Anda di halaman 1dari 3

DOCUMENT

Osteoporosis adalah kondisi yang banyak diderita oleh individu yang memiliki usia >
50 tahun, terutama wanita. Walaupun osteoporosis biasanya bersifat asimtomatik, namun
kondisi ini merupakan faktor risiko utama terjadinya fraktur. Faktor utama terjadinya
osteoporosis adalah gaya hidup (kurangnya aktifitas fisik), merokok, ras kulit putih, dan
pengobatan tertentu yang dapat mempengaruhi metabolisme tulang (kortikosteroid, anti-
epilepsi, estrogen sistemik, anti-androgen, SSRI.(1,2)

Beberapa tahun terakhir, dilaporkan bahwa pasien yang menggunakan PPI dalam
jangka waktu yang panjang memiliki tingkat kepadatan tulang yang lebih rendah (terutama
pada bagian pinggul dan femoral neck) dan memiliki faktor risiko fraktur sebesar 35% lebih
besar. (3) Mekanisme bagaimana PPI dapat meningkatkan risiko fraktur berhubungan dengan
gangguan absorpsi kalsium pada pasien yang mengkonsumsi PPI. Asam lambung berperan
dalam memecah garam kalsium yang tidak larut, menghasilkan kalsium yang terionisasi
untuk diserap di bagian proksimal usus halus (2,3). Kadar kalsium dalam tubuh yang
berkurang menimbulkan mekanisme kompensasi sekunder berupa hiperparatiroidisme
sehingga resorpsi tulang meningkat. (3,4)

Freedberg et al. (7) juga melakukan penelitian kasus kontrol dengan subjek penelitian
berupa anak dan dewasa muda. Jumlah kasus sebanyak 124.799 dan jumlah kontrol sebanyak
605.643. Penelitian menyatakan bahwa terdapat peningkatan risiko fraktur pada dewasa muda
berusia 18-29 tahun dengan OR 1.39 (95% CI 1.26-1.53). Hasil penelitian ini didukung oleh
hasil penelitian kohort prospektif Van der Hoorn et al. (8) pada 4432 pasien. Penelitian ini
menyatakan bahwa pasien yang mengkonsumsi PPI memiliki risiko osteoporosis dan fraktur
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak mengkonsumsi PPI (pengguna 36%
vs bukan pengguna 26%).

Berbeda dengan hasil penelitian di atas, Wright et al. (4) melakukan penelitian
intervensi pada 12 pasien. Pasien terdiri dari 6 orang laki-laki dengan rata-rata usia 29.2 +/-
7.9 tahun dan 6 orang perempuan dengan rata-rata usia 32.5 +/- 8.7 tahun. Penelitian ini
terbagi menjadi 2 tahap, yang pertama adalah masa penyesuaian selama 2 minggu,
dilanjutkan dengan masa penelitian selama 6 hari. Hasil penelitian menyatakan bahwa PPI
(esomeprazole) meningkatkan pH asam lambung secara bermakna (pH dengan terapi PPI
5.38 +/-0.13 vs pH dengan plasebo 2.7 +/- 0.44; P=.005) namun tidak terdapat perbedaan
absorpsi kalsium pada kelompok yang diterapi dengan PPI maupun plasebo. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa supresi asam lambung akibat konsumsi PPI jangka pendek tidak
mempengaruhi absorpsi kalsium pada dewasa muda yang sehat. (4)

Targownik et al. (1) juga melakukan penelitian dengan 2 tipe analisis, yaitu penelitian
potong lintang dan longitudinal. Penelitian potong lintang membandingkan pasien dengan
diagnosa osteoporosis (yang ditegakkan dengan pemeriksaan kepadatan tulang) dibandingkan
dengan pasien dengan tingkat kepadatan tulang yang normal. Analisis longitudinal
mengikutsertakan semua pasien yang melakukan 2 kali pemeriksaan kepadatan tulang antara
2001 hingga 2006 dengan jarak antar pemeriksaan 1 -3 tahun. (1)

Pada analisis potong lintang, dosis standar PPI didefinisikan sebagai berikut:
omeprazole, rabeprazole, esomeprazole (20 mg), lansoprazole (30 mg) dan pantoprazole (40
mg). Pasien dikelompokkan menjadi 4 kategori: 1) no PPI use, 2) low PPI use (<750 dosis
PPI dalam 5 tahun), 3) moderate PPI use (750 - 1500 dosis dalam 5 tahun) dan 4) high PPI
use (>= 1500 dosis dalam 5 tahun). (1) Pada analisis longitudinal, seseorang dikelompokkan
sebagai pengguna PPI apabila subjek penelitian mengkonsumsi PPI >= 50% dihitung
berdasarkan jumlah hari antar pemeriksaan kepadatan tulang. (1)

Faktor komorbiditas juga diperhitungkan pada kedua jenis analisis ini, seperti usia,
jenis kelamin, status BMI, penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes, penyakit tiroid,
gagal ginjal kronis, sirosis, depresi. (1)

Pada studi potong lintang, 2195 subjek penelitian dengan osteoporosis regio pinggul
dibandingkan dengan 5527 kontrol dengan hasil pengukuran normal. 3596 subjek dengan
osteoporosis regio lumbal dibandingkan dengan 10.257 kontrol normal. Pada analisis
univariat, penggunaan PPI berhubungan dengan risiko osteoporosis regio lumbar yang lebih
rendah pada semua kelompok pengguna PPI. Osteoporosis regio pinggul juga dilaporkan
lebih rendah pada kelompok high PPI use (>1.500 dosis dalam 5 tahun). Tidak ditemukan
hubungan antara konsumsi PPI dan kejadian osteoporosis, baik pada regio lumbar dan
pinggul. Hasil sub-analisis yang hanya dilakukan pada subjek yang berusia > 60 tahun juga
tidak menunjukkan hubungan antara penggunaan PPI dan osteoporosis yang ditegakkan
dengan pemeriksaan kepadatan tulang. Hasil penelitian ini didukung oleh analisis
longitudinal yang menyatakan bahwa konsumsi PPI tidak mempengaruhi penurunan
kepadatan tulang secara signifikan, baik pada regio lumbal maupun pinggul. (1)

Hingga saat ini, penelitian yang mempelajari hubungan antara konsumsi PPI dalam
pengaruhnya terhadap kepadatan tulang dan risiko fraktur memiliki hasil yang bervariasi dan
masih menjadi perdebatan. Belum dapat disimpulkan bahwa konsumsi PPI secara langsung
menyebabkan penurunan kepadatan tulang, osteoporosis dan meningkatkan kejadian fraktur.
(5)

Perbedaan hasil antar penelitian ini dapat disebabkan oleh:

1. Metodologi penelitian, karakteristik populasi dan metode penilaian fraktur yang


bervariasi.

Rekomendasi:

ACG 2013

- pasien GERD dengan penyakit penyerta osteoporosis bukan merupakan kontraindikasi


terapi PPI. (2)

- Tidak ada rekomendasi khusus berhubungan dengan penggunaan PPI seperti pemberian
suplementasi kalsium dan pengukuran kepadatan tulang secara rutin. (2)

Health Canada (April 2013) dan FDA

- Pasien dengan faktor risiko osteoporosis harus dipantau secara rutin. Penggunaan PPI
dianjurkan pada dosis terendah yang efektif dan durasi yang lebih singkat. (2)

Suplementasi kalsium
- Kalsium sitrat lebih direkomendasikan pada pasien yang mengkonsumsi PPI karena dapat
diserap pada lingkungan yang tidak asam. (2)

1. Targownik LE, Lix LM, Leung S, Leslie WD. Proton-Pump Inhibitor Use Is Not
Associated With Osteoporosis or Accelerated Bone Mineral Density Loss.
Gastroenterology 2010;138:896-904.

2. Ito T, Jensen RT. Association of Long-term Proton Pump Inhibitor Therapy with Bone
Fractures and effects on Absorption of Calcium, Vitamin B12, Iron and Magnesium. Curr
Gastroenterol Rep 2010; 12(6): 448-457.

3. ONeill LW, Culpepper BL, Galdo JA. Long-Term Consequences of Chronic Proton
Pump Inhibitor Use. US Pharm 2013;38(12):38-42.

4. Wright MJ, Sullivan RR, Gaffney-Stomber E, Caseria DM, OBrien KO, Proctor DD, et
al. Inhibiting Gastric Acid Production Does Not Affect Intestinal Calcium Absorption in
Young, Healthy Individuals: A Randomized, Crossover, Controlled Clinical Trial. Journal
of Bone an Mineral Research 2010;25(10):2205-2211.

5. Andersen BN, Johansen PB, Abrahamsen B. Proton pump inhibitors and osteoporosis.
Curr Opin Rheumatol 2016;28:420-425.

6. Yang YX. Proton pump inhibitor therapy and osteoporosis. Curr Drug Saf 2008;3:204
209.

7. Vestergaard P, Rejnmark L, Mosekilde L. Proton pump inhibitors, histamine H2 receptor


antagonists, and other antacid medications and the risk of fracture. Calcif Tissue Int
2006;79:7683.

Anda mungkin juga menyukai