Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 1

Nama : 1. Ratna Walsarani


2. Cut Nurmaini
Sem/ Unit : IV / 3
Prodi : Muamalah
MK : Hukum Pidana
Dosen : Muhammad Nazaruddin, SH.I., MH

BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

A. Tempus dan Locus Delicti


Keberlakuan Hukum Pidana dibagi menjadi 2 yaitu Waktu/Tempo (Tempus Delicti)
dan Tempat/Lokasi (Locus Delicti).1
Penting adanya Tempus Delicti:
1. Setelah dilakukannya delik, apa pada saat itu sudah ada UU.
2. Kaitannya dengan Daluwarsa, pengertian ini memuat bagaimana seseorang dapat
dituntut, karena tidak selamanya seseorang dapat dituntut.
3. Kaitannya dengan umur dari anak untuk dapat dipidana.
Penting adanya Locus Delicti:
1. Hukum Pidana yang akan diberlakukan (mengenai asas-asas keberlakuan Hukum
Pidana).
2. Terkait dengan kompentensi relatif pengadilan. Contoh: PN Jak-Sel, PN Bogor.
Contoh:
Budi ingin membunuh Tono dengan cara meracuni minuman. Rencananya tepat
sekali ketika Tono ingin pergi ke Belanda untuk berpesta tahun baru. Tepat pada pukul
12.30 tanggal 30 Desember 2007 di pesawat, Tono yang memesan orange juice langsung
meminumnya, yang sebelumnya telah diberikan racun arsenik di minumannya tersebut.
Setelah minum orange juice Tono tidak merasakan apa-apa. Pada saat tanggal 31
Desember pada pukul 07.00 ia transit ke bandara Changi, Singapura. Namun ironisnya,

1 Riki Susanto & Partners, Hukum Pidana (Criminal Law), Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2006, h. 4

1
racun tersebut bereaksi total pada pukul 07.30 di bandara Changi hingga akhirnya
sesampainya di bandara Roterdam pada pukul 15.00 tanggal 31 Desember 2007 ia
meninggal.

Tempus : Tempo/waktu
Locus : Lokasi/Tempat
1. Tempus Delicti
a. Teori perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad):
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi pada waktu perbuatan fisik dilakukan.
Maka dalam kasus diatas, maka perbuatan fisik terjadi pada pukul 12.30 tanggal 30
Desember 2007.2
b.Teori bekerjanya alat yang digunakan (de leer van het instrumen)
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi pada waktu bekerjanya alat. Dalam kasus
diatas, maka bekerjanya alat untuk membunuh Tono yaitu racun terjadi ketika pukul
07.30 tanggal 31 Desember 2007.
c. Teori akibat (de leer van het gevolg)
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi ketika akibat dari perbuatannya telah
mendapatkan hasil. Dalam kasus diatas, maka yang menjadi akibat pada pukul 15.00
tanggal 31 Desember 2007.
d. Teori waktu yang jamak (de leer van de meervoudige tijd)
Teori ini menyatakan bahwa terjadinya delik pada saat gabungan antara 3 waktu
tersebut.
2. Locus Delicti
a. Teori perbuatan fisik (de leer van de lichamelijke daad):
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi dimana perbuatan fisik dilakukan. Maka
dalam kasus diatas, maka perbuatan fisik terjadi di dalam pesawat terbang, pada saat
meminum Orange Juice.

2 Ibid, h. 5

2
b. Teori bekerjanya alat yang digunakan (de leer van het instrumen)
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi dimana alat yang digunakan sudah bekerja.
Dalam kasus diatas, maka bekerjanya alat terjadi ketika perut dari Tono sudah
merasakan tidak beres.
c. Teori akibat (de leer van het gevolg)
Teori ini menyatakan bahwa delik terjadi dimana akibat dari perbuatannya telah
mendapatkan hasil. Dalam kasus diatas, maka yang menjadi akibat dimana Tono
sudah berada di bandara Roterdam.
d. Teori tempat yang jamak (de leer van de meervoudige tijd)
Teori ini menyatakan bahwa terjadinya delik dimana gabungan antara 3 tempat
tersebut.3

B.Dari Segi Waktu


1. Hukum Pidana harus didasarkan oleh UU yang tertulis atau asas Legalitas
UU Pidana harus didasarkan oleh UU tertulis, artinya tidak ada suatu perbuatan yang
dapat dihukum karena belum ada peraturan atau hukum yang berlaku sebelum perbuatan
tersebut dilakukan. Contohnya: Budi melibatkan Lisa dalam pembuatan majalah Budiboy,
karena belum ada aturannya karena masih dalam RUU APP, maka Lisa dan Budi tidak
dapat dihukum. Lalu bagaimana jika yang dilakukan tersebut tidak tertulis, seperti hukum
adat? Maka yang dipakai oleh hakim dalam memutuskan perkara ini adalah memakai UU
Darurat No. 1 Tahun 1950 yang berisi:4
a. Dianggap suatu perbuatan yang menyimpang dalam masyarakat, sementara tidak ada
aturannya di KUHP, maka hakim memakai UU ini, setiap perbuatan yang melanggarnya
dikenakan pidana penjara maksimal 3 bulan. Contoh: Kumpul kebo. Kenapa tidak
memakai Pasal 284, karena dalam Pasal 284 memuat orang yang sudah menikah. Lalu
kenapa tidak memakai Pasal 294, karena dalam Pasal ini meliputi orang dewasa dan
meliputi anak-anak.
In Dubio Pro Reo:
1) Jenis Pidana:

3 Ibid.
4 Riki Susanto & Partners, Hukum Pidana (Criminal Law), h. 2

3
a. Penjara lebih ringan dari hukuman mati
b. Kurungan labih ringan dari pada penjara
c. Denda lebih ringan dari kurungan
2) Lama Pidananya:
Maka yang dipakai adalah yang lebih sebentar
3) Unsur-unsur yang dibuktikan:
Unsur-unsur ini terkait dengan JPU yang akan membuktikan. Maka unsur yang lebih
banyak akan semakin menguntungkan, karena JPU akan lebih sulit dalam
membuktikan semua unsur yang menjadi dakwaan dari tersangka.
b. Suatu perbuatan diperbolehkan dan di KUHP dilarang, maka hakim dapat menjatuhkan
hukuman penjara maksimal 10 tahun. Contoh: Carok di madura, dimana seseorang
diperbolehkan membunuh jika orang tersebut ditolak cintanya (Misalnya). Di Makasar,
jika seorang wanita dibawa pergi oleh seorang laki-laki maka pihak keluarganya dapat
membunuh laki tersebut jika bertemu. Namun, dalam pembahasan diatas memunculkan
ajaran In Dubio Pro Reo yang artinya sedapat mungkin Hukum Pidana meringankan
terdakwa, dan jika hakim ragu-ragu maka hakim dapat membebaskan terdakwa.5
2. Hukum Pidana tidak berlaku surut (asas retroaktif)
Hukum Pidana tidak dapat diterapkan untuk menghukum orang yang melakukan
kejahatan dan/atau pelanggaran selama belum ada UU yang dapat menghukum orang
tersebut atas tindakannnya. Artinya Hukum Pidana tidak dapat diterapkan mundur kepada
orang yang telah bersalah sebelum ada peraturannya.6
Pemberlakuan asas retro aktif sebagai pengecualian dari asas Legalitas merupakan suatu
pergeseran paradigma bagi pemberlakuan hukum di Indonesia. Dimana pemberlakuan asas
retroaktif ini menjadi penting setelah terjadinya peristiwa bom bali pada Tahun 2002. Dan
tidak bisa dipungkiri bahwa asas legalitas itu dibuat intuk melindungi Hak Asasi Manusia,
jadi akan menjadi suatu hal yang diharuskan pula apabila Asas Legalitas itu sendiri
disimpangi untuk kepentingan Hak asasi manusia juga.
Sebagaimana dimaklumi, dalam undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (HAM) dinyatakan, bahwa Pelanggaran HAM yang berat akan diadili
oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (pasal 104). Kemudian, keluar undang-undang No. 26

5 Ibid.
6 Ibid, h. 3

4
tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang di dalamnya juga mengatur
tentang hukum pidana materilnya dan membagi atau merinci pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang berat menjadi dua tindak pidana yaitu:7
1. Kejahatan Genosida
Kejahatan Genosida adalah setiap perbuatan yang dilkukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnik, kelompok agama dengan cara :
a. Membunuh anggota kelompok
b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok
c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagian
d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, atau
e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
2. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, yang berupa :
a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudakan
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum Internasional
f. Penyiksaan
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau

7 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003), h. 1-2

5
alasan lain yang diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional.
i. Penghilangan orang secara paksa, atau
j. Kejahatan Apartheid.8

C.Asas-Asas Berlakunya KUHP


Asas keberlakuan KUHP digunakan untuk mengetahui kapan digunakan KUHP
Indonesia atau negara lain. Adapun 4 asasnya:
1. Asas Teritorial
Undang-undang Hukum Pidana berlaku berdasarkan pada tempat atau teritoir dimana
perbuatan dilakukan (pasal 2 dan 3 KUHP). Pelakunya warga negara atau bukan, dapat
dituntut jika melakukan tindak pidana. Dasar hukum asas ini adalah kedaulatan negara
dimana setiap negara yang berdaulat wajib menjamin ketertiban hukum dalam
wilayahnya. Pasal 2 KUHP berbunyi: "Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan delik di Indonesia
Contohnya: Budi membunuh Tono di Semarang.
2. Asas Nasionalitas Aktif
Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang
melakukan suatu perbuatan. Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga
negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadi masalah (Pasal 5,6,7 KUHP).
Pasal 5 berbunyi: "Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia
diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan salah satu perbuatan
yang oleh suatu ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut peraturan perundang-undangan
negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana".
Contohnya: orang Indonesia yang membunuh orang lain di negara lain.
3. Asas Nasionalitas Pasif
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar. Bila kepentingan hukum
negara dilanggar oleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun di luar negara
yang menganut asas tersebut, maka undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan
terhadap si pelanggar. Dasar hukum adanya bahwa tiap negara yang berdaulat pada
umumnya berhak melindungi kepentingan hukum negaranya (Pasal 4 dan 8 KUHP).
Contohnya: pembakaran bendera Indonesia di Perancis.
8 Undang-undang HAM No.39 Tahun 1999 pasal 7A dan B

6
4. Asas Universalitas
Undang-undang Hukum Pidana dapat diberlakukan terhadap siapapun yang melanggar
kepentingan hukum dari seluruh dunia. Dasar hukumnya adalah kepentingan hukum
seluruh dunia (Pasa 4 ayat 2, 4).
Contohnya: terorisme.9

9 Riki Susanto & Partners, Hukum Pidana (Criminal Law), h. 6

Anda mungkin juga menyukai