meliputi: poster dan leaflet tentang pentingnya


ASI Eksklusif dan bahaya pemberian Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) terlalu dini dan terlalu lambat

c. materi orientasi meliputi beberapa aspek, diantaranya:


dukungan politis pemerintah terhadap ASI Eksklusif
(pencanangan penggunaan ASI oleh Bapak Presiden Suharto
pada tanggal 22 Desember 1990 dengan tema: Dengan ASI
kaum ibu mempelopori peningkatan kualitas manusia
Indonesia

b. Pemberdayaan Bidan di Desa, Petugas Puskesmas dan Kader


Pemberdayaan bidan di desa dan kader dapat dilakukan melalui
pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
menyebarluaskan PP-ASI.

1. Pelatihan

Petugas Puskesmas dan Bidan di Desa

12
Tujuan:
(1) meningkatkan pengetahuan petugas puskesmas (tenaga
pelaksana gizi/TPG) dan bidan di desa dalam memantau
pemberian ASI Eksklusif, (2) melakukan penyuluhan yang
tepat dan efektif sesuai hasil pemantauan

Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan melalui:

o pengamatan situasi/latar belakang masalah sosial budaya


setempat

o cara/teknik pelatihan menggunakan cara belajar orang


dewasa, a.l. menggali informasi dari para peserta
pelatihan tentang masalah pemberian ASI yang mereka
ketahui dilapangan

o persamaan persepsi tentang cara menyusui yang baik dan


benar, pentingnya kolostrum bagi kesehatan bayi dan
bahayanya memberikan makanan pralakteal bagi bayi

o persamaan persepsi tentang indikator dan pemantauan


ASI Eksklusi

o tanya jawab

Kader

Tujuan:
(1) meningkatkan pengetahuan kader dalam pemantauan
kecenderungan pemberian ASI Eksklusif, (2) melakukan
penyuluhan sederhana

Kepada kader diberikan pengetahuan PP-ASI seperti di atas


dengan kedalaman materi yang sederhana sesuai dengan
kemampuan dan tugas kader di lapangan.

13
2. Bimbingan teknis

Tujuan: memperoleh gambaran hasil kegiatan penyuluhan dan


pemantauan kegiatan PP-ASI sehingga dapat dilakukan
penyesuaian dan perbaikan yang diperlukan yang diperlukan.
Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang dari Puskesmas
pembantu, desa dan posyandu.

Hal-hal yang harus dibina:

persamaan persepsi tentang indikator untuk pemantauan dan


cara analisis pelaporan

ketersediaan media KIE tentang ASI

c. Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara


antara lain melalui penyuluhan massal, penyuluhan keluarga,
penyuluhan kelompok dan penyuluhan perorangan:

1. Penyuluhan massal

Penyuluhan massal dilakukan dengan memanfaatkan


sarana/budaya yang ada di masyarakat, seperti: media tradisional,
dengan memanfaatkan budaya setempat, seperti; wayang, lenong,
srimulat, dll; media cetak, misalnya, tabloit dengan menggunakan
bahasa local; media elektonika, seperti radio, televisi (bila
memungkinkan)

2. Penyuluhan keluarga

Dalam melakukan penyuluhan keluarga mencakup semua anggota


keluarga yang berpengaruh terhadap ibu seperti: Ayah, ibu, anak,
anggota keluarga lainnya (pengasuh anak, kakek, nenek, mertua).

3. Penyuluhan kelompok

14
Untuk penyuluhan kelompok dapat dilakukan pada: Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM); PKK; Organisasi Wanita, misalnya
Dharma Pertiwi; Dharma Wanita, dll; Kelompok khusus seperti,
arisan, pengajian, dll.

4. Penyuluhan perorangan

Penyuluhan perorangan dapat dilakukan kepada: Ibu-ibu balita;


Tokoh: Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dll; Pamong: Kepala
dusun, Kepala desa, Camat, dll; Petugas: Kesehatan, BKKBN,
Pertanian, Guru, dll; Swasta dan pengusaha

Isi materi penyuluhan a.l:

manfaat ASI Eksklusif bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak

pentingnya kolostrum bagi kesehatan bayi

pemberian ASI penting untuk kesehatan ibu, misalnya dapat


menghindari kanker payudara dan untuk menjarangkan kehamilan
(KB)

meningkatkan kasih sayang antara ibu dan bayi

bagi wanita pekerja, usahakan tetap memberikan ASI pada


anaknya dengan cara khusus

tidak memberikan makanan pralakteal

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan penyuluhan pada


ibu hamil a.l:

mengikut sertakan suami dan anggota keluarga lain yang


berpengaruh seperti kakek, nenek, mertua, pengasuh anak, dll.

informasikan kepada ibu hamil, jangan melakukan pengurutan


payudara secara berlebihan

15
lakukan pemeriksaan terhadap kelainan payudara misalnya puting
datar dan puting tenggelam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu memberikan penyuluhan


a.l:

penggunaan materi KIE yang tepat

menggunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti oleh


masyarakat

melakukan persiapan tempat/ruangan

memasang poster/leaflet di tempat yang mudah dilihat

pesan-pesan gizi disesuaikan dengan umur bayi

bagi ibu yang perilakunya sudah baik dalam memberikan ASI


diberi pujian dan bagi yang belum sesuai diberi pengertian cara
yang persuasif.

2.3. Kendala Pemberian ASI Eksklusif


Ada beberapa kendala yang sering dijadikan alasan oleh ibu untuk tidak
memberikanASIeksklusifkepadabayinya,antaralain:
1. ProduksiASIKurang
Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak
memberikanASIsecaraeksklusif.Walaupunbanyakibuibuyangmerasa
ASInyakurang,tetapihanyasedikitsekaliyangsecarabiologis memang
kurangproduksiASInya.Selebihnya9598%ibudapatmenghasilkanASI
yangcukupbagibayinya
2. IbuKurangMemahamiTataLaksanaASIYangBenar
IbukurangmemahamitatalaksanaASIyangbenar,misalnyapentingnya
memberikanASI,bagaimanaASIkeluar,bagaimanaposisimenyusuidan
perlekatanyangbaiksehinggabayidapatmengisapsecaraefektifanASI
dapatkeluardenganoptimal,termasukcaramemberikanASIbilaibuharus

16
berpisahdenganbayinya.
3. Ibuinginmenyusuikembalisetelahbayidiberisusuformula(relaksasi)
Relaksasimerupakansuatukeadaanibuyangtelahberhentimenyusuiingi
memulaimenyusuikembali.Biasanyasetelahtidakmenyusubeberapalama
produksiASIakanberkurangdanbayiakanmalasmenyusudariibunya
apalagikalausudahdiberikansusubotol.
4. Bayiterlanjurmendapatkanprelaktealfeeding.
SeringkalisebelumASIkeluarbayisudahdiberiairputih,airgula,madu,
susuformuladengandot.Haliniakanmenyebabkanbayimalasmenyusui.
5. KelainanBayi.
Bayiyangmenderitasakitataudengankelainankongenitalmungkinakan
menggangguprosesmenyusu.Kelakelainaniniperluditatalaksanadengan
benar agar keadaan tersebut tidak menjadi penghambat dalam proses
menyusui.(Partiwi&Purnawati,2008)
6. IbuBekerja
BekerjabukanalasanuntuktidakmemberikanASIEksklusif,karenawaktu
ibubekerja,bayidapatdiberiASIperahyangdiperahseharisebelumnya.
7. TakutDitinggalSuami
Dari sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) pada tahun 1995 terhadap ibuibu seJabodetabek,
diperoleh data bahwa alasan pertama berhenti memberikan ASI pada
anaknyakarenatakutditinggalsuaminya.Inikarenaadanyamitosnyayang
salahyaitumenyusuiakanmengubahbentukpayudaramenjadijelek.
8. AnggapanSusuFormulaLebihPraktis
Pendapatinitidakbenarkarenauntukmembuatsusuformuladiperlukanapi
ataulistrikuntukmemasakair,peralatanyangharussterildanperluwaktu
untuk mendinginkan susu yang baru dibuat. Sementara ASI siap pakai
dengansuhuyangtepatsetiapsaatsertatidakmemerlukanperlengkapan
apapun.
9. TakutBadanTetapGemuk
Pendapatbahwaibumenyusuiakansukarmenurunkanberatbadanadalah
tidak benar.Didapatkanbuktibahwamenyusuiakanmembantuibuibu
menurunkan berat badan lebih cepat daripada ibu yang tidak menyusui
secara eksklusif. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu hamil akan
dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak
menyusuiakanlebihsukaruntukmenghilangkanlemak.(Roesli,2000)

17
2.4. FaktoryangBerhubunganDenganPemberianASIEksklusif
1. Umur
Proses degenerasi payudara mengenai ukuran dan kelenjar alveoli
mengalami regresi yang dimulai pada usia 30 tahun. Sehingga dengan
prosestersebutpayudaracenderungkurangmenghasilkan(Whorthington,
1993). Makin tua umur seseorang maka prosesproses perkembangan
mentalnyabertambahbaik,akantetapipadaumurtertentu,bertambahnya
proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur
belasantahun.Ibuyangumurnyalebihmudalebihbanyakmemproduksi
ASI dibandingkan dengan ibuibu yang yang sudah tua. Hal ini terjadi
terjadi karena pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai dari
permulaan tahun menstruasi sampai umur 30 tahun (Suratmaja, 1989).
Penelitian Citra Br Aritonang (2011) menunjukkan tidak ada hubungan
yangbermaknaantaraumuribudenganperilakupemberianASIeksklusif.
BerbedadenganhasilpenelitianLutfi(2009),menyebutkanadahubungan
yangbermaknaantaraumurdenganpraktekpemberianASIeksklusifyaitu
ibuyangberumur30tahunberpeluang4,333kaliuntukmemberikanAsi
secaraeksklusifdibandingkandenganibuyangberumur30tahun.

2. Pendidikan
Berdasarkan GBHN, pendidikan adalah adalah usaha sadar untuk
mengembangkankepribadiandankemampuandidalamdandiluarsekolah
yang berlangsung seumur hidup. Sedangkan tingkat pendidikan adalah
jenjang sekolah formal yang ditamatkan oleh seseorang. Sementara
menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakanuntukmempengaruhioranglainbaikindividu,kelompokatau
masyarakatsehinggamerekamelakukanapayangdiharapkanolehpelaku
pendidikan.Tingkatpendidikanseseorangakanmembantuorangtersebut
untuk lebih mudah menangkap dan memahami suatu informasi. Mereka
yang berpendidikan tinggi akan berbeda dengan mereka yang
berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan seorang ibu yang rendah
memungkinkanialambatdalammengadopsipengetahuanbarukhususnya

18
halhal yang berhubungan dengan ASI eksklusif. Menurut Soetjiningsi
(2007)pendidikanorangtuayanglebihbaik,akanmemungkinkaniadapat
menerima segala informasi yang berkaitan dengan cara pengasuhan dan
perawatan anak termasuk didalamnya pemberian ASI. Hasil penelitian
Helmi (2010) manyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara
pendidikan Ibu dengan pemberian ASI Eksklusif yaitu ibu yang
berpendidikanrendahmempunyaipeluang5,5kaliuntuktidakmenyusui
secaraeksklusifdibandingkanIbuyangberpendidikantinggi.

3. Pekerjaan
BekerjaselaludijadikanalasantidakmemberikanASIeksklusifpadabayi
karena ibu meninggalkan rumah sehingga waktu pemberian ASI pun
berkurang.Akantetapiseharusnyaseorangibuyangbekerjatetapmemberi
ASI secara eksklusif kepada bayinya dengan pengetahuan yang benar
tentangmenyusui,perlengkapanmemerahASI,dandukunganlingkungan
kerja(Soetjiningsih,1997).Statuspekerjaanberpeluangmempengaruhiibu
dalammemberikanASIeksklusif.Adanyakecenderunganparaibuyang
bekerja mencari nafkah menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI.
Meningkatnya partisipasi angkatan kerja perempuan yang antara lain
disebabkanolehtuntutanekonomi,menyebabkansebagiankeluargatidak
dapat mempertahankan kesejahteraannya hanya dari satu sumber
pendapatan. Masuknya perempuan dalam kerja sedikit banyak
mempengaruhi peran ibu dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian
Nuryanto(2002)menyebutkanbahwaibuyangbekerjamempunyairesiko
1,16kaliuntukmenghentikanpemberianASIdibandingkanibuyangtidak
bekerja. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa proporsi 18
pemberian ASI Eksklusif pada ibu yang tidak bekerja lebih banyak
dibanding dengan ibu yang bekerja.

4. DukunganSosial
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya
adalah suatu kegiatan baik bersifat emosional maupun psikologis yang
diberikankepadaibumenyusuidalammemberikanASI.Seorangibuyang
tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari

19
keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui
sendiri bayinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmijati (2007)
menyebutkan ibu yang mendapat dukungan keluarga memiliki
kemungkinanmemberikanASIEksklusif6,533kalilebihbesardibanding
denganibuyangtidakmendapatdukungankeluarga.Penelitianlainjuga
mengatakan bahwa ibu yang tidak mendapat dukungan keluarga akan
meningkatkan resiko untuk tidak memberikan ASI eksklusif. Menurut
Green(1980)dalamNotoatmodjo(2003)perilakuterbentukkarenafaktor
pendorongyangterwujuddalamsikapdanperilakupetugaskesehatan,atau
petugas yang lain, yang merupakan referensi dari perilaku masyarakat.
Sebagaiseorangyangdipercayaiibuibudalammengatasimasalahbayi,
tenaga kesehatan hendaknya memberikan nasihat kepada seorang ibu
permulaan menyusui, agar dapat mengukuhkan kepercayaan dirinys atas
kesanggupan menyusui dan bersikap mendukung penilaian bahwa
menyusui adalah suatu fungsi alamiah yang sempurna. Menurut
Soetjiningsih(1997)pemberianASIbelumsecaraoptimaldiberikanoleh
ibuibu disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan
petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan mengenai cara
pemberianASIyangbaikdanbenarkepadaibudankeluarga.Beberapa
penelitian membuktikan bahwa sikap petugas kesehatan sangat
mempengaruhipemilihanmakananbayiolehibunya.Pengaruhinidapat
berupa sikap negatif secara pasif, yang dinyatakan dengan tidak
menganjurkandantidakmembantubilaadakesulitanlaktasi.Sikapinibisa
pulasecaraaktifmisalnyabilaadakesulitanlaktasi,malahpetugassendiri
yangmenganjurkanuntukmemberikansusubotolkepadabayi.

20
BAB III
KERANGKA KONSEP

Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

Pada gambar 3.1 terdapat berbagai variabel yang saling berhubungan dalam konseling
ASI eksklusif. Variabel tersebut terdiri dari:

Proses adalah semua kegiatan pelaksanaan konseling ASI eksklusif itu sendiri, yaitu:
perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan konseling ASI eksklusif.

Pada penelitian ini, akan dilakukan analisis terhadap variabel proses dan hambatan
dari konseling ASI eksklusif.

BAB IV
METODE PENELITIAN

21
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini mementingkan penguraian
fenomena yang teramati dan konteks makna yang melingkupi suatu realitas. Peneliti
merupakan instrument utama, data-data yang dikumpulkan berupa data deskriptif.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Tegallalang, Kecamatan Tegallalang,
Kabupaten Gianyar.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga September 2014

4.3 Sumber Data dan Sasaran


Pemilihan responden sebagai sumber data dilakukan untuk mendapatkan data dari
mereka yang mengetahui permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk dapat
menjadi sumber data yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara baik
dan benar.

Responden dalam penelitian ini adalah Kepala Puskesmas Tegallalang I , Pemegang


program gizi di Puskesmas Tegallalang I, pelaksana program dalam hal ini petugas
gizi dan bidan yang bertugas di wilayah Desa Tegallalang dan sasaran program yakni
ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan. Teknik untuk mendapatkan
data dari responden tersebut adalah dengan menggunakan wawancara mendalam (In
depth interview). Wawancara mendalam adalah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara melakukan dialog langsung dengan responden. Selain itu
pengumpulan data juga dilakukan dengan cara observasi dan dokumentasi.

4.4 Variabel Penelitian


Adapun variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini meliputi:
1. Proses dalam pelaksanaan program ASI eksklusif di Desa Tegallalang.
2. Hambatan dalam pelaksanaan program ASI eksklusif di Desa Tegallalang.

22
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Proses program ASI eksklusif: proses perencanaan untuk merumuskan
bentuk program ASI eksklusif yang akan diterapkan, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program
yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis,
pengorganisasian program, penggerakan program serta pengawasan
program di dalam pelaksanaan program ASI eksklusif secara menyeluruh
yang digali dengan wawancara, observasi dan komunikasi.
2. Hambatan program ASI eksklusif: kendala-kendala di dalam pelaksanaan
program ASI eksklusif secara menyeluruh yang digali dengan wawancara.

4.6 Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari responden yaitu
Kepala Puskesmas Tegallalang I, penanggung jawab program gizi di Puskesmas
Tegallalang I, pelaksana program dalam hal ini petugas gizi dan bidan yang bertugas
di wilayah Desa Tegallalang dan sasaran program yakni ibu yang memiliki bayi
berusia 0-6 bulan. Melalui teknik wawancara mendalam (in depth interview)
sebanyak dua kali dengan kepala Puskesmas, pemegang program gizi di puskesmas
Tegallalang I, pelaksana program di Puskesmas tegallalang I, dan responden ibu hamil
dan ibu bayi yang berusia 0-6 bulan dengan menggunakan pedoman wawancara yang
telah disiapkan serta alat bantu berupa digital voice recorder.

4.7 Alat Pengumpul Data


Adapun alat pengumpul data penelitian adalah:
1. Pedoman wawancara
2. Digital voice recorder
3. Kamera digital

4.8 Analisis Data


Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara content analysis dari wawancara
mendalam, hasil observasi dan dokumentasi yang kemudian dijelaskan secara naratif.

23
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Karakteristik Responden

24
Responden dalam penelitian ini terdiri dari sasaran pelaksaan konseling asi
eksklusif, yaitu ibu hamil dan ibu yang mempunyai bayi berumur 0-6 bulan,
serta petugas kesehatan yang mencakup penanggung jawab program gizi yaitu
Kepala Puskesmas Tegallalang I, pemegang program gizi, pelaksana kegiatan
seperti petugas gizi dan bidan di wilayah Desa Tegallalang, Kecamatan
Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Table 5.1 Karakteristik ibu hamil

Nama Umur Pendidikan Status Pekerjaan Kehamilan ke-


PSA 25 tahun SMA Bekerja 2
LP 25 tahun SMA Tidak bekerja 1

Dari semua responden ibu hamil, rata-rata berumur 25 tahun, pendidikan


SMA, satu orang bekerja dan satu orang tidak bekerja. Responden pertama
sedang mengandung anak yang kedua, sedangkan responden kedua sedang
mengandung anak yang pertama.

Tabel 5.2 Karakteristik ibu menyusui

Nama Umur Pendidika Status Jumlah Perilaku


n Pekerjaan anak ASI
Eksklusif
DS 24 tahun Sarjana Bekerja 3 Memberi
pendidikan ASI secara
eksklusif
DPJ 25 tahun SMA Bekerja 1 Memberi

25
ASI secara
eksklusif
IAPA 37 tahun Sarjana Tidak 1 Tidak
ekonomi bekerja memberi
ASI secara
eksklusif
DS 20 tahun Sarjana Bekerja 1 Tidak
pendidikan memberi
ASI secara
eksklusif

Dari semua responden ibu menyusui, tiga orang bekerja dan satu orang tidak
bekerja. Rentang umur responden antara 20-37 tahun. Dari tingkat pendidikan,
3 orang lulusan sarjana strata 1 dan 1 orang lulusan SMA. Dari semua
responden, terdapat 3 orang yang memiliki satu anak balita, 1 orang memiliki
tiga orang anak balita.

Table 5.3 Karakteristik tenaga kesehatan

Responden Umur Tingkat pendidikan


Kepala Puksesmas 50 tahun S2 Manajemen Kesehatan
Pemegang program gizi 28 tahun Diploma gizi
Bidan Desa 31 tahun AKBID
Bidan Swasta 25 tahun AKBID

Karakteristik responden petugas kesehatan berjumlah 4 orang, dengan rentang


umur dari 25-45 tahun. Pendidikan terakhir dari bidan adalah Diploma
kebidanan, pendidikan dari pemegang program gizi adalah Diploma gizi,
sedangkan pendidikan terakhir dari kepala puskesmas adalah Magister
Manajemen Kesehatan.

5.2. Proses Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif oleh Petugas Kesehatan


pada Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Desa Tegallalang, Kecamatan
Tegallalang, Kabupaten Gianyar

5.2.1 Perencanaan
Perencanaan yang dibuat oleh Puskesmas Tegallalang I mengenai
program ASI eksklusif dilakukan satu kali dalam setahun yakni di awal
tahun bersamaan dengan beberapa perencanaan program lainnya yang
ada di puskesmas. perencanaan program terdiri dari diantaranya adalah

26
dari segi SDM, pembiayaan, peralatan, metode, waktu dan tempat
pelaksanaan, serta sasaran.
1. Sumber Daya Manusia
Perencanaan program ASI eksklusif melibatkan beberapa pihak
secara lintas program dan lintas sektoral. Hal ini sesuai dengan
pernyataan berikut:
Kepala puskesmas, kemudian petugas gizi, bidan
koordinator KIA, petugas pustu. Itu.. Promkes juga.. tugas
promkes.
Lintas program dan lintas sektoral.

Melalui wawancara mendalam di atas dapat dilihat hasilnya bahwa


pihak-pihak yang ikut dalam merencanakan program antara lain
kepala Puskesmas Tegallalang I, pemegang program gizi,
pelaksana program yaitu petugas gizi dan bidan desa, serta
beberapa pemegang program lain yang terkait seperti pemegang
program KIA dan PKM.

2. Metode Penyelenggaraan
Untuk menjalankan konseling ASI eksklusif ini, pemegang dan
pelaksana program memerlukan landasan dalam pelaksanaannya.
Adapun yang menjadi landasan pelaksanaan edukasi ASI eksklusif
dan dijadikan sebagai Standar operasional prosedur (SOP) dalam
hal ini adalah Pedoman Gizi Puskesmas tahun 2010 dan Standar
pelayanan minimal (SPM) dari Depkes. Hal tersebut seperti dalam
pernyataan berikut ini:
hmm itu ada buku pedoman, buku pedoman tentang gizi.
Hmm kemudian ada SPM , standar pelayanan minimal dari
depkes. Mungkin itu ya..
juknis tentang program gizi di puskesmas, trus yang kedua
pemetaan sasaran, trus yang ketiga tentang penyiapan
personil, penyiapan logistic, pembuatan laporan, dan
pembuatan PWS
Kebijakan yang digunakan saat ini terdiri dari kebijakan nasional
yang mengatur garis-garis besar pelaksanaan program ASI

27
eksklusif sebagai bagian dari pelaksanaan program gizi, pedoman
Gizi Puskesmas tahun 2010 yang disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing puskesmas, sehingga dalam kenyataannya
kebijakan-kebijakan tersebutlah yang dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan program ASI eksklusif.
3. Peralatan
Pelaksanaan edukasi ASI eksklusif harus ditunjang oleh sarana dan
prasarana yang memadai. Menurut hasil wawancara di bawah ini
didapatkan bahwa peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
edukasi ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I antara lain:
boneka/alat peraga, buku pedoman, form pemantauan ASI
eksklusif, leaflet, LCD dan proyektor, yang sesuai dengan hasil
wawancara dengan penanggung jawab dan pemegang serta
pelaksana program ASI eksklusif berikut ini:
Hmm yang pertama buku pedoman, yang kedua form-form
isian tentang pemantauan asi eksklusif tiap bulan.. itu masing-
masing desa, kemudian formulir laporan, sama alat peraga
untuk penyuluhan, baik itu yang cetak maupun elektronik.
Mungkin itu ya..
Bonekanay, alat peraga itu.. boneka, caranya memeras ASI
ada alatnya itu
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan
kegiatan program ASI eksklusif, pihak pemegang dan pelaksana
program memerlukan alat seperti boneka peraga.

4. Pembiayaan
5. Waktu
Waktu pelaksanaan penyuluhan disesuaikan dengan jadwal
posyandu dan jadwal kegiatan di daerah binaan masing-masing.
Selain itu, konseling yang juga termasuk dalam penyuluhan juga
dapat dilakukan sesering mungkin, karena dapat dilakukan kapan
saja secara langsung kepada sasaran penyuluhan. Pemantauan ASI
eksklusif dilaksanakan setiap bulan, dan sesuai dengan pernyataan
sebagai berikut:
perencanaan dilakukan setiap awal tahun.yang pertama ya
persiapan personel dulu dari puskesmas, dan siapa-siapa..

28
program-program apa yang terkait, yang kedua tentang
sasaran, kemudian yang ketiga tentang logistiknya.. termasuk
alat-alat peraga, termasuk alat tulis kantor, buku dan lain
sebagainya
Hal ini secara umum sudah sesuai dengan standar pelaksanaan
program ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I dimana
penyuluhan seharusnya dilaksanakan sesuai jadwal posyandu
yakni minimal sebulan sekali.
Perencanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan standar
operasional prosedur (SOP) yaitu pertemuan berkala untuk
koordinasi perencanaan dilakukan satu kali dalam setahun.

6. Sasaran
Sasaran program ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I yang
diketahui dari hasil wawancara adalah ibu hamil dan ibu yang
memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Tegallalang I sesuai dengan pernyataan berikut:
Ibu bayi umur 0-6 bulan , ibu hamil. Kan dari hamil sudah
dikasi tahu kalau pas melahirkan biar anaknya mendapatkan
ASI saja sampai usia 6 bulan, ASI eksklusif.

Sasaran yang ditetapkan dalam standar pelaksanaan dan digunakan


oleh Puskesmas Tegallalang I sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan.

5.2.2. Pengorganisasian
Konseling ASI eksklusif harus dilaksanakan dalam koordinasi
fungsional, yaitu berarti perencanaan, penggerakan dan pelaksanaan
dilaksanakan secara terpadu dengan unit penanggung jawab program
gizi puskesmas Tegallalang I. hal ini sesuai dengan pernyataan berikut
ini:
Lintas program dan lintas sektoral Kepala puskesmas,
kemudian petugas gizi, bidan koordinator KIA, petugas pustu.
Itu.. Promkes juga.. tugas promkes.
Ya kita mengadakan rapat lintas program, kemudian
penyuluhan lintas sektoral

29
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa program ASI
eksklusif merupakan suatu program pengembangan di bawah program
gizi, yang pada pelaksanaannya mengadakan koordinasi dengan
program lain seperti program PKM dan KIA.
Dalam kegiatan konseling ASI eksklusif ini tidak ada struktur
organisasi yang resmi, seperti dalam hasil wawancara berikut:
tidak ada struktur organisasinya. untuk system
pelaporannya seperti dalam pengawasan. Dari bidan desa
kepada petugas gizi, kepala puskesmas, kemudian kepala dinas
kesehatan.

5.2.3. Pelaksanaan
1. Sumber Daya Manusia
Pelaksanaan konseling ASI eksklusif melibatkan petugas gizi dan
bidan di wilayah Desa Tegallalang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan berikut:
pelaksananya ada saya sendiri sebagai petugas gizi dan
dibantu oleh bidan-bidan desa di masing-masing pustu. Untuk
konseling saat ANC dilakukan oleh petugas KIA.

2. Metode Penyelenggaraan
Metode konseling yang digunakan antara lain penyuluhan secara
kelompok dan perorangan pada pojok ASI di Posyandu atau
melalui kunjungan rumah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
berikut:
Kelompok, saat posyandu, dan perorangan juga saat kita
melakukan kunjungan rumah. DI psyandu sambil menunggu
kita kasih penjelasan, sambil menunggu anaknya ditimbang,
kan kadang-kadang ibunya datang Sambil anaknya
bermain Sekali penyuluhan kadang-kadang ada 8 orang

3. Peralatan
Dalam pelaksanaan edukasi ASI eksklusif, pelaksana konseling
tidak menggunakan alat peraga, media cetak maupun elektronik.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut:

30
nggak pake alat, biasanya penyuluhan langsung. Ibunya
sendiri sudah punya buku KIA

4. Pembiayaan
Pelaksanaan konseling ASI eksklusif tidak menggunakan dana
yang dialokasikan pada program gizi. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan berikut:
konselingnya nggak mengeluarkan dana.

5. Waktu
Waktu pelaksanaan penyuluhan disesuaikan dengan jadwal
posyandu dan jadwal kegiatan di daerah binaan masing-masing.
Selain itu, konseling yang juga termasuk dalam penyuluhan juga
dapat dilakukan sesering mungkin, karena dapat dilakukan kapan
saja secara langsung kepada sasaran penyuluhan. Pemantauan ASI
eksklusif dilaksanakan setiap bulan, dan sesuai dengan pernyataan
sebagai berikut:
Dipantau itu kan mulai dari umur 0 bulan sampai 6 bulan, itu
dipantau setiap bulan.
Biasanya bidan desa itu, kalau sewaktu-waktu melakukan
kunjungan ke rumah ibu yang setelah bersalin itu kan kita
langsung memberi tahu harus memberikan ASI eksklusif tanpa
makanan tambahan kepada bayi sampai umur 6 bulan.

Pada ibu hamilnya sebelum melahirkan itu kita memberikan


kelas ibu hamil. Saat kelas ibu hamil itu kita memberikan
materi tentang ASi eksklusif, tanda bahaya kehamilan, tanda
persalinan, perawatan bayi. Tentunya kan sudah masuk di sana
ASI eksklusifnya

6. Sasaran
Sasaran program ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I yang
diketahui dari hasil wawancara adalah ibu hamil dan ibu yang
memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Tegallalang I sesuai dengan pernyataan berikut:

31
Ibu bayi umur 0-6 bulan , ibu hamil. Kan dari hamil sudah
dikasi tahu kalau pas melahirkan biar anaknya mendapatkan
ASI saja sampai usia 6 bulan, ASI eksklusif.

5.2.4. Pengawasan
Adanya pengawasan pada pelaksanaan program ASI eksklusif ini
bertujuan untuk memantau pelaksanaan program ASI eksklusif dalam
upaya meningkatkan pencapaian terhadap target.
hmm yang pertama ya pimpinan puskesmas, yang kedua ada
supervisi dari kabupaten, yang ketiga kita evaluasi dari hasil
laporan bulanan.
Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengawasan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Tegallalang I dilakukan oleh kepala puskesmas dan supervise dari
Dinas kesehatan.
hmm dari bidan desa, kemudian naik ke petugas gizi,
kemudian kepala puskesmas, kemudian dinas kesehatan.
Kan dipantau di posyandu, nah posyandunya itu melaporkan
ke masing-masing bidan desa, terus bidan desanya itu
melaporkan ke puskesmas
Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alur
pengawasan program ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Tegallalang I diawali pemegang program gizi, kemudian kepala
puskesmas dan Dinas Kesehatan. Pengawasan yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan tidak dilakukan secara langsung di lapangan,
melainkan dilakukan melalui pemantauan terhadap hasil laporan yang
ditujukan kepada Dinas kesehatan.
Menurut SOP, supervisi program terdiri dari pengawasan dan
pembinaan program yang dilakukan juga oleh Dinas Kesehatan terkait,
dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan terkait, dalam hal ini adalah
Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. Selama ini, hanya dilakukan
pemantauan terhadap laporan yang dibuat oleh pemegang program.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut:

32
Tidak Kalau dari bidan belum cuma pengetahuan dari
kampus aja.

5.3. Hambatan Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif di Desa Tegallalang,


Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar
5.3.1. Hambatan SDM Puskesmas
Dari segi SDM, hambatan yang dihadapi antara lain dari segi jumlah
pelaksana.
kalau hambatan pelaksana mungkin jumlah bidan desa, saya
rasa itu yang masih kurang, di puskesmas pembantu cuma ada
satu orang. Saya harapkan itu yang.. untuk tenaga bidan di
desa harusnya minimal dua orang, karena satu ke lapangan
satunya di puskesmas pembantu.
Dari wawancara mendalam di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
pelaksana program ini masih belum cukup. Pelaksana program di pustu
berjumlah satu orang yaitu bidan desa, sedangkan tugas yang
dimiikinya mencakup keseluruhan kegiatan pustu tersebut. Diharapkan
bahwa di masing-masing pustu terdapat minimal dua orang yaitu satu
orang bidan dibantu oleh satu orang atau lebih perawat atau tenaga
lainnya, namun akibat keterbatasan jumlah pelaksana, hal tersebut
belum dapat tercapai. Selain itu, bidan yang bertugas di pustu selain
ASI eksklusif serta memberikan pelayanan kesehatan kesehatan bagi
masyarakat di wilayahnya, juga terlibat dalam penyelenggaraan
posyandu serta melaporkan hasil-hasil pelaksanaan program-program
tersebut. Hal ini menjadi hambatan dari segi SDM.

5.3.2. Hambatan Peralatan


Dari segi peralatan, hambatan yang dihadapi yaitu fasilitas pelaksanaan
yang terbatas, tampak pada hasil wawancara berikut ini:
fasilitasnya cuma ada di puskesmas aja, di pustu tidak
ada
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa selama ini fasilitas pendukung
pelaksanaan konseling ASI eksklusif belum memadai. Beberapa
fasilitas hanya dimiliki oleh Puskesmas Tegallalang I seperti
boneka/alat peraga.

33
5.3.3. Hambatan waktu pelaporan
Hambatan dari segi sering terjadi saat pelaporan, dapat dilihat pada
hasil wawancara berikut:
hmm kadang-kadang pelaporan telat dari puskesmas
pembantu. Itu yang sering terlambat, sehingga rekap laporan
disini juga kadang terlambat. Mungkin ya setahun paling dua
kali, dua kali dalam setahun paling telat, ga sering sekali.
Dari segi pelaporan, dikatakan bahwa pelaksana program ASI eksklusif
di pustu merekap laporan tidak hanya mengenai gizi saja, sehingga
sering terjadi keterlambatan pengumpulan laporan dari pustu.

5.3.4. Hambatan Sasaran


Apabila dilihat dari segi pelaksanaan, program ASI eksklusif terbentur
dengan berbagai hambatan, seperti yang dapat dilihat pada hasil
wawancara berikut ini:
ya mungkin itu dalam memenuhi sasaran ya. Karena ibunya
bekerja, ibunya pergi pada saat kita ke lapangan.
Mungkin kalau hambatan tidak semua ibu-ibu yang punya
bayi itu yang datang, biasanya bayi itu paling diantar sama
neneknya, sama kakanya, artinya bukan orangtua dia sendiri,
jadi penyampaian penyuluhan kita kan bisa saja tidak sampai
kepada orantuanya. Itu aja, mengumpulkan orang itu yang
agak sulit di posyandu.
Dari segi pelaksanaan, pelaksana program menyadari adanya hambatan
untuk memberikan konseling mengenai program ASI eksklusif,
diantaranya faktor kesibukan masing-masing sasaran yang berbeda-
beda.

5.3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif


Faktor-faktor yang menjadi hambatan sasaran program ASI eksklusif
yaitu ibu-ibu menyusui dalam perilaku memberikan ASI eksklusif
antara lain faktor tingkat pengetahuan sasaran yang rendah, faktor
pekerjaan, dan adanya kendala dalam produksi ASI, seperti hasil
wawancara berikut:
Yang pertama itu saya kan nggak tahu pertamanya disuruh
sama bidan itu ASI eksklusif, terus setelah selesai cuti 2 bulan
itu langsung saya tinggal ngajar, jarang saya kasih ASI.
Karena jarang mimik ASI itu kan pakai dot, jadinya nggak mau

34
mimik ASI, selama 4 bulan itu saya kasih susu formula,
makanya yang pertama agak sakit-sakitan, yang kedua sampai
6 bulan eksklusif saya kasih, bayinya nggak sakit-sakitan kayak
kakaknya, lebih kuat daya tahan tubuhnya gitu Makanya
saya sekarang anak yang ketiga udah tahu, makanya saya
kasih ASI eksklusif aja, diusahain.
itu kan emang harus gitu lo, pake asi itu kan memang
kewajiban. Tapi ini gamau keluar, dia juga ga mau mau
bagaimana. Saya lebih parah lagi, kalau beli susu tu kan
mahal harganya, tapi dot gini kan ga mahal, cuma dikasi dot
gitu selesai.
terus saya coba.. waktu mau keluar dikit-dikit tu lo.. coba..
ini ga mau.. nangis dia terus.. mau dia mimic tapi nangis dia
terus.. uda dipaksain dibantuin saya sama bu deknya..
berbagai macam cara dilakukan.. gamau juga..
Karena ibunya kerja, kadang-kadang setelah anaknya umur
3 bulan sudah dah dia kerja, jadi anaknya diasuh oleh mertua,
ditampung sih kadang-kadang ASInya, tapi karena pagi cepat-
cepat dibantu dengan susu, kalau sudah datang dari kerja lagi
dikasih ASI malamnya.
Pengaruh susu formula terhadap program ini tidak dapat disisihkan,
seperti yang tercantum dalam hasil wawancara berikut ini:
hmm ini.. gencarnya iklan tentang produk susu.. kemudian
sales-sales dari proksi susu masuk ke bidan-bidan. Itu juga
sering mempengaruhi tingkat kelulusan asi eksklusif.
Dari hasil wawancara di atas didapatkan bahwa menurut kepala
Puskesmas tegallalang I saat ini susu formula memiliki pengaruh
dalam menghambat keberhasilan program ASI eksklusif. Saat ini susu
formula juga sangat mudah didapatkan, demikian pula dengan
pengiklanan susu formula yang begitu gencar, sehingga dapat
menyebabkan sasaran atau dalam hal ini ibu menyusui menganggap
bahwa ASI dapat digantikan dengan memberikan susu formula saja.
Padahal ASI memiliki berbagai manfaat yang tidak dapat digantikan
oleh susu formula. Hal ini juga menyebabkan pencapaian target yaitu

35
pemberian ASI eksklusif berada di bawah target yang ditetapkan,
meskipun konseling telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang
ada.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Perencanaan Konseling ASI Eksklusif

Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen karena fungsi


ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Fungsi perencanaan
merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Tanpa
ada fungsi perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen lainnya akan dapat
dilaksanakan dengan baik. Perencanaan manajerial akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan,
siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan
merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien (Muninjaya, 2004).

Perencanaan yang dibuat oleh Puskesmas Tegallalang I mengenai konseling


ASI eksklusif dilakukan satu kali dalam setahun yakni di akhir tahun
bersamaan dengan beberapa perencanaan program lainnya yang bertempat di
puskesmas. Perencanaan konseling ASI eksklusif melibatkan beberapa pihak
secara lintas program dan lintas sektoral. Perencanaan konseling ASI eksklusif
ini meliputi perencanaan SDM, materi atau kegiatan, waktu pelaksanaan,
pendanaan, sasaran, dan target yang ingin dicapai. Perencanaan konseling ASI
eksklusif yang dilakukan Puskesmas Tegallalang I belum sesuai dengan
standar operasional prosedur (SOP), dimana seharusanya dilakukan pertemuan
berkala untuk koordinasi perancanaan dan melibatkan puskesmas hingga
tingkat propinsi.

36
Perencanaan sebuah organisasi akan memiliki manfaat diantaranya
mengetahui tujuan yang ingin dicapai organisasi dan cara mencapainya,
mengetahui jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan, mengetahui jenis
dan jumlah staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya, mengetahui efektifitas
kepemimpinan dan pengarahan yang diperlukan, serta mengetahui bentuk
standar pengawasan yang akan dilakukan. Dengan sebuah perencanaan, maka
akan diperoleh beberapa keuntungan seperti perencanaan tersebut akan
menyebabkan berbagai macam aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan
tertentu dan dapat dilakukan secara teratur, perencanaan akan mengurangi atau
menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif, dapat dipakai untuk
mengukur hasil kegiatan yang telah dicapai karena dalam perencanaan
ditetapkan berbagai standar, serta perencanaan ditetapkan berbagai standar,
serta perencanaan memverikan satu landasan pokok manajemen lainnya,
terutama untuk fungsi pengawasan (Muninjaya, 2004).

6.2. Pengorganisasian Konseling ASI Eksklusif

Melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki


organisasi (manusia atau yang bukan manusia) akan diatur penggunaannya
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Fungsi organisasi antara lain sebagai alat untuk memadukan
(sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan
personil, finansial, material, dan tatacara untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah disepakati bersama (Muninjaya, 2004).

Menurut Saritua Harianjaya (2007) struktur pengorganisasian yang


dikemukakan oleh Mintzberg, memuat komponen-komponen dari struktur
pengorganisasian antara lain kompleksitas formalisasi, sentralisasi dan
desentralisasi. Kompleksitas berkaitan dengan pembagian kewenangan baik
secara orizontal, vertical maupun vasial. Pengelolaan tersubut dibagi dalam
penjenjangan hirarki yang dijabat oleh pejabat structural berdasarkan hirarki
kepangkatan. Kepala dinas kesehatan sebagai kuncup pimpinan yang
membawahi bidang dan Puskesmas. Bidang yankes membawahi seksi gizi.
Puskesmas sebagai unit pelaksana teksnis dinas kesehatan di wilayah kerjanya.
Sedangkan puskesmas mempunyai unit-unit untuk menjalankan program,

37
termasuk program ASI eksklusif. Kepala puskesmas membawahi pemegang
program termasuk tenaga pelaksana program dan tenaga kesehatan di desa.
Puskesmas mempunyai perpanjangan tangan di desa untuk mengelola masalah
ASI eksklusif di suatu wilayah yang lebih kecil seperti Pustu dan Polkedes.
Formalisasi berkaitan dengan penggunaan standar yang ditetapkan. Dalam
menjalankan tugasnya seksi gizi di dinas kesehatan kabupaten dan tenaga
pelaksana gizi di Puskesmas mempunyai standar-standar dan target kerja dari
pusat serta Tupoksi yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah untuk
menjalankan program ASI eksklusif. Sentralisasi menyangkut kewenangan
untuk pengambilan keputusan. Kepala dinas mempunyai kewenangan untuk
mengatur prioritas program di kabupaten seperti penempatan SDM,
pendanaan, regulasi, kebijakan, hubungan lintas sektoral yang berkaitan
dengan program gizi dan sebagainya. Sedangkan kepala puskesmas
mempunyai kewenangan untuk mengatur prioritas program ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas, seperti penunjukan tenaga pelaksana program,
pembagian dana operasional, pengambilan keputusan, kebijakan program ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas. Pendanaan dan kebutuhan sarana di
Puskesmas bergantung pada dinas kesehatan. Desentralisasi berkaitan dengan
upaya mengurangi kemungkinan terjadinya beban informasi yang berlebihan,
memberi tanggapan yang cepat terhadap informasi yang baru, memberi
masukan dan mendorong terjadinya motivasi. Seksi gizi di dinas kesehatan
kabupaten mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi kegiatannya dan
membuat perencanaan yang diusulkan kepada kepala bidang yankes,
selanjutnya ditentukan sebagai prioritas program bidang yankes, yang
diusulkan kepada kepala dinas. Seksi gizi juga mempunyai tugas untuk
membina tenaga pelaksana gizi termasuk ASI eksklusif untuk menyelesaikan
kasus-kasus yang dihadapi di Puskesmas. Sedangkan tenaga pelaksana ASI
eksklusif juga mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi dan menyusun
perencanaan program ASI eksklusif di Puskesmas serta diusulkannya kepada
kepala Puskesmas dan seksi gizi. Tenaga pelaksana ASI eksklusif juga
mempunyai tugas untuk membina bidan desa dan kader posyandu agar target
kerja program ASI eksklusif tercapai.

38
Di Puskesmas Tegallalang I kegiatan konseling ASI eksklusif berada di bawah
program gizi dan merupakan salah satu pengembangan program gizi. Namun
tidak ada struktur organisasi khusus program pemantauan ASI eksklusif.
Pengorganisasian ini belum sesuai standar, karena dalam SOP terdapat
penanggung jawab pelaksanaan program pemantauan ASI eksklusif yang
seharusnya penanggung jawab tersebut terdapat pada setiap jenjang
administrasi kesehatan. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu
wadah bina tunggal yang berfungsi dalam pembinaan, perencanaan,
pengorganisasian/koordinasi, pergerakan, pengawasan, dan pengendalian dan
diharapkan wadah ini terdapat pada setiap tingkatan administrasi kesehatan
baik di tingkat pusat, tingkat kabupaten/kota serta puskesmas.

Untuk dapat melakukan pekerjaan pengorganisasian dengan baik perlu pula


dipahami prinsip pokok yang terdapat dalam organisasi antara lain:
mempunyai pendukung, tujuan, kegiatan, pembagian tugas, perangkat
organisasi, pembagian dan pendelegasian wewenang serta kesinambungan
kegiatan dan kesatuan perintah dan arah (Azwar, 1996).

6.3. Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif

Fungsi dari pelaksanaan ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja
sama di antara staf pelaksana program, sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Kierja program
pemantauan ASI eksklusif ditentukan oleh indikator yaitu cakupan pemberian
ASI eksklusif setiap tahun, yang menggunakan format pemantauan yang
diseragamkan oleh Dinas Kesehatan.

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas


Puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (1997), kegiatan
penyuluhan termasuk dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang terdiri
dari: 1) penyuluhan massal menggunakan media tradisional, media cetak,
maupun media elektronika; 2) penyuluhan keluarga yang mencakup semua
anggota keluarga yang berpengaruh terhadap ibu seperti ayah, ibu, anak,
anggota keluarga lainnya (pengasuh anak, kakek, nenek, mertua); 3)
penyuluhan kelompok yang dilakukan pada lembaga swadaya masyarakat
(LSM), PKK, Organisasi wanita (dharma pertiwi, dharma wanita), dan

39
kelompok khusus seperti arisan dan pengajian; 4) dan penyuluhan perorangan
kepada ibu, tokoh-tokoh agama dan masyarakat, pamong, petugas, swasta dan
pengusaha. Sekain itu hal lain yang dapat dilakukan selama pemberian
penyuluhan pada ibu hamil dan menyusui adalah pemeriksaan terhadap
kelainan payudara misalnya puting datar dan puting tenggelam. Pemantauan
pemberian ASI eksklusif memiliki indicator dengan penggunaan kode
pemantauan khusus, dengan sasaran pemantauan adalah ibu-ibu yang
melahirkan bayi pada periode Januari-Desember setiap tahun (kohort tahunan)
yang dilaksanakan oleh petugas/puskesmas setiap bulan sesuai kegiatan
posyandu, untuk kemudian dilakukan rekapitulasi data dan disajikan dalam
bentuk diagram maupun peta pemberian ASI eksklusif di wilayah tertentu
dalam jangka waktu tertentu.

Kegiatan konseling ASI eksklusif di Puskesmas Tegallalang I sudah sesuai


dengan standar, dimana seluruh kegiatan yang termasuk konseling ASI
eksklusif telah dilaksanakan yakni penyuluhan dan konseling individu yang
dilaksanakan sesering mungkin dan bekerja sama dengan lintas program, serta
pemantauan berkala pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas
Tegallalang I yaitu setiap bulan dengan menggunakan format pelaporan dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar yang berisi pengamatan sejak bayi baru
lahir sampai bulan pertama pemberian ASI ekslusif (AE0) sampai dengan usia
bayi lima bulan atau bulan ke lima pemberian ASI eksklusif (AE5).

6.4. Pengawasan Terhadap Kegiatan Konseling ASI Eksklusif

Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf dan
hasilnya mudah diukur. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Tanpa pengawasan, atau
pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang akan mudah
terjadi. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf. Alat untuk
dapat membantu pimpinan melakukan pengawasan dengan baik adalah
rencana kerja operasional. Rencana kerja operasional telah disusun sebelum
kegiatan dimulai. Untuk itu, pengawasan kepada staf puskesmas dilakukan
dengan menggunakan jadwal kegiatan operasional hariannya. Kinerja staf
akan terus dinilai oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan untuk

40
memberikan reward kepada mereka yang dianggap mampu bekerja. Jika hal
tersebut dapat dilaksanakan, staf akan lebih meningkatkan rasa tanggung
jawab dan komitmennya terhadap kegiatan program sehingga pengawasan
akan dapat dilakukan dengan lebih objektif (Muninjaya, 2004).

Melalui fungsi pengawasan dan pengendalan, standar keberhasilan program


yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus
selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu
dikerjakan oleh staf. Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar
penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk
mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2002).

Pada pelaksanaan konseling ASI eksklusif harus dilakukan monitoring dan


evaluasi, sehingga prestasi semua tenaga pengelola atau tenaga pelaksana
dalam upaya meningkatkan pelayanan dapat dipantau. Pengawasan
pelaksanaan konseling ini dilakukan dalam beberapa tingkat yakni
pengawasan pada tingkat puskesmas, tingkat kabupaten/kota, dan pengawasan
tingkat pusat. Pengawasan dari tingkat kecamatan/puskesmas ke
desa/kelurahan dilakukan tiap bulan.

Menurut rancangan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pemberian ASI


Eksklusif, pada pasal 41 disebutkan bahwa: (1) Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing, (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan sumber daya manusia, pendanaan, peran serta
msayarakat, dan penegakan hokum, (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui a) advokasi, sosialisasi, dan kampanye
peningkatan pemberian ASI, b) pelatihan dan peningkatan kapasitas petugas,
dan c) monitoring dan evaluasi.

Pengawasan kegiatan konseling ASI eksklusif yang dilakukan di Puskesmas


Tegallalang I belum sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP),
dimana menurut SOP, pemantauan dilakukan pada tingkat puskesmas, tingkat
kabupaten/kota, dan tingkat propinsi sedangkan di Puskesmas Tegallalang I
pengawasan hanya dilakukan oleh puskesmas ke puskesmas pembantu dan

41
poskesdes yang berada di wilayahnya. Pengawasan dari kabupaten/kota ke
kecamatan/puskesmas dan dari propinsi ke kabupaten/kota dilakukan hanya
melalui laporan yang diserahkan oleh pemegang program pemantauan ASI
eksklusif Puskesmas Tegallalang I dan tidak dilakukan pengawasan langsung.

6.5. Hambatan Proses Pelaksanaan Konseling ASI Eksklusif Puskesmas


Tegallalang I

Hambatan dalam pelaksanaan konseling ASI eksklusif di puskesmas


tegallalang I meliputi hambatan SDM, peralatan, sasaran, kurangnya
pengetahuan sasaran, dan gencarnya promosi susu formula saat ini.

Mengkaji hambatan dan kelemahan program bertujuan untuk mencegah atau


mewaspadai timbulnya hambatan. Selain mengkaji hambatan yang pernah
dialami, juga dibahas prediksi kendala dan hambatan yang mungkin terjadi di
lapangan pada saat program dilaksanakan (Muninjaya, 2004)

Faktor-faktor yang juga menjadi hambatan bagi program ASI eksklusif di


Puskesmas Tegallalang I adalah kurangnya pengetahuan responden tentang
ASI eksklusif. Dalam penelitian yang dilakukan Diana Nur Afifah (2007),
didapatkan bahwa sebagian (50%) subjek penelitian tersebut tidak mengetahui
ASI eksklusif. Mereka umumnya pernah mendengar tapi tidak mengerti
maksudnya. Pengetahuan ibu yang kurang tentang ASI eksklusif ini yang
terutama menyebabkan gagalnya pemberian ASI eksklusif.

Kebanyakan ibu yang mulai memberikan makanan kepada bayinya mengalami


sindrom ASI kurang. Dijelaskan bahwa sindrom ASI kurang adalah keadaan
dimana ibu merasa bahwa ASI-nya kurang, dengan berbagai alasan yang
menurut ibu merupakan tanda tersebut, misalnya payudara kecil, ASI berubah
kekentalannya, bayi lebih sering minta disusui, bayi minta disusui pada malam
hari, dan bayi lebih cepat selesai menyusu disbanding sebelumnya. Ukuran
payudara tidak menggambarkan kemampuan ibu untuk memproduksi ASI
(Wisnuwardhani, 2006)

42
Dari segi pelaksanaan, pelaksana program menyadari adanya hambatan untuk
memberikan konseling mengenai ASI eksklusif, yang bisa disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama adalah faktor kesibukan masing-masing sasaran yang
berbeda-beda. Di samping itu, anggapan sasaran mengenai pentingnya materi
yang akan disampaikan dalam penyuluhan maupun konseling serta
pengetahuan sasaran mengenai hal tersebut juga dapat menjadi hambatan
untuk pelaksanaan program ini.

Pemberian susu formula sebagai prelaktal sering dilakukan di BPS, RB,


maupun RS dengan alasan utama karena ASI belum keluar dan bayi masih
kesulitan menyusu sehingga bayi akan menangis bila dibiarkan saja. Biasanya
bidan akan langsung memberikan nasehat untuk memberikan susu formula
terlebih dahulu. Bahkan pembuatan susu formula dilakukan sendiri oleh bidan
atau perawat, dan mereka menyediakan jasa sterilisasi botol. Hal ini akan
memberi pengaruh negative terhadap keyakinan ibu bahwa pemberian susu
formula adalah obat yang paling ampuh untuk menghentikan tangis bayi.
Kurangnya keyakinan terhadap kemampuan memproduksi ASI untuk
memuaskan bayinya mendorong ibu untuk memberikan susu tambahan
melalui botol (Diana Nur Afifah, 2007)

Meskipun ada kode etik internasional tentang pengganti ASI, pemasaran susu
formula saat ini ke BPS makin gencar dan sangat mengganggu keberhasilan
program ASI eksklusif. Bahkan para produsen susu berlomba-lomba
mengadakan seminar dan mengundang para bidan ke hotel berbintang untuk
mendengarkan penjelasan tentang produk mereka. Pelaku pelanggaran kode
etik ini bergeser dari perusahaan makanan bayi kepada petugas kesehatan atau
sarana pelayanan kesehatan. Kini rumah sakit atau rumah bersalin yang
membagi produk susu formula dalam bingkisan untuk ibu sehabis bersalin.
Selain itu diketahui pula ada sebagian petugas kesehatan yang secara halus
mendorong ibu untuk tidak memberikan ASI melainkan susu formula kepada
bayinya (Siswono, 2001)

Pemerintah sebenarnya sangat gencar mempromosikan ASI eksklusif. Hal ini


bisa dilihat dengan adanya iklan-iklan di media cetak maupun elektronik.
Namun kurangnya penyuluhan di puskesmas dan posyandu menyebabkan

43
promosi tentang ASI eksklusif kurang optimal. Selain program ASI eksklusif
bukan merupakan prioritas program puskesmas, yang menjadi perhatian utama
adalah penanggulangan gizi buruk (Diana Nur Afifah, 2007)

6.6. Kelemahan Penelitian

Kelemahan dalam penelitian ini antara lain adanya kesulitan dalam hal waktu
untuk bertemu dengan salah satu responden yakni ibu menyusui karena
terbentur dengan aktivitas ibu sehari-hari. Kelemahan penelitian yang lainnya
adalah karena masih kurangnya pelatihan wawancara serta masih minimnya
pengalaman peneliti untuk melakukan wawancara mendalam, sehingga untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan dibutuhkan waktu yang lebih lama
dan menyebabkan pengerjaan penelitian menjadi lebih lama.

44
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Adapun simpulan dari penelitian ini yakni:

1. Dalam proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif, terdapat empat hal


yang penting diantaranya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan.
2. Pada perencanaan dan pelaksanaan, terdapat enam aspek yang
diperhatikan, diantaranya Sumber Daya Manusia (SDM), metode,
pembiayaan, peralatan, waktu, dan sasaran pelaksanaan konseling ASI
eksklusif.
3. Pada pengorganisasian, tidak terdapat struktur organisasi yang tetap,
namun terdapat alur koordinasi yang baik dalam lintas program dan lintas
sektoral.
4. Pada pengawasan, terdapat alur pengawasan dari pelaksana kegiatan,
pemegang program, pimpinan puskesmas, hingga supervisi dinas
kesehatan. Pengawasan dilakukan sepanjang tahun setiap bulannya
melalui laporan akhir bulan yang dilakukan oleh pimpinan Puskesmas dan
supervise dinas kesehatan.
5. Hambatan dalam proses pelaksanaan konseling ASI eksklusif ini meliputi
hambatan SDM, material, pelaporan, pencapaian sasaran, adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, dan gencarnya
promosi susu formula.

6.2. Saran

45
Adapun saran yang dapat kami berikan sehubungan dengan pelaksanaan
konseling ASI eksklusif diantaranya:

1. Untuk meningkatkan kualitas SDM, diharapkan agar Dinas Kesehatan


Kabupaten Gianyar bekerja sama dengan petugas di Puskeskes
Tegallalang I menyelenggarakan pelatihan ASI eksklusif bagi seluruh
tenaga pemegang maupun pelaksana program ASI eksklusif puskesmas.
2. Belum tersedianya alat peraga di pustu dan poskesdes juga menjadi
hambatan dalam pelaksanaan pemantauan ASI eklusif. Penting kiranya
bagi pihak pelaksana, pemegang, dan penanggung jawab program untuk
mengajukan permintaan inventaris secara khusus untuk program
pemantauan ASI eksklusif ini.
3. Adanya masalah faktor-faktor lain di luar kesehatan seperti aktivitas
sasaran/ibu, dan tingkat pengetahuan sasaran yang rendah. Ibu hendaknya
memilih aktivitas yang tetap memungkinkan pemberian ASI eksklusif. Ibu
juga diharapkan meningkatkan pengetahuannya mengenai ASI eksklusif
melalui berbagai cara seperti: mengikuti penyuluhan, melihat di media
mengenai pentingnya ASI eksklusif, serta aktif bertanya kepada petugas
pelaksana program (bidan) akan ketidaktahuannya. Gencarnya promosi
mengenai susu formula dapat diatasi dengan kebijakan pemerintah dalam
hal ini Dinas Kesehatan terkait untuk mengeluarkan kebijakan pembatasan
promosi susu formula pada bayi usia di bawah 6 bulan.

46
DAFTAR PUSTAKA

A Nurhaeni. Panduan Ibu Cerdas - ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Yogyakarta.
2009.

Afifah,NA. 2007. Factor yang Berperan Dalam kegagalan Praktik Pemberian ASI
Eksklusif. Perinasia, 1994, melindungi, meningkatkan, dan Mendukung
Menyusui: Peran Khusus pada pelayanan kesehatan Ibu hamil dan Menyusui,
Pernyataan bersama WHO/UNICEF, terdapat di
http://nurafifah.wordpress.com (Akses: 2014, Agustus 20)

Aritonang, Citra Br, 2011. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
keluarga dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Bandar
Haluan kabupaten Simalungan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2011. Skripsi
FKM UI

B Dodik. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran Penggunaan Air


Susu Ibu (ASI). IPB. 2008.

Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Binkesmas, Direktorat Bina Gizi


Masyarakat. Petunjuk Pelaksanaan ASI Eksklusif bagi Petugas Puskesmas.
Jakarta. 1997.

Departemen Kesehatan. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat


Gizi Masyarakat. Jakarta. 2005.

Departemen Kesehatan. Kebijakan Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif untuk


Pekerja Wanita. 2004.

Departemen Kesehatan. Kepmenkes RI 450/Menkes/SK/IV. Tentang Pemberian ASI

47
Secara Eksklusif. Jakarta. 2004.

Departemen Kesehatan. Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu. 2007.

Departemen Kesehatan RI. Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan.


2009.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Kebijakan ASI Eksklusif. Disajikan pada
Semi Loka Peningkatan Cakupan ASI Eksklusif. 2008.

KNPP RI, 2008. Pemberdayaan Perempuan dalam peningkatan Pemberian ASI.


KementrianKesehatanRI,2010.

Krammer,MichaelSetal.(2008).BreastFeedingandChildCognitiveDevelopment.
ArchGenPsychiatry.2008;65(5):5785584.
(2003)InfantGrowthAndHealthOutcomesAssosiatedWith3Comparedwith6Mo
ofExclusifBreastfeeding,AmericanJournalofCliniccalNutrition.2003;78:
291.

Muninjaya AAG. Manajemen Kesehatan, ed 2. EGC. 2004.

Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan kesehatan dan Ilmu perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta.
2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
2007. Promosi kesehatan dan Ilmu perilaku. Jakarta: PS. Rineka Cipta
2010. ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nuryanto. 2002. Hubungan factor ibu, factor pelayanan kesehatan dan pemberian
ASI Saja pada Anak Usia 0-11 bulan. Tesis FKM UI

Partiwi, A.N, &Purnawati, J. 2008. Kendala Pemberian ASI Eksklusif, Bedah ASI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

PN Eveline, D Nanang. Panduan Pintar Merawat Bayi. Jakarta. 2010.

Roesli, Utami. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tribus Agriwidya, Anggota
IKAPI

Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta:

48
penerbit buku kedokteran EGC

Suraatmaja, Sudaryat. 1989. Aspek Gizi Air Susu Ibu dalam ASI Petunjuk Untuk
Tenaga kesehatan, Jakarta.

Whorthington Roberts, B.S., 1993. Nutrition in Pregnancy and Lactation. Fifth


edition, Mosby-inc, USA, 5537 hlm.

49

Anda mungkin juga menyukai