Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM OBAT DAN MAKANAN

DOSEN : DR. HARUSTIATI A. MOEIN, S.H, M.H

OLEH

SYAMSUL RIJAL M

P0906216010

PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM


JURUSAN HUKUM KESEHATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
Aspek Kefarmasian Menurut Undang undang
Berdasarkan permasalahan diatas, kami menemukan beberapa ketidak hubungan antara
yang terjadi dengan yang terdapat di peraturan peraturan yang berlaku mengenai kesehatan dan
pelayanan kesehatan. Peraturan-peraturan itu sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 5
(1) Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Undang-undang N0.8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen


Pasal 4
(1)Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.
3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang PekerjaanKefarmasian:
Pasal 1
(13)Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh apoteker
Pasal 20
Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga
Teknis Kefarmasian
Pasal 21
(1)Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep ddokter dilaksanakan oleh
Apoteker
Pasal 51
(1)Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya
oleh Apoteker
4. Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/PER/SK/X/2002 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemebrian Izin Apotek
Pasal 19.
(1)Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker pendamping.
(2)Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik menunjuk .Apoteker
Pengganti

5. Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar


Pelayanan di Apotek
Bab III tentang pelayanan, standar pelayanan kesehatan di apotek meliputi:
1. Pelayanan resep : apoteker melakukan skrining resep dan penyiapan obat
2. Apoteker memberikan promosi dan edukasi
3. Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian
a. Penyiapan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan informasi
obat dan konseling kepada pasien dan tenaga keseahatan.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker
untuk menyediakan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker
dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
a) Sumber Daya
Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional yang senantiasa mampu
melaksanakan dan memberikan pelayanan yang baik.
b) Sarana dan Prasarana
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk menerima
konseling dan informasi.
c) Pelayanan resep: Apoteker melakukan skrining resep hingga penyiapan obat
Pelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker yang di apotek yang dimulai dari skrining
resep meliputi: persyaratan administratif (Nama, SIP dan alamat dokter,tanggal penulisan
resep, tanda tangan dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jeniskelamin dan berat badan
pasien, nama obat, potensi, dosis, dan jumlah obat, cara pemakaian yang jelas), kesesuaian
farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian) dan pertimbangan klinis (efek samping, interaksi, kesesuaian). Selain itu,
apoteker juga memiliki tugas untuk melakukan penyiapan obat meliputi tahap: peracikan
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat, etiket yang jelas, kemasan obat yang
diserahkan dengan rapidan terjaga kualitas.
d) Pelayanan Resep : Apoteker melakukan penyerahan obat.
Sebelum obat diserahkan, obat harus dicek kembali antara obat dan resep.Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker sambil dilakukan pemberian informasi obat sekurang-kurangnya:
cara pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan,aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari; dan dilakukan konseling untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien.
e) Promosi dan Edukasi Dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus
berpartisipasi aktif dalam promosi dan edukasi kesehatan.
f) Penyediaan farmasi UUK melalui Pasal 108 Ayat (1) menentukan, bahwa praktik kefarmasian
dalam pengadaan, distribusi & pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan tertentu yang mempunyai keakhlian & kewenangan untuk itu & Ayat (2)
menentukan pengaturan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
ASPEK HUKUM FARMASI :

Undang-Undang
Ordonansi Obat Keras (Staatblad Nomor 419 Tahun 1949)
UU no 23 th 1992 tentang Kesehatan
UU no 22 th 1997 tentang Narkotika
UU no 5 th 1997 tentang Psikotropika
Peraturan Pemerintah
PP 72/1998, Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
PP 41/1990, Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker
PP 36/1964, Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan
Dokter/Dokter Gigi/Apoteker
PP 32/1996, Tenaga Kesehatan Tenaga Kefarmasian: Apoteker, Asisten Apoteker, dan
Analis Farmasi
PP 32/1991, Impor Bahan Baku Atau Produk Tertentu Yang Dilindungi Paten Bagi
Produksi Obat Di Dalam Negeri
PP 26/1965, APOTIK
PP 25/1980, PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26
TAHUN 1965 TENTANG APOTIK
PP 20/1962, LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER

SK Menkes

No 264a/Menkes/Skb/Vii/2003 tentang Tugas, Fungsi, dan Kewenangan di Bidang


Pengawasan Obat dan Makanan
No 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
No 942/MENKES/SK/VII/2003 tenang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan
No 983/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Warung Obat Desa
No 988/MENKES/SK/VIII/2004 Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat
No 1027/MENKES/SK/IX/2004 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
No1197/MENKES/SK/X/2004 Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit
No 1168/MENKES/PER/X/1999 Bahan Tambahan Makanan

ASPEK HUKUM KEAMANAN PANGAN :

Kep Dirjen POM 386 tahun 1990 tentang Perubahan Lamp Permenkes 239 tahun 1985
tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya
Kep Dirjen POM HK.00.06.4.02894 tahun 1994 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba
pada Kosmetika
Kep Ka BPOM HK.00.05.5.1639 tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan
yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)
Kep Ka BPOM HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan
Suplemen Makanan
Kepmenkes 23 tahun 1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan
Kepmenkes 98 tahun 1994 tentang Pengesahan Naskah Kodeks Kosmetika Indonesia
Edisi II Volume I
Kepmenperindag 62 tahun 2004 tentang Pedoman Cara Uji Kandungan Kadar Nikotin
dan Tar Rokok
Keppres 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol
Keppres 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional
Peringatan BPOM KH.00.01.2.3984 tahun 2004 tentang Kosmetik Mengandung Bahan
Berbahaya yang Dilarang Digunakan pada Sediaan Kosmetik
Permendag 15 tahun 2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Impor, Pengedaran dan
Penjualan, dan Perizinan Minuman Beralkohol
Permenkes 180 tahun 1985 tentang Makanan Daluwarsa
Permenkes 239 tahun 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan
Berbahaya
Permenkes 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan
Permenkes 1168 tahun 1999 tentang Perubahan Permenkes 722 tahun 1988 tentang
Bahan Tambahan Makanan
Permenkes 1176 tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika
PP 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
PP 28 tahun 2004 tentang Kemananan, Mutu, dan Gizi Pangan
PP 38 tahun 2000 tentang Perubahan PP 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan
PP 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
PP 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
UU 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
UU 7 tahun 1996 tentang Pangan
UU 9 tahun 1976 tentang Narkotika
UU 22 tahun 1997 tentang Narkotika
UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika
ATURAN YANG TERKAIT
Peraturan perundang-undangan terkait industri farmasi:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri farmasi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang
perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
hk.00.05.1.3460 tahun 2005 tentang pengawasan pemasukan bahan baku obat
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
hk.04.1.33.02.12.0883 tahun 2012 tentang dokumen induk industri farmasi dan
industri obat tradisional
Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
Hk.00.05.23.3874 tentang Pelaksanaan Pelaporan Informasi Industri Farmasi
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 5143/A/SK/73 Tentang : Status Badan
Hukum Pabrik Farmasi
Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor : HK.00.05.3.02706 Tahun 2002 tentang Promosi Obat.

Anda mungkin juga menyukai