Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan suatu masalah umum yang sering dijumpai dalam
praktek sehari- hari. Manusia sering berhadapan dengan situasi berat dalam
menjalankan kehidupan ataupun pekerjaan. Hal tersebut dapat berdampak buruk
pada kondisi kesehatan seseorang. Sering bekerja hingga larut malam, menunda
waktu makan, dan kurang tidur sudah menjadi kebiasaan rutin bagi beberapa
orang. Kebiasaan-kebiasaan tersebut seringkali menimbulkan keluhan nyeri
kepala bagi yang bersangkutan. Nyeri kepala yang sering timbul di masyarakat
adalah nyeri kepala tanpa kelainan organik, dengan kata lain adalah nyeri kepala
yang disebabkan oleh faktor psikis
Nyeri kepala adalah rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala,
dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (oksipital).
Berdasarkan kausanya, nyeri kepala dapat digolongkan menjadi nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang
tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya.
Sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan
anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya (Moheban & Gutrecht, 2012).
Migren merupakan salah satu jenis nyeri kepala primer yang paling sering
dikeluhkan oleh masyarakat setelah tension type headache (TTH). Secara global,
persentase populasi orang dewasa yang mengalami gangguan nyeri kepala secara
umum adalah 46%, dimana tension type headache sebanyak 42%, dan migren
sebanyak 11% (Stovner dkk, 2007).
Migren adalah penyakit neurovaskuler kronik yang umum dijumpai dan
mengakibatkan penderitaan bagi mereka yang mengalaminya. Migren ditandai
dengan serangan nyeri kepala hebat, disfungsi sistem saraf otonom, dan pada
sejumlah penderita terdapat adanya aura yang berupa gejala neurologis. Migren
masih banyak menyisakan underdiagnosed dan modalitas terapi yang tersedia
masih belum dipergunakan dengan memadai (Goadsby dkk, 2002). Oleh karena
itu diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyakit migren,
sehingga tindakan yang tepat dalam menegakkan diagnosis dan juga manajemen
terapi dari migren dapat dilakukan dengan adekuat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifkasi Migren


Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak
dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau
mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut
telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and Headache of The
World Federation Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial
dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas,
frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai
anoreksia, mual, dan muntah.
Migren secara umum memiliki dua subtype utama, yaitu migren tanpa aura
dan migren dengan aura. Berdasarkan edisi ke tiga dari The International
classification of Headache Disorders (ICHD-III, 2013), migren diklasifikasikan
menjadi:
1. Migren tanpa aura (Common Migraine)
2. Migren dengan aura (Classic Migraine)
3. Chronic Migraine
4. Komplikasi dari Migren
5. Probable Migraine
6. Sindroma episodik yang berhubungan dengan migren
Migren tanpa aura adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya
nyeri kepala yang disertai dengan ciri-ciri spesifik dan gejala yang terkait. Ciri-
ciri spesifik tersebut diantaranya adalah: nyeri kepala terjadi secara berulang
(rekuren minimal 5 kali), serangan berlangsung selama 4-72 jam, nyeri kepala
unilateral, kualitas berdenyut, intensitas nyeri sedang hingga berat, diperburuk
oleh aktifitas fisik rutin (berjalan atau menaiki tangga), dan berhubungan dengan
nausea-vomitting, photophobia, dan phonophobia (ICHD-III, 2013).
Sedangkan migren dengan aura adalah nyeri kepala yang diawali atau
dibarengi dengan adanya gejala-gejala kelainan neurologis. Nyeri kepala terjadi
secara berulang (rekuren minimal 2 kali), yang didahului atau bersamaan dengan
satu atau lebih gejala aura yang reversibel (visual, sensory, speech, motor,

2
brainstem, retinal), dimana aura muncul secara gradual dan berlangsung selama 5-
60 menit, kemudian diikuti oleh munculnya nyeri kepala (ICHD-III, 2013).

2.2 Epidemiologi
Migren adalah penyakit nyeri kepala yang rekuren dan kompleks, serta
salah satu penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan prevalensi migrain di seluruh dunia saat
ini mencapai 10%, tertinggi di Amerika Utara, diikuti oleh Amerika Selatan dan
Tengah, Eropa, Asia, dan Afrika. Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta penduduk
memiliki satu atau lebih serangan migren per tahun. Migren berkontribusi
terhadap 64% nyeri kepala berat yang dialami oleh wanita dan 43% nyeri kepala
berat yang dialami oleh pria. Diperkirakan sebanyak 75% dari penderita migren
adalah wanita (Lipton RB dkk, 2002). Migren lebih sering dijumpai pada wanita
daripada laki-laki. Pada wanita bangkitan migren sering muncul ketika haid. Di
dalam keluarga di mana terdapat migren, wanita yang mempergunakan pil KB,
lebih sering mendapat bangkitan daripada wanita yang tidak ber KB (Ngoerah,
1991).
Puncak insiden migren dengan aura pada anak laki-laki adalah pada usia
sekitar 5 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia sekitar 12-13 tahun.
Sedangkan puncak insiden migrain tanpa aura pada anak laki-laki adalah pada
usia 10-11 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia 14-17 tahun (Stewart
WF dkk, 1991).
Sebelum pubertas, prevalensi dan insiden migrain lebih tinggi pada anak
laki-laki dari pada anak perempuan. Setelah usia 12 tahun, prevalensi pada laki-
laki dan perempuan sama-sama meningkat, dan mencapai puncaknya pada usia
30-40 tahun. Rasio perempuan banding pria meningkat dari 2,5:1 pada masa
pubertas sampai 3,5:1 pada usia 40 tahun. Serangan biasanya mengalami
penurunan keparahan dan frekuensi setelah usia 40 tahun, kecuali untuk
perempuan dalam perimenopause. Onset migren setelah usia 50 tahun jarang
terjadi (Hsu LC dkk, 2011).

3
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Menurut Harsono (2011), sampai saat ini belum diketahui dengan pasti
faktor penyebab migren, diduga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan
sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminal vaskular, sehingga migren
termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor resiko
timbulnya serangan migren yaitu :
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan
akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan
serangan migren saat menstruasi. Istilah menstrual migraine sering digunakan
untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum
menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi disebabkan penurunan kadar
estrogen.
2. Kafein
Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman
ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan
meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam dosis yang
tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah, cemas dan sakit kepala.
3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi
pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar gula
darah. 4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah
istirahat dari ketegangan.
5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu
tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga
berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi
daripada manusia normal.

4
6. Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala,
kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam
jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini disebut Chinese
Restaurant Syndrome.Aspartam atau pemanis buatan pada minuman diet dan
makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar
dan jangka waktu yang lama.
7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering
terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit kepala
tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan membantu mengurangi
frekuensi timbulnya migren.
9. Faktor cuaca
Polusi udara, temperatur, suhu ruang yang tidak stabil dipercaya
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap insidensi terjadinya migren.

2.4 Pathogenesis
Nyeri pada umumnya muncul ketika reseptor nyeri perifer terstimulasi
sebagai respon atas kerusakan jaringan, distensi visceral, atau faktor lain. Dalam
keadaan tersebut, nyeri merupakan respon fisiologis yang diperantarai sistem saraf
yang normal. Nyeri juga dapat muncul ketika pain-producing pathway dari sistem
saraf sentral dan perifer mengalami kerusakan, atau teraktivasi secara berlebihan.
(Goadsby & Raskin, 2012)

Mekanisme utama yang mendasari terjadinya migren meliputi teori


biologis, psikologis, dan psikofisiologis. Teori-teori biologis berfokus pada
mekanisme serebrovaskular dan menekankan peran agen-agen biokimiawi
(misalnya, serotonin, histamin, dan katekolamin) yang berperan pada kejadian
pemicu nyeri kepala. (Anugoro,2015) Dasar dari penyakit migren ini adalah suatu
instabilitas periodik dari arteri-arteri intra dan ekstrakranium. Suatu bangkitan
migren akan didahului oleh adanya vasokonstriksi, kemudian disusul oleh adanya
vasodilatasi. Sewaktu vasokonstriksi (fase aura), Cerebral Blood Flow (CBF)

5
menurun, dan pada fase vasodilatasi (fase nyeri kepala) CBF meningkat, diikuti
oleh terjadinya penurunan kadar serotonin dalam plasma. Serotonin pada dasarnya
memiliki sifat menimbulkan konstriksi pada arteri-arteri besar serta dilatasi pada
arteri-arteri kecil. Apabila kadar serotonin dalam plasma menurun (Low Serotonin
Syndrome), maka terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil (cabang-cabang
arteri karotis interna) yang menimbulkan aura, serta terjadi vasodilatasi arteri-
arteri besar (cabang-cabang arteri karotis eksterna) yang menimbulkan nyeri
kepala. Macam migren yang timbul akan tergantung dari daerah arteri
intrakranium yang mengalami vasokonstriksi. Jika vasokonstriksi terdapat pada
cabang a.karotis media, maka migren hemiplegik akan timbul. Vasokonstriksi
cabang-cabang a. serebri posterior akan menimbulkan migren oftalmoplegik.
(Ngoerah,1991)
Sedangkan untuk teori-teori psikologis, memusatkan pada hubungan
berbagai variabel psikologis (misalnya, kekhususan emosional, faktor
psikodinamis, kepribadian, stres, kondisi kejiwaan, penguatan atau reinforcement)
dan kecenderungan terhadap migren. Teori psikofisiologis menekankan peran
potensialstresdan berusaha menjelaskan mekanisme spesifik stress yang memicu
nyeri kepala.(Anugoro,2015)

2.5 Manifestasi Klinis Migren


Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada
setiap individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain
(Aminoff, MJ et al, 2015)

Fase Prodormal
Sekitar 40-60% dari orang-orang yang mengalami migrain melaporkan
gejala pertanda yang terjadi beberapa jam sampai beberapa hari sebelum serangan
nyeri kepala muncul. Gejalanya berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau
euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis
makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa
jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada
penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

6
Fase Aura
Aura adalah kompleks gejala neurologis yang mungkin mendahului atau
menyertai fase nyeri kepala. Biasanya muncul melebihi 5-20 menit dan
berlangsung kurang dari 60 menit. Aura dapat berupa gejala visual, sensorik,
motorik atau atau kombinasi.
1. Gejala Visual
Aura paling umum terdiri dari gejala visual, yang mungkin negatif atau
positif. Gejala negatif (lihat gambar di bawah) termasuk scotomata negatif atau
fenomena visual negatif, seperti berikut:

Hemianopic homonim atau quadrantic field defects


Central scotomas
Penglihatan terowongan
Defek visual pada ketinggian
Kebutaan total

Gambar 1. Skotoma sentral (visual negatif)

7
Gambar 2. Tampilan visual positif. Terlihat adanya hilangnya penglihatan dan
munculnya bayangan garis garis zigzag yang berpendar.

2. Gejala sensorik
Parestesia, terjadi pada 40% kasus, dengan mati rasa yang dimulai di
tangan, bermigrasi ke lengan, dan kemudian melompat melibatkan wajah, bibir,
dan lidah. Seperti aura visual, gejala positif biasanya diikuti oleh gejala negatif;
parestesia bisa diikuti oleh mati rasa. Aura sensorik biasanya mengikuti aura
visual.

3. Gejala motorik
Gejala motorik dapat terjadi pada 18% pasien dan biasanya berhubungan
dengan gejala sensorik. Gejala motorik sering digambarkan sebagai rasa berat
pada tungkai sebelum sakit kepala tetapi tanpa kelemahan yang sesungguhnya.

Gangguan berbicara dan berbahasa muncul pada sekitar 17-20% kasus. Gangguan
ini umumnya terkait dengan perasaan berat pada ekstremitas atas atau kelemahan.

Fase Nyeri Kepala


Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam
menyebar secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam
pada orang dewasa, sedangkan pada anakanak berlangsung selama 1-48 jam.
Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang sangat
mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

8
Fase Postdromal
Fase Postdromal dapat bertahan selama 24 jam setelah sakit kepala dan
dapat meliputi:

Kelelahan, atau perasaan marah


Perasaan luar biasa segar atau perasaan euforia
Kelemahan otot atau mialgia
Anoreksia atau sangat lapar

2.6 Diagnosis
Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala
merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan
neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.
2.6.1 Anamnesis
Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala
premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat dan
riwayat keluarga. Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ketepatan
diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan neurologis saat
serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan neurologis lain perlu
dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan, sebelum dilakukan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis
Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan
neurologis yang meliputi: Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan bola
mata, funduskopi untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah retina,
kekuatan otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik
terutama sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri
superfisialis temporalis.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan
struktural yang mempunyai gejala seperti migren (Sprenger, 2012).
a. EEG.

9
Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan aktifitas
listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala belakang, pada sisi
nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang tajam yang tidak spesifik.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Pemeriksaan MRI pada 91 penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan
lesi kecil di substansia alba pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan pada
kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan bermakna.
c. PET (Positron Emission Tomography).
Sachs membangkitkan serangan migren pada 5 penderita dengan injeksi
reserpin subkutan, kemudian dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah
pemberian, terjadi penurunan yang bermakna pada metabolisme glukosa pada
penderita migren.

2.6.4 Diagnosis migraine tanpa aura


Sakit kepala menetap dengan adanya manifestasi serangan dalam 4-72
jam. Karakteristik khas dari sakit kepala yang dialami adalah lokasi nyeri
unilateral, kualitas nyeri yang terasa berdenyut, intensitas nyeri menengah atau
sangat nyeri, dan diperburuk dengan aktivitas fisik dan. Terdapat gejala mual dan
atau fotofobia dan fonofobia.
Berdasarkan ICHD 3 dan Konsensus Nasional IV PERDOSSI 2013,
Migrain tanpa Aura terdiagnosis dengan kriteria sebagai berikut (ICHD 3,
PERDOSSI 2013):

a. Adanya minimal 5 kali serangan dengan memenuhi kriteria B-D


b. Sakit kepala berlangsung selama 4-72 jam
c. Sakit kepala disertai minimal 2 dari 4 karakteristik berikut :
Lokasi unilateral
Nyeri kepala berdenyut
Intensitas nyeri menengah sampai sangat nyeri
Memberat dengan aktivitas rutin sehari-hari
d. Selama sakit kepala minimal 1 dari :
Mual dan atau muntah
Photofobia atau phonofobia
e. Tidak berkaitan dengan adanya penyakit lain

2.6.5 Diagnosis migraine dengan aura

10
Migrain dengan aura (sebelumnya disebut migren klasik). Migrain jenis ini
menandakan kemunculanya dengan timbulnya nyeri kepala dengan aura yang
muncul sekitar setengah jam sebelumnya. Aura ini biasanya merupakan gangguan
visual yang berlangsung sekitar 15 menit. Aura visual muncul pada 64% pasien
dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Aura yang khas untuk
migren adalah scintillating scotoma (tampak bintikbintik kecil yang banyak) ,
gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapangan pandang, persepsi
adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan
visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah
satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan
berbentuk zigzag. Aura pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan
kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada
yang melaporkan tanpa periode laten. Jenis lain dari aura mungkin termasuk mati
rasa atau kesemutan di tangan, lidah, atau sisi wajah, atau kelemahan di satu
lengan. Berdasarkan ICHD 3 dan Konsensus Nasional PERDOSSI 2013, Migrain
dengan Aura terdiagnosis dengan kriteria sebagai berikut (ICHD 3, PERDOSSI
2013):

1. Minimal dua serangan yang memenuhi kriteria B dan C


2. Satu atau lebih dari gejala yang reversible seperti:
Visual
Sensoris
Bicara dan bahasa
Motor
Batang otak
Retina
3. Sedikitnya 2 dari 4 karakteristik berikut :
Minimal 1 gejala aura yang menyebar secara perlahan lebih dari 5
menit, dan/atau dua atau lebih gejala yang muncul pada saat
kejadian berlangsung
Setiap gejala aura secara individu berlansgung selama 5-60 menit
Minimal 1 dari gejala aura unilateral
Gejala aura diikuti, atau disertai munculnya nyeri kepala dalam
waktu 60 menit

2.7 Penatalaksanaan

11
Secara garis besar, penatalaksanaan migrain dibagi menjadi tiga kategori
yaitu langkah umum, terapi abortif, dan terapi profilaksis. Pada langkah umum,
penderita perlu menghindari pencetus terjadinya nyeri (Sjahrir dkk,2013). Terapi
abortif merupakan pengobatan yang diberikan untuk meredakan serangan nyeri
serta disabilitas yang muncul dan menghentikan progresivitasnya. Sedangkan
terapi preventif diberikan meskipun gejala nyeri tidak ada, bertujuan untuk
mengurangi frekuensi, durasi, dan beratnya nyeri kepala, membuat serangan akut
lebih responsive terhadap terapi arbotif, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
(Anurogo,2012)

Secara umum, direkomendasikan tiga lini terapi pada terapi penanganan


migraine akut. Terapi lini pertama menggunakan antiemetic oral atau intravena,
parasetamol, asam asetil-salisilat (ASA), NSAID (ibuprofen, naproksen,
diklofenak), fenitoazin, di-hidroergitamin (DHE) intranasal atau subkutan,
naratriptan, rizatriptan, atau zolmitriptan. Terapi lini kedua menggunakan
antiemetic (intravena), NSAID (mis, ketorolac intramuscular), sumatriptan
(subkutan), ergotamine. Terapi lini ketiga menggunakan sumatriptan (intranasal),
fenotiazin intravena, barbiturate. Tiga lini terapi migren ini secara umum dapat
dikelompokkan kembali menjadi terapi abortif migrain non-spesifik dan terapi
abortif migrain spesifik.(Anurogo,2012)

2.7.1 Langkah Umum

Pada langkah umum, pasien perlu mengurangi faktor resiko maupun


pencetus terjadinya nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan, stres,
dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap-kelip, perubahan cuaca,
berada di tempat tinggi seperti gunung atau pesawat udara. (Sjahrir,2013).
Selain itu, hipoglikemia yang sering terjadi akibat terlambat makan serta
perubahan hormonal juga dapat mencetuskan terjadinya nyeri kepala.
(Purnomo,2006)

2.7.2 Terapi abortif migren non spesifik dan terapi abortif migren spesifik

2.7.2.1 Terapi abortif migren non spesifik

12
Analgesik dan NSAID merupakan terapi akut lini pertama
pada migren terutama untuk serangan ringan dan sedang.
(Anugoro,2012; Sjahrir,2013) Untuk mencegah drug overuse
headache penggunaan anagetik tunggal sebaiknya tidak lebih dari
15 hari per bulan dan penggunaan analgetik kombinasi tidak lebih
dari 10 hari per bulan. Berikut contoh terapi abortif migren non
spesifik.(Sjahrir,2013)
Parasetamol 500-1000 mg/6-8 jam
Aspirin 500-1000 mg/4-6 jam, dosis maksimal 4 g/hari
Ibuprofen 400-800 mg/6 jam, dosis maksimal 2,4 g/hari
Naproxen Sodium 275-550 mg/2-6 jam/hari, dosis maksimal 1,5
g/hari
Diklofenak potassium (Powder) 50 mg 100 mg/ hari dosis
tunggal
Metoclopramide 10 mg i.v. atau oral 20-30 menit sebelum atau
bersamaan dengan pemberian analgetik, NSAID, atau ergotamine
derivate. Metroclopramid merupakan golongan antiemetic yang
berfungsi untuk menghilangkan nyeri disertai mual, muntah,
memperbaiki motilitas gastrik, mempertinggi absorpsi obat
dalam usus, dan efektif di kombinasikan dengan
dihidroergotamin i.v.
Ketorolac 60 mg i.m./ 15-30 menit. Dosis maksimal : 120
mg/hari. Diberikan tidak lebih dari 5 hari.

2.7.2.2 Terapi Abortif Spesifik Migren Akut

Apabila pada pengobatan terapi abortif dengan pemberian


analgetik/NSAID tidak merespon, maka diberikan terapi spesifik
migren akut. Yang termasuk analgetik spesifik sering digunakan
pada migren akut adalah golongan triptan dan turunan ergot.
(Purnomo,2006 ; Anugoro,2012)
a. Golongan triptan (5-HT 1B/1D- agonist)
Sumatriptan, triptan yang pertama, pada mulanya tersedia
dalam sediaan subkutan (Anugoro,2012). Sumatriptan subkutan
lebih efektis mencapai terapeutik efek (dalam 15 menit) pada
70-82% penderita. Dosis sumatriptan subkutan yang digunakan

13
adalah sebesar 6 mg. Penderita harus mencoba satu macam
obat untuk 2-3 kali serangan sebelum ingin menukar dengan
jenis triptan lain. (Sjahrir dkk,2013) Enam triptan lainnya yang
ditemukan setelah sumatriptan ialah almotriptan, eletriptan,
frovatriptan, naratriptan, rizatriptan, dan zolmitriptan.
Kontraindikasi pemberian triptan antara lain penyakit arteri
yang tidak diobati, penyakit Raynaud, kehamilan, laktasi, gagal
ginjal berat, gagal hati berat. (Anugoro,2012)
b. Turunan ergot

Keuntungan penggunaan alkaloid ergot adalah angka


rekurensinya lebih rendah pada beberapa pasien. Alkaloid ergot
dapat menginduksi drug overuse headache sangat cepat pada
dosis yang sangat rendah, sehingga penggunaannya dibatasi
hanya 10 hari perbulan. Senyawa satu-satunya yang memiliki
efikasi yang cukup adalah ergotamine tartat dan
dihidroergotamin 2 mg (oral dan suppositoria). Efek samping
utama yang ditimbulkan dari turunan ergot ini adalah nausea,
muntah, parestesi, dan ergotisme.(Sjahrir dkk,2013)
Kontraindikasi pemberian obat ini yaitu pada pasien penyakit
kardiovaskular dan serebrovaskuler, penyakit Raynaud,
hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan masa laktasi.

Definisi pengobatan akut migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria di


bawah ini :

1. Bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan


2. Perbaikan nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi
skala nyeri 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri kepala) sesudah 2 jam
3. Efikasi pengobatan konsisten pada 2 3 kali serangan
4. Tidak ada nyeri kepala rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat lagi
dalam waktu/pada 24 jam sesudah pengobatan berhasil

2.7.3 Terapi Profilaksis Migren

14
Tujuan pemberian profilaksis pada migren adalah sebagai berikut,(Sjahrir
dkk,2013) :
a. Mengurangi frekuensi, berat, dan lamanya serangan
b. Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan serangan akut
c. Meningkatkan fungsi aktivitas sehari-hari dan mengurangi disabilitas
d. Mencegah penggunaan obat analgetik yang berlebihan dan
transformasi menjadi Chronic Daily Headache
e. Mengurangi biaya pengobatan

Sedangkan Indikasi diberikannya profilaksis pada migren yaitu sebagai


berikut:

a. Apabila serangan migren berdampak sangat buruk pada aktifitas


sehari-hari, meskipun pasien telah mendapatkan pengobatan akut,
mengubah pola hidup maupun menghindari faktor pencetus migren
b. Frekuensi serangan migren terlampaui sering, sehingga pasien
ketergantungan terhadap obat migren dan dapat jatuh pada kondisi drug
overuse
c. Serangan migren sedang-berat yang terjadi lebih dari 3 hari per bulan
dengan pengobatan akut tidak efektif
d. Serangan migren lebih dari 8 kali sehari, meskipun pengobatan
akutnya efektif (bisa jatuh ke drug overuses headache)
e. Serangan berulang >2x/minggu yang menggangu aktifitas, meskipun
telah diberikan pengobatan akut yang adekuat
f. Nyeri kepala migren yang sering atau berlangsung >48jam
g. Pengobatan akut gagal atau tidak efektif
h. Ada kontraindikasi obat, efek samping obat akut muncul
i. Muncul gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, contohnya migren
basiler hemiplegik, aura yang memanjang
j. Keinginan permintaan penderita sendiri

Contoh obat yang direkomendasikan untuk terapi profilaksis migren :

Divalproex/sodium valproate 400-1000 mg/hari


Metoprolol 47,5 200mg/hari
Propranolol 120 - 140 mg/hari
Timolol 10 15 mg dua kali sehari
Topiramat 25 200 mg/hari

Prevensi migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria yaitu apabila


frekuensi serangan migren menurun setidaknya 50% perbulan selama 3 bulan.

15
Penghentian pengobatan profilaksis migren dihentikan apabila terdapat efek
samping dari obat yang digunakan, obat tidak menunjukkan efikasi yang nyata
dalam 1 bulan pemberian sehingga dapat digantikan dengan jenis obat lainnya,
pasien menunjukkan pengurangan nyeri serta frekuensi serangan sebanyak 50%
atau lebih, serta jika pengobatan profilaksis berhasil selama 6- 12 bulan maka
pengobatan profilaksis dihentikan secara tapering off.(Sjahrir dkk,2013)

2.8 Komplikasi Migren


a. Status Migrenosus
Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat
pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk
tidur) (Headache Classification Comittee of International Headache Society ,
2013).

b. Infark Migrenosus
Dahulu disebut migren komplikata. Migren komplikata adalah keadaan satu atau
lebih gejala aura yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau
didapatkan infark iskemik pada konfirmasi pemeriksaan neuroimaging. Insidensi
sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah lama menderita migren
dengan aura. Patogenesis belum diketahui, tetapi faktor hiperaglutinasi dan
hiperviskositas mempunyai peranan penting.

2.9 Prognosis

Migren adalah kondisi kronis, tetapi remisi berkepanjangan sering terjadi.


Frekuensi dan beranya serangan migren cenderung berkurang dengan
bertambahnya usia. Setelah 15 tahun terserang migren, sekitar 30 % pria dan 40%
wanita tidak lagi mengalami serangan migren.(Jasvinder,2015)

16
BAB III
SIMPULAN

Migren adalah penyakit neurovaskuler kronik yang umum dijumpai dan


mengakibatkan penderitaan bagi mereka yang mengalaminya. Migren ditandai
dengan serangan nyeri kepala hebat, disfungsi sistem saraf otonom, dan pada
sejumlah penderita terdapat adanya aura yang berupa gejala neurologis. Migren
adalah suatu penyakit familial yang ditandai oleh bangkitan nyeri kepala yang
kumat-kumatan (rekuren), bersifat unilateral (dirasakan di satu sisi hemikrani),
dan dapat diawali oleh gejala-gejala kelainan neurologis (aura) terlebih dahulu.
Berdasarkan edisi ke tiga dari The International classification of Headache
Disorders (ICHD-III, 2013), migren diklasifikasikan menjadi: Migren tanpa aura
(Common Migraine), Migren dengan aura (Classic Migraine), Chronic Migraine,
Komplikasi dari Migren, Probable Migraine, Sindroma episodik yang
berhubungan dengan migren. Migren lebih sering dijumpai pada wanita daripada
laki-laki. Puncak insiden migren dengan aura pada anak laki-laki adalah pada usia
sekitar 5 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia sekitar 12-13 tahun.
Sedangkan puncak insiden migrain tanpa aura pada anak laki-laki adalah pada

17
usia 10-11 tahun dan pada anak perempuan adalah pada usia 14-17 tahun (Stewart
WF dkk, 1991).
Secara garis besar, penatalaksanaan migrain dibagi menjadi tiga kategori yaitu
langkah umum, terapi abortif, dan terapi profilaksis. Pada langkah umum,
penderita perlu menghindari pencetus terjadinya nyeri(Sjahrir dkk,2013). Terapi
abortif merupakan pengobatan yang diberikan untuk meredakan serangan nyeri
serta disabilitas yang muncul dan menghentikan progresivitasnya. Sedangkan
terapi preventif diberikan meskipun gejala nyeri tidak ada, bertujuan untuk
mengurangi frekuensi, durasi, dan beratnya nyeri kepala, membuat serangan akut
lebih responsive terhadap terapi arbotif, serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
(Anurogo,2012)

18

Anda mungkin juga menyukai