BAB 1,2,3,4 Fix
BAB 1,2,3,4 Fix
PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan suatu masalah umum yang sering dijumpai dalam
praktek sehari- hari. Manusia sering berhadapan dengan situasi berat dalam
menjalankan kehidupan ataupun pekerjaan. Hal tersebut dapat berdampak buruk
pada kondisi kesehatan seseorang. Sering bekerja hingga larut malam, menunda
waktu makan, dan kurang tidur sudah menjadi kebiasaan rutin bagi beberapa
orang. Kebiasaan-kebiasaan tersebut seringkali menimbulkan keluhan nyeri
kepala bagi yang bersangkutan. Nyeri kepala yang sering timbul di masyarakat
adalah nyeri kepala tanpa kelainan organik, dengan kata lain adalah nyeri kepala
yang disebabkan oleh faktor psikis
Nyeri kepala adalah rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala,
dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (oksipital).
Berdasarkan kausanya, nyeri kepala dapat digolongkan menjadi nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang
tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya.
Sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan
anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya (Moheban & Gutrecht, 2012).
Migren merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang paling sering
dikeluhkan oleh masyarakat setelah tension type headache (TTH). Secara global,
persentase populasi orang dewasa yang mengalami gangguan nyeri kepala secara
umum adalah 46%, dimana tension type headache sebanyak 42%, dan migren
sebanyak 11% (Stovner dkk, 2007).
Migren adalah penyakit neurovaskuler kronik yang umum dijumpai dan
mengakibatkan penderitaan bagi mereka yang mengalaminya. Migren ditandai
dengan serangan nyeri kepala hebat, disfungsi sistem saraf otonom, dan pada
sejumlah penderita terdapat adanya aura yang berupa gejala neurologis. Migren
masih banyak menyisakan underdiagnosed dan modalitas terapi yang tersedia
masih belum dipergunakan dengan memadai (Goadsby dkk, 2002). Oleh karena
itu diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyakit migren,
sehingga tindakan yang tepat dalam menegakkan diagnosis dan juga manajemen
terapi dari migren dapat dilakukan dengan adekuat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
brainstem, retinal), dimana aura muncul secara gradual dan berlangsung selama 5-
60 menit, kemudian diikuti oleh munculnya nyeri kepala (ICHD-III, 2013).
2.2 Epidemiologi
Migren adalah penyakit nyeri kepala yang rekuren dan kompleks, serta
salah satu penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan prevalensi migrain di seluruh dunia saat
ini mencapai 10%, tertinggi di Amerika Utara, diikuti oleh Amerika Selatan dan
Tengah, Eropa, Asia, dan Afrika. Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta penduduk
memiliki satu atau lebih serangan migren per tahun. Migren berkontribusi
terhadap 64% nyeri kepala berat yang dialami oleh wanita dan 43% nyeri kepala
berat yang dialami oleh pria. Diperkirakan sebanyak 75% dari penderita migren
adalah wanita (Lipton RB dkk, 2002). Migren lebih sering dijumpai pada wanita
daripada laki-laki. Pada wanita bangkitan migren sering muncul ketika haid. Di
dalam keluarga di mana terdapat migren, wanita yang mempergunakan pil KB,
lebih sering mendapat bangkitan daripada wanita yang tidak ber KB (Ngoerah,
1991).
Puncak insiden migren dengan aura pada anak laki-laki adalah pada usia
sekitar 5 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia sekitar 12-13 tahun.
Sedangkan puncak insiden migrain tanpa aura pada anak laki-laki adalah pada
usia 10-11 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia 14-17 tahun (Stewart
WF dkk, 1991).
Sebelum pubertas, prevalensi dan insiden migrain lebih tinggi pada anak
laki-laki dari pada anak perempuan. Setelah usia 12 tahun, prevalensi pada laki-
laki dan perempuan sama-sama meningkat, dan mencapai puncaknya pada usia
30-40 tahun. Rasio perempuan banding pria meningkat dari 2,5:1 pada masa
pubertas sampai 3,5:1 pada usia 40 tahun. Serangan biasanya mengalami
penurunan keparahan dan frekuensi setelah usia 40 tahun, kecuali untuk
perempuan dalam perimenopause. Onset migren setelah usia 50 tahun jarang
terjadi (Hsu LC dkk, 2011).
3
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Menurut Harsono (2011), sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan
sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular, sehingga migren
termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor resiko
timbulnya serangan migren yaitu :
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan
akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan
serangan migren saat menstruasi. Istilah menstrual migraine sering digunakan
untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum
menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi disebabkan penurunan kadar
estrogen.
2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman
ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan
meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang
tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan sakit kepala.
3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi
pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar gula
darah. 4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah
istirahat dari ketegangan.
5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu
tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga
berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi
daripada manusia normal.
4
6. Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala,
kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam
jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini disebut Chinese
Restaurant Syndrome.Aspartam atau pemanis buatan pada minuman diet dan
makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar
dan jangka waktu yang lama.
7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering
terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit kepala
tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan membantu mengurangi
frekuensi timbulnya migren.
9. Faktor cuaca
Polusi udara, temperatur, suhu ruang yang tidak stabil dipercaya
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap insidensi terjadinya migren.
2.4 Pathogenesis
Nyeri pada umumnya muncul ketika reseptor nyeri perifer terstimulasi
sebagai respon atas kerusakan jaringan, distensi visceral, atau faktor lain. Dalam
keadaan tersebut, nyeri merupakan respon fisiologis yang diperantarai sistem saraf
yang normal. Nyeri juga dapat muncul ketika pain-producing pathway dari sistem
saraf sentral dan perifer mengalami kerusakan, atau teraktivasi secara berlebihan.
(Goadsby & Raskin, 2012)
5
menurun, dan pada fase vasodilatasi (fase nyeri kepala) CBF meningkat, diikuti
oleh terjadinya penurunan kadar serotonin dalam plasma. Serotonin pada dasarnya
memiliki sifat menimbulkan konstriksi pada arteri-arteri besar serta dilatasi pada
arteri-arteri kecil. Apabila kadar serotonin dalam plasma menurun (Low Serotonin
Syndrome), maka terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil (cabang-cabang
arteri karotis interna) yang menimbulkan aura, serta terjadi vasodilatasi arteri-
arteri besar (cabang-cabang arteri karotis eksterna) yang menimbulkan nyeri
kepala. Macam migren yang timbul akan tergantung dari daerah arteri
intrakranium yang mengalami vasokonstriksi. Jika vasokonstriksi terdapat pada
cabang a.karotis media, maka migren hemiplegik akan timbul. Vasokonstriksi
cabang-cabang a. serebri posterior akan menimbulkan migren oftalmoplegik.
(Ngoerah,1991)
Sedangkan untuk teori-teori psikologis, memusatkan pada hubungan
berbagai variabel psikologis (misalnya, kekhususan emosional, faktor
psikodinamis, kepribadian, stres, kondisi kejiwaan, penguatan atau reinforcement)
dan kecenderungan terhadap migren. Teori psikofisiologis menekankan peran
potensialstresdan berusaha menjelaskan mekanisme spesifik stress yang memicu
nyeri kepala.(Anugoro,2015)
Fase Prodormal
Sekitar 40-60% dari orang-orang yang mengalami migrain melaporkan
gejala pertanda yang terjadi beberapa jam sampai beberapa hari sebelum serangan
nyeri kepala muncul. Gejalanya berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau
euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis
makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa
jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada
penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.
6
Fase Aura
Aura adalah kompleks gejala neurologis yang mungkin mendahului atau
menyertai fase nyeri kepala. Biasanya muncul melebihi 5-20 menit dan
berlangsung kurang dari 60 menit. Aura dapat berupa gejala visual, sensorik,
motorik atau atau kombinasi.
1. Gejala Visual
Aura paling umum terdiri dari gejala visual, yang mungkin negatif atau
positif. Gejala negatif (lihat gambar di bawah) termasuk scotomata negatif atau
fenomena visual negatif, seperti berikut:
7
Gambar 2. Tampilan visual positif. Terlihat adanya hilangnya penglihatan dan
munculnya bayangan garis garis zigzag yang berpendar.
2. Gejala sensorik
Parestesia, terjadi pada 40% kasus, dengan mati rasa yang dimulai di
tangan, bermigrasi ke lengan, dan kemudian melompat melibatkan wajah, bibir,
dan lidah. Seperti aura visual, gejala positif biasanya diikuti oleh gejala negatif;
parestesia bisa diikuti oleh mati rasa. Aura sensorik biasanya mengikuti aura
visual.
3. Gejala motorik
Gejala motorik dapat terjadi pada 18% pasien dan biasanya berhubungan
dengan gejala sensorik. Gejala motorik sering digambarkan sebagai rasa berat
pada tungkai sebelum sakit kepala tetapi tanpa kelemahan yang sesungguhnya.
Gangguan berbicara dan berbahasa muncul pada sekitar 17-20% kasus. Gangguan
ini umumnya terkait dengan perasaan berat pada ekstremitas atas atau kelemahan.
8
Fase Postdromal
Fase Postdromal dapat bertahan selama 24 jam setelah sakit kepala dan
dapat meliputi:
2.6 Diagnosis
Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala
merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan
neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.
2.6.1 Anamnesis
Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala
premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat dan
riwayat keluarga. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan
diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan neurologis saat
serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan neurologis lain perlu
dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan, sebelum dilakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan
neurologis yang meliputi: Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan bola
mata, funduskopi untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah retina,
kekuatan otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik
terutama sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri
superfisialis temporalis.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan
struktural yang mempunyai gejala seperti migren (Sprenger, 2012).
a. EEG.
9
Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan aktifitas
listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala belakang, pada sisi
nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang tajam yang tidak spesifik.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Pemeriksaan MRI pada 91 penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan
lesi kecil di substansia alba pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan pada
kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan bermakna.
c. PET (Positron Emission Tomography).
Sachs membangkitkan serangan migren pada 5 penderita dengan injeksi
reserpin subkutan, kemudian dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah
pemberian, terjadi penurunan yang bermakna pada metabolisme glukosa pada
penderita migren.
10
Migrain dengan aura (sebelumnya disebut migren klasik). Migrain jenis ini
menandakan kemunculanya dengan timbulnya nyeri kepala dengan aura yang
muncul sekitar setengah jam sebelumnya. Aura ini biasanya merupakan gangguan
visual yang berlangsung sekitar 15 menit. Aura visual muncul pada 64% pasien
dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Aura yang khas untuk
migren adalah scintillating scotoma (tampak bintikbintik kecil yang banyak) ,
gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapangan pandang, persepsi
adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan
visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah
satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan
berbentuk zigzag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan
kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada
yang melaporkan tanpa periode laten. Jenis lain dari aura mungkin termasuk mati
rasa atau kesemutan di tangan, lidah, atau sisi wajah, atau kelemahan di satu
lengan. Berdasarkan ICHD 3 dan Konsensus Nasional PERDOSSI 2013, Migrain
dengan Aura terdiagnosis dengan kriteria sebagai berikut (ICHD 3, PERDOSSI
2013):
2.7 Penatalaksanaan
11
Secara garis besar, penatalaksanaan migrain dibagi menjadi tiga kategori
yaitu langkah umum, terapi abortif, dan terapi profilaksis. Pada langkah umum,
penderita perlu menghindari pencetus terjadinya nyeri (Sjahrir dkk,2013). Terapi
abortif merupakan pengobatan yang diberikan untuk meredakan serangan nyeri
serta disabilitas yang muncul dan menghentikan progresivitasnya. Sedangkan
terapi preventif diberikan meskipun gejala nyeri tidak ada, bertujuan untuk
mengurangi frekuensi, durasi, dan beratnya nyeri kepala, membuat serangan akut
lebih responsive terhadap terapi arbotif, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
(Anurogo,2012)
2.7.2 Terapi abortif migren non spesifik dan terapi abortif migren spesifik
12
Analgesik dan NSAID merupakan terapi akut lini pertama
pada migren terutama untuk serangan ringan dan sedang.
(Anugoro,2012; Sjahrir,2013) Untuk mencegah drug overuse
headache penggunaan anagetik tunggal sebaiknya tidak lebih dari
15 hari per bulan dan penggunaan analgetik kombinasi tidak lebih
dari 10 hari per bulan. Berikut contoh terapi abortif migren non
spesifik.(Sjahrir,2013)
Parasetamol 500-1000 mg/6-8 jam
Aspirin 500-1000 mg/4-6 jam, dosis maksimal 4 g/hari
Ibuprofen 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari
Naproxen Sodium 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis maksimal 1,5
g/hari
Diklofenak potassium (Powder) 50 mg 100 mg/ hari dosis
tunggal
Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit sebelum atau
bersamaan dengan pemberian analgetik, NSAID, atau ergotamine
derivate. Metroclopramid merupakan golongan antiemetic yang
berfungsi untuk menghilangkan nyeri disertai mual, muntah,
memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorpsi obat
dalam usus, dan efektif di kombinasikan dengan
dihidroergotamin i.v.
Ketorolac 60 mg i.m./ 15-30 menit. Dosis maksimal : 120
mg/hari. Diberikan tidak lebih dari 5 hari.
13
adalah sebesar 6 mg. Penderita harus mencoba satu macam
obat untuk 2-3 kali serangan sebelum ingin menukar dengan
jenis triptan lain. (Sjahrir dkk,2013) Enam triptan lainnya yang
ditemukan setelah sumatriptan ialah almotriptan, eletriptan,
frovatriptan, naratriptan, rizatriptan, dan zolmitriptan.
Kontraindikasi pemberian triptan antara lain penyakit arteri
yang tidak diobati, penyakit Raynaud, kehamilan, laktasi, gagal
ginjal berat, gagal hati berat. (Anugoro,2012)
b. Turunan ergot
14
Tujuan pemberian profilaksis pada migren adalah sebagai berikut,(Sjahrir
dkk,2013) :
a. Mengurangi frekuensi, berat, dan lamanya serangan
b. Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan serangan akut
c. Meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari dan mengurangi disabilitas
d. Mencegah penggunaan obat analgetik yang berlebihan dan
transformasi menjadi Chronic Daily Headache
e. Mengurangi biaya pengobatan
15
Penghentian pengobatan profilaksis migren dihentikan apabila terdapat efek
samping dari obat yang digunakan, obat tidak menunjukkan efikasi yang nyata
dalam 1 bulan pemberian sehingga dapat digantikan dengan jenis obat lainnya,
pasien menunjukkan pengurangan nyeri serta frekuensi serangan sebanyak 50%
atau lebih, serta jika pengobatan profilaksis berhasil selama 6- 12 bulan maka
pengobatan profilaksis dihentikan secara tapering off.(Sjahrir dkk,2013)
b. Infark Migrenosus
Dahulu disebut migren komplikata. Migren komplikata adalah keadaan satu atau
lebih gejala aura yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau
didapatkan infark iskemik pada konfirmasi pemeriksaan neuroimaging. Insidensi
sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah lama menderita migren
dengan aura. Patogenesis belum diketahui, tetapi faktor hiperaglutinasi dan
hiperviskositas mempunyai peranan penting.
2.9 Prognosis
16
BAB III
SIMPULAN
17
usia 10-11 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia 14-17 tahun (Stewart
WF dkk, 1991).
Secara garis besar, penatalaksanaan migrain dibagi menjadi tiga kategori yaitu
langkah umum, terapi abortif, dan terapi profilaksis. Pada langkah umum,
penderita perlu menghindari pencetus terjadinya nyeri(Sjahrir dkk,2013). Terapi
abortif merupakan pengobatan yang diberikan untuk meredakan serangan nyeri
serta disabilitas yang muncul dan menghentikan progresivitasnya. Sedangkan
terapi preventif diberikan meskipun gejala nyeri tidak ada, bertujuan untuk
mengurangi frekuensi, durasi, dan beratnya nyeri kepala, membuat serangan akut
lebih responsive terhadap terapi arbotif, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
(Anurogo,2012)
18