Anda di halaman 1dari 13

Pengaruh Virus Varicella Zooster terhadap Tubuh Manusia

Erma Kairunisa
102012349
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
Erma.kairunisa@gmail.com

BAB I PENDAHULUAN

Virus Varicella Zoster tersebar di seluruh dunia serta dapat menyebabkan varicella
(cacarair) dan herpes zoster(shingles). Varicella merupakan penyakit yang ringan, sangat
menular, terutama pada anak-anak ditandai dengan terjadi demam, malaise, anorexia, sakit
kepala, dan nyeri perut 1-2 hari sebelum terbentuknya lesi makulopapular pada muka dan batang
tubuh, yang kemudian menjadi vesikel dan membentuk krusta. Herpes zoster umumnya terjadi
pada manula akibat reaktivasi virus laten yang berada di dorsal basal ganglia yang ditandai
dengan adanya ruam pada kulit dengan lesi serupa dengan varisela.

Dalam makalah ini, akan dibahas kaitan virus varicella zoster dalam anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosis untuk
konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit yang disebabkan infeksi primer virus
varicella zoster.
BAB II PEMBAHASAN

Defenisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal
dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken pox.
Varisela disebabkan oleh virus Varicella Zooster.
Varisela ini merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang
disertai gejala konstitusi dengan adanya vesikel pada kulit yang sangat menular, terutama
berlokasi dibagian sentral tubuh. Penyakit ini disebut juga chicken pox, cacar air, atau
varisela zoster yang merupakan hasil infeksi primer pada penderita rentan.1

Etiologi
Varisela disebabkan oleh Virus Varisela-Zoster (VVZ). VVZ adalah herpesvirus manusia; ia
diklasifikasikan sebagai herpesvirus alfa karena kesamaannya dengan pro-kelompok ini, yang
adalah virus herpes simpleks. VVZ adalah virus DNA helai ganda, terselubung; genom virus
mengkode lebih dari pada 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan
timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh asiklovir dan
dihubungkan dengan agen antivirus.2

Epidemiologi
Sangat mudah menular, yaitu melalui percikan ludah dan kontak. Dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonatus (varisela kongenital), tetapi tersering pada masa anak.
Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan kulit (erupsi) timbul
sampai 6 atau 7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup, varisela hanya diderita 1 kali.3
Patofisiologi
Varisela mulai dengan pemasukan virus ke mukosa yang dipindahkan dalam sekresi saluran
pernafasan atau dengan kontak langsung lesi kulit varisela atau herpes zoster. Pemasukan disertai
dengan masa inkubasi 10-21 hari, pada saat tersebut penyebaran virus subklinis terjadi. Akibat
lesi kulit tersebar bila infeksi masuk fase viremi; sel mononuklear darah perifer membawa virus
infeksius, menghasilkan kelompok vesikel baru selama 3-7 hari. VVZ juga diangkut kembali ke
tempat-tempat mukosa saluran pernafasan selama akhir masa inkubasi, memungkinkan
penyebaran pada kontak rentan sebelum muncul ruam. Penularan virus infeksius oleh droplet
pernafasan membedakan VVZ dari virus herpes manusia yang lain.
Penyebaran viseral virus menyertai kegagalan respon hospes untuk menghentikan viremia,
yang menyebabkan infeksi paru, hati, otak, dan organ lain. VVZ menjadi laten di sel akar ganglia
dorsal pada semua individu yang mengalami infeksi primer. Reaktivasinya menyebabkan ruam
vesikuler terlokalisasi yang biasanya melibatkan penyebaran dermatom dari satu saraf sensoris;
perubahan nekrotik ditimbulakan pada ganglia terkait, kadang-kadang meluas ke dalam kornu
posterior. Histopatologi varisela dan lesi herpes zoster adalah identik; VVZ infeksius ada pada
lesi herpes zoster, sebagaimana ia berada dalam lesi varisela, tetapi tidak dilepaskan ke dalam
sekresi pernafasan. Varisela mendatangkan imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif
terhadap infeksi ulang bergejala. Supresi imunitas seluler pada VVZ berkorelasi dengan
penambahan risiko reaktivasi VVZ sebagai herpes zoster.4

Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit dibagi menjadi dua stadium yaitu stadium prodromal dan stadium erupsi.
Periode prodromal terjadi 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala demam, malaise,
dan anoreksia. Periode erupsi dimulai dengan terjadinya papula merah dan kecil yang berubah
menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar. Makulopapul eritematosa timbul
pada wajah dan batang tubuh dan berlanjut menjadi tahap vesikular, pustular, dan krusta selama
3-4 hari. Erupsi timbul mula-mula di dada lalu ke muka, bahu, dan anggota gerak disertai
perasaan gatal. Lesi lebih banyak di kepala dan batang tubuh, sedikit pada ekstremitas distal,
daerah iritasi yang terbakar matahari, dan jarang pada telapak tangan dan kaki.5

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium erupsi. Pasien
bersifat infeksius mulai dari 1 sampai 2 hari sebelum timbul ruam hingga 5 hari
setelahnya. Krusta terkelupas dalam waktu sekitar 1 minggu. Parut permanen jarang
terjadi kecuali bila terdapat infeksi sekunder.4,6
Working Diagnosis

Tanda khas penyakit varisela adalah terdapat bermacam-macam stadium lesi. Tanda khas
lainnya adalah lesi timbul mula-mula di dada dan muka kemudian sedikit menuju ke lengan. Hal
ini menunjukkan tanda yang sama pada pemeriksaan fisik dimana lesi ditemukan di seluruh
tubuh dengan sebaran lesi sentrifugal (menjauhi pusat).4

Varisela memiliki periode inkubasi 13-17 hari. Hal ini menunjukkan tanda yang sama yaitu
ada teman sekolahnya yang diketahui mengalami keluhan yang sama 2 minggu yang lalu.4

Selain itu, sekitar 24 jam sebelum kelainan kulit timbul pada penderita varisela, terdapat
gejala malaise dan anoreksia.

Namun, dalam hal ini belum dapat dipastikan menderita varisela yang disebabkan VZV.
Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada kerokan atau bilasan
dasar vesikel dan sebagainya.4

Differential Diagnosis

1. Variola (Smallpox)

Smallpox merupakan penyakit akut dan contagious yang didapatkan melalui


infeksi virus variola yang merupakan golongan genus Orthopoxvirus. Infeksi ini bisa
didapatkan melalui implantasi dari beberapa virion dari smallpox ke dalam orofaring atau
traktus respirasi. Penyakit ini mempunyai periode inkubasi sekita 7-17 hari. Setelah
pasien terpapar kepada infeksi, pasien akan melalui periode inkubasi tanpa symptom
selama 10-12 hari. Smallpox bermula dengan demam, pusing dan sakit belakang. Lesi
pada kulit dapat timbul pada muka, mulut, faring dan lengan. 1-4 hari sebelum onset
ruam adalah merupakan fase prodromal menimbulkan demam, pusing, sakit belakang,
menggigil, muntah-muntah dan sakit badan. Ruam dapat timbul setelah 2-4 hari dan akan
berlanjutan melalui peringkat, papul, vesikel, pustule dan akhirnya menjadi scab. Scab
tersebut akan menghilang pada akhir minggu ketiga atau minggu keempat. Perubahan
rash dari papul ke pustule hanya mengambil masa 1-2 hari. Rash menyebar bermula dari
daerah muka ke lengan dan kaki sebelum menyebar ke bagian tangan dan tungkai bawah.
Ruam ini dapat menyebar ke semua bagian tubuh dalam masa 24 jam.6,7

2. Rubeola (Measles/Morbili)

Varicella harus dibedakan dengan Rubeola. Rubeola merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus Morbili (Paramyxoviridae). Masa inkubasinya berkisar antara 10-20 hari yang terdiri dari
tiga stadium. Stadium pertama adalah stadium prodromal yang berlangsung 3-5 hari dengan
gejala demam awal yang tidak telalu tinggi namun makin lama makin meninggi, 3C (cough,
conjunctivitis, dan coryza), koplik spot yang ditemukan pada 1-2 hari sebelum sampai 1-2 hari
sesudah muncul ruam.7

Fase yang mengikuti setelahnya adalah fase erupsi, dimana ruam makulopapular
eritematous, konfluens, menyebar dari belakang telinga hingga ke seluruh tubuh. Pada
fase ini demam akan bertahan 3 hari sesudah menyebar ke seluruh tubuh dan suhu badan
akan mencapai puncak saat ruam mulai timbul. Fase yang terakhir adalah fase
konvalesens dimana demam mulai turun dan ruam akan meninggalkan bekas
hiperpigmentasi selama 1-2 minggu.7

3. HMFD (Hand, Mouth, Foot Disease)

HMFD (hand, mouth, foot disease) atau juga dikenal sebagai Flu Singapura atau
di Indonesia dikenal dengan PTKM (Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut) adalah penyakit
yang disebabkan oleh Coxackie virus. Penyakit ini akan menimbulkan gejala demam
selama 2-3 hari yang diikuti dengan sakit leher (faringitis). Kehilangan nafsu makan,
pilek dan gejala flu lainnya juga mengikuti. Yang dapat membuat penyakit ini berbeda
dengan varicella adalah bahwa lesi hanya ada di mulut, tangan ataupun di bawah lutut.
Penularan penyakit ini dapat melalui droplet.7

Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung
kepada pasien (autonamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain ( aloanamnesis).
Contohnya dalam kasus yang akan dibahas yaitu varicela.
Seorang perempuan berusia 5 tahun datang dibawa orang tuanya kepuskesmas dengan
keluhan timbul bercak vesikel pada badan dan wajah sejak 1 hari yang lalu. Menurut ibunya, ada
teman sekolah anaknya yang mengalami keluhan yang sama kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Anak tampak lemas dan nafsu makan berkurang.
Adapun hal-hal yang perlu kita tanyakan pada saat anamnesis adalah:6
1. Identitas pasien : nama, umur,jenis kelamin, alamat, agama.

2. Tempat lesi tersebut mulai timbul

3. Apakah lesi tersebut terasa gatal

4. Apakah lesi tersebut terasa nyeri, dan pola penyebaran

5. Perkembangan lesi tersebut

6. Riwayat Penyakit Dahulu

7. Riwayat Keluarga

8. Riwayat Obat

9. Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien

10. Riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang harus selalu dilakukan kepada setiap pasien adalah memeriksa
tekanan darah, suhu, nadi, serta pernafasan pasien. Pada pemeriksaan fisik ini, didapati bahwa
sang pasien tampak sakit sedang, suhu tubuh 38oC, denyut nadi 90x per menit, frekuensi
pernafasan 20x per menit, tekanan darah 90/60 mmHg dan terdapat bercak vesikopapular pada
seluruh tubuh, wajah, dan sedikit pada lengan.7

Pemeriksaan fisik ditegakkan dengan melihat lesi kulit yang khas dan ciri-ciri
lainnya, berupa :7
Lesi klasik berbentuk oval dengan kemerahan pada kulit bagian dasarnya.

Lesi kulit timbul pada tubuh dan wajah, yang diawali dengan adanya bentolan kemerahan
yang membesar selama 12 14 hari menjadi besar, berair, berisi nanah dan kering.

Lesi terdapat paling banyak pertama kali di bagian tubuh dan muka kemudian menyebar
ke ekstremitas

Lesi yang terdapat diseluruh tubuh terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis NAAT (Nucleic Acid Amplification Testing) saat ini merupakan metode
diagnosis utama. Apusan tzanck smear merupakan metode diagnosis laboratorium yang
sederhana namun mempunyai sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan dengan
infeksi HSV. Pada pewarnaan apusan kerokan atau bilasan dasar vesikel (apusan Tzanck
menggunakan pewarnaan Giemsa atau Wright) terlihat sel raksasa berinti banyak
(multinuklear). Peningkatan titer antibodi spesifik dapat dideteksi pada serum pasien
dengan berbagai tes, termasuk antibodi fluoresensi, aglutinasi lateks, immunoassay
enzim. Serologi (peningkatan antibodi empat kali lipat) digunakan untuk menentukan
status imun pasien yang dianggap berisiko (pasien immunocompromised atau wanita
hamil) untuk menurunkan risiko penyebaran pada wabah institusional.8

Penatalaksanaan

Untuk varisela pada imunokompeten, pengobatan yang dapat diberikan adalah:

1. Antivirus

Dapat diberikan pada usia pubertas, orang dewasa, penderita yang tertular orang serumah,
neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari sesudah
melahirkan. Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah timbulnya erupsi kulit.
Dosis untuk obat asiklovir adalah pada bayi/anak 4-5 x 20 mg/kg (maks 800 mg/hari)
selama 5-7 hari sedangkan pada dewasa 5 x 800 mg /hari selama 5-7 hari.9
Obat ini bertindak dengan mengganggu DNA polymerase dan efek inhibisi terhadap
replikasi DNA melalui pemutusan rantai. Pasien akan mengalami nyeri yang kurang dan
pembaikan lesi yang lebih cepat apabila obat ini diberikan dalam waktu 48 jam dari onset
rash.

Kemudian untuk obat valasiklovir dosis yang diberikan untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama
7 hari. Pemberian obat ini dapat memberikan efek samping seperti sakit kepala, neutropenia,
nasophararyngitis, mual, kenaikan alanine transaminase dan nyeri abdomen. Persentase efek
samping ini melebihi 10%. Selain itu, ia juga mungkin mengakibatkan dysmenorrhea, arthralgia,
muntah-muntah dan pusing. Obat ini juga dikategorikan sebagai kategori B bagi ibu hamil dan
dapat masuk ke ASI. Mekanisme kerja obat ini adalah sebagai prodrug yang berbah menjadi
asiklovir oleh metabolisme di usus dan hepar. Obat ini bersaing dengan deoksiguasinosin
trifosfat untuk viral DNA polymerase. Efeknya adalah inhibisi sintesa DNA dan replikasi
virus.9,10
Dan untuk obat famsiklovir dosis untuk dewasa 3x 250 mg/hari selama 7 hari. Efek samping
pemberian obat ini adalah sakit kepala dan mual. Selain itu, ia juga mungkin dapat
mengakibatkan diare, nyeri abdomen, dysmenorrhea dan keletihan. Dikategorikan sebagai
kategori B bagi ibu hamil. Namun, ianya tidak diketahui sama ada diekskresikan melalui laktasi
atau tidak. Obat ini merupakan prodrug kepada pensiklovir yang dapat menginhibisi replikasi
DNA virus bagi virus herpes simpleks (HSV) dan VZV. Pada penderita varisela dengan VZV
yang resisten terhadap golongan asiklovir dapat diberikan foskarnet dengan dosis 600 mg/hari
dan diberikan secara intravena. Foskarnet adalah satu-satunya obat yang sekarang tersedia untuk
pengobatan infeksi VZV resisten asiklovir.11
2. Obat topikal
Untuk lesi vesikular dapat diberikan bedak agar vesikel tidak pecah, dapat ditambahkan
dengan menthol 2% atau antipruritus lain. Bila vesikel sudah pecah atau menjadi krusta dapat
menggunakan salap antibiotic.
3. Simtomatik
Bila sakit disertai dengan gejala maka dapat diberikan antipiretik bila terdapat demam. Dan dapat
diberikan antipruritus yaitu merupakan antihistamin yang mempunyai efek sedatif.
4. Non medika
Pengobatan non medika / non obat dapat diberikan bila demam sudah hilang dapat mandi
secara hati-hati agar vesikel tidak pecah, kemudian jangan menggaruk jaga agar vesikel tidak
pecah tunggu sampai mengering dan biarkan lepas sendiri, istirahat pada masa aktif sampai
semua lesi sudah mencapai stadium krustasi, makan makanan lunak terutama bila terdapat
banyak lesi di mulut, dan mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.

Preventif

Secara aktif
Vaksin varicella terdiri dari virus varicella yang dilemahkan. Vaksin lebih efektif apabila
diberikan pada anak berumur 12-18 bulan kemudian pada umur 4-6 tahun. Efek samping dari
pemberian vaksin seringkali terjadi 42 hari setelah imunisasi, dan pada umumnya terjadi bila
diberikan pada anak sebelum 14 bulan, setelah pemberian vaksin MMR, dan bila anak mendapat
steroid peroral. Kemudian pemberian vaksin juga dapat diberikan 3-5 hari setelah sang anak
terpajan oleh varicella zoster virus.

Secara Pasif

Pemberian varicella zooster immune globuline (VZIG) sebagai profilaksis setelah terpapar
virus, dan terutama pada orang orang dengan resiko tinggi. Dosis yang diberikan adalah 125 IU
/ 10 kgBB. 125 IU adalah dosis minimal, sedangkan dosis maksimal adalah 625 IU dan diberikan
secara intramuskuler. VZIG hanya mengurangi komplikasi dan menurunkan angka kematian
varicella sehingga pada orang orang yang tidak mengalami gangguan imunologi lebih baik
diberikan vaksin varicella. Indikasi pemberian VZIG : Bayi baru lahir dari ibu yang menderita
varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan. Anak anak dengan leukemia atau
limfoma yang belum divaksinasi. Penderita denganHIV AIDS atau dengan imunodefisiensi.
Penderita yang mendapatkan terapi imunosupresan (steroid sistemik).6,10
Komplikasi

Infeksi bakteri akibat Streptococcus dan staphylococcus, merupakan komplikasi yang


paling sering. Individu dengan defisiensi imun atau imunocompromised yaitu pada pasien yang
sedang menjalani terapi steroid, HIV, dll, sering mengalami penyakit berat dengan banyak lesi
yang berlangsung lama dan dapat menjadi hemoragik. Komplikasi lainnya adalah dapat terjadi
pneumonia, encephalitis, dan cerebral ataxia yang lebih sering terjadi. Anak dengan sistem
imunologis yang normal jarang mendapatkan komplikasi tersebut di atas sedangkan anak dengan
defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan
anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut.6-8

Pneumonia lebih sering pada orang dewasa (hingga 20%) terutama perokok dan wanita
hamil. Sedangkan pneumonia varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak dan biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varisela yang
disebabkan oleh virus Varicela Zoster jarang didapatkan pada anak dengan sistem imunologis
normal sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa lebih sering
ditemukan.7

Ensefalitis serebelar pascainfeksi (1/6000 kasus) dan seringkali hanya memberikan gejala
ataksia 2-3 minggu sebelum timbul ruam. Normalnya dapat terjadi pemulihan sempurna, namun
dapat juga terjadi ensefalitis yang lebih luas meliputi mielitis transversa dan Sindrom Guillain-
Barre walaupun jarang. Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti
nistagmus, tremor, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan
kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang
berulang-ulang. Penderita varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat
meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku.5,6

Cacar air pada kehamilan dan risiko terhadap bayi baru lahir terjadi selama 20 minggu
pertama: 1-2% neonatus dapat mengalami berat badan lahir rendah, ekstremitas pendek,
mikrosefali, katarak, dan ruam seperti zoster (sindrom varisela kongenital). Pada trimester kedua
dan ketiga bayi dapat mengalami herpes zoster aktif namun tidak ada kelainan lain dan seminggu
sebelum hingga seminggu setelah persalinan bayi dapat mengalami cacar air berat yang
berpotensi fatal.

Prognosis

Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene) diri
dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut
hanya sedikit, kecuali jika pasien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan
kerusakan kulit lebih dalam. Angka kematian yang disebabkan oleh varicella 2-3 dari 100.000
kasus dan kasus kematian terendah adalah pada anak berumur 1 sampai dengan 9 tahun. Bayi
yang kurang dari 1 tahun yang terinfeksi varicella mempunyai resiko kematian 4 kali lebih besar
dari normal sedangkan bila infeksi terjadi pada orang dewasa maka resikonya adalah 25 kali
lebih besar dari normal.2

Kesimpulan

Pasien diduga menderita varisela (cacar air) yang disebabkan oleh Varisela Zoster Virus
dengan ditemukannya lenting vesikel pada badan dan wajah disertai dengan malaisme dan
Pemeriksaan lanjut atau penunjang diperlukan untuk menegakkan diagnosis dari penyakit yang
disebabkan Varisela Zoster Virus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Diunduh dari http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-
pada-penyakit-varisela.html, pada tanggal 13 November 2015.

2. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasannya.


Jakarta: Erlangga; 2005: 91-3.

3. Nelson WE. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Ed.15. Vol 2. Jakarta: EGC; 2003; 1097-100.

4. Boediardja SA, Sugito TL. Penatalaksanaan varisela di Indonesia. Dalam : Daili SF,
Makes WIB, penyunting. Penatalaksanaan kelompok penyakit herpes di Indonesia.
Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2004: 17-28.

5. Ropp SL, Jin Q, Knight JC, Massung RF, Esposito JJ. PCR strategy for identification and
differentiation of smallpox and other orthopoxviruses. J Clin Microbial. Aug
1995;33(8):2069-76[1] Behrman RE, Kliegmen RM. Arvin AM. Ilmu kesehatan anak
nelson vol. 2, edisi 15. Wahab AS (editor). Jakarta: EGC; 1999.h.1097-100.

6. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2003: 94-6.

7. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,15,64-70.
8. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.
Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2007.h.439-442,448-452.

9. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.286-287.

10. Hassan R, Alatas H, Wahidiyat I. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Edisi ke-4. Jakarta:
FKUI; 1985.h.637-640.

11. Louisa M, Setiabudy R. Antivirus. Dalam: farkamologi dan terapi edisi 5. Jakarta:
fakultas kedokteran UI; 2009.h.643.

12. Daili SF, Makes WIB. Penatalaksanaan kelompok peyakit herpes di Indonesia. Jakarta:
kelompok studi herpes Indonesia; 2004.h.20-1,23-7

Anda mungkin juga menyukai