Anda di halaman 1dari 10

METABOLIT SEKUNDER AGENSIA PENGENDALI HAYATI: TEROBOSAN BARU

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PERKEBUNAN

Oleh:
Loekas Soesanto
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Korespondensi: lukassus26@gmail.com

PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang sering dihadapi di dalam dunia pertanian, khususnya di
tanaman perkebunan, adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Akibat dari
adanya serangan OPT ini selain ke arah pertumbuhan tanaman dan produksi, juga dapat
menurunkan nilai tambah dari produk pertanian, bahkan sampai kepada peningkatan
kesejahteraan hidup petani atau pekebun. Bahkan tidak jarang serangan OPT mengakibatkan
kegagalan panen. Oleh karena itulah, diperlukan tindakan pencegahan dan pengengelolaan
OPT agar masalah OPT di pertanaman dapat ditekan atau diatasi.
Penggunaan agensia pengendali hayati (APH) akhir-akhir ini mulai marak dan banyak
digunakan di hampir semua bidang pertanian secara luas, tidak ketinggalan di bidang
perkebunan. Banyak penelitian di berbagai bidang menggunakan APH, baik dari kelompok
jamur maupun bakteri antagonis. Hal ini didasarkan kepada semakin sadarnya konsumen untuk
mengkonsumsi produk pertanian sehat dan bebas residu kimia, di samping kepada kesadaran
akan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, semakin banyaknya pemanfaatan APH di dunia
perkebunan muncul dari rendahnya tingkat kompetisi produk perkebunan kita di pasar bebas
karena kualitasnya yang rendah terutama akibat kandungan residu bahan kimia di dalam
produk perkebunan. Bahkan, ketidak-mampuan bahan kimia sintetis di dalam mengatasi atau
mengendalikan OPT perkebunan di lapangan.
Akan tetapi, meskipun APH sering digunakan di dalam mengatasi masalah OPT
perkebunan, masih banyak OPT perkebunan yang belum dapat diatasi dengan pemanfaatan
APH secara konvensional. Misalnya, masalah penggerek batang, penggerek cabang atau
ranting, penggerek buah, penyakit layu pembuluh, dan penyakit mati pucuk tanaman
perkebunan. Hal ini dikarenakan OPT perkebunan tersebut berada di dalam jaringan tanaman
dan bahkan keberadaannya di dalam jaringan tanaman tidak terdeteksi karena mempunyai jalur
pergerakan yang khas.
Berdasarkan kondisi tersebut, perlu inovasi baru di dalam pemanfaatan APH, khususnya
di dalam mengatasi OPT perkebunan yang sampai sekarang belum dapat dikendalikan.
Metabolit sekunder APH seringnya digunakan sebagai dasar pertimbangan mengapa APH yang
diaplikasikan tersebut berhasil mengendalikan OPT, jadi masih sebagai objek bukan subjek
yang digunakan, bukan pelakunya karena subjeknya masih berupa konidium atau spora APH.
Tulisan ini ingin mengungkapkan inovasi baru APH di dalam mengatasi OPT tersebut, yaitu
penggunaan metabolit sekunder APH, yang selama ini tidak pernah diperhatikan secara khusus
bahkan digunakan penuh.

METABOLIT SEKUNDER APH


Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang tidak secara langsung terlibat dalam
pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme secara normal dan dibentuk selama
akhir atau mendekati tahap stasioner pertumbuhan organisme. Metabolit sekunder adalah hasil
metabolisme organisme atau mikroba yang dibuang karena tidak ada manfaatnya bagi
kehidupan organisme atau mikroba tersebut; sedangkan hasil metabolisme yang digunakan
dikenal dengan nama metabolit primer.
Metabolit primer merupakan senyawa organik yang dibentuk selama pertumbuhan
organisme atau mikroba, yang secara langsung berpengaruh terhadap kehidupan orgnaisme
atau mikroba. Hal ini karena hasil metabolisme tersebut berupa energi yang sangat dibutuhkan
organisme atau mikroba untuk hidupnya. Misalnya alkohol, asam amino, protein, dan lemak.
Sementara itu, metabolit sekunder umumnya dibentuk di akhir pertumbuhan yang berupa sisa-
sisa metabolisme, sehingga diperlukan untuk dibuang karena tidak dibutuhkan untuk kehidupan
organisme atau mikroba. Misalnya antibiotika, enzim, hormon, dan toksin.
Hasil metabolit sekunder yang tidak digunakan tersebut yang menyebabkan suatu APH
mempunyai tingkat kemempanan yang tinggi atau rendah di dalam mengendalikan OPT di
lapangan. Banyak hasil penelitian pemanfaatan APH untuk mengendalikan OPT, tidak terkecuali
OPT perkebunan, yang menunjukkan hasil positif; artinya ,dapat menekan tingkat serangan
OPT di lapangan, meskipun diaplikasikan dengan cara konvensional. Keberhasilan APH
tersebut sangat tergantung dan ditentukan dengan seberapa banyak jumlah dan jenis metabolit
sekunder yang dihasilkan. Peran metabolit sekunder APH dapat secara tunggal, artinya hanya
satu jenis metabolit sekunder saja yang berguna. Akan tetapi, umumnya metabolit sekunder
APH berperan ganda, baik secara aditif maupun sinergis. Hal ini sering nampak pada hasil
aplikasi APH, selain dapat mengatasi atau mengendalikan OPT juga dapat berpengaruh kepada
tanamannya, khususnya terhadap pertumbuhan tanaman.
Jadi, pertanyaannya adalah mengapa menggunakan metablit sekunder APH di dalam
mengendalikan OPT perkebunan? Ada beberapa alasan mengapa metabolit sekunder APH
digunakan, yaitu:
1. Berperan sebagai pelindung tanaman
Metabolit sekunder APH, dan juga APH konvensional, mampu melindungi tanaman dari
serangan OPT jika diberikan di awal sebagai pencegahan sebelum ada serangan OPT.
Perlindungan yang diberikan oleh APH secara konsvensional adalah dengan penyelimutan
daerah sekitar akar tanaman (rhizosphere) karena kemampuan persaingannya yang lebih
baik dengan mikroba tanah lainnya. Sebaliknya, perlindungan oleh metabolit sekunder APH
adalah dari dalam tanaman, yaitu metabolit sekunder APH salah satunya berperan
meningkatkan senyawa kimia di dalam tanaman yang berfungsi dalam ketahanan tanaman
terhadap serangan OPT (Tabel 1). Metabolit sekunder mampu mengimbas ketahanan
tanaman, sehingga tanaman dapat tahan dan terhindar dari serangan OPT.

Tabel 1. Kandungan senyawa fenol tanaman uji secara kualitatif akibat perlakuan formula
cair Pseudomonas fluorescens P60 (Soesanto et al., 2010)
Perlakuan Glikosida Saponin Tanin
Kontrol + + +
spPfP60-5hsbt +++ ++ +++
ssPfP60-5hsbt +++ +++ +++
spPfP60-st +++ +++ ++
ssPfP60-st +++ ++ ++
spPfP60-5hsst +++ +++ ++
ssPfP60-5hsst ++ +++ ++
Keterangan: + = sedikit, ++ = cukup banyak, +++ = banyak, sp = supernatan, ss = suspensi,
PfP60 = P. fluorescens P60, hsbt = hari sebelum tanam, st = saat tanam, dan
hsst = hari sesudah tanam.

Pada Tabel 1 nampak bahwa aplikasi bakteri antagonis P. fluorescens P60, baik
diaplikasikan sebelum, pada saat, maupun setelah tanam, mampu meningkatkan
kandungan senyawa fenol di dalam tanaman uji secara kualitatif. Meskipun pengimbasan
ketahanan tanaman, yang dapat berfungsi sebagai pelindung tanaman, dapat juga
disebabkan oleh perlakuan bahan kimia, seperti asam salisilat dan asam jasmonat, namun
penggunaan metabolit sekunder APH lebih sesuai, baik ditinjau dari biaya yang rendah
maupun kemudahan dalam penyiapannya.

2. Penting dalam mengatasi stress lingkungan


Lingkungan hidup tanaman yang tidak sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman dapat menyebabkan stress pada tanaman, yang berujung kepada terganggunya
pertumbuhan dan produksi tanaman, misalnya cuaca ekstrem dan adanya senyawa kimia
beracun di dalam tanah. Metabolit sekunder APH ketika diberikan di awal tanam dapat
mengatasi stress lingkungan karena terkait dengan perannya sebagai pengimbas
ketahanan tanaman.
3. Penting dalam mengatasi OPT yang berada di dalam tanaman
Banyak OPT perkebunan yang belum dapat diatasi dengan baik khususnya oleh
penggunaan APH biasa atau secara konvensional, dan bahkan sudah muncul OPT
perkebunan baru. Ketidak-mampuan mengatasi serangan OPT perkebunan tersebut selain
disebabkan oleh keberadaan OPT perkebunan yang sukar diketahui karena berada di
dalam jaringan tanaman, maupun sukar dijangkau karena berada di bagian atas tanaman
yang tinggi, misalnya hama kelapa. Aplikasi metabolit sekunder APH mampu menjawab
tantangan tersebut. Beberapa hasil kaji terap yang dilakukan, baik oleh BBPPTP Ambon
maupun UPTD Proteksi, Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa
metabolit sekunder APH dapat mengendalikan beberapa OPT perkebunan yang sukar
tersebut, misalnya penyakit VSD pada kakao, hama penggerek cengkeh, serta hama
Brontispa dan Sexava pada kelapa. Penyakit busuk buah kakao juga dapat diatasi dengan
aplikasi metabolit sekunder Trichoderma sp. dengan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan
dengan aplikasi APH secara konvensional, yaitu lebih dari 75% (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil aplikasi metabolit sekunder Trichoderma sp, terhadap penyakit busuk buah
kakao di Desa Kaliburu (Sumber: UPTD Proteksi, Provinsi Sulawesi Tengah).

4. Sebagai satu-satunya cara pengendalian OPT perkebunan


Banyak OPT perkebunan yang tidak dapat diatasi dengan cara apapun, baik dengan kimia
maupun non-kimia. Hal ini karena keberadaan OPT perkebunan di dalam jaringan tanaman
sukar diketahui dengan dengan jalur yang tidak teratur. Selain itu, kerja dari cara kimia atau
non-kimia seringnya bersifat tunggal, sehingga tidak lengkap di dalam mengendalikan OPT
tersebut. Metabolit sekunder APH mampu menjawab tantangan tersebut, yaitu dapat
menjangkau keberadaan OPT di dalam jaringan tanaman, dan dengan mekanisme yang
beragam sesuai kandungan di dalam metabolit sekunder APH (Tabel 2).

Tabel 2. Analisis kandungan senyawa fenol, pengaruh supernatan beberapa agensia hayati
terhadap perkecambahan konidium, dan keberadaan Fusarium oxysporum f.sp.
cubense di akar dan bonggol tanaman pisang (injeksi dan rendam bibit) (Soesanto
dan Rahayuniati, 2009)
Perlakuan Pengujian kandungan fenol Perkecam- Keberadaan Foc (%)
(kualitatif) bahan konidium
glikosida tanin saponin Foc akar bonggol
Kontrol + + ++++ ++++ 70,0 bc 100,0 b
Spnt F.eq ++ ++ +++ +++ 90,0 c 100,0 b
Spnt T.kon ++ +++ + + 40,0 ab 20,0 a
Spnt G.vir + + ++ ++ 20,0 a 20,0 a
Spnt T.har1 +++ +++ + + 10,0 a 0a
Spnt T.har2 ++ +++ ++ ++ 50,0 abc 40,0 a
Spnt T.har3 ++ +++ + + 10,0 a 10,0 a
Keterangan: + = sedikit, ++ = cukup banyak, +++ = banyak, ++++ = sangat banyak, Spnt =
supernatant, F.eq = Fusarium equiseti, T. kon = Trichoderma koningii, G. vir =
Gliocladium viride, dan T. har = Trichoderma harzianum.

5. Kemudahan dalam penyiapan, pengaplikasian, penyimpanan, dan pengemasan


Metabolit sekunder APH dapat disiapkan dengan mudah, artinya dapat dilakukan oleh
petani biasa yang tidak mempunyai alat lengkap seperti di laboratorium. Bahan yang
digunakan juga sangat mudah didapat dan murah, bahkan tidak ada harganya. Aplikasi
metabolit sekunder APH dapat dilakukan dengan berbagai cara, semua cara dapat
digunakan; bahkan tidak tergantung kepada perbedaan ekologi wilayah. Hal ini berbeda
dengan APH biasa yang terbatas cara aplikasinya dan tergantung kepada kesamaan
ekologinya. Penyimpanan metabolit sekunder APH dapat dilakukan dalam waktu lama,
bahkan bertahun-tahun dengan syarat tertentu, dan tidak terpengaruh oleh kondisi ekologi.
Pengemasannya pun juga sangat sederhana dan mudah.
6. Lebih lengkap dampak positifnya di dalam mengatasi OPT
Pengaruh dari aplikasi metabolir sekunder APH tidak saja dialami oleh OPT sasaran, tetapi
juga oleh tanamannya. Hal ini karena kandungan di dalam metabolit sekunder APH tidak
saja berupa toksin atau antibiotika atau enzim yang berperan di dalam pengendalian OPT,
tetapi juga hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Bahkan
metabolit sekunder APH berperan sebagai agensia pengangkut logam, agensia simbiosis,
penghasil hormon, efektor pembeda, serta toksin bagi pesaing dan molekul lain. Peran
metabolit sekunder APH ini terkait erat dengan mekanismenya, yaitu ketahanan sistemik
terimbas, antibiosis, senyawa bioaktif organik menguap, enzim, dan terangkut hara dan air.
Fungsi ganda inilah yang menjadikan metabolit sekunder APH saat ini menjadi inovasi baru
di dalam membuat tanaman sehat dan tahan terhadap serangan OPT.
7. Peluang usaha
Mengingat peran metabolit sekunder APH yang lengkap dan penting, dan kemudahan di
dalam menghasilkan atau memproduksinya, tidak menutup kemungkinan metabolit
sekunder APH akan dapat diproduksi secara besar atau skala industri.
Berdasarkan latar belakang tersebut, metabolit sekunder APH mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
1. Memperlambat dan menghambat perkecambahan spora
2. Melindungi pertumbuhan awal
3. Membersihkan lingkungan
4. Memperkuat jaringan
5. Menyediakan pasokan nutrisi
6. Merangsang dan menghasilkan pengatur tumbuh

MACAM METABOLIT SEKUNDER APH


Kandungan atau macam metabolit sekunder untuk masing-masing APH tidak sama, juga
untuk APH yang sama tetapi berbeda strain atau isolatnya. Setiap APH mempunyai keunikan
tersendiri, dan hal ini akan terkait erat dengan sifat keganasannya terhadap OPT sasaran.
Semakin mempan efikasi metabolit sekunder APH terhadap OPT sasaran, semakin tinggi
kandungannya. Berikut beberapa contoh APH dengan kandungan metabolit sekundernya.
1. Beauveria bassiana
Kandungan di dalam metabolit sekunder B. bassiana di antaranya bassianin, bassiacridin,
beauvericin, bassianolide, siklosporin A, asam oksalat, beauverolides, tenellin and
oosporein, Antibakteri, Antijamur, Antinematodal, Mikotoksin, sitotoksis, Beauvericin,
Enniatins, Isarolides, dan Bassianolide (= insecticidal). Metabolit sekunder B. bassiana
mampu menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen tanaman dengan konsentrasi
rendah. Jamur patogen tanaman yang dihambat pertumbuhannya oleh metabolit sekunder
B. bassiana, antara lain jamur Alternaria tenuis, Aspergillus niger, A. parasiticus, Fusarium
avenaceum, F. graminearum, F. moniliforme, F. oxysporum, dan Penicillium sp.
2. Trichoderma Gliocladium
Kedua genus ini merupakan genus agensia hayati yang paling banyak digunakan untuk
mengendalikan OPT, juga OPT perkebunan. Kandungan di dalam metabolit sekundernya
cukup banyak dan lengkap, yaitu Antrakuinon: pachybasin, chrysophanol, emodin,
trichodermol, Antibiotika, Enzim, Toksin, Manitol, Asam 2-hidroksimalonat, Metil benzoate,
P-hidroksibenzil alcohol, Asam ferulat, 2,5-dimetoksibenzokuinon, Dihidrokoenzim q10,
Coenzim q10, Sorbisilin, Nektriapiron, Vermopiron, Trikoharzin, Kompaktin, Koasam
suksinat, Asam itakonat, Asam karolat, Penkolida, Viridiofungin a, Viridiofungin b,
Viridiofungin c, Metil-2,4,6-oktatriena carboksilat, Trikodermena a, Harzianopiridon,
Harzianolida, Dehidro harzianolida, Asam harzianat, Ninginan d, 2,4,6,8-nonatetron-2,8-bis-
etilenketal, 2,3-dihidroksi-5,6-dimetil benzokuinon, 2,3-dimetoksi-5,6-dimetil benzokuinon,
2,3-dimetoksi-5,6-dimetil kuinhidron, 3,5-dihidroksi toluene, 1,2-dimetil-3,4-dihidroksi
benzene, Trikodermaol, Dimerat santona, Trikodimerol, Trikodermolida, Sorbikuinol, Seko-
koninginin, Siklonerodiol, Asam gliokladat, Asam heptelidat, Triko-akorenol, 3,4,14-
trihidroksikaroten-14-oleat, Trikodermin, Mikotoksin a, Harziandion, Ergosterol, Asam
helvolat, Viridin, Viridol, Viron, Dermadin, Sporolakton, Isonitrin a, Homotalin d, Gliotoksin,
Fenol, Gliovirin, Urasil, Melanoksadin, Seramida, Valinotrisin, Melanoksazal, Trikopolin I,
Vertisilin a, Homovertisilin a, 3-metilbut-2-enil eter, dan 3-hidroksimetilbut-2-enil eter. Selain
itu, beberapa enzim juga dihasilkan oleh APH ini yang terkandung di dalam metabolit
sekundernya, dan peran enzim sangat penting di dalam menunjang asalah satu mekanisme
antagonis, yaitu mikoparasit atau hiperparasit. Enzim yang terdapat di dalam metabolit
sekunder Trichoderma spp., di antaranya protease, selulase, selobiase, khitinase, dan 1,3-
-glukanase.
3. Metarhizium
Metabolit sekunder Metarhizium mengandung beberapa senyawa, di antaranya senyawa
pendegradasi pati, pendekomposisi khitin, pendekomposisi lemak dan glikogen, antagonis
ke jamur patogen, Khitinolisis, Sitokalasin C dan D (= zigosporin A), Siklodepsipeptida
destruksin A, B, C, dan D, L-prolil-L-leusin anhidrid, L-prolil-L-valin anhidrid, dan Desmetil
destruksin B

SIFAT METABOLIT SEKUNDER APH


Metabolit sekunder APH mempunyai sifat yang menguntungkan dan sesuai dengan
kebutuhan, jika diaplikasikan dalam berbagai cara. Sifat metabolit sekunder APH antara lain:
1. Mudah larut dalam air, sehingga dapat menyatu dengan air dan tidak membutuhkan
perata atau perekat.
2. Tidak meninggalkan residu di dalam jaringan tanaman, sehingga produk pertanian aman
terhadap bahaya residu.
3. Tidak mudah menguap, membuat metabolit sekunder APH tahan lama di alam
4. Jumlah metabolit sekunder yang dibutuhkan hanya sedikit, tetapi memberikan manfaat
yang besar
5. Mudah diaplikasikan dengan beragam cara dan dalam berbagai kondisi karena tidak
terpengaruh oleh perbedaan lokasi dan cuaca atau iklim.
6. Dapat dipadukan dengan pemupukan organik ketika diaplikasikan, sehingga dapat
menghemat biaya kerja.
7. Manfaat ganda dapat diakibatkan oleh aplikasi metabolit sekunder APH, baik terhadap
OPT perkebunan sasaran maupun pertumbuhan dan produksi tanaman inangnya.

APLIKASI METABOLIT SEKUNDER APAH


Metabolit sekunder APH dengan banyak manfaat positif dan keuntungan, sangat
menjanjikan untuk dapat mengatasi OPT perkebunan khususnya. Hal ini karena aplikasi
metabolit sekunder APH yang mudah dan tidak terbatas, yaitu:
1. Penyiraman sekitar batang tanaman di bawah tajuk tanaman
2. Pelindung benih dengan cara pelapisan beniih dan perendaman benih
3. Perendaman akar bibit khususnya sebelum ditanam atau dipindah tanam
4. Penyiraman bibit di sekitar tangkai bibit dalam pesemaian
5. Perendaman rimpang, umbi, atau akar
6. Injeksi atau infus batang dan infus akar untuk tanaman berkayu
7. Penyemprotan daun dan batang serta cabang tanaman
8. Penyemprotan bunga atau buah/bakal buah

KEUNTUNGAN PENGGUNAAN METABOLIT SEKUNDER APH


Metabolit sekunder APH banyak memberikan keuntungan jika diaplikasikan untuk
mengendalikan OPT perkebunan. Hal ini akan berdampak kepada peningkatan pendapatan
petani pekebun. Bebera keuntungan yang dapat diberikan oleh metabolit sekunder APH yaitu:
1. Mudah dilakukan penyiapan atau pembuatannya, dan bahkan sampai kepada
penerapan dan penyimpanannya.
2. Cepat mengenai sasaran bahkan untuk sasaran yang sukar dilakukan pengendalian
dengan cara apapun
3. Secara khusus ditujukan untuk mengatasi OPT penggerek batang atau buah dan
pembuluh kayu tanaman perkebunan
4. Hemat bahan metabolit sekunder karena dapat diencerkan dan hanya dibutuhkan dalam
jumlah sedikit
5. Hemat biaya karena bahan dan alat yang diperlukan untuk membuat dan menyiapkan
metabolit sekunder APH sangat murah.
6. Tidak berpengaruh negatif ke tanaman, bahkan memberikan pengaruh positif kepada
pertumbuhan dan produksi tanaman.
7. Aman residu yang ada di dalam jaringan tanaman, karena metabolit sekunder APH
adalah senyawa organik.

PENUTUP
Melihat begitu banyak manfaat yang diperoleh dengan aplikasi metabolit sekunder APH
dan tidak adanya dampak negatif yang ditimbulkannya, maka metabolit sekunder APH
merupakan inovasi baru APH di dalam mengatasi OPT perkebunan, khususnya OPT
perkebunan yang selama ini tidak dapat dikendalikan dengan cara biasa. Aplikasi metabolit
sekunder APH ke depan akan lebih sering dilakukan agar salah satu kendala peningkatan
produksi tanaman perkebunan dapat diatasi dengan aman dan ramah lingkungan.
Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa metabolit sekunder APH:
1. Sebagai cakrawala baru dalam perlindungan tanaman perkebunan
2. Perangkat untuk pengendalian OPT perkebunan yang ramah secara ekologi
3. Metabolit sekunder APH mempunyai banyak kelebihan dan keuntungan
4. Menunjang pertanian dan perkebunan berkelanjutan
5. Masih diperlukan tindakan lanjutan yang intensif

PUSTAKA ACUAN
Elad, Y. 1996. Mechanisms involved in the biological control of Botrytis cinerea incited diseases.
European Jorunal of Plant Pathology 102: 719-732.
Elad, Y. and S. Freeman. 2002. Biological Control of Fungal Plant Pathogens. Pp. 93-109. In:
Kempken (Ed.), The Mycota XI: Agricultural Application. Springer-Verlag Berlin,
Heidelberg.
Elad, Y., R. Lifshitz, and R. Baker. 1985. Enzymaric activity of the mycoparasitse Pythium nunn
during interaction with host and non-host fungi. Physiological Plant Pathology 27: 131-148.
Elad, Y., D. Rav David, T. Levi, A. Kapat, B. Krishner, E. Guvrin, and A. Levine. 1998.
Trichoderma harzianum T39 Mechanisms of biocontrol of foliar pathogens. Modern
Fungicides and Antifungal Compounds II, Intercept Ltd., Hampshire. Pp. 459-467.
Grondona, I., R. Hermosa, M. Tejada, M. D. Gomis, P. F. Mateos, P. D. Bridge, E. Monte, and I.
Garcia-Acha. 1997. Physiological and biochemical characterization of Trichoderma
harzianum, a biological control agent against soilborne fungal plant pathogens. Applied
and Environmental Microbiology 63(8): 31893198.
Guetsky, R., D. Shtienberg, Y. Elad, E. Fischer, and A. Dinoor. 2002. Improving biological control
by combining biocontrol agents each with several mechanisms of disease suppression.
Phytopathology 92: 976-985.
Sivan, A. and I. Chet. 1989. Degradation of fungal cell wall by litic enzymes of Trichoderma
harzianum. Journal of General Microbiology 135: 675-682.
Soesanto, L. 2010. Pengimbasan ketahanan: Strategi cerdas pengendalian penyakit dan hama
tanaman. Hal. 17-25. Dalam: L. Soesanto, R.F. Rahayuniati, E. Mugiastuti, dan A. Manan
(Eds.). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman
Ramah Lingkungan. Jurusan HPT, Fakultras Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Soesanto, L. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, Cetakan II. PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Soesanto, L. dan R.F. Rahayuniati. 2009. Pengimbasan ketahanan bibit pisang Ambon Kuning
terhadap penyakit layu fusarium dengan beberapa jamur antagonis. Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan Tropika 9(2):130-140.
Soesanto, L., E. Mugiastuti, dan R.F. Rahayuniati. 2010. Kajian mekanisme antagonis
Pseudomonas fluorescens P60 terhadap Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici pada
tanaman tomat in vivo. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10(2):108-115.
Steyaert, J.M., H.J. Ridgway, Y. Elad, and A. Stewart. 2003. Genetic basis of mycoparasitism: a
mechanism of biological control by species of Trichoderma. New Zealand Journal of Crop
and Horticultural Science 31: 281-291.
Zaldvar, M., J.C. Velsquez, I. Contreras, and L.M. Prez. 2001. Trichoderma aureoviride 7-
121, a mutant with enhanced production of lytic enzymes: its potential use in waste
cellulose degradation and/or biocontrol. EJB Electronic Journal of Biotechnology Vol.4
No.3, http://www.ejb.org/content/vol4/issue3/full/7 [31 Oktober 2014].

The author has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate.

Anda mungkin juga menyukai