Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,

penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian

(mineral, batubara, panas bumi, migas). Seperti Sektor pertambangan, terutama

pertambangan umum,yang menjadi isu yang menarik. Akan tetapi dalam melakukan

penambangan pemerintah harus mempunyai anggaran dana yang lebih besar hal itu

yang membuat pemerintah mendatangkan investor-investor dari luar.


Dengan adanya kegiatan pertambangan di Indonesia maka pemerintah

mengeluarkan undang-undang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan yaitu

UU No. 11/1967 tentang Pokok-pokok Pengusahaan Pertambangan.


Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat

dikenal di kalangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk

penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana, yang

biasanya bermodalkan antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk skala

penambangan yang lebih kecil lagi, biasanya disebut Tambang Rakyat (TR). TI

sebenarnya dimodali oleh rakyat dan dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal

TI sebenarnya adalah kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena memang

umumnya tidak memiliki izin penambangan.


Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa

penambangan (KP) PT. Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke

tempat lain yang ditentukan oleh PT. Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di

era reformasi, dari tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar

KP PT. Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan.


Mereka kini di luar kontrol karena menambang kebanyakan di luar KP PT. Tambang

Timah.
Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam setahun

terakhir makin memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik

pengolahan menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat tajam.

Banyaknya pembangunan smelter menjadi ancaman besar terjadinya pencemaran

lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut kurang

mempertimbangkan sisi lingkungan.


Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin

penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan

kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah

pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri

kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Permasalahan pencemaran

lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air tanah

dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan

asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan

sebagainya. Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita

harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan

bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri.


B. Permasalahan
Adapun rumusan masalah yang akan saya bahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian dan Macam-macam Pencemaran Lingkungan?
2. Apa yang penyebab terjadinya pencemaran lingkungan di Bangka belitung?
3. Apa Dampak pencemaran Lingkungan di Bangka beitung?
4. Bagaimana cara menangani Pencemaran Lingkungan?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui Pengertian dan Macam-macam Pencemaran Lingkungan.
2. Mengetahui dan memahami penyebab terjadinya pencemaran lingkungan di

Bangka Belitung.
3. Dapat menjelaskan Dampak pencemaran Lingkungan yang ada di dareeah

Bangka Belitung.
4. Dapat menjelaskan cara penanganan Pencemaran Lingkungan yang terjadi.
D. Manfaat

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.2. PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM PENCEMARAN LINGKUNGAN

Pengertian Pencemaran Lingkungan Pencemaran, menurut SK Menteri

Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau

dimasukkannya mahluk hidup, zat,energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara,

dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam,

sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukkannya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai

aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran

lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas

kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak

menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya. Pada saat

ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat

cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat.
Pencemaran lingkungan yang terajdi di Bangaka belitung dapat dikategorikan menjadi:

Pencemaran Air. Pencemaran Tanah.

2.2.1. Macam-macam Pencemaran Lingkungan yang terjadi di Bangka Belitung terbagi

menjadi:

2.2.1.1. Pencemaran Air

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti

danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Pencemaran ini terajdi karena

aktivitas masyarakat yang sebagian besar bekraja TI. sehingga terajdilah penggalian tanah

dalam mencari biji timah. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa

bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak

dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan

memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Air asam tambang mengandung logam-logam

berat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam

tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah

dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan

Romawi masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang

baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak

melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak

menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan

air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.

2.2.1.2 Pencemaran Tanah

Pencemaran ini biasanya terjadi karena: bekas galian tambang yang digali tidak tertutup.

akiabat dari penggalian untuk lahan pertambangan akan merusak hutan sehinga kehidupan

ekosisitem akan terancam punah. Limbah dari pertambangan akan menghasilkan yang
dinamakan tailing . Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup

mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen.

Dengan adanya tailing maka unsur tanah akan terganggu. Ketika suatu zat berbahaya/beracun

telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk

ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat

kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada

manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan air permukaan

2.3. PENYEBAB TERJADINYA PENCEMARAN LINGKUNGAN DI BANGKA

BELITUNG

Penyebab terjadinya pencemaran lingkungan sebagian besar disebabkan oleh tangan

manusia. Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan pengeksploitasian

sumber daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan

salah satu pemicu kerusakan lingkungan di Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas

dari krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan

otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak

berkelanjutan. Pada akhirnya, aktifitas yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun

membuat imbas berupa kerusakan lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya

daerah yang mengalami degradasi kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke

beberapa aspek ekosistem Bangka pada umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi

Bangka belitung ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah

memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi

yang dihasilkan TI. Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis dan massal itu

juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang

menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah.

Sisa pembuangan tanah dari TI menyebabkan pendangkalan sungai.


2.4. DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN

Dampak kerusakan ekosistem akibat pertambangan timah Bangka Belitung

merupakan dampak lingkungan jangka panjang, berupa kolam-kolam bekas tambang,

hilangnya keanekaragaman hayati, dan berkurangnya vegetasi. penambang inkonvensional

hanya mengambil manfaat ekonomi dari sumberdaya timah. Perlahan kondisi lingkungan

provinsi pemasok 40 persen timah dunia ini mengalami kehancuran. Tambang timah ilegal

pun telah membuat bumi Bangka Belitung tercabik-cabik. Setidaknya 15 sungai besar di

wilayah ini telah rusak yang menyebabkan flora dan fauna berada di ambang kepunahan.

hutan kehilangan fungsi ekologinya sebagai pengatur/ ecological regulatory (siklus

hidrologi, siklus nutrien, rantai makanan); fungsi pemelihara/ ecological maintaning

(mencegah erosi, abrasi) dan fungsi pemulihan/ecological recovery (menyerap emisi karbon).

Ketika hutan dieksploitasi hingga habis maka seketika hutan tidak memilliki fungsi ekologi

dan akan mengakibatkan ketidak seimbangan dalam sistem alam dan berpotensi

menimbulkan bencana alam.

Aktivitas tambang inkonvensional di Bangka Belitung semakin marak berdampak

pada kerusakan ekosistem. Sebab, obyek penambangan hampir mencakup ke segala aspek

ekosistem alam, yaitu wilayah darat dan laut Bangka. Objek penambangan terutama di dalam

ruang lingkup kerja wilayah hutan konservasi yang menjadi sasaran pertambangan warga

Bangka, membuat area hutan di pulau Bangka semakin terancam keberadaannya. Hilangnya

ekosistem hutan yang berganti menjadi area pertambangan telah menghilangkan fungsi

ekosistem hutan sebagai pertukaran energi (energy circuits), siklus hidrologi, rantai makanan

mahkluk hidup (food chains), mempertahankan keanekaragaman hayati (diversity patterns),

daur nutrien (nutrien cycles) dan pengendali ketika terjadi pencemaran (control/ cybernetics).

Kerusakan ekosistem hutan telah berdampak pada ketidakseimbangan sistem alam.

Akibatnya, Bangka Belitung mengalami kekeringan ketika musim kemarau, hasil pertanian
mereka pun menurun. Apalagi banyak petani yang beralih profesi menjadi penambang

sehingga lahan pertanian pun terbengkalai. Hilangnya ekosistem hutan mengakibatkan

beberapa kawasan tererosi dan sungai-sungai pun mengalami abrasi. Karena terjadi

sedimentasi yang tinggi, terkadang sungai meluap ketika musim hujan. Terlebih lagi, tailing

yang dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem sungai dan kematian beberapa

biota perairan.

Hilangnya ekosistem hutan juga membawa dampak pada degradasi lahan, termasuk lahan

pertanian.Dampaknya, hasil pertanian, hasil kebun petani pun menurun. Jika hasil pertanian

yang dihasilkan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Bangka Belitung, mereka

terpaksa harus membelinya di luar. Lahan pertanian dan tanah-tanah lapang di Bangka

Belitung saat ini juga menjadi sangat tandus dan gersang. Membutuhkan biaya besar untuk

mereklamasi atau pun merevegetasi untuk menjadikan lahan tersebut kembali berproduksi.

Kekeringan, banjir, serta penurunan hasil pertanian adalah bagian dari dampak karena

penambang tidak melestarikan fungsi hutan lindung.

2.5. PENANGANAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI BANGkLA BELITUNG

Reboisasi ataupun penghijauan, dengan menutup kembali bekas galian dari

pertamabangan akan mengurangi damapak dari pencemaran dan juga dengan melakukan

penanaman pohon akan memebantu untuk memperbaiki ekosistem. Memberikan sanksi yang

sesuai bagi pekerja pelaku penambangan liar, yang membuka lahan di kawasan hutan lindung

atau selain dari kawasan KP ( kawasan pertambangan ).memanfaatkan lokasi pertmbangan

secukupnya.

1. Lubang Tambang (ni materi yang lain ti, sape tau di perlukan, masukin bae)
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka.
Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal
pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka
panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang
mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat
mencemari air tanah sekitar.

Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak terpantau akibat
lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. Di pulau
Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong)
yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.

2. Air Asam Tambang

Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak


lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan
sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan.
Sebagai contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air
asam tambang 2000 tahun setelahnya.

Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan


pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap
bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi
mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit
melakukan tindakan penanganannya.

3. Tailing

Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar
97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing.
Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti
tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh
makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan
dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan,
karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI juga mengakibatkan
pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong
(lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan
eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya
perlu waktu setidaknya 150 tahun secara suksesi alami.

4. Hutan menjadi korban, alam pun mengamuk!

Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan pengeksploitasian sumber


daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan salah
satu pemicu kerusakan lingkungan di Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas dari
krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan
otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak
berkelanjutan.

Pada akhirnya, aktifitas yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun membuat
imbas berupa kerusakan lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya daerah yang
mengalami degradasi kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke beberapa
aspek ekosistem Bangka pada umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi Serumpun
Sebalai ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah memacu
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang
dihasilkan TI.

Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis dan massal itu juga
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang
menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah.
Sisa pembuangan tanah dari TI menyebabkan pendangkalan sungai.
Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan wilayah daratan.
Seperti yang diinformasikan sebelumnya, bahwasanya kerusakan alam bahkan terjadi hingga
ke pantai (masyarakat Bangka menyebutnya TI Apung), tempat bermuara sungai-sungai yang
membawa air dan lumpur dari lokasi TI.

Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi rusak akibat limbah penambangan
TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi juga tambang rakyat menggunakan rakit,
drum-drum bekas, mesin dongfeng dan pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam
ke dasar laut, mengumpulkan sedikit demi sedikit timah. Bekas-bekas penambangan TI
umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan
luasan wilayah penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan
tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan.

(Ni juga siapa tau penting)

2 Menjamurnya Penambangan di Bangka Belitung


Pengelolaan timah di Bangka Belitung yang selama ini dilakukan PT Timah dan PT
Kobatin, tidak hanya mengalami masa jaya akan tetapi mereka juga pernah dihadapkan
dengan masalah-masalah dalam penambangan timah. Yaitu seperti mengalami kemunduran
perusahaan yang disebabkan oleh menurunnya harga timah dipulau bangka Belitung. Dan
mereka harus mengeluarkan suatu kebijakan untuk menyelamatkan perusahaan mereka itu
sendiri diantaranya dengan mengurangi karyawan sebanyak 17.000 orang. Kebijakan
perusahaan tersebut memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat setempat.
Terkadang PT Timah tidak lagi dapat memenuhi target produksi yang telah ditentukan. Yang
menyebabkan PT Timah terancam tidak dapat memenuhi kontrak penjualan karena kuota
produksinya tidak terpenuhi.
Untuk mengatasi hal tersebut PT Timah mengeluarkan beberapa kebijakan:
1. PT Timah mengeluarkan lagi Surat Ijin mengumpulkan pembeli kepada beberapa sub
mitra kerjanya untuk bertindak sebagai koordinator pengumpul/pembeli bijih timah hasil
pendulangan masyarakat.
2. Setiap mitra kerja PT Tambang Timah diberikan terget minimal bijih timah yang harus
dipasok ke PT Tambang Timah per bulan.
3. Mengeluarkan Surat Ijin Produksi (SIP) kepada mitra kerjanya untuk menerima bijih
timah serta mengkoordinir kegiatan pendulangan oleh masyarakat.
Kebijakan ini mengakibatkan semakin banyaknya Tambang Inkonvensional (TI) yang
muncul.karena banyak perusahaan yang membayar lebih tinggi kepada penambang
inkonvensional dibandingkan dengan melakukannya sendiri,
Pemerintah Daerah Bangka Belitung, dengan kewenangan otonomi yang dimiliki
mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2001 tentang pertambangan umum,yaitu membuka
kesempatan bagi masyarakat Bangka mengeksploitasi timah secara bebas. Dampak kebijakan
tersebut menyebabkan tambang inkonvensional semakin marak kemudian memicu
penyelundupan. Selain itu, hasil tambang inkonvensional milik rakyat dibeli dengan harga
lebih murah sehingga rakyat tetap berada dalam kemiskinan.

2.3 Dampak yang di Timbulkan Pacsa Penambangan


Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam setahun
terakhir makin memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik pengolahan
menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat tajam. Meruyaknya smelter
menjadi ancaman besar terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-
smelter baru tersebut kurang mempertimbangkan sisi lingkungan. Kerusakan akibat kegiatan
penambangan ilegal dengan mudah ditemukan, seperti di kawasan Kecamatan Belinyu.
Industri pertambangan pada pasca operasi akan meninggalkan banyak warisan yang
memiliki potensi bahaya dalam jangka panjang, antara lain; Lubang tambang (Pit), Air asam
tambang, dan Tailing.
1. Lubang Tambang
Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka. Ketika
selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal
pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka
panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang
mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat
mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali
tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan pertambangan
tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian
tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.
2. Air Asam Tambang
Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan
sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan.
Sebagai contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air
asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun
kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka
panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam
tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali
terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.
3. Tailing
Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar 97
persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing.
Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti
tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh
makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan
dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan, karena tidak
jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air
permukaan dan perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang)
tidak terawat, tidak adanya upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi
abrasi pantai dan kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya
150 tahun secara suksesi alami.

2.4 Rusaknya Ekosistem Hutan


Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan pengeksploitasian sumber
daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan salah
satu pemicu kerusakan lingkungan di Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas dari
krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan
otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak
berkelanjutan. Pada akhirnya, aktifitas yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun
membuat imbas berupa kerusakan lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya
daerah yang mengalami degradasi kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke
beberapa aspek ekosistem Bangka pada umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi
Serumpun Sebalai ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah
memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi
yang dihasilkan TI. Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis dan massal itu
juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang
menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah.
Sisa pembuangan tanah dari TI menyebabkan pendangkalan sungai.
Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan wilayah
daratan. Seperti yang diinformasikan sebelumnya, bahwasanya kerusakan alam bahkan
terjadi hingga ke pantai (masyarakat Bangka menyebutnya TI Apung), tempat bermuara
sungai-sungai yang membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Di kawasan pantai, hutan bakau
di sejumlah lokasi rusak akibat limbah penambangan TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai,
beroperasi juga tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng dan
pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut, mengumpulkan sedikit
demi sedikit timah.

Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa


adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah penambangan antara dua sampai lima
hektar, bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan
yang tampak mengenaskan. Penambangan timah inkonvensional kini masih terus
berlangsung, termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan
lindung Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap menambang timah di
kawasan terlarang tersebut. TI juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai,
hutan lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak
direklamasi.
Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah kekeringan hebat pada
musim kemarau. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah
bumi Bangka Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air
hujan dan menjadi tempat subur perkembangan nyamuk anofeles. Akibatnya, penularan
penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.

2.5 Solusi Dampak yang Ditimbulkan Penambangan Timah

1. Mengeluarkan kebijakan sebagai pedoman jangka panjang pengelolaan industri timah


nasional, yang disusun atas dasar prinsip-pripsip keseimbangan aspek-aspek ekonomi,
ekologi, sosial, politik, lingkungan, dan kesinambungan pasokan.
2. Pemanfaatan lahan pasca tambang sebagai upaya yang telah dilakukan untuk
memanfaatkan tailing timah. Seperti dengan melakukan Penanaman dengan tanaman
pangan telah berhasil. Sebagian area digunakan mereka untuk pemukiman, sementara
area lain dijadikan taman rekreasi. Dan sebagian kecil lahan yang tidak subur itu
dimanfaatkan untuk peternakan, penanaman sayuran, dan buah. Jenis-jenis tanaman
yang sudah pernah di coba dikepulauan Bangka Belitung yaitu seperti kelapa, jambu
monyet, pisang, ubi, pepaya, kacang tanah, dan sayuran. Sedangkan peternakannya
yaitu pembudidayaan ayam yang dapat menjadi sumber bahan organic untuk lahan
tersebut.
3. Reklamasi dan Revegetasi. Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaiki lahan pasca penambangan, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan
biologis tanah tersebut. Minimal usaha dalam pemperbaiki lahan pasca penambangan
adalah menutup lubang kembali atau mengembalikan lahan seperti semula
4. Memberikan sanksi yang tegas terhadap penambang illegal yang tidak memiliki izin
5. Membuka lahan pekerjaan yang baru sehingga masyarakat tidak hanya bertumpu pada
sector pertambangan, sehingga apabila aktivitas pertambangan mengalami
kemerosotan, ekonomi di Bangka Belitung tidak ikut merosot.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seluruh kegiatan pertambangan tidak ada yang berdampak positif terhadap

lingkungan bahkan dapat dikatakan sangat merusak lingkungan alam. Begitu juga

yang terjadi di Kepulauan Bangka Belitung. Penambangan timah yang dilakukan

secara terus menerus yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan sudah sangat

parah. Kerusakan itu juga sudah terlihat bahkan dirasakan oleh masyarakat

setempat.Masalah yang muncul menjadi cerminan bahwa lemahnya sistim Pemerintah

dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat di daerah Bangka Belitung. Pengawasan

dan rehabilitasi lingkungan harus dioptimalkan. Langkah ini harus mendapatkan

dukungan dari berbagai pihak yang terkait dan yang memiliki keinginan untuk

menuju keadaan yang lebih baik. Semua butuh kerjasama antar masyarakat dan

pemerintah untuk menanggulangi hal tersebut. selama ini yang menjadi masalah

utama dalam setiap kerusakan adalah kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan.

Untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan

tidaklah mudah.
B. Saran
Seharusnya Pemerintah menegakkan hukum dengan adil dan tegas, melakukan
razia bahkan pendataan kepada para penambang timah dan tidak membiarkan mereka
secara bebas untuk mengeksploitasikan timah. Membiarkan PT Timah menjadi satu-
satunya perusahaan dengan wewenang yang resmi untuk melakukan kegiatan
penambangan agar tidak semakin maraknya kegiatan penambangan timah secara
illegal. Pengawasan dan rehabilitasi lingkungan harus dioptimalkan. Jika tidak ada
ketegasan dari Pemerintah,Kepulauan Bangka Belitung, hanya tinggal menunggu
detik-detik untuk menuju kehancuran ekosistem.

Anda mungkin juga menyukai