Anda di halaman 1dari 30

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik pada Anak

Disusun oleh:
Kelompok F1

Ema Febrianti Siskanondang 102012411


Ronaldi Susilo 102012459
Taridha Vania Christy 102013409
Theresia Chesa 102014027
Priyaveda Janitra 102014047
Indri Mendila 102014144
Ferdy Bahasuan 102014160
Galih Ayu Pratiwi 102014187
Indah Eka Putri 102014203

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat, Telephone: (021)5694-2061, Fax: (021) 5631731

Pendahuluan

Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari berbagai system, diantaranya adalah system


kardiovaskuler. System ini menjalankan fungsinya melalui organ jantung dan pembuluh
darah. Dimana organ yang memiliki peranan penting dalam hal ini adalah jantung yang juga
merupakan organ besar dalam tubuh. Jantung adalah organ berupa otot berbentuk kerucut.
Fungsi utama jantung adalah untuk memompakan darah ke seluruh tubuh dengan cara

1
mengembang dan menguncup yang disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal
dari susunan saraf otonom. Seperti pada organ-organ yang lain, jantung juga dapat
mengalami kelainan ataupun disfungsi. Sehingga muncullah penyakit jantung yang dapat
dibedakan dalam dua kelompok, yaitu penyakit jantung didapat dan penyakit jantung bawaan.
Penyakit jantung kongenital atau bawaan merupakan penyakit yang terjadi pada kira-
kira 10 dari 1000 anak yang lahir, dan insidennya bahkan lebih tinggi daripada bayi yang
lahir mati dan pada abortus spontan. Penyakit ini mungkin disebabkan oleh interaksi antara
predisposisi genetik dan faktor lingkungan. PJB dibagi kepada dua yaitu sianotik dan
asianotik.

ISI

Anamnesis

Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat


penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis yang dilakukan untuk kasus anak dengan
penyakit jantung bawaan sianotik dapat berupa allo-anamnesis dimana pertanyaan-pertanyaan
seputar masalah anak ditanyakan kepada ibu atau kepada orang yang merawat anak tersebut
sehari-harinya. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan, antara lain:

Apakah ada kesulitan menyusu atau minum susu dari botol saat bayi?
Apakah bayi menjadi sesak napas/dispnea dan mengeluarkan keringat
berlebihan/diaforesis saat menyusu?
Apakah ada riwayat batuk dan pilek yang berulang? Bila bayi mengalami serangan
sesak napas berulang, pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, retraksi dada,
batuk, grunting dan tidak bisa istirahat lebih dari 6 kali setahun maka indikasikan
dengan alir darah pulmonal yang tinggi akibat left to right shunt.
Apakah bayi/anak sianosis? Sianosis sering tidak diperhatikan saat bayi/anak dalam
keadaan istirahat dan hanya dianggap sebagai warna tua yang normal, namun orang
tua akan lebih berhati-hati ketika bayi/anak menjadi kebiruan pada bibir, kuku, dan
kulitnya ketika anak menangis. Sianosis ini harus benar-benar diperhatikan dan
ditanyakan apa saja faktor yang mendukungnya, lama episodenya, dan apakah lidah

2
serta membrana mukosa juga sianotik untuk membedakan sianosis akibat penyakit
jantung kongenital ataukah sianosis yang berasa dari sebab lain.
Apakah anak sering jongkok setelah melakukan aktivitas fisik? Riwayat
jongkok/squatting pada anak yang biru mengindikasikan Tetralogy of Fallot atau ToF.
Tanyakan bagaimana aktivitas fisik anak, apakah sesuai dan sepadan dengan anak
sebayanya, apakah justru anak cepat lelah dan pertumbuhannya tidak baik.
Apakah anak sering mengalami nyeri dada dan palpitasi? Palpitasi yang sering pada
anak sianosis mengindikasikan anomali Ebstein.
Tanyakan mengenai riwayat keluarga? apakah ada keluarga yang mengalami penyakit
jantung kongenital atau penyakit jantung lainnya.
Tanyakan mengenai riwayat pra-natal dan riwayat partus? Bagaimana berat badan ibu,
jumlah kehamilan, lama kehamilan/masa gestasi, komplikasi, perdarahan abnormal,
penyakit, pajanan terhadap penyakit tertentu sebelum dan selama kehamilan, dan
apakah ibu ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti hormon seks dan
trimethadione yang dapat menyebabkan TGA dan ToF. Proses kelahiran perlu
ditanyakan lebih jauh mengenai detailnya.
Tanyakan mengenai riwayat tumbuh dan kembang anak hingga saat ini dan pola
aktivitas fisik anak?.1,3

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk kasus penyakit jantung bawaan sianotik pada anak dimulai
dengan menilai keadaan umum pasien, mulai dari dengan usia, bukti penyakit akut atau
kronis, adanya ketidaksesuaian antara tinggi badan dengan berat badan dan deformitas. Selain
itu, pemeriksaan keadaan umum pasien dilakukan untuk melihat apakah ada deformitas fisik
seperti polidaktili, leher yang pendek, facies Mongoloid yang mengindikasikan sindroma
Down yang erat kaitannya dengan AVSD, VSD, dan ASD. Kesadaran umum anak ketika
dibawa kepada dokter juga perlu dilaporkan, untuk melihat seberapa berat derajat penyakit
jantung bawaan yang dialaminya. Perlu juga diperhatikan bagaimana sianosis pada anak.
Sianosis yang ringan mungkin akan sulit untuk dideteksi di awal, dan jari tabuh kaki dan
tangan biasanya tidak sampai umur 1 tahun, walaupun ada desaturasi oksigen arterial.
Sianosis paling ideal diamati di bantalan kuku, bibir, lidah, dan membrana mukosa. Sianosis
yang berbeda, ditampakkan oleh ekstremitas bawah biru dan ekstremitas atas merah (pink)
biasanya tangan kanan, terlihat pada shunt kanan ke kiri setinggi duktus arteriosus pada

3
koarktasio aorta atau arkus aorta yang terganggu. Ekstremitas bayi akan sering berubah
menjadi biru bila bayi tidak diselimuti dan dingin dan ini dapat dibedakan dari sianosis
sentral dengan pemeriksaan lidah dan membrana mukosa.

Pemeriksaan Tanda Vital dan Pertumbuhan

Pemeriksaan tanda vital salah satunya ialah dengan mengukur suhu tubuh anak,
dimana suhu tubuh anak lebih labil daripada orang dewasa. Suhu oral normal seorang anak
kurang lebih sama dengan orang dewasa, yaitu 370 C, akan tetapi suhu rektalnya sekitar 10
lebih tinggi dan suhu aksilanya sekitar 10 lebih rendah.

Untuk kasus anak-anak, perlu dilakukan pengukuran tinggi (panjang) dan berat badan
dibandingkan dengan persentil rata-rata menurut usia, hal ini dilakukan dengan maksud untuk
melihat bagaimana tumbuh dan kembang anak, yang biasanya dapat terganggu akibat gagal
jantung dan sianosis kronis. Gagal tumbuh terutama ditandai dengan pertambahan berat yang
kurang memadai, apabila panjang dan lingkar kepala juga menunjukkan abnormalitas maka
dapat diperkirakan anak mengalami malformasi kongenital tambahan atau gangguan
metabolik lain.

Pemeriksaan nadi, pada bayi dilakukan dengan palpasi pada arteri brakialis, pada anak
yang usianya lebih tua dapat dilakukan di pergelangan tangan yang mana merupakan tempat
palpasi yang optimal. Denyut nadi bayi baru lahir biasa sekitar 120-160 kali per menit dan
akan secara teratur turun sejalan dengan pertumbuhan anak. Pada bayi dan anak, respons
denyut nadi terhadap penyakit, aktivitas atau stres jauh lebih jelas dibandingkan dengan
orang dewasa.

Untuk pemeriksaan frekuensi pernapasan, paling ideal dilakukan selama bayi/anak


tidur. Pada bayi dan anak kecil, sebagian besar proses pernapasannya adalah diafragmatika.
Hitunglah gerakan abdomen, bukan dada. Pada anak yang usianya lebih tua, amati pergerakan
dadanya. Bayi secara khas memiliki pernapasan periodik, yaitu bernapas cepat selama
beberapa saat, diikuti dengan henti napas selama beberapa detik. Henti napas selama 10 detik
atau lebih merupakan keadaan yang tidak normal. Frekuensi pernapasan normal pada bayi
baru lahir sekitar 30-50 kali/menit, menurun hingga 20-40 kali/menit pada anak usia belajar
berjalan, 15-25 kali/menit pada anak usia sekolah dan sekitar 12 kali/menit pada anak remaja.

4
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan di lengan atau di kaki, yang di kaki sekurang-
kurangnya satu kali kesempatan untuk memastikan bahwa koarktasio aorta tidak terlewatkan.
Palpasi nadi femoralis dan nadi pedis saja tidak cukup untuk mengesampingkan koarktasio.
Pada anak yang lebih tua, tensimeter air raksa dengan manset yang menutup sekitar dua
pertiga lengan atas atau kaki dapat digunakan. Untuk penentuan tekanan darah ekstremitas
bawah, stetoskop ditempatkan di atas arteri poplitea. Biasanya tekanan yang direkam di kaki
dengan teknik manset lebih tinggi 10 mmHg daripada di lengan.2

Pemeriksaan Toraks

Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Lihat pada kulit toraks apakah terdapat benjolan, pelebaran
kapiler (spider nevi), peruahan warna kulit dan sebagainya. Selain itu lihat bentuk toraks
bentuk simetris atau asimetris, perhatikan deformitas yang tampak apabila terlihat adanya
deformitas, seperti pectus excavatum (Funnel chest), pectus carinatum (pigeon chest), barrel
chest, kyphoscoliosis, dan sebagainya. Amati dinding toraks pada saat pasien melakukan
inspirasi serta ekspirasi apakah toraks simetris atau asimetris antara kanan dan kiri. Serta lihat
juga apakah denyut dari apex cordis terlihat atau tidak.

Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Perabaan dilakukan
pada permukaan toraks, dan sela iga pasien diminta untuk melaporkan apakah pada perabaan
terasa nyeri atau tidak, selain itu perhatikan apakah denyut apex cordis teraba atau tidak serta
lihat bagaiman posisinya.

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan
suara. Perkusi normal pada paru akan terdengar suara sonor pada kedua lapangan paru,
kecuali daerah jantung. Pada perkusi batas antara jantung dan paru akan terdengar suara
redup atau pekak di lapang toraks. Bila pada perkusi terdengar pekak (dullness) pada salah
satu bagian paru, maka hal ini dapat disebabkan adanya cairan atau jaringan solid yang
mengganti jaringan paru, misalnya pada pneumonia lobaris dimana alveoli penuh dengan
cairan dan sel darah, dapat pula efusi pleura hemotoraks dan lain-lain. Bila suara perkusi

5
terdengar hipersonor, dapat terdengar pada keadaan dimana paru-paru dipenuhi lebih banyak
udara, seperti pada asma.

Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop
bertujuan untuk mendengarkan adanya bising abnormal maupun normal. Auskultasi
dilakukan pada jantung dan juga paru. Pada jantung perhatikan bunyi jantung pertama dan
kedua apakah terpisah secara normal atau tidak, kemudian adakah bunyi tamabahan seperti
gallop, murmur sistolik, murmur diastolik, gesekan (rub), klik, serta bruit karotis.1 Pada paru
perhatikan bunyi seperti wheezing, ronchi, crackles, stridor, friction rub, dan lain-lain.3

Pemeriksaan Jantung

Pemeriksaan jantung dilakukan secara sistematis, dimulai dengan inspeksi dan


palpasi. Banyak yang dapat dipelajari sebelum auskultasi yang dapat mempersempit daftar
diagnosis banding. Benjolan prekordial sebelah kiri sternum dengan aktivitas prekordial
bertambah memberi kesan pembesaran jantung. Dorongan substernal menunjukkan adanya
pembesaran ventrikel kanan; apeks kuat angkat ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri.
Prekordium hiperdinamik memberi kesan beban volume seperti yang terdapat pada shunt kiri
ke kanan, sebaliknya prekordium tenang dengan impuls apeks yang hampir tidak terlihat
memberi kesan efusi perikardium atau kardiomiopati berat. Perlu juga dilakukan perabaan
TMI (titik maksimum impuls) pada ruang interkostal keempat hingga sebelah kiri line
midklavikularis pada anak sampai usia 6 tahun. Pada anak yang berusia lebih dari 7 tahun,
TMI biasanya terdapat pada ruang interkostal kelima sampai keenam di dalam line
midklavikularis. TMI yang tidak terletak di bawah maupun di lateral lokasi ini menunjukkan
adanya penyakit jantung kongestif.

Getaran (thrills) adalah bising yang dapat teraba dan berkorelasi dengan luas
intensitas auskultasi maksimum bising. Penting untuk meraba fosa suprasternalis dan leher
untuk burit aorta yang dapat menunjukkan adanya stenosis aorta atau bila kurang jelas,
stenosis pulmonal. Getaran sistolik pada linea parasternalis kanan bawah dan apeks adalah
masing-masing khas defek sekat ventrikel dan insufisiensi mitral. Getaran diastolik kadang-
kadang dapat diraba bila ada stenosis katup atrioventrikuler.

6
Selanjutnya, dapat dilakukan auskultasi untuk mendengarkan suara-suara jantung.
Suara jantung dapat didengar saat anak duduk dan dapat pula ketika anak terlentang sambil
bernapas tenang. Suara jantung pertama paling baik didengarkan di apeks, sedangkan suara
kedua harus dievaluasi pada tepi sternum kiri dan kanan atas. Dengarkan suara-suara jantung
di daerah apeks, daerah pulmoner (ruang interkostal kedua, sebelah kiri sternum), daerah
aorta (ruang interkostal kedua, sebelah kanan sternum), dan katup trikuspid (ruang interkostal
keempat di atas sternum). Suara jantung pertama ditimbulkan oleh karena penutupan katup
AV (mitral dan trikuspidal) sedangkan suara jantung kedua ditimbulkan oleh penutupan katup
semilunaris (katup aorta dan pulmonal). Selama mendengarkan suara jantung dengan
stetoskop, perlu diperhatikan pola dari suara-suara ini, seringkali suara jantung kedua tampak
tunggal selama ekspirasi. Adanya suara kedua yang membelah secara normal merupakan
bukti yang kuat untuk melawan diagnosis defek sekat atrium, defek yang disertai hipertensi
pulmonal, stenosis katup pulmonal berat, atresia aorta dan pulmonal, dan trunkus arteriosus.
Pembelahan yang lebar ditemukan pada defek sekat atrium dan stenosis pulmonalis, anomali
Ebstein, anomali total muara vena pulmonalis, tetralogi Fallot, dan blokade cabang berkas
kanan. Suara kedua tunggal terjadi pada atresia pulmonal atau aorta atau stenosis berat,
trunkus arteriosus dan sering pada transposisi arteri-arteri besar. Dapat pula didengarkan
adanya klik ejeksi yang terdengar di awal sistol, akibat dilatasi dari, atau hipertensi dalam
aorta atau arteria pulmonalis. Klik ejeksi aorta dapat didengarkan pada stenosis aorta,
tetralogi Fallot, trunkus arteriosus akibat aorta yang terdilatasi.

Selama auskultasi, perlu juga melakukan identifikasi adanya bising yang terdengar,
dalam mengidentifikasi bising pertama lakukan penilaian kekuatannya kemudian dilaporkan
dalam derajat I sampai VI. Bising juga dilaporkan menurut waktu dalam siklus jantung,
sebagai bising diastolik atau bising sistolik, pada awal atau akhir. Nada bising perlu
dilaporkan dalam rupa tinggi atau rendah. Tentukan kualitas bising apakah berupa hembusan,
musikal atu kasar. Gambarkan lokasi bising dan perhatikan transmisi dari bising. Perlu
diperhatikan bahwa terdapat pula bising fisiologis pada masa kanak-kanak, yaitu still murmur
yang merupakan bising yang paling sering dijumpai pada anak kecil, mulai di usia kira-kira 2
tahun, bising digambarkan sebagai musikal, bergetar, pendek, bernada tinggi, terdengar di
awal sistolik dan kekuatannya antara I III, paling baik didengar di apeks. Venous hum
adalah bising bernada rendah yang terus menerus terdengar di bawah klavikula dan di dalam
leher, yang disebabkan oleh darah yang mengalir ke bawah pada vena jugularis. Kedua jenis

7
bising ini termasuk dalam bising fisiologis atau innocent murmur dan penting untuk
dibedakan dengan bising oleh karena adanya kelainan anatomis pada jantung.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rutin pada kasus pediatric kardiologi adalah rontgen foto


thoraks,elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, angiografi dan kateterisasi :

1. Pemeriksaan Radiologi

Metode ini untuk mengetahui adanya pembesaran jantung dan pertambahan


vaskularisasi di paru. Bila VSD kecil, rontgen foto thoraks akan normal. Apabila ada VSD
besar dengan shunt dari kiri ke kanan yang besar, gambarannya:

Hipertrofi biventricular.
Hipertrofi atrium kiri.
Pembesaran batang arteri pulmonalis (tonjolan pulmonal prominen).
Corakan pulmonal bertambah (plethora).

Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal, arteri pulmonalis akan membesar, tetapi
corakan pulmonal bagian tepi kurang menonjol.

2. Elektrokardiografi (EKG)

EKG digunakan untuk memeriksa gangguan aktivasi listrik dan sistem komduksi
jantung.VSD kecil memiliki gambaran EKG yang normal. EKG berguna untuk mengevaluasi
volume overload ventricular dan hipertrofi pada VSD sedang dan besar. EKG pada VSD
menunjukkan adanya gambaran hipertrofi ventrikel kiri tipe volume, yaitu R meninggi di V5
dan V6, S memanjang di V1 dan V2, Q yang dalam di V5 atau V6, dan T yang runcing dan
simetris. Hipertrofi ventrikel kiri disertai hipertrofi atrium kanan, atau hipertrofi biventricular
dengan hipertrofi atrium kiri. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen,
gambaran EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan murni.

3. Ekokardiogram

8
Ekokardiogram baik dua dimensi maupun Doppler, menjadi salah satu pilihan dalam
mendiagnosis VSD.Dengan pemeriksaan ini dapat terdeteksi lokasi defek, taksiran besar
ukuran shunt dengan memperkirakan ukuran relative ruangan-ruangan dan
arahnya.Gelombang kontinu Doppler dapat merefleksikan perbedaan tekanan ventrikel kiri
dan kanan saat sistole. VSD dengan defek yang kecil atau shunt minimal sulit terdeteksi
dengan Doppler. Demikian juga dengan defek yang multiple.

4. Angiografi

Metode ini berguna untuk mengukur tekanan dan saturasi oksigen darah di ruang
jantung serta mengukur besar shunt.Dengan injeksi kontras melalui kateter dapat diperoleh
gambaran radiografis (Angoigrafi). Resiko tindakan antara lain:

Sakit sehingga perlu anestesi.


Perlu waktu dan persiapan.
Resiko stroke (terbentuk thrombus).
Perforasi jantung atau arteri besar.
Resiko alergi bila menggunakan kontras (pada angiografi).

5. Kateterisasi Jantung

Kateterisasi jantung ada 2 macam, yaitu melalui jantung kiri dan jantung kanan.
Kateterisasi jantung juga digunakan sebagia metode perbaikan lesi pada jantung. sebagai
contoh, pada stenosis katup jantung atau vena (dengan balon kateter), menutup defek
hubungan dengan menempatkan small umbrella, misalnya pada VSD. Metodenya sebagai
berikut:

1. Melalui jantung kanan:


Kateter yang tipis, fleksibel, dimasukkan melalui vena besar (v. femoralis / v.
saphena magna) v. iliaka v. kava inferior atrium kanan ventrikel
kanan a. pulmonalis (ka/ki).
Melalui v. kubiti v. brakialis v. subklavia v. kava superior atrium
kanan ventrikel kanan a. pulmonalis (ka/ki). Pada VSD kateter dapat
melalui defek.
2. Melalui jantung kiri:

9
Kateter masuk ke a. subklavia kanan aorta ventrikel kiri atrium kiri
atau melalui a. femoralis.

Kateterisasi ini tidak diperlukan pada kebanyakan kasus. Ini biasa dilakukan bila
evaluasi klinis menyeluruh tetap tidak dapat menentukan mengenai besar shunt atau bila data
laboratorium tidak cocok dengan baik dengan tanda-tanda klinis. Kateterisasi juga berguna
untuk mendeteksi adanya defek jantung yang menyertai. Bila kateterisasi dilakukan,
oksimetri akan menunjukkan kenaikan kadar oksigen dalam darah yang diperoleh dari
ventrikel kanan dibanding dengan kadar oksigen atrium kanan; karena beberapa defek
memancarkan darah hampir secara langsung ke dalam arteri pulmonalis, kenaikan ini kadang-
kadang jelas hanya bila darah arteri pulmonalis diambil (aliran). Shunt kecil tidak dapat
menghasilkan kenaikan saturasi oksigen yang dapat menghasilkan kenaikan saturasi oksigen
yang dapat dideteksi dalam ventrikel kanan tetapi mungkin tampak dengan indicator uji
pengenceran. Defek restriktif kecil disertai dengan tekanan jantung sisi kanan dan tahanan
vaskuler pulmonal normal. Defek besar, nonrestriktif disertai dengan tekanan sistolik
pulmonal dan sistemik sama atau hampir sama. Aliran darah pulmonal mungkin 2-4 kali
aliran sarah sistemik. Pada penderita ini, tahanan vaskuler pulmonal akan hanya naik secraa
minimal, karena tahanan adalah sama dengan tekanan dibagi dengan aliran. Jika ada sindrom
Eisenmenger, tekanan sistolik dan diastolic arteri pulmonalis akan naik,derajat shunt dari kiri
ke kanan akan minimal, dan desaturasi darah dalam ventrikel kiri akan ditemukan. Ukuran,
lokasi dan jumlah defek ventrikel diperagakan dengan ventrikulografi kiri. Bahan kontras
akan lewat melalui defek untuk mengkeruhkan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.4

Working Diagnosis

Congenital Heart Disease cyanotic

Congenital heart disease (CHD) atau penyakit jantung congenital adalah kelainan
jantung yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut terjadi sebelum bayi lahir.
Tetapi kelainan jantung bawaan ini tidak selalu memberi gejala segera setelah bayi lahir;
tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau
bahkan beberapa tahun.

Penyakit jantung bawaan adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

10
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolic secara abnormal.5

Cyanotic tipe Ductal Dependent

1. Transposition of Great Aterios ( TGA )

TGA merupakan kasus penyakit jantung bawaan kedua paling sering, terhitung pada
5% dari semua kasus penyakit jantung bawaan. Rasio pria dengan wanitanya sebesar 3:1. Hal
ini disebabkan oleh karena abnormalitas embriologik pada pemisahan spiral dari trunkus
arteriosus yang mana terdapat aorta yang keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal
yang keluar dari ventrikel kiri. Pasien dapat pula memiliki VSD atau bahkan septum
ventrikelnya dapat utuh. Bila tidak segera diperbaiki, maka transposisi ini seringkali
dikaitkan dengan insidens tinggi dari penyakit vaskular pulmonar dini. Karena sirkulasi
pulmonal dan sistemik berjalan paralel, maka tidak mungkin pasien bertahan hidup tanpa
memindahkan kedua jalur ini. PDA dan foramen ovale sangat penting keberadaannya dalam
kasus ini. Pasien akan mengalami sianosis yang berat.

Manifestasi klinis: Banyak neonatus mencapai berat badan 4 kg dengan sianosis yang
mencolok tanpa distres pernapasan atau murmur yang jelas. Bayi dengan VSD yang besar
dapat mengalami sianosis yang lebih ringan dan biasanya akan memiliki murmur yang lebih
jelas. Pada pemeriksaan radiografi, maka akan ditemukan gambaran egg on a string yang
memberikan gambaran mediastinum yang sempit. Untuk mengetahui secara jelas anatomi
dan fisiologi dari kasus ini maka dilakukan ekokardiografi sekaligus untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya koarktasio aorta.

2. Total Anomalous Pulmonary Venous Return ( TAPVR )

Malformasi ini bertanggung jawab untuk sekitar 2% dari seluruh penyakit jantung
bawaan. Vena pulmonalis menemukan rute lain untuk bergabung dengan sirkulasi melalui
vena sistemik yang lebih besar, yang mana seharusnya vena pulmonalis ini bermuara ke
atrium kiri. Hal ini akan berujung pada pencampuran sempurna pada atrium kanan dan
berikutnya akan menyebabkan sianosis. Pada kasus ini, tidak ada hubungan vena pulmonalis
langsung ke atrium kiri dan semua darah yang kembali ke jantung (darah vena sistemik dan

11
pulmonal) kembali ke atrium kanan. Kelainan tempat masuk mungkin atrium kanan secara
langsung, vena kava superior atau inferior atau salah satu dari cabang-cabang utamanya, atau
vena kava superior kiri menetap yang bermuara ke dalam sinus koronarius. Vena pulmonalis
dapat pula bergabung dengan trunkus komunis (vena desendens) yang turun ke bawah
diafragma dan masuk sirkulasi vena melalui vena porta, duktus venosus, atau vena kava
inferior. Pada semua bentuk kasus ini, terdapat pencampuran darah teroksigenasi dan darah
deoksigenasi sebelum atau pada setinggi atrium kanan. Darah dari atrium kanan berpindah ke
atrium kiri melalui ASD dan foramen ovale yang paten sehingga terjadi right to left shunt.

Manifestasi klinis: Pada pasien dengan komunikasi atrial besar cenderung memiliki alir darah
pulmonal yang tinggi dan biasanya terdapat kardiomegali daripada sianosis. Pasien dapat
sianosis ringan pada periode neonatal dan umur bayi awal. Biasanya bayi-bayi dengan kasus
ini kecil dan kurus. Pada pemeriksaan radiografi dapat terlihat adanya kardiomegali yang
melibatkan jantung kanan dan arteri pulmonal. Kontur jantung yang khas ini disebut sebagai
snowman appearance atau figur angka 8 dikarenakan adanya kardiomegali dan pelebaran
mediastinum superior. Pada pasien dengan obstruksi alir balik vena pulmonal, bayi biasanya
akan sianosis berat tidak lama setelah kelahiran dan memerlukan terapi koreksi segera. Pada
pemeriksaan radiogrrafi didapatkan ukuran jantung yang kecil dengan adanya kongesti vena
pulmonalis yang diasosiasikan dengan air bronchogram. Pada pemeriksaan kardiografi,
didapatkan ventrikel dan atrium kiri yang kecil.

3. Atresia Pulmonal dengan Defek Septal Ventrikel

Keadaan ini merupakan bentuk ekstrem dari tetralogi Fallot. Katup pulmonal
mengalami atresi, rudimenter atau tidak ada dan batang pulmonal atresi atau hipoplastik.
Seluruh curah jantung kanan diejeksikan ke aorta. Aliran darah pulmonal tergantung pada
PDA atau pada pembuluh darah bronkial. Prognosis akhir lesi ini bergantung pada tingkat
perkembangan cabang arteri pulmonalis. Jika percabangan ini berkembang baik, perbaikan
bedah dengan saluran buatan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dapat mudah
dikerjakan. Jikat arteri pulmonalis hipoplastik sedang, prognosis lebih berhati-hati, dan
konstruksi ulang yang luas mungkin diperlukan. Jika arteri pulmonalis amat hipoplastik,
transplantasi jantung-paru menjadi satu-satunya terapi. Dikarenakan tidak adanya arteri
pulmoner maka alir darah pulmoner harus dilakukan melalui PDA atau Multiple
Aortopulmonary Collateral Arteries (MAPCAs). Gejalanya tergantung pada alir darah

12
pulmoner. Bila alir darah pulmoner inadekuat maka akan terjadi hipoksemia yang berat dan
perawatan segera dibutuhkan. Bayi baru lahir distabilkan dengan pemberian prostaglandin E1
secara intravena untuk mengatur PDA sambil dipersiapkan untuk pembedahan. Penyakit
vaskular pulmonal umum terjadi pada atresia pulmonal dengan VSD dan bahkan pasien yang
telah menjalani operasi masih memiliki risiko untuk menderita penyakit vaskular pulmonal.

Manifestasi klinis: Penderita dengan atresia pulmonal dan VSD datang dengan
keluhan yang serupa dengan tetralogi Fallot namun dalam derajat yang lebih berat. Sianosis
biasanya tampak dalam beberapa jam atau beberapa hari sesudah lahir; bising sistolik
tetralogi Fallot yang jelas biasanya tidak ada; suara jantung pertama disertai dengan klik
ejeksi yang disebabkan oleh akar aorta yang membesar; suara kedua cukup keras dan tunggal;
dan bising kontinu PDA atau aliran kolateral bronkial dapat didengar pada seluruh
prekordium, baik anterior maupun posterior. Kebanyakan penderita mengalami sianosis berat
dan membutuhkan pemberian infus prostaglandin E1.

4. Atresia Pulmonal dengan Sekat Ventrikel Utuh

Pada anomali ini, daun katup pulmonal berfusi sempurna membentuk membran dan
saluran aliran keluar ventrikel kanan atresia. Karena tidak ada VSD, tidak ada jalan keluar
darah dari ventrikel kanan. Tekanan atrium kanan bertambah dan shunt darah yang melalui
foramen ovale ke dalam atrium kiri, bercampur dengan darah vena pulmonal dan masuk
ventrikel kiri. Gabungan curah ventrikel kanan dan kiri dipompa hanya oleh ventrikel kiri ke
aorta. Satu-satunya sumber aliran darah pulmonal terjadi melalui PDA. Ventrikel kanan
biasanya hipoplastik, dengan tingkat hipoplasi yang bervariasi. Setelah lahir, sirkulasi
pulmonal akan ditentukan oleh duktus arteriosus. MAPCA biasanya tidak ada, dan ini yang
membedakan dengan atresia pulmonal dengan VSD. Pemberian PGE1 intravena secara terus-
menerus segera setelah lahir dibutuhkan untuk mengatur duktus arteriosus agar tetap
membuka.

Manifestasi klinis: Neonatus biasanya sianotik dan menjadi lebih sianotik seiring dengan
penutupan duktus arteriosus. Murmur sistolik yang muncul dari PDA dapat didengarkan di
area pulmonar. Murmur holosistolik sering terdengar di LLSB dikarenakan banyak anak yang
memiliki insufisiensi trikuspid bila ukuran ventrikel kanan normal. Bila tidak ditangani

13
sianotik-nya, maka bayi dapat meninggal dalam umur minggu pertama. Pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya sianosis berat dan distres pernapasan.2,6

Differential Diagnosis

Cyanotic tipe Non Ductal Dependent

1. Tetralogy of Fallot ( TOF )

Tetralogi Fallot atau ToF mengacu kepada serangkaian abnormalitas anatomis yang
memiliki 2 penampilan umum, yaitu defek septum ventrikel yang besar dan tidak terhalang
apa pun disertai dengan adanya obstruksi alir keluar ventrikel kanan. ToF merupakan
kelainan jantung kongenital yang paling umum dan diklasifikasikan sebagai penyakit jantung
bawaan sianotik dikarenakan ToF yang menyebabkan aliran darah ke paru untuk oksigenasi
tidak adekuat (terjadi right-to-left shunt) dan biasanya pasien dengan ToF mengalami
kebiruan segera setelah lahir. Gejala klinis yang terjadi bervariasi dari mulai anak yang
asimtomatis dan asianotik dengan bising jantung sampai kepada bayi baru lahir yang
hipoksik. Keparahan dari gejala bergantung pada tingkat obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan atau right ventricle outflow obstruction (RVOT). Selain itu, pada tetralogi Fallot dapat
ditemukan pula adanya stenosis pulmonal infundibular, dan juga adanya aorta yang
mengalami overriding. Penampilan keempat dan terakhir dari tetralogi Fallot yaitu adanya
hipertrofi dari ventrikel kanan sebagai hasil dari adanya abnormalitas hemodinamika. Tingkat
keparahan dari stenosis infundibular dimulai dari ringan hingga ke stenosis pulmonal yang
berat dan bahkan dapat pula atresia pulmonal. Stenosis dari katup pulmonal dapat pula
dijumpai dan stenosis umumnya ditemukan di daerah supravalvular di bifurkasio dari
percabangan arteri pulmonalis atau di sebelah distal dari arteri pulmonalis.

Kemungkinan abnormalitas yang mungkin dapat terjadi ialah defek pada septum
atrium (sehingga disebut pentalogi Fallot) atau adanya abnormalitas arteri koroner. Kira-kira
25% pasien dengan ToF memiliki arkus aorta di sebelah kanan. ToF terjadi pada sekitar 6%
bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan. Untuk penyebabnya sendiri masih belum
jelas diketahui.

Manifestasi klinis: manifestasi klinis dari ToF berhubungan secara langsung dengan tingkat
keparahan dari kelainan anatomisnya. Sebagian besar bayi dengan ToF mengalami kesulitan

14
dalam menyusu, dan gagal tumbuh atau failure to thrive. Bayi dengan atresia pulmoner akan
lebih sering lagi sianotik seiring dengan penutupan ductus arteriosus kecuali bila terdapat
kolateral bronkopulmoner. Saat lahir, beberapa bayi dengan ToF tidak menunjukkan tanda-
tanda sianosis tapi nanti di kemudian hari mereka akan mulai menunjukkan adanya episode
kulit yang pucat selama menangis atau menyusu (Tet spells). Hypoxic tet spells sangat
berpotensial pada kematian, dan merupakan episode yang tidak dapat diprediksi pada pasien
yang non-sianotik dengan ToF. Mekanismenya mungkin disebabkan oleh karena spasme dari
septum infundibular yang semakin memperburuk aliran dari RVOTO. Anak-anak dengan ToF
seringkali berusaha meningkatkan pulmonary blood flow-nya dengan berjongkok.
Berjongkok atau squatting ini merupakan mekanisme kompensasi dan sangat khas untuk
anak dengan ToF. Berjongkok akan meningkatan tahanan vaskular perifer dan akan
mengurangi shunt kanan ke kiri yang melalui VSD. Saat berjongkok ini, anak akan merasa
lebih nyaman untuk tetap berada dalam posisi knee-chest ini. Berjongkok sering terdapat
pada anak ToF setelah melakukan kegiatan fisik. Berjongkok akan mengkompres sirkulasi
pembuluh darah dari ekstremitas bawah sehingga akan mengurangi aliran shunt dan
meningkatkan pulmonary blood flow yang selanjutnya akan segera meningkatkan saturasi
dari oksigen arteri sistemik.

Anak-anak lebih tua dengan sianosis akan mengalami jenis sianosis yang lebih
ekstrem, dimana kulitnya akan berwarna kebiruan, sklera abu-abu dengan pembuluh darah
yang melebar dan jari tangan dan jari kaki tabuh (clubbing). Clubbing dapat ditemukan ketika
melakukan pemeriksaan fisik. Adanya peningkatan impuls di parasternal kiri
mengindikasikan adanya hipertrofi ventrikel kanan. Biasanya suara jantung pertama normal
yang selanjutnya diikuti dengan suara jantung kedua yang tunggal disebabkan oleh karena
suara penutupan pulmonal yang sangat lembut.

Serangan yang berbahaya pada ToF disebut sebagai serangan hipersianotik


paroksismal (serangan hipoksik biru atau Tet) yang merupakan masalah selama umur 2 tahun
pertama, dimana bayi/anak akan mengalami hiperpnea dan gelisah, sianosis bertambah,
terjadi pernapasan yang terengah-engah (gasping) dan dapat berlanjut dengan sinkop.
Serangan sering terjadi pagi hari, setelah episode menangis keras dan berlangsung selama 15-
30 menit. Serangan ini dicirikan dengan adanya peningkatan sianosis dan frekuensi
pernapasan. Serangan berat dapat sampai membuat anak kejang dan hemiparesis. Ketika
serangan bertambah berat, maka bayi diarahkan kepada posisi knee-chest, pemberian
oksigen, injeksi morfin subkutan dengan dosis tidak lebih dari 0,2 mg/kg sambil

15
menenangkan bayi. Pada keadaan bayi yang sudah asidosis metabolik, maka bila PO2 arterial
di bawah 40 mmHg, segera koresi cepat dengan pemberian natrium bikarbonat intravena.
Penyekat adrenergik-beta dengan pemberian propanolol intravena telah digunakan pada
beberapa serangan berat terutama pada pasien yang takikardi.

Pada bayi/anak denga ToF dapat ditemui adanya sistolic thrill di bagian anterior
sepanjang left sternal border. SEM yang kasar dapat terdengar di area pulmonik dan left
sternal border, tetapi paling kuat pada linea parasternalis kiri. Ketika RVOTO-nya sedang,
murmur dapat tidak terdengar, S2 biasanya tunggal. Selama episode sianotik, murmur dapat
menghilang. Pada palpasi, dapat ditemukan predominan dari ventrikel kanan. Klik ejeksi
aorta juga dapat ditemui pada pasien ToF, batuk darah atau hemoptysis juga merupakan gejala
klinis dari ToF sebagai hasil dari ruptur kolateral di daerah bronkial pada anak yang lebih tua.

2. Pulmonal stenosis

Defek dengan adanya penyempitan atau obstruksi pada muara Arteri Pulmonalis.
Stenosis pulmoner dapat berbentuk valvular, subvalvular (infundibular) dan supravalvular
(peripheral pulmonary artery stenosis atau coarctatio). Stenosis pulmoner dapat berdiri
sendiri, tetapi lebih sering melupakan bagian sindrom lain, seperti tetralogi Fallot, VSD, dan
transporsisi pembuluh darah besar (TPB). Yang akan di bicarakan disini adalah SP valvular
dengan septum interventicular normal. Ketiga jenis stenosis pulmoner tersebut tersebut akan
muncul dengan bising sistolik didaerah garis sternal kiri atas. Bunyi jantung II terdengar
seperti melebar terutama di daerah pinggir sternum, obstruksi semakin berat. Bising sistolik
kasar di interkostal II kiri. Keluhan yang terjadi biasanya menimbulkan : cepat lelah dispnea,
angina, sinkop, dan disfunsi serebral. Gangguan Hemodinamik : oleh karena adanya
obstruksi, maka aliran darah ke paru paru berkurang, dan lama kelamaan akan terjadi
hipertrofi ventrikel kanan.

3. Double Outlet Right Ventricle ( DORV )

DORV adalah kelainan dimana bilik kanan memiliki jalan keluar ganda, yaitu aorta
dan arteri pulmonalis (pembuluh darah yang mengarah ke paru-paru). Padahal, bilik kanan
harusnya terhubung dengan ateri pulmonalis dan bilik kiri tersambung dengan aorta. DORV

16
selalu disertai dengan kelainan adanya VSD. Lokasi VSD ini dapat berada di dekat aorta, atau
di dekat arteri pulmonalis, atau agak jauh dari kedua jalan keluar tersebut. Kelainan lain yang
dapat menyertai adalah stenosis pulmonal (penyempitan dari a pulmonalis), transposisi arteri
besar (transposition of the great arteries=TGA), lokasi VSD dan defek lain yang menyertai
dapat mempengaruhi beratnya biru pada anak. Bila DORV disertai dengan VSD yang
lokasinya di dekat a. pulmonalis maka anak akan tampak biru. DORV yang disertai dengan
TGA juga akan nampak biru. Defek lain yang bisa menyertai DORV adalah PDA, ASD, dan
dapat juga muncul pembuluh darah kolateral.

4. Single Ventricle

Pada ventrikel tunggal, kedua atrium mengosongkan isisnya melalui katup komunis
atau melalui dua katup AV terpisah ke dalam ruang ventrikel tunggal. Ruang ini mungkin
mempunyai sifat anatomik ventrikel kiri, kanan dan tengah-tengah. Sering ada anomali
jantung yang menyertai dan bervariasi. TGA dan adanya ruang saluran keluar yang tidak
berkembang di bawah salah satu dari pembuluh darah besar terjadi pada kebanyakan
penderita. Stenosis atau stenosis pulmonal sering ada.

Manifestasi klinis: Jika aliran keluar pulmonal tersumbat, tandanya dapat serupa dengan
tanda-tanda ToF: sianosis berat tanpa gagal jantung, Jika aliran pulmonal tidak tersumbat,
tandanya akan sama dengan transposisi dengan VSD: sianosis minimal dengan gagal jantung
yang berat. Dispnea dan kelelahan sering ada, kardiomegali ringan atau sedang, kuat angkat
parasternal kiri dapat diraba dan sering ada getaran sistolik. Bila ventrikel tunggal disertai
dengan aliran pulmonal yang tidak tersumbat, maka penderita akan lebih sering datang
dengan dispnea, takipnea dan gagal tumbuh disertai dengan infeksi paru berulang. Apabila
sudah terjadi penyakit vaskuler pulmonal, intensitas sianosis akan bertambah, ukuran jantung
akan mengurang dengan tanda-tanda gagal jantung membaik.

5. Persistent Truncus Arteriosus

Kasus ini muncul pada sekitar 1% kasus dari malformasi jantung kongenital. Arteri
besar tunggal muncul dari jantung, lalu berikutnya akan bercabang untuk sirkulasi sistemik,
pulmonal dan koronaria. Trunkus muncul sebagai akibat dari kegagalan pemisahan TA

17
menjadi aorta dan arteri pulmonal. VSD biasanya dapat ditemukan. Pada pasien dengan TA,
darah dari kedua ventrikel keluar dari jantung melalui jalan keluar tunggal, sehingga saturasi
oksigen di arteri pulmonalis dengan arteri sistemik sama besarnya. Bila tahanan vaskuler
pulmonal relatif tinggi segera sesudah lahir, aliran darah pulmonal mungkin normal, namun
ketika tahanan pulmonal turun sesudah umur 1 bulan, aliran darah ke paru-paru sangat
bertambah dan terjadi gagal jantung kongestif. Karena volume aliran darah pulmonal besar,
sianosis minimal.

Manifestasi klinis: Alir darah pulmonal yang tinggi merupakan ciri khas dari sebagian besar
pasien dengan TA. Pasien-pasien ini biasanya asianotik dan menampilkan kesan gagal
jantung kongestif. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan prekordium yang hiperaktif, sistolic
thrill yang umum di LLSB, sebuah klik ejeksi sistolik dini yang keras juga dapat terdengar.
S2 biasanya tunggal. Pasien dengan alir darah pulmonal yang rendah, cenderung untuk
sianosis lebih awal. Manifestasi paling umum ialah adalah kegagalan pertumbuhan, mudah
lelah dan gejala gagal jantung. Alir darah pulmonal yang deras pada masa bayi sesudah
neonatus menampilkan gejala-gejala dispnea, infeksi pernapasan berulang dan pertumbuhan
fisik jelek. Pada anak yang lebih tua dengan aliran darah pulmonal yang dibatasi akibat
penyakit obstruktif vaskular pulmonal, sianosis bersifat progresif, polisitemia dan jari tabuh
dapat ditemukan.2,5,6,

Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor faktor tersebut antara lain :

Faktor endogen
- Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom.
- Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
- Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan.
Faktor eksogen
- Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum
obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin,
amethopterin, jamu).
- Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
- Pajanan terhadap sinar -X.2

18
Epidemiologi

Penyakit jantung bawaan (PJB) pada bayi dan anak cukup banyak ditemukan di
Indonesia. Laporan dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan 6-10 dari 1000 bayi
lahir hidup menyandang panyakit jantung bawaan. Terjadinya penyakit jantung bawaan masih
belum jelas namun dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat kecenderungan timbulnya
beberapa PJB dalam satu keluarga. Ductus arteriosus persisten (DAP) dan defek septum
atrium (DSA) lebih sering dijumpai pada anak perempuan, sedangkan stenosis aorta lebih
sering dijumpai pada anak laki-laki. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada
akhir semester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung.5

Patofisiologi

Peredaran darah didalam fetus (the fetal circulation) adalah berbeda dengan yang
sesudah lahir. Sirkulasi fetus mendapatkan oksigen dan nutrisi dari ibu melalui placenta.
Sirkulasi fetus juga mempunayi komunikasi yang penting (shunt) antara kedua ruangan atas
jantung dan pembuluh darah besar dekat jantung. Konse kwensinya adalah kebanyakan tipe
dari PJB dapat ditoleransi denga baik selama kehidupan fetus. Bahkan suatu bentuk PJB yang
parah seperti hypoplasia jantung kiri (yang mana seluruh jantung kiri tidak berkembang)
dapat dikompensasikan oleh sirkulasi fetus.

A. Sirkulasi Fetus

Tiga fitur utama dari sirkulasi fetus adalah :

1. Sirkulasi maternal (ibu) melalui placenta membawa oksigen dan nutrisi kefetus dan
mengeluarkan karbon dioksida dari sirkulasi fetus.
2. Foramen ovale adalah sebuh lubang yang terletak di septum (dinding) antara kedua
ruangan atas jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah mengalir melalui
jalur samping (shunt) dari atrium kananke atrium kiri.
3. Jalur samping yang lain, ductus arteriosus, mengizinkan darah yangmiskin oksigen
mengalir dari arteri pulmonary kedalam aorta dan melalui ituke tubuh.

19
B. Sirkulasi sesudah kelahiran

Placenta sudah dikeluarkan dan paru-paru harus mengambil alih fungsi oksigenisasi
darah. Perubahan-perubahan utama sirkulasi terjadi setelah kelahiran. Perubahan-perubahan
ini termasuk :

1. Sirkulasi maternal tidak dapat lagi membawa oksigen dan mengeluarkankarbon dioksida
dari sirkulasi bayi.
2. Foramen ovale menutup dan tidak bertindak lagi sebagai jalur sampingantara kedua atria
jantung.
3. Ductus arteriosus menutup dan tidak lagi menyediakan komunikasi antaraarteri
pulmonary dan aorta.

Tangisan pertama merupakan proses masuknya oksigen yang pertama kalike dalam
paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskular paru dan peningkatan tekanan oksigen sehinggaterjadi vasodilatasi disertai
penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis.

Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi
oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya terjadi peningkatanaliran darah ke paru secara
progresif, sehingga mengakibatkan peningkatantekanan di atrium kiri sampai melebihi
tekanan atrium kanan. Kondisi inimengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan
tekanan ventrikel kiridisertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri sistemik.
Peningkatantekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta metabolisme
bahanvasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan penutupan fungsional dari
duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.

Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15
jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosussecara fungsional setelah 72
jam postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4
minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur,
mekanisme penutupanduktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12
bulan.

Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,


terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cavainferior serta penutupan
duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan jugamenurun sampai dibawah tekanan

20
atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupanforamen ovale, dengan demikian ventrikel
kanan hanya mengalirkan darahnya kearteri pulmonalis.

Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karenamenerima beban
tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik.Sebaliknya ventrikel kanan
mengalami penipisan akibat penurunan beban tekananuntuk menghadapi tekanan arteri
pulmonalis yang mengalami penurunan ke angkanormal.

Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale diawali penutupan
secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endoteldan jaringan fibrous
yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).

Tetap terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect
terhadap total anomalous pulmonary venous connection dibawahdifragma. Tetap terbukanya
foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkanmasking effect terhadap kelainan obstruksi
jantung kanan. Tetap terbukanyaduktus arteriosus pada waktu lahir mengakibatkan masking
effect terhadap semuaPJB dengan ductus dependent sistemic dan ductus dependent
pulmonarycirculation.

Sekali ini terjadi, maka sirkulasi fetus menjadi suatu barang dari masa laludan seluruh
pengaruh dari berbagai kerusakan jantung genital dirasakan. Kerusakan-kerusakan ini
menjadi nyata, menyebabkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang dapat didiagnosis.
Perubahan-perubahan lebih jauh terjadi di sistimkardiovaskular selama waktu bayi dan waktu
anak-anak dan juga di hubungantekanan antara ventricle kanan dan ventricle kiri. Perubahan-
perubahan inimembawa lebih banyak kasus-kasus PJB ke permukaan.7

Gejala Klinis

Saat lahir dapat dijumpai gangguan pernapasan. Pada yang berat bahkan dapat
berakibat kematian. Pada PJB biru, anak tampak biru meskipun tidak sesak
napas dan aktif. Namun demikian, pada yang kompleks gejala sesak napas
dan biru dapat nampak bersamaan
Pada beberapa kasus yang berat dan kompleks, bayi baru lahir segera
memburuk dan meninggal dalam waktu dua hari bersamaan dengan
menutupnya pembuluh arteriosus Botalli. PJB yang terakhir ini disebut

21
sebagai PJB yang bergantung pada duktus (duct dependent lesion)Anak
menetek tidak kuat, sering melepaskan puting ibu istirahat sebentar kemudian
melanjutkan minum lagi.
Saat menetek/minum, bayi nampak berkeringat banyak di dahi, napas
terengah-engah. Minum tidak bisa banyak dan tidak lama.
Berat badan tidak naik-naik atau naik kurang dari grafik/pita pertumbuhan
yang sesuai pada KMS.
Anak sering sakit batuk dan sesak napas yang sering disebut sebagai
pneumonia atau bronkopneumonia.
Daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang, sebagai akibatnya bayi sering
sakit-sakitan.
Anak yang menderita PJB biru, saat lahir nampak kebiru-biruan di mulut dan
lidah serta ujung-ujung jari, meskipun anak tampak aktif ceria dan menangis
kuat. Pada beberapa anak, warna kebiruan pada mulut, lidah dan ujung-ujung
jari tersebut baru nampak setelah berusia beberapa bulan.
Serangan biru dapat terjadi pada anak dengan PJB biru yang ditandai dengan
bayi menangis terus menerus tidak berhenti-berhenti. Anak tampak semakin
biru, napas tersengal-sengal. Bila berat, dapat mengakibatkan kejang bahkan
kematian.
Kelainan jantung sering juga ditemukan secara tidak sengaja oleh dokter pada
saat bayi berobat utk penyakit lainnya atau saat datang untuk imunisasi.
Dokter mendengar adanya bising jantung saat memeriksa jantung bayi dengan
menggunakan stetoskop.8

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbedadengan kondisi
kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, adakecenderungan para dokter
untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkanke dokter konsultan jantung. Hal ini
tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya menjadi tidak efektif sehingga akhirnya
merugikan pasien.

Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan dalam
mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini. Diawali dengan
penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan kegawatan

22
jantung secara khusus sesuai dengan masalah kritisyang sedang dihadapi (sianosis sentral,
peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke sistemik) sebagai berikut :

1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37 oC dan
kelembaban sekitar 50%).

2. Pemberian oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJB tanpa
mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen pada neonatus
mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini
memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus ductus
dependent sistemic circulation atau ductusdependent pulmonary circulation malah
mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut
lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara kamar
(0,21% O2).
Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan
meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, pada neonatus
yang mengalami distres, akan mengganggu ventilasinya dan gangguanini dapat akan
berkurang dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengan kecepatan 2-4 liter per
menit dengan masker atau kateter nasofaringeal. Padaneonatus dengan distres nafas yang
berat maka bantuan ventilasi mekanik sangatdiperlukan.

3. Pemberian cairan dan nutrisi harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai
umur dan berat badan. Pada neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan
masihdapat diberikan masukan oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu
perhatian khusus pada PJB kritis terhadap gangguan reflex menghisap dan pengosongan
lambung serta risiko aspirasi. Pemberian melalui sonde akanmenambah distres nafas dan
merangsang reflex vagal. Pada kondisi shock, pemberian cairan 10 15 ml/kgBB dalam
1-2 jam, kemudian dilihat responsterhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan
produksi urine dan tanda vitalyang lain. Disfungsi miokard akibat asfiksia berat
memerlukan pemberiandopamin dan dobutamin.
Pemberian diet pada penderita penyakit jantung bawaan untuk mengatasigangguan
pertumbuhan seharusnya dengan pemberian komponen diet yang lebihtinggi dibanding
anak normal agar dapat mencapai pertumbuhan optimal.
Recommended Dietary Allowances (RDA) yang dibutuhkan oleh anak umur kurang dari
6 bulan dengan PJB berat adalah 40 % lebih besar darikebutuhannya.
Namun penelitian ini tidak membedakan tipe dari PJB dan beratnyagangguan
hemodinamiknya. Pada anak dengan PJB asianotik membutuhkannutrien lebih tinggi

23
daripada anak normal. Energi yang dibutuhkan 20-30 % diatas RDA agar dapat mencapai
tumbuh kejar.
Penelitian dilakukan oleh Bougle dkk pada bayi berumur 2-14 minggudengan PJB
asianotik yang mengalami gagal jantung dan gagal tumbuh sertamemperoleh digitalis dan
diuretik. Mereka diberi minum melalui sonde lambungsecara kontinyu selama 40 hari.
Cairan susu formula bayi yang diperkaya energidalam bentuk MCT dan karbohidrat,
diberikan mulai 40 ml/kgBB/hariditingkatkan secara progresif sampai terjadi kenaikan
berat badan. Jumlah kaloriyang diberikan rata-rata 137 kkal/kgBB/hari. Terjadi
peningkatan berat badan yang bermakna.

4. Pemberian prostaglandin E1 merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai life-
saving dansementara menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi
rasionalselanjutnya, prostaglandin E1 diberikan pada :
Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJBsianosis (ductus
dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkanaliran darah ke paru
(Atresia pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresiatrikuspid) atau
meningkatkan tekanan atrium kiri agar terjadi pirau kiri kekanan sehingga
oksigenasi sistemik menjadi lebih baik (transposisi pembuluhdarah besar).

Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah
atau tak teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic
circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke arteri sistemik (aorta stenosis
yang kritis, koartasio aorta, transposisi pembuluh darah besar,interrupted arkus
aorta atau hipoplastik jantung kiri).
Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melaluikateter
umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15mikrogram/kgBB/menit selama
belum timbul efek samping dan sampai tercapaiefek yang optimal. Bila terjadi efek
samping berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera diturunkan
dosisnya dan diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi apnea maka
selain menurunkan dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan ventilasi
mekanik dengan O2rendah, dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai 65 %.
Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bilatidak
terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menittersebut, maka
dosis dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit ataulebih rendah sehingga
tercapai dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1 perlu
disiapkan ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed. Harus

24
dipantau ketat terhadap efek sampinglainnya yaitu : disritmia, diare, apnea, hipoglikemia,
NEC, hiperbilirubinemia, trombositopenia dan koagulasi intravaskular diseminata, perlu
juga diingatkontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan sirkulasi fetal yang
persisten.Bila ternyata hasil konfirmasi diagnosis tidak menunjukkan PJB maka
pemberian prostaglandin E1 segera dihentikan.
Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yanghampir
sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah.Pada awalnya
diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai,maka obat ini dapat
diberikan tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankanterbukanya duktus dalam
beberapa bulan, namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan.
Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah ,masih
dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis
maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit) ternyata tidak terjadireopen duktus, maka
pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention.

5. Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmia bila gagal jantung telah dapat ditegakkan,
maka obat pertama yang harus diberikan adalah diuretik dan pembatasan cairan, biasanya
furosemid dengandosis awal 1 mg/kgBB yang dapat diberikan intravena atau per oral, 1
sampai 3kali sehari.
Cedilanid dapat ditambahkan untuk memperkuat kontraksi jantung(inotropik dan
vasopresor) dengan dosis digitalisasi total untuk neonatus preterm10 mikrogram/kgBB
per oral, untuk neonatus aterm 10 20 mikrogramkgBB per oral. Diberikan loading dose
sebesar 1/2 dari dosis digitalisasi total, disusul 1/4dosis digitalisasi total 6 -12 jam
kemudian dan 1/4 dosis sisanya diberikan 12-24 jam kemudian. Disusul dosis rumatan 5-
10 mikrogram/kgBB per oral. Pemberianintravena dilakukan bila per oral tidak
memungkinkan, dosis 80% dari dosis per oral. Dosis per oral maupun intravena
diturunkan sampai 60% nya bila ada penurunan funsi ginjal.
Dopamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (dilatasi renalvascular
bed)dikombinasi dengan Dobutamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip
(meningkatkan kontraktilitas miokard) merupakan kombinasi yang sangat baik untuk
meningkatkan penampilan jantung dengan dosis yang minimal.
Captopril sebagai vasodilator (menurunkan tahanan vaskuler sistemik
danmeningkatkan kapasitas sistem vena) ) sangat berperan pada neonatus dengangagal
jantung kongestif. Dosis 1 mg/kgBB per oral dosis tunggal disusul dosisyang sama untuk
rumatan. Sangat efektif pada kondisi neonatus dengan:
penurunan fungsi ventrikel

25
pirau kiri ke kanan yang masif regurgitasi katup
hipertensi sistemik
hipertensi pulmonal.
Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan sinoatrial noderate,
dilatasi renal vascular bed, dan menurunkan tahanan sistemik, maka penampilan jantung
dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan mengurangi
hipoksia jaringan.
Disritmia jantung sering menyertai hipoksemia berat, bila hipoksemia berat telah
dikurangi dan kelainan metabolik lainnya dikoreksi, maka disritmianya biasanya akan
menghilang dengan sendirinya. Tidak dianjurkan memberikan obatanti disritmia tanpa
memperbaiki hipoksemia dan kelainan metabolik lainnyayang menyertai, selain tidak
bermanfaat juga malah menimbulkan disritmia jenislain yang lebih membahayakan.

6. Koreksi terhadap kelainan metabolik hipoksia jaringan akan menyebabkan asidosis


metabolik yang sering kali sukar dikoreksi. Untuk kondisi ini harus diberikan Na-
bikarbonat, dosis 1-2ml/kgBB intravena perlahan-lahan atau disesuaikan dengan hasil
analisis gasdarah.
Hipoglokemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yaitu kalium,natrium,
magnesium dan kalsium sering menyertaikondisi hipoksemia, koreksisecepatnya bila
pada pemantauan klinis ditemukan hal-hal tersebut.

7. Terapi Genetik Sebuah penelitian baru membuktikan bahwa KCNQ1 adalah gen utama
yang menjadi fungsi jantung. Mutasi yang terjadi pada gen tersebut akanmenyebabkan
penyakit jantung bawaan pada ratusan ribu anak dan akanmenimbulkan gangguan rhytm
atau irama jantung dengan penderitaan seumur hidup. Kondisi ini pada akhirnya bisa
menyebabkan gagal jantung atau
Cardiac suddent dan kematian. Penelitian di Cardiac Research Center, Niigata
UniversityHospital, Jepang telah melakukan uji gene screening pada lebih dari
seratuskeluarga dengan penderita penyakit jantung bawaan.
Dari hasil penelitian ini menggambarkan sesuatu yang sangat baru dalamilmu
genetika kedokteran, bahwa mutasi gen KCNQ1 menjadi dasar timbulnyakelainan
jantung bawaan LQTS, dan diturunkan secara dominan autosomal.Keparahan penyakit
tersebut ditentukan bukan hanya oleh lokasi terjadinyamutasi, namun yang lebih penting
lagi adalah jenis asam amino pembentuk mutantersebut. Sehingga tentunya, hasil ini
dimasa depan dapat digunakan sebagai dasar ilmiah teknik pengobatan genetik (gene
therapy) bagi penderita penyakit jantung bawaan, yaitu dengan cara mentransgenikkan
asam amino mutant pada pasienkearah asam amino normal.5

26
Komplikasi

Endokarditis

Terkena pada lapisan dalam jantung dan infeksi mikroba pada permukaan endotel
jantung.

Obstruksi Pembuluh Darah Pulmonal

Gangguannya terjadi pada pembuluh darah pulmonal.

Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung bawaan.

Hepatomegali

Pembesaran hati.

Enteroholitis Nekrosis

penebalan dan pengerasan pembuluh darah arteri akibat plak. Nekrosis adalah
kematian pada sel.7,8

Pencegahan

Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan.
Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara
dini.
Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah harus
dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada
riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom ,
penyakit jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun
kecil kemungkinannya.
Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan
ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan saat dilakukannya USG,
beratnya kelainan jantung dan juga kemampuan dokter yang melakukan ultrasonografi.

27
Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan
atau pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan
jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal
ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih
teliti.
Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi
virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes). Skrining sebelum
merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH adalah
hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining
ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk
mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.
Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa obat
diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan obat dan
antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya.
Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi
yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan
memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan
hamil. Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang
kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya
Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan
Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di
sekitarnya.
Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak
terhisap zat zat racun dari karbon dioksida.2

Prognosis

Tanpa tindakan operasi, terutama dengan sirkulasi paru yang bertambah dan tekanan
ventrikel kiri yang rendah, prognosisnya buruk. Kebanyakan meninggal pada bulan-bulan
pertama. Diantaranya untuk jangka waktu yang pendek mempunyai prognosisyang lebih baik
yaitu TGA dengan VSD. Prognosis terbaik yang memungkinkan hidup tanpa operasi ialah

28
TGA,VSD dan PS. Dalam hal ini PS bermanfaat dengan pirau kiri ke kanan melalui VSD,
dengan demikian terjadilah kejenuhan oksigen di aorta. Walaupun demikian umumnya
penderita akan meninggal dalam jangka waktu 15 tahun.8

Kesimpulan

Berdasarkan masalah yang dipaparkan pada kasus yaitu anak bayi laki-laki berusia 6
jam mengalami kebiruan dan sesak nafas, maka anak tersebut kemungkinan menderita
penyakit jantung bawaan sianotik, untuk jenis PJB sianotiknya maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi yang memiliki nilai diagnostik tinggi agar
dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yang tepat.

Daftar Pustaka

1. Satpathy M. Clinical diagnosis of congenital heart disease. Jaypee Brothers Medical


Publishers: New Delhi; 2008. Hal 14-20.

29
2. Wahab AS, editor edisi bahasa indonesia. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed-15. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2006. Hal 1600-16.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penerbit Erlangga: Jakarta;
2005. Hal 22-5.
4. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current diagnosis and treatment
in pediatrics. 18th ed./The McGraw-Hill Companies, Inc. 2007.
5. Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST. Pengenalan dini dan tatalaksana penyakit
jantung bawaan pada neonatus. Balai Penerbit FKUI: Jakarta; 2006. Hal 127-143.
6. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current diagnosis & treatment:
pediatrics. 19th Ed. United States of America: McGraw-Hill; 2007. Hal 545-54.
7. Dwi, Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi untuk indikasi pembedahan,
dalam simposium. Penerbit Erlangga: Jakarta; 2007. Hal 132-36.
8. Madiyono B. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan Anak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta; 2006. Hal 165-69.

30

Anda mungkin juga menyukai