Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

Apendisitis

Disusun Oleh :

Muhammad Ibnu Hajar

Pembimbing :

dr. Arief Setiawan, SpB-KBD

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO

PERIODE 02 JANUARI 2017 11 MARET 2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus yang berjudul Apendisitis.
Meskipun banyak hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis
berhasil menyelesaikan presentasi kasus ini.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada pembimbing yang telah membantu
dan membimbing penulis dalam mengerjakan presentasi kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan presentasi kasus ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada masyarakat dari hasil
presentasi kasus ini. Karena itu penulis berharap semoga presentasi kasus ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun presentasi kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya presentasi kasus ini. Penulis berharap semoga presentasi
kasus ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, Januari 2017

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN PRESENTASI KASUS

JUDUL PRESENTASI KASUS

Apendisitis

Disusun Oleh

Nama : Muhammad Ibnu Hajar

FK : YARSI

NPM : 1102012176

Telah disetujui pada tanggal :

Dipresentasikan pada tanggal :

Pembimbing

dr. Arief Setiawan, SpB-KBD

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................ii

DAFTAR ISI ................................................................................................iii

DAFTAR TABEL..........................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................v

DAFTAR BAGAN.........................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................23

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sistem Skoring .............................................................................. 14

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Posisi apendiks ........................................................................... 9

Gambar 2. Gejala dan tanda apendisitis akut................................................15

Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada orang dewasa.............................16

Gambar 4. USG transabdominal pada apendisitis akut.................................17

6
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Apendisitis.......................................................................................12

Bagan 2. Pengelolaan penderita tersangka apendisitis akut...........................19

Bagan 3. Perjalanan alami apendisitis akut...................................................20

7
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada bagian dalam dari appendix
vermiformis yang menyebar ke bagian lain organ tersebut. Meskipun telah berkembangnya
diagnostik dan terapeutik dalam kedokteran, appendisitis merupakan keadaan emergensi dan
salah satu penyebab tersering dari nyeri akut abdomen.1

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-
hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Insiden tertinggi pada kelompok umur
20 - 30 tahun, dengan insidensi lebih tinggi pada lelaki lebih tinggi.2

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan satu-satunya pilihan
yang baik adalah apendektomi. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan
laparoskopi.2 Keterlambatan diagnosis dan terapi dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas pada penderita apendisitis.1

8
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E F Y
Usia : 55 Tahun
Alamat : Panca warga I RT 5/3 cipinang besar, Jatinegara
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status : Menikah

B. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis pada 16 Januari 2017

Keluhan utama
Nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang


1 hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah. 3 hari SMRS nyeri dirasakan
pada ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dirasa hilang timbul, nyeri
semakin memberat apabila pasien berjalan. Nyeri berkurang apabila pasien beristirahat
ataupun minum obat anti nyeri. Mual (+), Muntah (+), Lemas (+), Demam (+), BAB dan
BAK tidak ada keluhan.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat sakit dengan gejala yang sama (-), DM (-), HT (-), Alergi (Ibuprofen, Ranitidin,
Levofloxasin, Ciprofloxacin, Meloxicam), Riwayat operasi sebelumnya (-)

Riwayat penyakit keluarga


-

9
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Frekuensi Nadi : 77 x/menit
Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
Tekanan Darah : 122/69 mmHg
Suhu : 37,8 C
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Mulut : Mukosa lembab, tidak sianosis
THT : Normotia, sekret (-), deviasi septum nasi (-), faring tidak
hiperemis
Thoraks : Perkembangan dada simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop S3/S4 (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Cembung, supel, NT (+) kanan bawah, tidak teraba massa, BU (+) normal,
Defans muskular (-), Rovsing sign (-), Blumberg sign (-).
Ekstremitas : CRT < 2 detik, edema tungkai (-), akral hangat

Status lokalis - Abdomen

- Nyeri Tekan - Rovsing sign (-)


di titik
McBurney - Blumberg sign
(-)
- Defans
muskular (-)

10
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Klinik
Jenis Pemeriksaan 16/01/2017 Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13.6 13.0 - 18.0 g/dL
Hematokrit 42 40 - 52 %
Eritrosit 4.8 4.3 6.0 juta/L
Leukosit 17230 * 4,800 10,800 /L
Trombosit 153000 150,000 400,000 /L
MCV 88 80 96 fL
MCH 28 27 32 pg
MCHC 32 32 36 g/dL
FAAL HEMOSTASIS
KOAGULASI
WAKTU PROTROMBIN (PT)
Kontrol 11.6 Detik
Pasien 12.6 9.3 11.8 detik
APTT
Kontrol 34.4 Detik
Pasien
35.5 31 47 detik

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 17 < 35U/L
SGPT (ALT) 13 < 40 U/L
Ureum 21 20 50 mg/dL
Kreatinin 0.6 0.5 1.5 mg/dL
Glukosa Darah (Sewaktu) 133 < 140 mg/dL
Natrium (Na) 138 135 147 mmol/L
Kalium (K) 4.5 3.5 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 104 95 105 mmol/L

URINALISIS
Urin lengkap:
Warna Kuning Kuning

11
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1.025 1.000- 1.030
pH
7.5 5.0 - 8.0
Protein
Glukosa -/Negatif Negatif
Keton -/Negatif Negatif
Darah
++/Pos 2 * Negatif
Bilirubin
-/Negatif Negatif
Urobilinogen -/Negatif Negatif
Nitrit
Leukosit esterase
0.1 0.1 1.0 mg/dL
Sedimen Urin:
-/Negatif Negatif
Leukosit
Eritrosit -/Negatif Negatif
Silinder
Epitel
2-1-2 < 5/LPB
Kristal
Lain-lain 0-1-0 < 2/LPB
-/Negatif Negatif / LPK
+/Positif 1 Positif
-/Negatif Negatif
-/Negatif

2. Foto Toraks (tanggal 17/01/2017)


- Jantung kanan membesar.
- Aorta elongasi dan kalsifikasi. Mediastinum superior tidak melebar.
- Trakhea relatif ditengah. Kedua hilus tidak menebal.
- Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
- Tidak tampak infiltrat ataupun nodul
- Sinus kostofrenikus lancip dan diafragma licin.
- Tulang-tulang yang tervisualisasi kesan intak.
Kesan :
Kardiomegali dengan elongasio aorta.
Tidak tampak kelainan radiologis pada paru.
RESUME
Seorang wanita, 55 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. 3 hari
SMRS nyeri dirasakan pada ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dirasa

12
hilang timbul, nyeri semakin memberat apabila pasien berjalan. Nyeri berkurang apabila
pasien beristirahat ataupun minum obat anti nyeri. Mual (+), Muntah (+), Lemas (+), Demam
(+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, GCS E4 M6 V5, TD
122/69 mmHg, HR 77 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 37,8 C. Dari status lokalis regio
abdomen terdapat nyeri tekan pada titik McBurney.
Dari pemeriksaan penunjang ditemukan Hb 13,6 g/dL, Ht 42 %, Leukosit 17230 /L,
Urinalisis didapatkan Keton +2. Dari foto toraks tampak kardiomegali dan elongasio aorta.

DIAGNOSA KERJA
Apendisitis akut

PENATALAKSANAAN
- Pro Laparoscopy appendectomy
- Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
- Metronidazole 3 x 500 mg IV
- Ketorolac 3 x 30 mg IV
- Ranitidine 2 x 1 amp IV

LAPORAN PEMBEDAHAN (Tanggal 17/01/2017)


1. Pasien supine, dalam anastesi umum
2. Tindakan asepsis dan antisepsis lapangan operasi
3. Dibuat insisi kecil pada umbilikus, masukan trokar 11 mm melalui insisi tersebut
4. 2 trokar tambahan dimasukan melalui suprapubic dan titik McBurney
5. Identifikasi intraperitoneum :(1) Terlihat dilatasi pada usus halus. (2) Apendiks tampak
sangat edematosus dengan fibrin-fibrin dan pus disekelilingnya. (3) Tampak perforasi
pada pertengahan apendiks.
6. Dilakukan adhesiolisis menggunakan skalpel Harmonik
7. Mesoapendiks dipisahkan dengan menggunakan skalpel Harmonik
8. Secara laparoskopik dilakukan penjepitan dan pemotongan dasar corpus vermiformis.
9. Dilakukan pembersihan dan penjahitan corpus vermiformis yang sudah terputus secara
laparoskopik.
10. Pasang drainage
11. Dilakukan irigasi dan penghisapan hingga kering pada daerah quadran kanan bawah.
12. Operasi selesai

13
FOLLOW UP
18/01/2017 08:00
S Nyeri pada luka bekas operasi VAS 1-2
O KU : tampak sakit ringan
GCS : E4 M6 V5
CVS : TD 120/70 mmHg
: HR 90 x/menit
: RR 20x/menit
: Suhu 36 C

Cor : S1-2 Reguler, murmur (-), gallop (-)


Resp : Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abd : Datar, lemas, BU (+) normal, defans muskular (-)
Extr : Akral hangat, edema (-), CRT < 2s
A Post Laparocopy appendectomy + Adhesiolisis (H+1)
P - Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
- Metronidazole 3 x 500 mg IV
- Ketorolac 3 x 30 mg IV
- Ranitidine 2 x 1 amp IV
- Ondansentron 2 x 8 mg p.o
- Diet Cair 6 x 200 ml
- Aff kateter
- Mobilitas duduk
19/01/2017 08:00
S Nyeri pada luka bekas operasi VAS 1-2
O KU : tampak sakit ringan
GCS : E4 M6 V5
CVS : TD 120/70 mmHg
: HR 90 x/menit
: RR 20x/menit
: Suhu 36 C

Cor : S1-2 Reguler, murmur (-), gallop (-)


Resp : Vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abd : Datar, lemas, BU (+) normal, defans muskular (-), kondisi luka baik, pus

14
(-)
Extr : Akral hangat, edema (-), CRT < 2s
A Post Laparocopy appendectomy + Adhesiolisis (H+2)
P Rawat jalan
- Cefixime 2 x 1 tab p.o
- Ultracet 3 x 1 tab p.o

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

15
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada bagian dalam dari appendix
vermiformis yang menyebar ke bagian lain organ tersebut. Meskipun telah berkembangnya
diagnostik dan terapeutik dalam kedokteran, appendisitis merupakan keadaan emergensi dan
salah satu penyebab tersering dari nyeri akut abdomen.1

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (3 15


cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
ke arah ujungnya. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantunggnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal,
yaitu dibelakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.2

Gambar 1. Posisi apendiks. A. ileokolika; (1) cabang a. mesentrika superior, (2) ileum
terminale, (3) a. apendikularis yang terletak retriperitoneal, (4) a. apendikularis di dalam
mesoapendiks, (5) ujung apendiks agak ke kaudal, (6) apendiks terletak intra peritoneal, (7)
Sekum, (8) apendiks yang terletak retroperitoneal di belakang sekum, (9) pertemuan 3 tenia
menunjukkan pangkal apendiks.2
Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari bagian superior plexus mesentrikus (nervus torakalis X- Lumbal I). Oleh karena
itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Selain itu apendiks juga
mendapatkan pendarahan dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika

16
arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren.2

Secara histologis apendiks dibagi menhadi 3 lapisan; lapisan terluar merupakan


serosa, yang merupakan lanjutan dari peritoneum; kemudian lapisan yang lebih dalam adalah
lapisan muskularis; dan lapisan sub mukosa dan mukosa. Jaringan limfoid dapat terletak pada
lapisan submukosa dan muskularis mukosa. Lapisan mukosa pada apendiks memiliki
kesamaan dengan mukosa usus besar, kecuali pada jumlah folikel limfoid didalamnya.
Kriptus dari apendiks memiliki bentuk dan ukuran yang ireguler.3

Apendiks dapat menghasilkan lendir sebanyak 1 2 mL per hari. Lendir tersebut


normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
ini diduga berperan pada patogenesis tejadinya apendisitis. Selain itu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, adalah IgA. Imunoglobulin tersebut sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.2 Namun saat ini belum diketahui secara pasti
fungsi dari apendiks itu sendri.3

2.3 Etiologi

Apendisitis dapat di sebabkan oleh berbagai faktor, sumbatan lumen merupakan


faktor yang cukup berpengaruh sebagai faktor pencetus. Selain itu, hiperplasia jaringan limf,
fekalit, tumor apendiks, dan infeksi diketahui juga dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit
seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi dapat berpengaruh terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora normal kolon.2

2.4 Klasifikasi

Apendisitis akut. Apendisitis sering tampil dengan gejala khas berupa : nyeri samar-
samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Sering disertai mual dan

17
kadang muntah. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney dan nyerinya terasa lebih tajam.2

Apendisitis rekuren. Diagnosis apendisitis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada
riwayat serangan nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi, dan hasil patologinya menunjukan peradangan akut. Kelainan ini dapat terjadi
bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh secara spontan.2

Apendisitis kronik. Diagnosis apendisitis kronik dapat ditegakkan jika semua syarat
berikut terpenuhi: riwayat nyeri perut kanan bawah sejak lebih dari 2 minggu, terbukti terjadi
radang kronik apendiks baik secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang
pasca apendektomi.2

Mukokel apendiks. Merupakan dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen
steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Penderita sering datang karena keluhan rasa tidak
enak pada perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan.2

2.5 Epidemiologi

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-
hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Insiden tertinggi pada kelompok umur
20 - 30 tahun, dengan insidensi lebih tinggi pada lelaki lebih tinggi.2

2.6 Patofisiologi

Pada 24-48 jam pertama patofisologi apendisitis dapat dimulai dari mukosa yang
kemudian akan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks. Upaya pertahanan tubuh dalam
membatasi proses radang ini adalah dengan menutup apendiks menggunakan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang terkadang disebut juga
sebagai infiltrat apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi proses nekrosis jaringan yang berupa
abses dan dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikuler akan menjadi tenang dan berkurang secara lambat. Apendiks yang
pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang
melengket dengan jaringan sekitarnya.2

18
Adanya obstruksi pada proximal lumen apendix dan produksi sekresi dari mukosa
apendiks yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya distensi dinding apendiks.
Distensi dari apendiks akan merangsang ujung aferen nervus viseral yang akan menimbulkan
rasa nyeri yang samar, tumpul, dan difus pada bagian tengah abdomen atau bawah
epigastrium. Distensi pada apendiks diakibatkan oleh sekresi mukosa yang terus menerus dan
multiplikasi flora normal dari apendiks. Hal ini akan menyebabkan peningkatan nyeri
viseral, mual dan muntah. Tekanan pada organ lama kelamaan akan melampaui tekanan vena.
Pembuluh kapiler dan vena akan tersumbat tetapi aliran arteri terus berlangsung, yang akan
menyebabkan pembengkakkan dan penyumbatan pada pembuluh darah. Proses peradangan
akan mencapai bagian serosa dari apendiks dan mengenai peritoneum parietal. Hal ini akan
menggambarkan nyeri pada quadran kanan bawah. Proses distensi, invasi bakteri, gangguan
pembuluh darah , dan proses infark yang terus berlangsung dapat menyebabkan terjadinya
perforasi pada apendiks.3

Bagan 1. Apendisitis.2

2.7 Gambaran Klinis

Gejala klasik yang biasa muncul pada apendisitis ialah nyeri yang samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang terdapat muntah. Umumnya, nafsu makan berkurang dan
dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di titik ini
nyeri akan terasa lebih tajam dan letaknya akan lebih jelas sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Terkadang tidak terdapat keluhan nyeri epigastrium, namun terdapat keluhan

19
konstipasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut jika
berjalan atau batuk.2

Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri yang timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal. Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltis
meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat ransangan
apendiks terhadap dinding kandung kemih.2

Gejala apendisitis akut pada anak tidak bersifat spesifik. Pada awalnya anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak nafsu makan. Beberapa jam kemudian anak akan
muntah sehingga menjadi lemah dan letargi. Pada bayi 80-90 % apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual
dan muntah. Pada keluhan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan dirasakan lebih pada regio lumbal kanan.2

2.8 Diagnosis

Anamnesa

Gejala klinis yang biasa ditemukan pada apendisitis akut antara lain:2

Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia

Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum


lokal di titik McBurney
o Nyeri tekan
o Nyeri lepas
o Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
o Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign)
o Nyeri di kanan bawah ketika tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg
sign)
o Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam, berjalan,
batuk, dan mengedan

Untuk mendapatkan hasil yang lebih objektif saat ini diagnosis dapat ditegakkan
dengan menggunakan sistem skoring. Skor Alvardo merupakan skoring yang paling sering

20
digunakan. Skoring tersebut diketahui dapat menentukan pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk menentukan diagnosis lebih lanjut. Selain itu skoring yang dapat digunakan adalah
skor peradangan pada apendisitis, penelitian menunjukan skor tersebut memiliki tingkat
akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor Alvardo. Namun skoring tersebut
membutuhkan variabel yang lebih banyak dan salah satumya adalah pemeriksaan CRP.3

Tabel.1 Sistem skoring.3

Skor Alvardo Skor respon peradangan pada apendisitis


Penemuan Poin Penemuan Poin
- Migrasi nyeri pada perut kanan bawah t - Muntah t
- Anorexia 1 - Nyeri pada perut kanan bawah 1
- Mual atau muntah 1 - Nyeri lepas atau defans muskular 1
- Nyeri tekan pada perut kanan bawah 1 Ringan
- Nyeri lepas pada perut kanan bawah 2 Sedang 1
- Demam 36.3 C 1 Berat 2
- Leukositosis 10 x 109 sel/L 1 - Suhu tubuh 38,5 C 3
- Shift to the left dari neutrofil 2 - Leukosit polimorfonuklear 1
1 70%-84%
85% 1
- Hitung leukosit 2
10,0 - 14,9 x 109 sel/L
15,0 x 109 sel/L 1
- Konsentrasi CRP 2
10-49 g/L
50 g/L 1
2
Skor Skor
< 3 : Kemungkinan rendah apendisitis. 0-4 : Kemungkinan rendah. Pasien rawat jalan.
4-6 : Pertimbangkan pemeriksaan imaging. 5-8 : Kelompok intermediate. Obsevasi aktif atau
7: Kemungkinan tinggi apendisitis. laparoskopi diagnostik.
9-12: Kemungkinan tinggi. Eksplorasi secara bedah.

Pemeriksaan fisik

21
Pada apendisitis biasanya disertai dengan demam ringan yang bersuhu sekitar 17,5
38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi perut biasanya
tidak ditemukan gambaran yang spesifik, kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan oerut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
periapendikuler.2

Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada
penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang di sebut sebagai
Rovsing sign. Pada apendisitis retrosekal atau retro ileal, diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.2

Gambar 2. Gejala dan tanda apendisitis akut. (1) Perasaan kurang nyaman, nyeri, dan mual,
(2) Nyeri tekan, nyeri lepas, dan defans muskular setempat di titik McBurney, (3) Tanda
Rovsing dan blumberg.2

Pada auskultasi dapat ditemukan peristaltik usus yang normal, tetapi dapat
menghilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh
apendiks perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri apabila daerah infeksi
dapat dicapai dengan jari telunjuk. Selain itu pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah uji
psoas dan uji obturator, kedua pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui letak apendiks.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang

22
meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk melihat apabila apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot
obturator internus akan menimbulkan nyeri pada gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang.2

Gambar. 3 Pemeriksaan colok dubur pada orang dewasa. (1) rongga peritoneum, (2)
peritoneum parietale, (3) Sekum, (4) Apendiks (Apendisitis akut).2
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya leukositosis ringan pada apendisitis
sederhana dan > 13.000 /mm3 pada apendisitis perforasi. Pada pemeriksaan hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri (shift to the left). Pada pemeriksaan urin dapat ditemukan
peningkatan leukosit dan eritrosit apabila apendiks yang meradang menempel pada ureter
atau vesika.4

Pemeriksaan radiologi

Foto polos abdomen dapat dilakukan apabila dari hasil anamnesa dan pemeriksaan
fisik masih meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan, mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan-
udara di sekum atau ileum). Patognomonik apabila dapat terlihat gambaran fekolit. Foto
polos abdomen pada apendisitis perforasi dapat terlihat gambaran perselubungan yang lebih
jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah, penebalan dinding usus di sekitar letak

23
apendiks, mengilangnya garis lemak pra peritoneal, skoliosis ke kanan, dan tanda-tanda
obstruksi usus. Selain itu pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk meningkatkan akurasi
diagnosis.4 Penelitian menunjukkan penggunaan USG sebagai alat diagnosis pada apendisitis
akut memiliki sensitivitas 86% dengan spesifisitas 81 %, sedangkan pada pemeriksaan CT
scan memiliki sesitivitas 94% dan spesifisitas 95% dalam mendiagnosis apendisitis akut.5

24
25
Gambar 4. USG transabdominal pada apendisitis akut A. Potongan tranversal. Tampak
gambaran targetlike yang merupakan penebalan dinding apendiks dan kumpulan cairan
disekitarnya. B. Potongan sagital. Tampak diameter apendiks > 6 mm, tampak kumpulan
cairan tipis di tepinya.1

2.9 Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
antara lain:2

Gasrtoenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah, diare mendahului rasa nyeri.


Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan berbatas tidak tegas. Sering dijumpai adanya
hiperperistaltik usus.
Demam dengue. Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis,
namun pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk pemeriksaan Rumple
leede, trombositopeni dan peningkatan hematokrit.
Kelainan ovulasi. Folikel ovarium yang pecah pada saat ovulasi dapat menimbulkan
nyeri pada perut kanan bawah, namun pada penyakit ini tidak ada tanda radang, dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
Infeksi panggul. Salpingitis akut kanan sering menimbulkan gejala yang serupa
dengan apendisitis, namun suhu biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan

26
apendisitis dan nyeri perut bagian bawah yang lebih difus. Biasanya juga disertai
dengan keputihan dan infeksi pada urin.
Kehamilan Ektopik. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Pada pemriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan pada cavum
douglas.
Kista ovarium terpuntir. Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina ataupun colo
rektal. Tidak terdapat demam, pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis.
Urolitiasis pielum/ ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang
menjalar ke inguinal merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan.
Foto polos abdomen atau urografi dapat memastikan penyakit tersebut.
Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan antara lain;
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis.

2.10 Tatalaksana

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dan satu-satunya pilihan
yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi
terbuka, insisi McBurney merupakan insisi yang paling sering digunakan. Pada penderita
yang diagnosisnya masih belum jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksaan laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan
dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.2

27
Bagan 2. Pengelolaan penderita tersangka apendisitis akut

Berdasarkan waktu pembedahan, penelitian yang dilakukan secara retrospektif


menunjukkan tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara apendektomi segera (<
12 jam setelah timbul gejala) maupun yang lambat (12-24 jam). Setelah 36 jam pertama dari
timbulnya tanda dan gejala memiliki resiko terjadi perforasi sekitar 16 36 %, dan resiko ini
terus meningkat sebesar 5% setiap 12 jam berikutnya. Hal ini menunjukkan setelah diagnosis
apendisitis dapat dipastikan tindakan apendektomi seharusnya segera dikerjakan untuk
mengurangi resiko terjadinya komplikasi.5

Beberapa penelitian menunjukan laparoskopi apendektomi lebih sedikit menimbulkan


infeksi pada bekas luka operasi dibandingkan dengan apendektomi per laparotomi. Namun,
laparoskopik apendektomi diketahui memiliki resiko yang lebih tinggi dalam menimbulka
abses intra abdominal dibandingkan dengan per laparotomi. Nyeri yang lebih ringan,
perawatan yang lebih sebentar, dan dapat kembali beraktivitas biasa dengan cepat merupakan
kelebihan dari laparoskopik apendektomi. Selain itu tindakan tersebut dapat menguntungkan
pada kasus yang diagnosisnya masih meragukan. Seperti, wanita usia reproduktif, pasien tua
dengan suspek keganasan dan pasien obesitas yang membutuhkan insisi lebih luas pada
apendektomi per laparotomi.3

2.11 Komplikasi

28
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga membentuk
massa.2

Bagan 3. Perjalanan alami apendisitis akut

Massa periapendikuler. Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau


mikro perforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta
generalisata. Pada pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan
pendinginan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik sambil
dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila
sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang dan leukosit normal, penderita boleh
pulang dan apendektomi elektif dapat dilakukan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi peforasi, akan terbentuk abses
apendiks. Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
regio iliaka kanan san disertai demam, dapat mengarahkan diagnosis ke massa
periapendikuler atau abses periapendikuler.2

Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah


ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob, setelah 6-8 minggu berikutnya dilakukan apendektomi. Bila sudah terjadi

29
abses, dianjurkan drainase terlebih dahulu, kemudian apendektomi dilakukan 6-8 minggu
kemudian.2

Apendistis perforata. Adanya fekalit dalam lumen, usia, dan keterlambatan


diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insidens
perforasi pada penderita diatas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Perforasi apendiks akan
mengakibatkan peritonistis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans
muskular terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio
iliaka kanan dan dapat terjadi penurunan peristaltik usus akibat adanya ileus paralitik. Abses
rongga peritoneum dapat terjadi bila pus menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering
di rongga pelvis dan subdiafragma. USG dapat membantu mendeteksi adanya kantung
nanah.2

Perbaikan keadaan umum dengan infus pemberian antibiotik dan pemasangan NGT
perlu dilakukan sebelum pembedahan, Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang
panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran
fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantung nanah. Akhir-akhir ini, mulai
banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi. Pada
prosedur ini rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak jauh
berbeda jauh dibanding dengan laparotomi terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama rawat
yang lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.2

2.12 Prognosis

Apendisitis akut merupakan kasus emergensi yang membutuhkan tindakan


pembedahan segera. Apendektomi dapat mengurangi komplikasi sebesar 4-15%. Tujuan dari
pembedahan adalah untuk membuat diagnosis yang akurat seawal mungkin. Keterlambatan
diagnosis dan terapi dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada penderita
apendisitis. Pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun angka mortalitas nya dapat
meningkat lebih dari 20% apabila terdapat keterlambatan diagnostik maupun terapi.1

30
DAFTAR PUSTAKA

Craig S. 2017. Appendicitis. http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview.

Diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 21:20

Jong D. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat-De Jong, Ed 3. Jakarta : EGC

Brunicardi FC. 2015. Schwartzs Principles of Surgery 10th Ed. McGraw-Hill Education.

31
Reksoprodjo S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : BINARUPA AKSARA

Humes DJ dan Simpson J. 2006. Acute appendicitis. BMJ; 333; 530-534

32

Anda mungkin juga menyukai