Oleh:
Loekas Soesanto
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Korespondensi: lukassus26@gmail.com
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang sering dihadapi di dalam dunia pertanian, khususnya di
tanaman perkebunan, adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Akibat dari
adanya serangan OPT ini selain ke arah pertumbuhan tanaman dan produksi, juga dapat
menurunkan nilai tambah dari produk pertanian, bahkan sampai kepada peningkatan
kesejahteraan hidup petani atau pekebun. Bahkan tidak jarang serangan OPT mengakibatkan
kegagalan panen. Oleh karena itulah, diperlukan tindakan pencegahan dan pengengelolaan
OPT agar masalah OPT di pertanaman dapat ditekan atau diatasi.
Penggunaan agensia pengendali hayati (APH) akhir-akhir ini mulai marak dan banyak
digunakan di hampir semua bidang pertanian secara luas, tidak ketinggalan di bidang
perkebunan. Banyak penelitian di berbagai bidang menggunakan APH, baik dari kelompok
jamur maupun bakteri antagonis. Hal ini didasarkan kepada semakin sadarnya konsumen untuk
mengkonsumsi produk pertanian sehat dan bebas residu kimia, di samping kepada kesadaran
akan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, semakin banyaknya pemanfaatan APH di dunia
perkebunan muncul dari rendahnya tingkat kompetisi produk perkebunan kita di pasar bebas
karena kualitasnya yang rendah terutama akibat kandungan residu bahan kimia di dalam
produk perkebunan. Bahkan, ketidak-mampuan bahan kimia sintetis di dalam mengatasi atau
mengendalikan OPT perkebunan di lapangan.
Akan tetapi, meskipun APH sering digunakan di dalam mengatasi masalah OPT
perkebunan, masih banyak OPT perkebunan yang belum dapat diatasi dengan pemanfaatan
APH secara konvensional. Misalnya, masalah penggerek batang, penggerek cabang atau
ranting, penggerek buah, penyakit layu pembuluh, dan penyakit mati pucuk tanaman
perkebunan. Hal ini dikarenakan OPT perkebunan tersebut berada di dalam jaringan tanaman
dan bahkan keberadaannya di dalam jaringan tanaman tidak terdeteksi karena mempunyai jalur
pergerakan yang khas.
Berdasarkan kondisi tersebut, perlu inovasi baru di dalam pemanfaatan APH, khususnya
di dalam mengatasi OPT perkebunan yang sampai sekarang belum dapat dikendalikan.
Metabolit sekunder APH seringnya digunakan sebagai dasar pertimbangan mengapa APH yang
diaplikasikan tersebut berhasil mengendalikan OPT, jadi masih sebagai objek bukan subjek
yang digunakan, bukan pelakunya karena subjeknya masih berupa konidium atau spora APH.
Tulisan ini ingin mengungkapkan inovasi baru APH di dalam mengatasi OPT tersebut, yaitu
penggunaan metabolit sekunder APH, yang selama ini tidak pernah diperhatikan secara khusus
bahkan digunakan penuh.
Tabel 1. Kandungan senyawa fenol tanaman uji secara kualitatif akibat perlakuan formula
cair Pseudomonas fluorescens P60 (Soesanto et al., 2010)
Perlakuan Glikosida Saponin Tanin
Kontrol + + +
spPfP60-5hsbt +++ ++ +++
ssPfP60-5hsbt +++ +++ +++
spPfP60-st +++ +++ ++
ssPfP60-st +++ ++ ++
spPfP60-5hsst +++ +++ ++
ssPfP60-5hsst ++ +++ ++
Keterangan: + = sedikit, ++ = cukup banyak, +++ = banyak, sp = supernatan, ss = suspensi,
PfP60 = P. fluorescens P60, hsbt = hari sebelum tanam, st = saat tanam, dan
hsst = hari sesudah tanam.
Pada Tabel 1 nampak bahwa aplikasi bakteri antagonis P. fluorescens P60, baik
diaplikasikan sebelum, pada saat, maupun setelah tanam, mampu meningkatkan
kandungan senyawa fenol di dalam tanaman uji secara kualitatif. Meskipun pengimbasan
ketahanan tanaman, yang dapat berfungsi sebagai pelindung tanaman, dapat juga
disebabkan oleh perlakuan bahan kimia, seperti asam salisilat dan asam jasmonat, namun
penggunaan metabolit sekunder APH lebih sesuai, baik ditinjau dari biaya yang rendah
maupun kemudahan dalam penyiapannya.
Gambar 1. Hasil aplikasi metabolit sekunder Trichoderma sp, terhadap penyakit busuk buah
kakao di Desa Kaliburu (Sumber: UPTD Proteksi, Provinsi Sulawesi Tengah).
Tabel 2. Analisis kandungan senyawa fenol, pengaruh supernatan beberapa agensia hayati
terhadap perkecambahan konidium, dan keberadaan Fusarium oxysporum f.sp.
cubense di akar dan bonggol tanaman pisang (injeksi dan rendam bibit) (Soesanto
dan Rahayuniati, 2009)
Perlakuan Pengujian kandungan fenol Perkecam- Keberadaan Foc (%)
(kualitatif) bahan konidium
glikosida tanin saponin Foc akar bonggol
Kontrol + + ++++ ++++ 70,0 bc 100,0 b
Spnt F.eq ++ ++ +++ +++ 90,0 c 100,0 b
Spnt T.kon ++ +++ + + 40,0 ab 20,0 a
Spnt G.vir + + ++ ++ 20,0 a 20,0 a
Spnt T.har1 +++ +++ + + 10,0 a 0a
Spnt T.har2 ++ +++ ++ ++ 50,0 abc 40,0 a
Spnt T.har3 ++ +++ + + 10,0 a 10,0 a
Keterangan: + = sedikit, ++ = cukup banyak, +++ = banyak, ++++ = sangat banyak, Spnt =
supernatant, F.eq = Fusarium equiseti, T. kon = Trichoderma koningii, G. vir =
Gliocladium viride, dan T. har = Trichoderma harzianum.
PENUTUP
Melihat begitu banyak manfaat yang diperoleh dengan aplikasi metabolit sekunder APH
dan tidak adanya dampak negatif yang ditimbulkannya, maka metabolit sekunder APH
merupakan inovasi baru APH di dalam mengatasi OPT perkebunan, khususnya OPT
perkebunan yang selama ini tidak dapat dikendalikan dengan cara biasa. Aplikasi metabolit
sekunder APH ke depan akan lebih sering dilakukan agar salah satu kendala peningkatan
produksi tanaman perkebunan dapat diatasi dengan aman dan ramah lingkungan.
Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa metabolit sekunder APH:
1. Sebagai cakrawala baru dalam perlindungan tanaman perkebunan
2. Perangkat untuk pengendalian OPT perkebunan yang ramah secara ekologi
3. Metabolit sekunder APH mempunyai banyak kelebihan dan keuntungan
4. Menunjang pertanian dan perkebunan berkelanjutan
5. Masih diperlukan tindakan lanjutan yang intensif
PUSTAKA ACUAN
Elad, Y. 1996. Mechanisms involved in the biological control of Botrytis cinerea incited diseases.
European Jorunal of Plant Pathology 102: 719-732.
Elad, Y. and S. Freeman. 2002. Biological Control of Fungal Plant Pathogens. Pp. 93-109. In:
Kempken (Ed.), The Mycota XI: Agricultural Application. Springer-Verlag Berlin,
Heidelberg.
Elad, Y., R. Lifshitz, and R. Baker. 1985. Enzymaric activity of the mycoparasitse Pythium nunn
during interaction with host and non-host fungi. Physiological Plant Pathology 27: 131-148.
Elad, Y., D. Rav David, T. Levi, A. Kapat, B. Krishner, E. Guvrin, and A. Levine. 1998.
Trichoderma harzianum T39 Mechanisms of biocontrol of foliar pathogens. Modern
Fungicides and Antifungal Compounds II, Intercept Ltd., Hampshire. Pp. 459-467.
Grondona, I., R. Hermosa, M. Tejada, M. D. Gomis, P. F. Mateos, P. D. Bridge, E. Monte, and I.
Garcia-Acha. 1997. Physiological and biochemical characterization of Trichoderma
harzianum, a biological control agent against soilborne fungal plant pathogens. Applied
and Environmental Microbiology 63(8): 31893198.
Guetsky, R., D. Shtienberg, Y. Elad, E. Fischer, and A. Dinoor. 2002. Improving biological control
by combining biocontrol agents each with several mechanisms of disease suppression.
Phytopathology 92: 976-985.
Sivan, A. and I. Chet. 1989. Degradation of fungal cell wall by litic enzymes of Trichoderma
harzianum. Journal of General Microbiology 135: 675-682.
Soesanto, L. 2010. Pengimbasan ketahanan: Strategi cerdas pengendalian penyakit dan hama
tanaman. Hal. 17-25. Dalam: L. Soesanto, R.F. Rahayuniati, E. Mugiastuti, dan A. Manan
(Eds.). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman
Ramah Lingkungan. Jurusan HPT, Fakultras Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Soesanto, L. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman, Cetakan II. PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Soesanto, L. dan R.F. Rahayuniati. 2009. Pengimbasan ketahanan bibit pisang Ambon Kuning
terhadap penyakit layu fusarium dengan beberapa jamur antagonis. Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan Tropika 9(2):130-140.
Soesanto, L., E. Mugiastuti, dan R.F. Rahayuniati. 2010. Kajian mekanisme antagonis
Pseudomonas fluorescens P60 terhadap Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici pada
tanaman tomat in vivo. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10(2):108-115.
Steyaert, J.M., H.J. Ridgway, Y. Elad, and A. Stewart. 2003. Genetic basis of mycoparasitism: a
mechanism of biological control by species of Trichoderma. New Zealand Journal of Crop
and Horticultural Science 31: 281-291.
Zaldvar, M., J.C. Velsquez, I. Contreras, and L.M. Prez. 2001. Trichoderma aureoviride 7-
121, a mutant with enhanced production of lytic enzymes: its potential use in waste
cellulose degradation and/or biocontrol. EJB Electronic Journal of Biotechnology Vol.4
No.3, http://www.ejb.org/content/vol4/issue3/full/7 [31 Oktober 2014].
The author has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate.