Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
yang terdiri atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang
81.000 km. Luas laut indonesia sekitar 3,1 juta km2 yang terdiri
atas 0,8 juta km2 perairan teritorial dan 2,3 juta km2 perairan
Nusantara. Selain itu, sejak tahun 1982, Indonesia diberi
kewenangan oleh UNCLOS (United Nations Convention on Law of
the Sea) untuk memanfaatkan ZEE seluas 2,7 juta km 2 dalam hal
eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumberdaya hayati dan
nonhayati, penelitian dan yurisdiksi mendirikan instalasi atau
pulau buatan. Luas wilayah pesisir dan laut Indonesia yang besar
tersebut belum memberikan kontribusi yang berarti terhadap
Produk domestik Bruto (PDB) Nasional (DKP, 2011).
Potensi sumber daya pesisir dan laut utamanya sumber
daya hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi secara
berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) sehingga terjadi
penipisan sumber daya baik pesisir maupun laut. Potensi
sumberdaya pesisir dan laut di Sulawesi selatan utamanya
sumber daya hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi
secara berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) maupun
budidaya ikan (tambak), sehingga terjadi penipisan sumberdaya
baik pesisir maupun laut. Potensi lahan tambak telah
dimanfaatkan hamper sebanding dengan potensi tersedia,
sehingga tidak layak lagi dilakukan perluasan areal tambak
karena akan berdampak ekologis dan akan terjadi benturan
fungsi-fungsi lahan. Pembangunan sumberdaya pesisir dan laut
pada saat ini menjadi andalan bagi Sulawesi selatan untuk
melakukan pemulihan ekonomi. Hal ini tentu saja memberikan

Universitas Sriwijaya
1
2

peluang yang lebih besar bagi daerah untuk mengelolah dan


memanfaatkan potensi pesisir dan laut bagi kesejahteraan
daerah (DKP, 2011).
Potensi sumberdaya pesisir dan laut di sungsang utamanya
sumberdaya hayati ikan dan sejenisnya sangat melimpah.
Sehingga barru menjadi salah satu pemasok ikan terbesar di
Sumatera Selatan. Selain itu potensi sumber daya yang
prospektif untuk diolah dan dikembangkan adalah sumberdaya
potensi pariwisata, namun diharapkan pada kompleksitas
masalah dalam pengelolaan / eksploitasinya. Ekonomi
sumberdaya perikanan adalah sumberdaya atau faktor produksi
yang disediakan oleh alam dan bukan merupakan buatan
manusia yang harus dikelolah secara efektif dan efisien guna
memenuhi kebutuhan manusia atau meningkatkan kesejahtraan
masyarakat. Dalam ekonomi sumberdaya perikanan akan selalu
memberi manfaat bagi masyarakat tetapi juga akan
menimbulkan biaya-biaya (DKP, 2011).

1.2. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengatahui serta menganalisis
keadaan sosiologi ekonomi masyarakat Sungsang, dan mengetahui profesi
maupun industri dari mayoritas masyarakat setempat tepatnya
di wilayah Sungsang Desa Marga Sungsang Kecamatan
Banyuasin II tersebut.

Universitas Sriwijaya
2
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Wilayah


Daerah Kabupaten Banyuasin yang ditandai dengan
koordinat wilayah Kabupaten Banyuasin. Sedangkan, gambaran
mengenai administrasi wilayah menjabarkan luas wilayah
Kabupaten Banyuasin, batas-batas wilayah Kabupaten
Banyuasin, jumlah kecamatan dan kelurahan, serta peta wilayah
Kabupaten Banyuasin dengan skala peta 1:50.000. Adapun
keadaan wilayah di daerah Banyuasin II yang meliputi peta,
keadaan masyarakat maupun luas wilayahnya (Bapeda, 2012).
Masyarakat pada umumnya tinggal di atas rumah-rumah panggung di tepi
laut di daerah pasang surut yang dihubungkan dengan jalan setapak dari kayu, dan
sedikit masuk ke arah darat. Sebuah desa pesisir yang hampir seluruh
penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Desa ini dapat dikatakan sebagai desa
kecil yang termasuk maju perkembangannya di Provinsi Sumatera Selatan.
Sungsang merupakan sumber potensi perikanan terbesar di pesisir Sumsel, karena
desa ini berlokasi di sekitar perairan Selat Bangka dan juga merupakan salah satu
daerah lintas perairan Sungai Musi. Namun, kondisi di desa ini sungguh
memprihatinkan. lingkungannya sangat kotor dipenuhi sampah sisa rumah tangga.

Universitas Sriwijaya
3
4

Selain itu, air bersih di sini sangat sulit didapat. Wajar jika daerah pesisir
kekurangan air bersih, mengingat letak nya yang berdampingan dengan laut
membuat intrusi air laut menjadi sangat tinggi. (Dirjen Perikanan, 1995).

2.1.1. Luas Wilayah


Kabupaten Banyuasin adalah salah satu Kabupaten di
Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Banyuasin terbentuk dari
hasil pemekaran Kabupaten Musi Banyuasin. Secara yuridis
pembentukan Kabupaten Banyuasin disahkan dengan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2002 dengan luas
Kabupaten Banyuasin 1.183.299 Ha atau sekitar12,18 % Luas
Provinsi Sumatera Selatan. Luas Wilayah Kabupaten Banyuasin
yang semula sebesar 1.183.299 Ha bertambah menjadi
1.375.400,061 Ha. Perhitungan tersebut telah sejalan dengan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang termuat dalam
penjelasan pasal 2, dimana Kewenangan kabupaten/kota ke arah
laut ditetapkan sejauh 4 mil yakni sepertiga dari wilayah laut
kewenangan provinsi sebesar 12 mil. Hal tersebut dipertegas
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Bapeda, 2012).
Dari hasil perhitungan, penambahan luas Kabupaten
Banyuasin menjadi 1.375.400,061 Ha atau bertambah 192.101
Ha sekitar 16% dari luas awal. Kecamatan yang mengalami
penambahan luas wilayah ke arah laut yaitu Kecamatan
Banyuasindua, Kecamatan Muara Sugihan, Kecamatan Makarti
Jaya, Kecamatan Muara Telang, Kecamatan Pulau Rimau dan
Kecamatan Air Salek. Dari luas wilayah Kecamatan tersebut,
Kecamatan Banyuasindua merupakan Kecamatan terluas yaitu
402.008 Ha dan mengalami penambahan luas menjadi 493.200
Ha karena Kecamatan Banyuasin II, terletak berbatasan langsung
dengan wilayah laut. Sedangkan Kecamatan Muara Telang

Universitas Sriwijaya
4
5

merupakan Kecamatan terkecil dengan luas wilayah 21.487 Ha.


Sejak akhir tahun 2012, jumlah kecamatan di Kabupaten
Banyuasin mengalami pemekaran dari 17 kecamatan menjadi 19
kecamatan. Kecamatan yang mengalami pemekaran tersebut
antara lain Kecamatan Banyuasin I pecah menjadi Kecamatan
Banyuasin I dan Kecamatan Air Kumbang, serta Kecamatan
Muara Telang pecah menjadi Kecamatan Muara Telang dan
Kecamatan Sumber Marga Telang. Masing-masing kecamatan
terbagi atas desa-desa dan kelurahan, sedangkan setiap desa-
desa dan kelurahan didalamnya tersusun atas dusun, lingkungan
maupun rukun warga dan sebagian masih dibagi lagi kedalam
rukun tetangga (Bapeda, 2012).

2.1.2. Keadaan Masyarakat


Perkembangan suatu daerah tentunya akan berdampak
pada keadaan penduduknya. Dampak yang terjadi tidak selalu
positif, namun kadangkala juga berdampak negatif. Keadaan
Desa Sungsang, Sumatera Selatan, memiliki permasalahan sosial
seperti gelandangan, narkotika, prostitusi adalah sedikit contoh
permasalahan yang timbul seiring dengan perkembangan suatu
daerah. Permasalahan tersebut merupakan tanggung jawab
semua pihak terutama elemen pemerintah daerah. Masalah-
masalah tersebut adalah anak terlantar dan anak nakal, wanita
tuna susila, waria, pengemis, gelandangan, korban
penyalahgunaan narkotika, tuna rungu, tuna netra, tuna mental,
tuna daksa, cacat ganda, cacat ganda, dan eks penyakit kronis
(kusta), bekas narapidana, lanjut usia terlantar, fakir miskin,
keluarga rumah tak layak huni, korban bencana alam dan
musibah lainnya, masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana, anak balita terlantar, AIDS, masyarakat terasing,
perintis kemerdekaan, anak jalanan, dan pengungsi. Secara
umum, pada tahun 2012 jumlah penduduk yang mempunyai

Universitas Sriwijaya
5
6

masalah-masalah sosial ini menurun dibanding tahun 2011.


Untuk anak terlantar saja jumlahnya menurun cukup tinggi yakni
dari 452 menjadi 10 orang di tahun 2012 (Hutagalung, 1988).
Keadaan di daerah pesisir tersebut yakni kekurangan air
bersih, mengingat letaknya yang berdampingan dengan laut
membuat intrusi air laut menjadi sangat tinggi. Tetapi bukan
menjadi alasan untuk kita mengacuhkan kebutuhan penduduk
pesisir akan air bersih. Hal yang dapat mereka perbuat untuk
memenuhi kebutuhan air bersih hanyalah dengan menampung
air hujan menggunakan drum plastik. Dikala musim hujan
datang, mereka menampung airnya. Dikala kemarau melanda,
mereka hanya dapat menghemat pemakaian air tampungan
hingga hujan mengguyur kembali.Kondisi seperti ini sungguh
dapat menciptakan sanitasi yang buruk. Tak dapat dipungkiri,
bahwa nantinya penduduk Desa Sungsang banyak mengidap
penyakit akibat buruknya sanitasi. Disamping itu, pemakaian luar
tubuh dan konsumsi air hujan sebagai air minum juga sangat
berbahaya bagi tubuh. Sebab air hujan tergolong air yang
mengandung asam. Apabila asam masuk ke dalam tubuh, maka
akan menyebabkan korosi organ-organ tubuh, seperti gigi
misalnya. Hal ini terbukti dari banyaknya masyarakat desa yang
giginya keropos dan cenderung untuk memakai gigi palsu
meskipun usianya masih tergolong muda.Memang terdapat
pasokan air bersih di desa itu, namun harganya tidaklah murah,
mengingat bahwa mata pencaharian penduduk desa sebagian
besar adalah nelayan (Hutagalung, 1988).
Mereka tak selamanya dapat membeli air-air bersih. Selain
itu, terdapat penyimpangan lain yang telah menjadi hal lumrah
di desa ini, yaitu membuang sampah di bawah rumah. mengapa
dapat terjadi hal seperti ini? Karena lokasi desa sungsang berada
di ekosistem pasir berlumpur, sehingga menyebabkan mereka
harus beradaptasi dengan membangun rumah panggung dan

Universitas Sriwijaya
6
7

jalanan desa yang jauh tinggi di atas pantai.Tetapi mungkin juga


karena letak desa yang terlalu dekat dengan bibir pantai,
sehingga mengharuskan mereka untuk menghindari air pasang
tertinggi disana dengan membangun infrastruktur sedemikian
rupa. Namun, kondisi seperti ini justru menyebabkan masalah
pembuangan di desa ini., warga lebih senang membuang
sampah ke bawah rumah dari pada harus membakar sampah-
sampah tersebut.Sangat mengejutkan melihat kebiasaan yang
tidak dibenarkan seperti ini. Belum lagi dengan air seni dan feses
yang juga dibuang dengan cara yang sama (Hutagalung, 1988).

2.1.3. Peta Wilayah

Sumber : Bappeda, 2012.


Kondisi topografi Kabupaten Banyuasin didominasi oleh
daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang, yaitu terdiri
dari 80% luas dataran rendah basah berupa pesisir pantai, rawa
pasang surut dan lebak serta 20% luasan merupakan dataran
berombak sampai bergelombang dengan kisaran ketinggian 060
M di atas permukaan laut. Topografi datar atau sedikit
bergelombang 0-12 dan 13-24 Mpdl menyebar di seluruh
kecamatan sedangkan topografi berombak sampai
bergelombang 25-36 dan 37-48 Mdpl berada di sebagian kecil
Banyuasin dua, Tungkal Ilir serta selatan baguan timur

Universitas Sriwijaya
7
8

Kabupaten Banyuasin serta sebagian kecil wilayah Betung dan


Banyuasin III untuk 49-60 Mdpl. Dilihat dari kelerengannya,
daratan Kabupaten Banyuasin berada pada kisaran kemiringan
lereng 0-2% seluas 1.181.610 Ha dan 2-5% seluas 1.689 Ha
(Bapeda, 2012).
Beberapa wilayah yang berada pada dataran rendah
dengan kisaran kemiringan lereng 0-2% berupa lahan rawa
pasang surut tersebar di sepanjang Pantai Timur sampai ke
pedalaman meliputi wilayah Kecamatan Muara Padang, Makarti
Jaya, Muara Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, Air Salek Muara
Sugihan, sebagian Kecamatan Talang Kelapa, Betung dan Tungkal
Ilir. Selanjutnya berupa lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan
Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil
kecamatan Banyuasin I. Sedangkan lahan kering dengan
topografi agak bergelombang dan kisaran kemiringan lereng 2-
5% terdapat di sebagian besar Kecamatan Betung, Sembawa,
Banyuasin III, Talang Kelapa, Rantau Bayur dan sebagian kecil
Kecamatan Muara Sugihan, Rambutan dan Kecamatan Tungkal
Ilir (Bapeda, 2012).

2.2. Sosial Ekonomi Perikanan


Keterlibatan sosial ekonomi pada usaha perikanan
diperlukan karena pada
dasarnya usaha perikanan bertujuan untuk mensejahterakan
pelaku usaha
perikanan yaitu nelayan, petani ikan. Berdasarkan pengertian
dan peran sosial ekonomi perikanan dalam. Pembangunan
bidang perikanan maka ruang lingkup sosek perikanan yaitu hal-
hal yang bersifat non teknis perikanan. Lingkup kajian sosek
perikanan menyangkut kemasyarakatan dan individu nelayan /
petani ikan. Kajiannya meliputi sistem masyarakat (sosial
system), value orientation, tata nilai, interdependensi terhadap

Universitas Sriwijaya
8
9

masyarakat lain yang secara bersama menentukan corak dan


karakteristik masyarakat, rumah tangga dan komunitas nelayan/
petani ikan misalnya tentang keadaan sosial budaya nelayan,
kondisi rumah tangga nelayan dll atau kondisi individu nelayan
(Fauzi, 2010).
Ekonomi Perikanan merupakan bidang yang unik karena
sifat sumber dayanya fugitive dan kompleksitas pengelolaannya
menuntut kajian tersendiri.Buku ini menyajikan secara
komprehensif teori ekonomi perikanan yang diperkaya dengan
aspek historis dan filosofis sehingga dapat dibaca oleh kalangan
luas, tidak hanya akademisi.Penulis juga memaparkan kajian
kebijakan dan pengelolaan perikanan baik dalam perspektif
teoretis maupun empiris dan memberikan contoh-contoh yang
mudah diikuti serta bahan diskusi dan latihan untuk
menstimulasi pemikiran mengenai ekonomi perikanan.Bisa
dikatakan inilah buku pertama di Indonesia yang secara utuh
menyajikan teori ekonomi perikanan dari dasar hingga model
bioekonomi dinamik (Arjuna, 2010).

2.3. Analisis Finansial


Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat
dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial
diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash-flow yaitu
perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor
(gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang
dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria
kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Hasil finansial sering
juga disebut private returns. Beberapa hal lain yang harus
diperhatikan dalam analisis finansial ialah waktu didapatkannya
returns sebelum pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pembangunan proyek kehabisan modal. Analisis finansial
bertujuan untuk mengetahui perkiraan dalam hal pendanaan dan

Universitas Sriwijaya
9
10

aliran kas, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya bisnis


yang dijalankan serta mengetahui kondisi keuangan, hasil dan
kemajuan keuangan dari suatu usaha yang dilakukan oleh
perusahaan, serta mengidentifikasi berbagai perubahan
keuangan dari tahun ke tahun. Analisis finansial merupakan
suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat
untuk menentukan apakah suatu bisnis akan menguntungkan
selama umur bisnis. Analisis finansial merupakan suatu analisis
yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk
menentukan apakah suatu bisnis akan menguntungkan selama
umur bisnis (Soekartawi, 1986).
Beberapa langkah untuk melakukan analisis finansial
yaitu : mengumpulkan data dan laporan keuangan secara
lengkap, kemudian melakukan pengukuran dan penghitungan
terhadap laporan dan data dengan menggunakan rumus-rumus
tertentu, selanjutnya menginterpretasikan hasil pengukuran dan
penghitungan, lalu menyusun laporan yang berisi tentang posisi
keuangan perusahaan, dan yang terakhir memberikan saran,
kritik, atau rekomendasi berdasarkan hasil analisisnya. Dari
sinilah dapat diketahui adanya kemajuan ataupun kemunduran
sebuah laporan keuangan sehingga dapat pula dilakukan prediksi
terhadap laporan tersebut di masa yang akan datang. Dengan
adanya analisis laporan finansial tersebut, terdapat nilai
pembelajaran dan upaya untuk melakukan perbaikan agar
laporan keuangan bisa menunjukkan perkembangan yang lebih
baik lagi (Soekartawi, 1986).

2.3.1. Biaya Produksi


Biaya produksi adalah sebagian keseluruhan faktor
produksi yang dikorbankan dalam proses produksi untuk
menghasilkan produk. Dalam kegiatan perusahaan, biaya
produksi dihitung berdasarkan jumlah produk yang siap

Universitas Sriwijaya
10
11

dijual.Biaya produksi sering disebut ongkos produksi.Berdasarkan


definisi tersebut, pengertian biaya produksi adalah keseluruhan
biaya yang dikorbankan untuk menghasilkan produk hingga
produk itu sampai di pasar, atau sampai ke tangan konsumen
(Triarson, 2001).
Tujuan perhitungan Biaya Produksi untuk mendapatkan
laba dengan memperoleh pendapatan dan membandingkannya
dengan pengorbanan yang dilakukan atau bila memungkinan
pengorbanan yang seminimal mungkin. Dalam rangka
mengetahui beberapa besar jumlah laba yang diharapkan akan
diperlukan suatu ukuran yang jelas baik dari pendapatan
maupun dari pengorbanan. Perusahaan industri yang mengolah
bahan baku menjadi barang jadi perlu mengetahui berapa besar
pengorbanan yang telah dilakukan terutama dalam proses
produksinya (Triarson, 2001).

2.3.2. Biaya Variabel


Biaya variabel atau biaya langsung (Variable cost) adalah
biaya tetap untuk per unit produk, dan akan berubah bila
mengalami perubahan dalam jumlah unit produksi maupun
penjualan. Contoh : buruh langsung, bahan baku, biaya bahan
bakar. Biaya langsung, bagaimanapun, adalah biaya yang dapat dengan mudah
dikaitkan dengan objek biaya tertentu. Namun, tidak semua biaya variabel adalah
biaya langsung. Sebagai contoh, biaya overhead variabel produksi adalah biaya
variabel yang merupakan biaya tidak langsung, tidak langsung menjadi suatu
biaya. Biaya variabel kadang-kadang disebut biaya tingkat-unit karena mereka
bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi. Biaya variable adalah Biaya
produksi yang jumlahnya berubah sesuai dengan jumlah produksi yang dihasilkan.
Jika produksi sedikit, biaya variabel sedikit dan sebaliknya (Walter . 1991).
Engineered Variable Cost :
1. Engineered Cost adalah biaya yang memiliki hubungan fisik
tertentu dengan ukuran kegiatan tertentu.

Universitas Sriwijaya
11
12

2. Merupakan biaya yang antara masukan dan keluarannya


mempunyai hubungan erat dan nyata. Contoh : biaya bahan
baku.
Discretionary Variable Costs :
1. Yakni merupakan biaya yang masukan dan keluarannya
memiliki hubungan yang erat namun tidak nyata (bersifat
artifi sial).
2. Jika keluaran berubah maka masukan akan berubah
sebanding dengan perubahan keluaran tersebut. Namun jika
masukan berubah, keluaran belum tentu berubah dengan
adanya perubahan masukan tersebut.

2.3.3. Biaya Tetap


Biaya tetap atau biaya tidak langsung (Fixed cost) adalah
biaya yang tidak mengalami penambahan dalam jumlah totalnya
walaupun volume penjualan atau kuantitas produksi berubah.
Biaya tetap tidak tergantung terhadap banyaknya produk yang
dihasilkan maupun jumlah penjualan. Biaya tetap adalah pengeluaran
bisnis yang tidak bergantung pada tingkat barang atau jasa yang dihasilkan oleh
bisnis tersebut. Pengeluaran ini berkaitan dengan waktu, seperti gaji atau beban
sewa yang dibayar setiap bulan, dan sering disebut sebagai pengeluaran tambahan.
Ini berbeda dengan biaya variabel yang berkaitan dengan volume (dan dibayar per
barang/jasa yang diproduksi) (Walter . 1991).
Dalam akuntansi manajemen, biaya tetap didefinisikan sebagai pengaluran
yang tidak berubah sebagai fungsi dari aktivitas suatu bisnis dalam periode yang
sama. Biaya tetap merupakan jenis biaya yang bersifat statis (tidak berubah)
dalam ukuran tertentu. Biaya ini akan tetap kita keluarkan meskipun kita tidak
melakukan aktivitas apapun atau bahkan ketika kita melakukan aktivitas yang
sangat banyak sekalipun, contohnya adalah pajak. Dimana pembayaran pajak
selalu di keluarkan secara rutin setiap tahunnya dalam jumlah yang sama, total
uang kuliah yang harus dibayarkan setiap semester. Menurut Walter (1991)
biaya tetap terbagi menjadi dua yaitu :

Universitas Sriwijaya
12
13

Descretionary Fixed Cost :

1. Yakni merupakan biaya : (a) yang timbul dari keputusan penye


diaan anggaran secara berkala (biasanya tahunan) yang
secara langsung mencerminkan kebijakan manajemen puncak
mengenai jumlah maksimum biaya yang diizinkan untuk
dikelu arkan, dan (b) yang tidak dapat menggambarkan
hubungan yang optimum antara masukan dengan keluaran
(yang diukur dengan volume penjualan, jasa atau produk)
2. Contoh biaya ini adalah biaya riset dan pengembangan, biaya
iklan, biaya promosi penjualan, biaya program latihan
karyawan, biaya konsultas.

3. Discretionary fixed cost dapat dihentikan sama sekali


pengeluarannya atas kebijakan perusahaan.
Commited Fixed Cost :
1. Commited fixed cost sebagian besar berupa biaya tetap yang
timbul dari pemilikan pabrik, ekuipmen, dan organisasi pokok

2. Perilaku biaya ini merupakan semua biaya yang tetap dikeluar


kan, yang tidak dapat dikurangi guna mempertahankan
kemampuan perusahaan di dalam memenuhi tujuan jangka
panjangnya. Contoh : biaya depresiasi, pajak bumi dan
bangunan, sewa, asuransi dan gaji karyawan utama.

2.3.4. Tenaga Kerja


Pengertian dari tenaga kerja itu sendiri adalah penduduk
dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain
mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari
pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus
rumah tangga. (MT Rionga & Yoga Firdaus, 2007). Menurut
pendapat Djojohadikusumo (1987) mengenai arti tenaga kerja

Universitas Sriwijaya
13
14

adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja,


termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan
sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat
tidak ada kesempatan kerja. Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk
yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja.
Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai
tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun
(Djojohadikusumo, 1987).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum Sosiologi Ekonomi Perikanan dilaksanakan di
Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten
Banyuasin Sumatera Selatan. Dilaksanakan pada tanggal 22
Oktober 2016, pukul 08:00 WIB sampai dengan selesai.

3.2. Metode Pengumpulan Data


3.2.1. Data Primer
Data Primer yang merupakan data yang di dapat berupa
observasi langsung serta pertanyaan-pertanyaan dari praktikan
kepada narasumber saat wawancara tersebut berlangsung, yang
dilaksanakan di wilayah Sungsang terkhusus Desa Marga
Sungsang.

3.2.2. Data Sekunder


Data Sekunder diperoleh dari beberapa literatur dan dari
instansi-instansi terkait yang menunjang analisis sosial ekonomi
masyarakat Sungsang Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin Sumatera
Selatan.

Universitas Sriwijaya
14
15

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profesi Masyarakat


Secara umum masyarakat di daerah Sungsang memiliki
profesi sebagai nelayan terkhusus di daerah Desa Marga
Sungsang, baik nelayan kecil maupun nelayan besar karena letak
wilayah nya yang berada di pesisir perairan sungsang, sebagian
dari masyarakat tersebut ada juga yang berprofesi sebagai
tengkulak, sebagai buruh, maupun yang berprofesi sebagai
pengolah kecil yang merupakan profesi sampingan mereka disaat
musim panceklik tiba ataupun cuaca yang tidak baik dilaut,
profesi mereka sebagai pengolah tersebut tidak begitu beraneka
ragam dikarenakan tingkat pengetahuan mereka mengenai
produk olahan perikanan tidak begitu luas, hanya olahan-olahan
yang sudah biasa seperti membuat olahan ikan menjadi ikan asin
dan kerupuk udang ataupun kerupuk ikan dan juga pempek.
Memang ada sebagian dari warga sana yang memiliki profesi
sebagai pengolah, akan tetapi tingkat olahan yang mereka buat
belumlah yang berukuran olahan produksi besar hanya olahan
yang bertaraf biasa saja dikarenakan juga cara dan alat yang
mereka pakai untuk olahan tersebut juga yang masih sederhana
dan tradisional.

Universitas Sriwijaya
15
16

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Jenis Profesi

4.2. Industri Rumah Tangga


Di Sungsang sendiri, terdapat nelayan yang berperan
menangkap ikan dan ada juga nelayan yang berperan sebagai
pengolah. Untuk nelayan penangkap ikan sendiri, ikan yang
diperoleh dijual langsung secara segar ke konsumen dan
sebagian dijual ke nelayan pengolah untuk dihasilkan produk
olahan perikanan. Industri rumah tangga yang ada di daerah
Sungsang sendiri yaitu hanya memproduksi produk-produk
olahan hasil perikanan mengingat daerah Sungsang merupakan
daerah pertemuan air sungai dan laut atau istilahnya air payau.
Bahan baku yang diperoleh untuk memproduksi olahan hasil
perikanan tersebut didapat dari penangkapan ikan disekitar
perairan Sungsang sendiri. Industri pengolahan perikanan di
Sungsang yang dihasilkan berupa ikan asin, kerupuk udang, dan
pempek. Proses produksinya sendiri masih menggunakan cara
tradisional, tanpa bantuan mesin dan tenaga kerja hanya
menggunakan tenaga manusia yaitu masyarakat sekitar. Oleh
karena itu, volume produksi yang dihasilkan tidak banyak dan
sangat tergantung kepada banyak tidaknya bahan baku yang
tersedia.

Universitas Sriwijaya
16
17

.
4.3. Proses Produksi
Profesi masyarakat sungsang yang sempat diwawancarai
pekan lalu sebagai pengolah kerupuk udang, pempek, dan ikan
asin, antara lain sebagai berikut:

Udang di potong kepala dan ekornya

Udang di cuci bersih dan digiling

Udang di campur dg tepung hingga membentuk adonan

Adonan di buat gumpalan besar dan di jemur

Gumpalan adonan di potong tipis dan dijemur lagi

Digoreng
Gambar 4.3.1. Alur Pembuatan Krupuk Udang

Ikan/Udang digerus

Ikan/Udang dicampur dengan rempah lainya

Ikan/Udang di campur dg tepung hingga membentuk adonan

Adonan di buat gumpalan besar dan di isi telur

Terakhir direbus dalam kaldu udang

Dijual
Gambar 4.3.2. Alur Pembuatan Pempek Udang

Ikan disiangi dan dibentuk butterfly

Ikan di cuci bersih

Universitas Sriwijaya
17
18

Ikan di rendam dalam air garam beberapa hari

Ikan di jemur hingga kering

Dijual
Gambar 4.3.3. Alur Pembuatan Ikan Asin

4.4. Biaya Produksi


Biaya yang mereka keluarkan sebagai nelayan cukup
besar, dengan melihat kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka
penuhi saat melaut. Biaya tersebut dapat berupa biaya tetap
maupun biaya variable. Baik biaya tetap sebagi contoh barang-
barang yang tidak habis dalam sekali pakai misalnya saja biaya
dalam pembelian material seperti kapal, jaring, palka, tali dan
sebagainya, biaya dari barang-barang tersbut tidak dapat hanya
memakan biaya kurang dari Rp.5000.000 dikarenakan harga
jarring yang mereka pakai untuk menangkap ikan dilaut saja bisa
menghabiskan dana sampai Rp.2000.000 bahkan lebih, apalagi
bagi nelayan yang memiliki banyak jarring terkhusus nelayan-
nelayan yang tingkat atau skala produksi nya sudah cukup besar.
Itu hanya untuk biaya tetap, belum lagi untuk biaya variable
yang meliputi minyak, es balok, bekal, rokok, dsb juga memakan
biaya yang tidak relativ kecil apalagi jika mereka memiliki jadwal
melaut satu kali dalam seminggu, hal tersebut akan
menghabiskan dana yang cukup banyak.
Lain halnya biaya produksi yang mereka gunakan utuk
menjalankan profesi mereka sebagai pengolah, banyak juga
biaya yang harus mereka keluarkan sebagai biaya tetap maupun
biaya variable untuk olahan yang mereka buat, contohnya saja
untuk pengolah kerupuk udang atau kerupuk ikan, mereka
hamper menghabiskan biaya Rp.1.000.000,- dari biaya yang
mereka keluarkan dapat memenuhi kebutuhan yang mereka

Universitas Sriwijaya
18
19

butuhkan untuk membuat olahan mereka seperti misalnya


tepung, minyak, garam, danbegitu juga dengan benda tetap
seperti kompor, talenan, nampan, wajan dan lain-lain. Untuk
biaya yang mereka keluarkan dalam setiap profesi itu berbeda-
beda, tergantung dengan kebutuhan yang akan mereka gunakan
untuk membuat olahannya.

4.4.1. Biaya Tetap


Tabel 4.4.1.1. Biaya tetap
N Nama Uraian Jumla Harga Lama Penyusut
o. h beli pakai an
(Rp) (Rp)
1. Bain Kapal 1 12.000.0 12 bulan 1.000.00
(Nelaya 00 0
Jaring K 5 200.000 6 bulan 166.666,
n)
buah 67
Tali 10rol 35.000 6 bulan 58.333,3
4
Palka 5 100.000 24 bulan 20.833,3
4
Jaring A 4 200.000 6 bulan 133.333,
buah 34
2. Suryati Kapal 1 3.000.00 36 bulan 83.333,3
(Nelaya kecil 0 4
Jaring 50 35.000 24 bulan 72.916,6
n)
7
Rago 4 20.000 12 bulan 6.666,67
Tali 10 rol 25.000 6 bulan 41.666,6
7
Ember 2 15.000 18 bulan 1.666,67
buah
3. Wila Nampan 5 15.000 36 bulan 2.083,34
(Pengola buah
Baskom 2 25.000 36 bulan 1.388,89
h Ikan
buah
Asin)

Universitas Sriwijaya
19
20

4. Jamila Pengger 1 50.000 36 bulan 1.388,89


(Pengola us buah
Penggili 1 70.000 36 bulan 1.944,45
h
ng buah
pempek
)
5. Sugima Kuali 1 50.000 48 bulan 1.041,67
n buah
Nampan 5 200.000 36 bulan 27.777,7
(Pengola
buah 7
h
Spatula 1 15.000 36 bulan 416,67
Kerupuk
buah
Udang) Karung 2 5.000 5 bulan 2.000
buah
6. Isnita Jaring 25 90.000 1 bulan 2.250,00
(Nelaya Belanak buah
Ketek 1 4.000.00 60 bulan 66.666,6
n)
buah 0 7
7. Rijal Kapal 1 25.000.0 84 bulan 297.619,
(Nelaya buah 00 04
Jaring 30 100.000 2 bulan 1500,00
n)
buah
Fiber 7 400.000 24 bulan 116.666,
buah 67
Mesin 1 7.000.00 36 bulan 194.444,
buah 0 44
8. Yadi Jaring 15 350.000 24 bulan 218.750,
(Nelaya buah 00
Pancing 1 50.000 24 bulan 2.083,33
n)
buah
Kapal 1 14.000.0 48 bulan 291.666,
buah 00 67
Fiber 12 150.000 24 bulan 75.000
buah
9. Rusmiya Jaring 140 170.000 12 bulan 1.983,33
h buah
Kapal 1 27.000.0 6 bulan 4.500.00
(Nelaya
buah 00 0

Universitas Sriwijaya
20
21

n) Fiber 12 150.000 24 bulan 75.000


buah

4.4.2. Biaya Variabel


Table 4.4.2.1. Biaya variabel

No. Nama Input Harga input Jumlah Total


produksi (Rp) input biaya
(Rp)
1. Suryati Solar 70.000 Kalengan 140.000
Bekal 400.000 - -
(Nelayan)
Rokok 18.000 8-9 162.000
bungkus
Es balok 35.000 4-6 besar 175.000
2. Bain Solar 70.000 Kalengan 140.000
Bekal 450.000 - 450.000
(Nelayan)
Rokok 18.000 8-9 162.000
bungkus
Es balok 35.0000 5-10 besar 350.000
Air 10.000 2 galon 20.000
minum
3. Wila Garam 1.000 5 bungkus 5.000
(Pengolah
ikan Asin)
4. Jamila Tepung 12.000 3-4 36.000
(Pengolah bungkus
Udang 15.000 1 kg 15.000
pempek)
Telur 2.000 3-5 butir 6.000
Rempah 10.000 - 10.000

5. Sugiman Sagu 12.000 10 kg 120.000


(Pengolah Ikan 20.000 10 kg 200.000
Kerupuk Udang 20.000 10 kg 200.000
Minyak 14.000 2L 28.000
Udang)
6. Isnita Solar 8.000 10 liter 80.000
Kopi 5.000 5 bungkus 25.000
(Nelayan)
7. Rijal Solar 8.000 25 L 200.000
Es Balok 7.000 5 buah 35.000

Universitas Sriwijaya
21
22

(Nelayan) Gas 75.000 2 tabung 150.000


Kopi 7.000 5 bungkus 35.000
8. Yadi Es batu 7.000 10 balok 70.000
Solar 8.000 20L 160.000
(Nelayan)
9. Rusmiah Solar 7,5.000 150 kaleng 1.125.000
Es batu 7.000 10 balok 70.000
(nelayan)

4.4.3. Biaya Total Produksi dan Pendapatan

Tabel 4.4.3.1. Biaya Total Produksi dan Pendapatan Per bulan Pengolah
No Biaya Biaya
Jenis Jumlah Penerimaan Pendapatan
Respo Pengolahan Tetap Variabel
Biaya (Rp) (Rp)
nden (Rp) (Rp)
1 Ikan Asin 40.000 5.000 45.000 82.000 77.000
Kerupuk
2 Udang 270.000 548.000 818.000 1.610.000 1.062.000
3 Pempek 120.000 58.000 178.000 175.000 117.000

Tabel 4.4.3.2. Biaya Total Produksi dan Pendapatan Per Bulan Nelayan

No
Jenis Biaya
Resp Biaya Biaya Penerimaan Pendapatan
Tangkap Variabel
onde Tetap (Rp) Produksi (Rp) (Rp)
an (Rp)
n
Ikan
1 Rucah 12.535.000 877.000 13.412.000 1.088.000 211.000
Ikan
2 Duri 3.095.000 1.122.000 4.217.000 1.500.000 378.000
Ikan
3 4.090.000 105.000 3.195.000 1.200.000 1.095.000
Tenggiri
4 32.500.000 420.000 32.920.000 12.500.000 12.080.000
Udang
5 14.550.000 230.000 14.780.000 850.000 620.000
Baung
Ikan
6 27.320.000 1.195.000 28.515.000 1.500.000 305.000
Tongkol

4.4.4. Tenaga Kerja


Dalam wawancara yang telah kami lakukan saat survey
langsung ke daerah sunggsang pecan lalu, terkhusus kami di
tugsakan untuk mencari tahu mengenai profesi masyarakat yang
berada di dusun Marga Sungsang, saat kami melakukan
wawancara, mayoritas dari mereka yang berprofesi sebagai

Universitas Sriwijaya
22
23

nelayan adalah nelayan individual yang tidaak atau tanpa


memiliki tenaga kerja, baik beruupa tenaga kerja dalam keluarga
ataupun tenaga kerja luar keluarga, seluruh atau semuanya yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka sebagai nelayan di lakukan
dan dikerjakan oleh bapak rumah tangga itu sendiri, hanya saja
tidak setiap waktu bekerja sendiri yang kedangkala juga dibantu
oleh anak laki-lakinya yang telah dewasa dan mampu untuk
melaut dan mencari ikan untuk meringankan beban ayahnya.
Untuk mayoritas mereka dari tenaga kerja daerah dusun Marga
Sungsang tersebut yakni memakai tenaga kerja sendiri.
Disamping itu ada juga beberapa masyarakat yang berprofesi
sebagai nelayan tersebut untuk melakukan pekerjaannya yang
memakai tenaga kerja orang lain dengan membayar tenaga
kerjanya berupa uang Rp.5000,00/kg ikan yang mereka dapat
dalam sekali melaut.

4.5. Tingkat Penjualan


Dari beberapa warga yang sempat kami wawancarai pekan
lalu bahwa masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan memiliki
tingkat penjualan dari hasil tangkapan mereka yang cukup
beragam itu dengan tingkat penjualan bermacam-macam. Saat
musim paceklik harga yang biasanya ditawarkan relative lebih
mahal dibandingkan dengan harga pada saat musim biasa
maupun musim puncak, hal tersebut dikarenakan saat musim
puncak tiba, banyak waarga yang berprofesi sebagai nelayan
juga mendapatkan hasil tangkapan yang juga demikian banyak
sehingga jika nelayan memberikan harga mahal, maka ikan yang
mereka jual tidak begitu laku dikarenakan banyak pesaing hal
itulah yang menyebabkan biasanya pada musim puncak dan
musim biasa harga nya standar bahkan bisa relative lebih murah
dari pada saat usim paceklik tiba.

Universitas Sriwijaya
23
24

50

45

40

35

30 Paceklik
25 Biasa
Puncak
20

15

10

0
Nelayan Pengolah

4.6. Tangkapan
Nelayan yang sempat kami wawancarai mengatakan
bahwa tangkapan yang mereka lakukan biasanya dilakukan
setiap hari, pergi saat menjelang malam, dan pulang kerumah
saat menjelang pagi, mereka melakukan aktifitas tangkapan di
laut pada malam hari dapat dikatakan mereka yang berprofesi
sebagai nelayan seperti nokturnal. Hal itu dilakukan untuk
nelayan yang bekerja sendiri dan untuk dijual sendiri. Berbeda
halnya dengan nelayan-nelayan yang sudah dengan tangkapan
dalam cakupan yang cukup besar, dalam satu minggu mereka
melakukan penangkapan 2 hingga 3 kali dalam seminggu
terkadang mereka melaut hanya sekali dalam seminggu, bahkan
sekali trip mereka bermalam dikapal beberapa hari untuk
mendapatkan tangkapan yang maksimal.

4.7. Pemasaran

Universitas Sriwijaya
24
25

Pemasaran yang dilakukan beragam, dari tingkat


pemasaran yang beragam tersebut juga memiliki tingkat harga
dalam penjualan yang juga berbeda meskipun perbedaan
harganya tidak sedemikian begitu jauh. Perbandingan harga dari
nelayan ke pasar, dari nelayan ke pengepul, dari nelayan ke
pedagang besar, ataupun dari nelayan langsung ke konsumen itu
memiliki tingkat harga yang tidak begitu jauh berbeda, misalnya
saja saat nelayan menjual ikan duri kepada kuonsumen langsung
dengan kisaran harga Rp.13.000/kg sedangkan saat ia
menjualnya pada tengkulak dengan kisaran harga
Rp.10.000/kg jadi pemasaran produk terhadap konsumen hanya
berbeda tipis dan tergantung nelayan ataupun pengolah yang
menentukan harga sendiri baik di pasar, di jajakan di
masyarakat, ataupun kepada konsumen langsung, namun
berbeda halnya dengan beberapa nelayan yang memasarkan
ikan mereka ke suatu tempat secara langsung kepada tengkulak
yang berada di daerah luar Sungsang, misalnya saja ikan
dipasarkan di Palembang, maka harga yang diberikan juga
bervariasi bahkan lebih mahal, karena disana meninjau adanya
biaya tambahan untuk transportasi dan penambahan bahan es
untuk pendingin agar ikan tetap segar.

Universitas Sriwijaya
25
26

100
90
80
70
60
50
40 Pasar
30 Dusun
20
Palembang
10
0 Palembang
Dusun
Pasar

4.8. Lembaga Keuangan


Lembaga keuangan yang mereka pakai berupa modal
sendiri dan dari pemerintah, nelayan yang mendapatkan modal
dari pemerintah hanya nelayan yang memiliki kartu tertentu dari
pemerintah. Mereka akan mendapatkan bantuan berupa uang
sejumlah Rp. 1.200.000/tahun. Lain halnya dengan nelayan
dengan pengolah yang menjalankan usaha dengan modal sendiri
bahkan meminjam dengan sanak saudara atau dulur mereka.

4.9. Permasalahan
Banyak permasalahan dapat berupa keluhan-keluhan yang
mereka ceritakan dan ulaskan pada kami, terkhusus
permasalahan mengenai modal yang berupa uang yang minim di
dapat, di tambah lagi tidak ada bantuan dalam bentuk koperasi
ataupun dari bank atau juga dari pemerintah dalam bentuk
apapun bahkan permasalahan terhadap anka mereka seendiri
dan lingkungan sekitar, misalnya saja seorang anak nelayan

Universitas Sriwijaya
26
27

yang telah kami wawancarai telah kecanduan sabu sehingga dari


permintaan anaknya akan sabu tersebut membuat mereka
sebagai orang tua juga ikut menderita dengan mengeluarkan
uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan anaknya
tersebut.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Sosiologi
Ekonomi Hasil Perikanan, antara lain sebagai berikut:
1. Profesi masyarakat Desa Marga Sungsang rata-rata sebagai
nelayan.
2. Produk olahan hasil perikanan yang dihasilkan di Desa Marga
Sungsang antara lain pempek, ikan asin, dan kerupuk udang.
3. Proses produksi menggunakan cara dan alat yang masih
tradisional.
4. Bahan baku yang di dapat bergantung pada musim panen,
sehingga mempengaruhi volume dari hasil produksi
pengolahan perikanan.
5. Produk yang dihasilkan biasanya dipasarkan secara langsung
di pasar setempat, buyer, dan dijajakan di masyarakat
sekitar.
6. Pemasaran ikan segar sebagian besar dipasarkan di luar
daerah Sungsang, sedangkan ikan olahan sebagian kecil di
jual di luar Sungsang dan sisanya dipasarkan di daerah
sungsang tersebut.

5.2. Saran
Sebaiknya pada praktikum Sosiologi Ekonomi Perikanan
tidak hanya dilakukan di daerah pesisir, akan tetapi juga
dilakukan di daerah air tawar sehingga dapat dilakukan
perbandingan taraf ekonomi nelayan dari kedua daerah tersebut.

Universitas Sriwijaya
27
28

Universitas Sriwijaya
28

Anda mungkin juga menyukai