PRAKTIKUM I
Oleh
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
jika tidak ditangani dengan baik. Limbah dapat berasal dari berbagai sumber hasil
buangan dari suatu proses produksi salah satunya limbah peternakan. Limbah
tersebut dapat berasal dari rumah potong hewan, pengolahan produksi ternak, dan
hasil dari kegiatan usaha ternak. Limbah ini dapat berupa limbah padat, cair, dan
gas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk pada
Limbah yang berasal dari peternakan tersebut akan bernilai ekonomi tinggi
apabila diolah dengan perlakuan yang tepat. Ada banyak cara yang dapat
kotoran menjadi pupuk kandang, cara ini merupakan cara yang paling sederhana
yang sering kita jumpai yaitu kotoran ternak dibiarkan hingga kering. Namun
dengan cara pengolahan kotoran tersebut belum bisa dikatakan ramah lingkungan,
karena kotoran ternak yang diolah dengan cara dikeringkan akan menimbulkan
pencemaran dalam bentuk gas atau bau. Bau yang menyengat yang ditimbulkan
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan
bahan bakar minyak. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan
bakar dalam bentuk biogas. Teknologi dan produk tersebut merupakan hal baru
bagi masyarakat petani dan peternak. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber
energi, tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran
pengolahan limbah dan sisa hasil ternak tentang teknologi pengolahan feses sapi
pupuk padat yaitu untuk memanfaatkan ternak sebagai sumber daya alam yang
berdaya guna tinggi (pupuk organik) dan untuk mengurangi polusi lingkungan
pupuk padat yaitu agar mahasiswa dapat memanfaatkan ternak sebagai sumber
daya alam yang berdaya guna tinggi (pupuk organik) dan untuk mengurangi
aerobik, bila kadar air bahan berada pada kisaran 40%-60,5%, maka
dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku yang cocok
perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air
kimia sebagai berikut : nitrogen 0.4 - 1 %, phospor 0,2 - 0,5 %, kalium 0,1 1,5
%, kadar air 85 92 %, dan beberapa unsure-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn).
karena pH kotoran sapi 4,0 - 4,5 atau terlalu asam sehingga mikroba yang mampu
hidup terbatas. Bahan tambahan tersebut yang mudah didapat dari lokasi
penelitian antara lain : serbuk gergajian kayu, sekam, daan rumput (Dewi dkk.,
2017).
Tinjauan Umum Kompos
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan
kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Selama
ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan
sebagai pengganti pupuk buatan. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup
mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna
bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang.
Proses pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan
kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan. Proses
anaerobik. Kompos yang baik digunakan di lahan adalah yang sudah matang dan
dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya,
tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu tanah. Proses pengomposan adalah
proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah ( 20).
Keunggulan dari pupuk kompos ini adalah ramah lingkungan, dapat menambah
sapi. Hal ini dikarenakan bahan tersebut mudah didapatkan dan pengolahannya
tidak sulit. Kotoran sapi juga mempunyai kandungan N, P dan K yang tinggi
sebagai pupuk kompos, sehingga dapat mensuplai unsur hara yang dibutuhkan
tanah dan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik (Subekti, 2015).
aktivitas mikroba, oleh karena itu kecepatan dekomposisi dan kualitas kompos
tergantung pada keadaan dan jenis mikroba yang aktif selama proses
sampai terbentuknya kompos. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk
lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,
yang bisa dibuat dari sampah rumah tangga. Bioaktivator memiliki kelebihan,
sapi. Rasio karbon nitrogen berkisar 22-30.09, kadar air 50% w.b dan pH sekitar
4.3 4.4 dari biomassa akan membantu proses pengomposan menjadi lebih baik
dan optimal, karena mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Selain itu juga
kimia sebagai berikut : nitrogen 0.4 - 1 %, phospor 0,2 - 0,5 %, kalium 0,1 1,5
%, kadar air 85 92 %, dan beberapa unsure-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn).
karena pH kotoran sapi 4,0 - 4,5 atau terlalu asam sehingga mikroba yang mampu
hidup terbatas. Bahan tambahan tersebut yang mudah didapat dari lokasi
penelitian antara lain : serbuk gergajian kayu, sekam, daan rumput (Dewi dkk.,
2017).
Serbuk kayu adalah kayu halus yang memiliki ukuran kecil yang
dihasilkan dari proses pemotongan kayu. Secara umum serbuk kayu mengandung
selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan. Menurut Haygreen (1996), sebuk kayu
al.,(1981), kayu jati memiliki kandungan selulosa sebesar 47.5%, lignin sebesar
mikroba yang aktif adalah mikroba mesofilik, yaitu mikroba yang dapat hidup
pada suhu antara 20-35o C. Aktifitas mikroba mesofilik dalam proses penguraian
tumpukan kompos sampai mencapai suhu maksimum (Isroi dan Yuliarti, 2009).
bahan organik oleh aktivitas mikroba, yaitu mikroba akan mengambil air, oksigen
dan nutrisi dari bahan organik yang kemudian akan mengalami penguraian dan
membebaskan CO2 dan O2. Hal ini terjadi karena pangaruh bahan activator yaitu
yang sangat menyengat, akan tetapi pada hari kedua, bau sudah tidak tercium lagi.
Pada percobaan yang tidak menggunakan aerator juga terjadi hal yang sama. Hal
ini bisa terjadi karena kotoran sapi cepat mengalami dekomposisi dan juga
campuran dari serbuk gergaji membuat kadar air kotoran sapi berkurang (Subekti,
2015).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Materi Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum pengomposan ini yaitu feses sapi 5
kg, dedak 5% (5kg), gula pasir 200 gram, serbuk gergaji 3% (5kg), EM4 8cc dan
Metode Praktikum
dengan dedak 5% dari 5kg, gula pasir 200 gram, serbuk gergaji 3% dari 5kg, EM4
8cc, dan abu gosok 2% dari 5kg. Mencampurkan feses ayam dengan bahan
rapat (Anaerob) selama 7 hari dan melakukan pengujian parameter yang telah
berikut:
Bahan : Alat :
Menyiapakan Alat dan
Feses sapi 5 kg Bahan Ember, timbangan,
Dedak 5 %,gula Termoneter
pasir 200 gram,
serbuk gergaji 3%,
EM4 8cc, abu
gosok 2% Homogenisasi Bahan
Memasukkan dalam
Kantong Plastik ( Media
Anaerob)
Mengukur Suhu
Uji Organoleptik
Warna
1 2 3 4 5 6
Bau
1 2 3 4 5 6
Tekstur
1 2 3 4 5 6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
didapatkan suhu awal dan akhir yaitu 29oC, ini menandakan bakteri yang aktif
pasa saat pengomposan adalah bakteri mesofilik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Isroi dan Yuliarti (2009) mikroba mesofilik adalah mikroba yang dapat hidup pada
suhu antara 20-35o C. Aktifitas mikroba mesofilik dalam proses penguraian akan
didapatkan berat awal 5,2 kg sedangkan berat akhir 5,4 kg. ini berarti bahwa kadar
airnya meningkat artinya kompos kualitasnya kurang baik karena kompos yang
baik adalah kadar airnya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Prihandini dan
Purwanto (2007) bahwa kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami
pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan
pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang.
didapatkan warna awal dengan skala 3 berwarna cokelat dan warna akhir dengan
disebabkan oleh aktivitas bakteri dalam kompos. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gaur (1986) bahwa perubahan warna kompos dari coklat menjadi coklat
didapatkan bau awal dengan skala 2 agak berbau feses dan bau akhir dengan skala
4,6 berbau tape fermentasi. Adanya perubahan bau yang dihasilkan oleh kompos
disebabkan oleh campuran-campuran bahan terutama bahan utama yaitu feses sapi
yang memiliki unsur kimia yang menyebabkan perubahan bau pada kompos. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dewi dkk, (2016) bahwa kotoran sapi memiliki
kandungan kimia sebagai berikut : nitrogen 0.4 - 1 %, phospor 0,2 - 0,5 %, kalium
0,1 1,5 %, kadar air 85 92 %, dan beberapa unsure-unsur lain (Ca, Mg, Mn,
skala 3,4 sedikit menggumpal. Adanya perbedaan tektur pada kompos disebabkan
oleh adanya proses dekomposisi yang cepat sehingga kadar airnya turun. Hal ini
sesuai dengan pendapat Subekti (2015) bahwa kotoran sapi cepat mengalami
dekomposisi dan juga campuran dari serbuk gergaji membuat kadar air kotoran
sapi berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, N.M.E.Y., Y. Setiyo dan I.M. Nada. 2017. Pengaruh bahan tambahan pada
kualitas kompos kotoran sapi. Program Studi Teknik Pertanian. Universitas
Udayana.
Haygreen JG, Bowyer JL., 1996. Forest Product and Wood Science: An
Introduction.
Isroi dan Yuliarti, 2009, Kompos Cara Mudah, Murah dan Cepat Menghasilkan
Kompos, Lily Publisher, Yogyakarta.
Setiyo, Y., Hadi K.P., Subroto, M.A, dan Yuwono, A.S., 2007. Pengembangan
Model Simulasi Proses Pengomposan Sampah Organik Perkotaan. Journal
Forum Pascasarjana Vol 30 (1) Bogor.
Sudrajat. 2002. Mengelola sampah kota, solusi mengatasi maslah sampah kota
dengan manajemen terpadu dan mengolahnya menjadi energi listrik dan
kompos. Penebar Swadaya. Depok.