Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

I. Konsep Penyakit Trauma Thorak


1.1 Definsi
Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional.
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks. Pneumothorak adalah keadaan dimana terdapat udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura. Keadaan normal tidak ada udara dalam
rongga dada (Nurarif, 2015). Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam
rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.

1.2 Etiologi
1.2.1 traumatik misalnya luka tusuk
1.2.2 infeksi saluran napas
1.2.3 penyakit inflamasi paru akut dan kronis (TB paru, abses paru, kanker,
tumor metastase dan fibrosis paru).

1.3 Tanda dan Gejala


1.3.1 pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pleuritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
1.3.2 nyeri dada pleuritik biasanya disertai sesak napas,peningkatan kerja
pernapasan dan dispnea
1.3.3 gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat
1.3.4 suara napas jauh atau tidak ada
1.3.5 perkusi dada mengahasilkan suara hipersonan
1.3.6 takikardi sering terjadi

1.4 Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada
rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk
memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan
asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan merupakan
akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena
hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax
( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih
sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan
intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik
disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ). Fraktur iga, merupakan
komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma,
perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat
terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan

1
2

gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret


dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara
bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru paru. Pneumotoraks
diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama
dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari
pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks
dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh
karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya
udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika
pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada
perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan
diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan
chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan
mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan
WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan
pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari
hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat
menyebabkan terjadinya hemotoraks.

Trauma tajam & tumpul thorak pneumothorak akumulasi


cairan dalam kavum pleura ekspansi paru ketidakefektifan pola napas.

Pemasangan WSD diskontuinitas jaringan risiko infeksi.

Thorak drain bergeser merangsang reseptor nyeri pada perifer

Merangsang reseptor nyeri pada nyeri akut.


Pada pleura viseralis dan perietalis

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Photo thorak
1.5.2 Laboratorium (darah lengkap dan astrup)
3

1.6 Komplikasi
1.6.1 Tension pneumothorak
1.6.2 Pneumothorak bilateral
1.6.3 Emfiema
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

1.7.2 Perawatan WSD dan pedoman latihanya :


a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.

b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit


yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.

c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :


- Penetapan slang.
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang
bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
4

mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas


yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.


- Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
- Latihan napas dalam.
- Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
- Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.


Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

f. Suction harus berjalan efektif :


- Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi
dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.

- Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,


warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
- Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi
miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya
misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok
atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena
perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.


- Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
- Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
- Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
kocher.
5

- Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas


botol dan slang harus tetap steril.
- Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
- Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
- Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
- Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
- Tidak ada pus dari selang WSD.

I.8 Pathway
Trauma Thorax
6

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pemb. Darah


rongga pleura, udara bisa intercostal, pembuluh darah
masuk (pneumothorax) jaringan paru-paru

Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative intrapleura (perdarahan jaringan intersititium,
Maka udara luar akan terhisap masuk perdarahan intraalveolar diikuti
ke rongga pleura (sucking wound) kolaps kapiler kecil-kecil dan
-open pneumothorak alektasi)
-close pneumothorak tahanan perifer pembuluh paru naik
-tension pneumothorak (aliran darah turun)
ringan kurang 300 cc di punksi
Tek. Pleura meningkat sedang 300 - 800 cc
di pasang drain
-sesak napas progresif berat lebih 800 cc torakotomi
(sukar bernapas/ bernapas berat)
-nyeri bernapas Tek. Pleura meningkat terus
(adanya jejas/trauma) mendesak paru-paru
- bising napas berkurang/hilang (kompresi dan dekompresi)
(pekak dengan jelas/tidak jelas)
-bunyi napas sonor/hipersonor pertukaran gas berkurang
(nadi cepat/lemah)
- poto toraks gambaran udara lebih
anemis / pucat dari rongga thorak

WSD/Bullow Drainage

Diskontuinitas jaringan Thorak drain bergeser merangsang reseptor nyeri


pada pleura viseralis
dan parietalis

Risiko infeksi merangsang reseptor nyeri pada perifer nyeri akut

II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Trauma Thorak


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.1.1.2 Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
2.1.1.3 Pengobatan terakhir.
2.1.1.4 Pengalaman pembedahan.
2.1.1.5 Riwayat penyakit dahulu.
2.1.1.6 Riwayat penyakit sekarang.
2.1.1.7 Keluhan.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik:


7

Data fokus:
Data subjektiif :
-klien mengatakan nyeri pada bagian dada

Data Objektif :
Klien terlihat:
- Sesak napas
- Nyeri, batuk-batuk.
- Terdapat retraksi klavikula/dada.
- Pengambangan paru tidak simetris.
- Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
- Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
- Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
- Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
- Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
- Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
- Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
- Takhikardia, lemah
- Pucat, Hb turun /normal.
- Hipotensi.
- Kemampuan sendi terbatas dan terdapat kelemahan.
- Ada luka bekas tusukan benda tajam.
- Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
- Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi


oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami
penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat
dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)


Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada
jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau
jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari
telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
8

lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah
dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head
tild chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust
Manuver).

b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)


Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan
napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil
pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang
sesuai dengan kondisi klien.

c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)


Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga
penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.Jika
diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita
trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati
agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP
seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.

d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis
dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien
yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan
dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah
Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


2.1.3.1 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
9

pleural.
2.1.3.2 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
2.1.3.3 Pa O2 normal / menurun.
2.1.3.4 Saturasi O2 menurun (biasanya).
2.1.3.5 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
2.1.3.6 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas
dinding dada
2.2.1 Definisi
Inspirasi dan/atau eskpirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
2.2.2 Batasan karakteristik
Data subjektif:
- Dispnea
- Napas pendek
Data objektif:
- Perubahan ekskursi dada
- Mengambil posisi tiga titik tumpu
- Bradipnea
- Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
- Penurunan vntilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Napas dalam
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Napas cuping hidung
- Ortopnea
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernapasan binir mencucu
- Kecepatan respirasi
- Usia dewasa atau 14 tahun lebih ; 11 atau 24 x permenit
- Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25
- Usia 1-4 tahun <20 atau >30
- Usia bayi <25 atau >60
- Takipnea
- Rasio waktu
- Pengunaan otot bantu asesoris untuk bernapas

2.2.3 Faktor yang berhubungan


- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Penurunan energy dan kelelahan
- Hiperventilasi
- Sindrom hipoventilasi
- Kerusakan musculoskeletal
- Imaturitas neurologis
- Disfungsi neuromuscular
10

- Obesitas
- Nyeri
- Kerusakan persepsi atau kognitif
- Kelelahan otot-otot pernapasan
- Cedera medulla spinalis

Diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2.2.4 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau diigambarkan
sebagai istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan
intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.

2.2.5 Batasan karakteristik


Subjektif:
- Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat
Objektif:
- Posisi untuk mengindari nyeri
- Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
- Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
- Perubaan selera makan
- Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau
aktifitas lain, aktivitas berulang
- Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela
napas panjang
- Wajah topeng; nyeri
- Perilaku menjaga atau sikap melindungi
- Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan
proses piker, interaksi menurun.
- Bukti nyeri yang dapat diamati
- Berfokus pada diri sendiri
- Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur
atau tidak menentu dan tidak menyeringai

2.2.6 Faktor yang berhubungan


- Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis

Diagnosa 3: hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


2.2.7 Definisi
Keterbatasan dalam pergerakann fisik mandiri dan terarah pada tubuh
atau satu ekstrimitas atau lebih.
2.2.8 Batasan karakteristik
- penurunan waktu reaksi
- kesulitan membolak-balik posisi tubuh
- asik dengan aktivitas lain sebagai pengganti gerak
11

- dispnea saat beraktivitas


- perubahan cara berjalan
- pergerakan menentak
- keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik
halus
- keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar
- keterbatasan rentang pergerakan sendi
- tremor yang diindikasi oleh pergerakan
- ketidak stabilan poetur tubuh
- melambatnya pergerakan
- gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi

2.2.9 Faktor yang berhubungan


- perubahan metabolism sel
- indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
- gangguan kognitif
- kepercayaan budaya terkait aktivitas sesuai usia
- penurunan kekuatan kendali atau massa otot
- keadaan alam perasaan depresi atau ansietas
- keterlambatan perkembangan
- ketidaknyamanan
- intoleransi aktivitas danpenurunan kekuatan pertahanan
- kaku sendi atau kontraktur
- defisiensi pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
- kurang dukungan lingkungan fisik atau sosial
- keterbatasan ketahanan kardiovaskular
- hilangnya integritas struktur tulang
- medikasi
- gangguan musculoskeletal
- gangguan neuromuscular
- nyeri
- program pembatasan pergerakan
- keengganan untuk memulai pergerakan
- gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
- malnutrisi
- gangguan sensori pers

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas
dinding dada
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x30 menit diharapkan
pola pernapasan efektif yang dibuktikan oleh status pernapasan, status
ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas
dan tidak ada penyimpangan tanda vital

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional


Intervensi Rasional
Pengkajian
pantau adanya pucat dan sianosis Menandakan kurangnya O2 dalam
12

jaringan
pemantauan pernapasan: Perubahan karakteristik pernapasan
- pantau kecepatan, irama, menandakan trauma dada sehingga
kedalaman dan upaya pernapasan O2 maupun ventilasi di paru bisa
- perhatikan pergerakan dada, amati kurang sehingga diperlukan
kesimetrisan, penggunaan otot- pemantauan pernapassan.
otot bantu, serta retraksi otot
supraklavikuler dan interkosta
- pentau pernapasan yang berbunyi,
seperti mendengkur
- pantau pola pernapasan
- perhatikan lokasi trakea
- auskultasi suara napas
- pantau peningkatan kegelisahan
- catat perubahan pada SaO2,
SvO2, CO2, akhir tidal dan nila
GDA jika perlu

aktivitas kolaboratif
berikan obat nyeri untuk Nyeri dapat memperbera kecepatan
mengoptimalkan pola napas napas

aktivitas lain
tenangkan pasien selama periode gawat Pasien yang tenang dapat
napas mengurangi gejala ansietas yang
dapat membuat sesak
anjurkan napas dalam melalui abdomen Pemasukan O2 adekuat
selama periode gawat napas
Pertahankan oksigen aliran rendah Alat bantu pernapasan untuk
dengan kanul nasal, masker atau sungkup mempertahankan kepatenan jalan
napas
Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan Posisi semifowler membantu
pernapasan optimalisasi pola napas

Diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x15 menit, diharapkan
nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut:
1. tidak pernah
2. jarang
3. kadang-kadang
4. sering
5. selalu
13

Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai


berikut:
1. sangat berat
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional


Intervensi Rasional
Pengkajian
Manajemen nyeri: Mengetahui tingkat nyeri sehingga
- lakukan pengkajian nyeri secara dapat menyesuaikan interensi yang
komprehensif meliputi lokasi, akan dilakukan selanjutnya
karakteristik, awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor
presipitasinya
- Observasi isyarat nonverbal
ketidaknyamanan, khususnya
pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif

Aktivitas kolaboratif
Gunakan pereda nyeri konsultasikan Golongan analgetik dapat
dengan tenaga medis mengurangi nyeri hingga beberapa
jam

Diagnosa 3: hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


2.3.5 Tujuan dan Kriteria hasil
Dalam 1x 24 jam diharapkan memeperlihatkan hasil mobilitas, yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
- memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan
pengawasan
- meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika perlu
- melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan
alat bantu
- menyangga berat badan
- berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
- berpindah dari dank e kursi atau dari kursi
- menggunakan kursi roda secara efektif

2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional


Intervensi Rasional
Aktivitas keperawatan tingkat 1
Kaji kebutuhan terhadap bantuan Mengetahui tingkat kebutuhan
14

pelayanan kesehatan dirumah dan terhadap bantuan dan peralatan


kebutuhan terhadap peralatan
pengobatan yang tahan lama

Ajarkan pasien tentang dan pantau Alat mobilisasi membantu pasien


penggunaan alat bantu mobilitas dalam berpindah

Ajarkan dan bantu pasien dalam proses Berpindah yang dibantu


berpindah mengurangi resiko jatuh

Berikan penguatan positif selama Dorongan positif membuat pasien


aktivitas merasa semnagat untuk bergerak

Bantu pasien untuk menggunakan alas Lantai yang licin berisiko untuk
kaki antiselip yang mendukung untuk membuat jatuh dan diperlukan alas
berjalan yang keset

Pengaturan posisi (NIC):


- Ajarkan pasien bagaimana Posisi dan pemasangan traksi yang
menggunakan postur dan mekanika benar membuat pasien merasa
tubuh yang benar pada saat nyaman
melakukan aktiivtas
- Pantau ketepatan pemasangan traksi

III. Daftar Pustaka

Khasanah, A,N. 2015. http://www.askepkeperawatan.com. Diakses pada tanggal 3

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan. Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: EGC

Banjarmasin, Desember 2016


15

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(...............................................) (.............................................)

Anda mungkin juga menyukai