Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi
Stroke adalah sindrome klinis yang pada awalnya timbul mendadak,progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal dan global yang berlangsungselama 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan sematamatadisebabkan oleh gangguan peredaran
darah di otak non traumatik (Mansjoer, Arief, 2009).
Stroke Hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahansubarakhnoid yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak padadaerah tertentu ( Hudak Gallow,
2006).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa strokehemoragik adalah
keadaan penyakit yang diakibatkan oleh karena adanyagangguan pada pembuluh darah
serebral yang diakibatkan adanya perdarahanserebral dapat menimbulkan kematian.

2. Etiologi
a. Aneurisma Berry, diasanya defek kongenital.
b. Anuerisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
c. Aneurisme myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal,
terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan
otak.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

3. Patofisiologi dan Pathway


Ada dua bentuk CVA bleeding :
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibarkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk masa atau hematom yng menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatak TIK yang
terjadi secara cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intraserebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub
kortikal,nukleus kaudatus, pon dan cerebellum. hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan strukturstruktur dinding pembuluh darah berupa lipohylinosis atau
nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak di permukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun di
dalam ventrikel otak dan ruang sub arachnoid. Pecahnya artei dan keluarnya darah ke
ruang sub arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
mereganggnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. sering juga
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rengsangan selaput otak lainnya. Peningkatan
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunankesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuliuh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilangsetelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahanyang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi, energi yang di
hasilkan sel saref hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya
cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak meskipun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi.Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metablisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi
gejala disfungsi serebral. pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
Pathway

Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi
perdarahan

Tekanan /perfusi serebral


Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan Perfusi jaringan serebral


edema
Kematian progresif sel
otak (defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang Lesi di Med.


otak Spinalis
Kerusakan Nerves Lesi upper &
Gangguan
I-XII lower motor
bicara/penglihatan,
Nekrosis jaringan dan neuron
edema Gangguan
Kesulitan mengunyah & eliminasi urin
menelan, refleks batuk
Defisit perawatan
Gangguan persepsi diri
sensori
Gangguan komunikasi Resiko gangguan Gangguan
verbal nutrisi mobilisasi
Resiko ketidakefektifan jalan
nafas
Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas


kulit

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-
80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil).

5. Penatalaksanaan
5.1 Medis
a. Pengobatan konservatif
Diuretika : untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai
tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark serebral.
Anti koagiluasi : mencegah memberatnya trombosit dan
embolisasi dari tempat lagin dalam kardiovaskuler.
Anti trombosit : dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan emolisasi.
b. Pengobatan pembedahan
Endosteroktomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien

5.2 Keperawatan
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
Menstabilkan jalan nafas yang paten yaitu melakukan
penghisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu
lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritma jantung.
c. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin dirubah posisi setiap 2jam dilakukan latihan gerak pasif.

6. Komplikasi
1. Infark serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan.
B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan
darah terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif
(tekanan darah > 200 mmHg).
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfisinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya.Pengkajian
B3 (Brain)
Pengkajian tingkat kesadaran.Kualitas kesadaran klien merupakan
parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting
yang membutuhkan pengkajian.
Pengkajian saraf cranial.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf cranial 1-XII
a) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemipelgia kiri.klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III,IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, padasatu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Saraf VIII.Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan sulit
membuka mulut.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indrapengecapan normal.
1) Pengkajian Sistem Motorik.
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan control
motor volunteer pada salah satu tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a) Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b) Fasikulasi: didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c) Tonus Otot : didapatkan meningkat.
d) Kekuatan Otot : Pada penilaian dengan menggunakan
tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didatkan tingkat 0.
e) Keseimbangan dan Koordinasi: didatkan mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
2) Pengkajian Reflek: Pemeriksaan reflek terdiri atas reflek
profunda dan pemeriksaan reflek patologis.
Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic,
dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami
kejaaang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan tekanan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
3) Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk mengintepretasikan sensasi.Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual.Kehilangan sensori karena stroke dapat
berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
mengintepretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang
control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang belanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesuliatan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
desebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang
lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
SECONDARY SURVEY
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head
to toe) termasuk reevaluasi pemeriksaan TTV.

a. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis
mengenai riwayat perlukaan. Riwayat AMPLE (alergi, medikasi,
past illness, last meal, event/environment) perlu diingat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya
luka, kontusio atau fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra
sevikalis, thoraks, abdomen, perineum, muskuloskeletal dan
pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan dalam secondary
survey.
c. Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
d. Tambahan pada secondary survey
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang
belakang serta ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan
prosedur diagnostik lain.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilitas fisik
2. Defisit perawatan diri b.d kerusakan neurovaskuler
3. Gangguan menelan b.d cedera kepala traumatik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan makanan

3. INTERVENSI DAN RASIONAL


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperaawatan

Resiko . .
kerusakan Setelah dilakukan selama Monitor aktivitas dan
integritas kulit ...jam diharapkan kerusakan mobilisasi pasien
b.d immobilitas Mobilisasi
integritas kulit teratasi dengan pasien
fisik kriteria hasil : (ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
Integritas kulit yang Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
baik bisa
yang longgar
dipertahankan Kolaborasi
Melaporkan adanya
gangguan sensasi atau
nyeri pada daerah
kulit yang mengalami
gangguan

Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya sedera
berulang

Mampumelindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Defisit perawatan Setelah dilakukan selama Monitor
diri b.d kerusakan ...jam diharapkan defisit
kemempuan
neurovaskuler perawatan diri teratasi dengan
kriteria hasil : klien untuk
perawatan diri
Klien terbebas dari yang mandiri.
bau badan
Berikan
Menyatakan aktivitas rutin
kenyamanan terhadap sehari- hari
kemampuan untuk sesuai
melakukan ADLs kemampuan.
Dapat melakukan Ajarkan klien/
ADLS dengan bantuan keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan hanya
jika pasien
tidak mampu
untuk
melakukannya.
Gangguan menelan Setelah dilakukan selama Pengisapan
b.d cedera kepala ...jam diharapkan gangguan Jalan Udara
traumatik menelan teratasi dengan
kriteria hasil :
Tindakan
Status Menelan
Pencegahan
Status Menelan: Tahap
Aspirasi
Esopagus
Melakukan
Status Menelan: Tahap
Relaksasi Otot
Oral

Status Menelan: Tahap


Paring

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan selama Kaji


nutrisi kurang dari ...jam diharapkan
kemampuan
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi
b.d kurang dari kebutuhan tubuh pasien untuk
ketidakmampuan teratasi dengan kriteria hasil : mendapatkan
menelan makanan nutrisi yang
Adanya peningkatan
dibutuhkan
berat badan sesuai
Anjurkan
dengan tujuan
makan sedikit
Berat badan ideal
tapi sering
sesuai dengan tinggi
Berikan
badan
informasi
Mampu
tentang
mengidentifikasi
kebutuhan
kebutuhan nutrisi
nutrisi
Tidak ada tanda tanda
Kolaborasi
malnutrisi
dengan tim gizi
Tidak terjadi
penurunan berat badan
yang berarti

4. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien,
perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan
pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai
atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing;
clinicalmanagement for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier.
Inc

Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC

Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih


bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.

Rasyid,M. 2001. Unit Stroke; manajemen stroke komprehensif.Jakarta: Balai


penerbit FKUI.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat


Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Smeltzer, S. C et.al (2007), Brunner&Suddarths: Textbook of Medical


SurgicalNursing.9th. Philadelphia: Lippincott
Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia. Edisi
November 2009.

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK-
UI. Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Anda mungkin juga menyukai