Anda di halaman 1dari 53

Akhdan Aufa 1102013018

Skenario 2 Blok Respirasi


LI.1 Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernafasan Bawah

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus pricipalis),
broncus sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis), bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus alveolaris, alveoli.

TRAKEA

Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal ke-7
yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di tengah-tengah leher sampai incisura
jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Ujung cabang
trachea disebut bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki
panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita yang terdiri dari 16-20 cincin. Kartilago
berbentuk huruf C dan pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung
banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).

BRONKUS

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan kebawah dan
kesamping kearah tampak paruparu. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 68 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 912 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
principal bercabangcabang menjadi bronkus lobaris kemudian bronkus segmentalis.

Broncus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan broncus sinistra
45 derajat. Jadi posisi broncus yang kanan lebih curam dari yang kiri. Dengan posisi anatomi
1
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

tersebut di atas maka benda asing dari trache lebih mudah masuk ke broncus dextra dan
mudah terjadi infeksi broncus = BRONCHITIS.
BRONKUS DEXTRA

1. Lobus superior ( ada 3 segmen ) :


a. Broncus segmentalis apicalis
b. Broncus segmentalis posterior
c. Broncus segmentalis Anterior 2. Lobus Media ( ada 2 segmen ) :
a. Broncus segmentalis
lateralis
b. Broncus segmentalis
medialis 3. Lobus Inferior (ada 5
segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis Anterior
c. Broncus segmentalis basalis medialis
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis Posterior

BRONKUS SINISTRA

1. Lobus superior ( ada 4 segmen ) :


a. Broncus segmentalis Apicoposterior
b. Broncus segmentalis Anterior
c. Broncus segmentalis Lingularis superior
d. Broncus segmentalis lingularis inferior 2. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis anterior
c. Broncus segmentalis basalis media
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis posterior

2
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
PULMO (PARU)

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus(
superior, media, inferior ) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus ( superior, inferior
). Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Pemisah antar lobus dektra disebut fisura
obliq dan horizontal sedangkan pemisah antar lobus sinistra disebut fisura obliq. Setiap
paruparu terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang
disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang
disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari
trakhea dan bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum.

Hillus pulmonalis adalah suatu daerah lipatan pleura pada Facies mediastinalis, dimana
terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura Viseralis. Pada jaringan paru bagian
posterior di dapatkan jejas ( Alur ) Dari Alat alat yang lewat yang menekan jaringan paru,
Antara Lain : Mediastinum Posterior, Impressio cardiaca, Sulcus vena cava. Sulcus aorta
Thoracica, Sulcus Esophagia

ALVEOLI

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga
memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats
bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi
utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan
alveoli.

3
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
DADA, DIAFRAGMA, DAN PLEURA

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar.
Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada
daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan
sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti
kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada
susunan saraf spinal.

Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu
pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura
visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain
selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru.

Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :


- Pleura costalis : Melapisi iga
- Pleura diafraghmaica : Melapisi diafhragma
- Pleura Mediastinalis : Melapisi mediastinum
- Pleura Cervicalis : Melapisi Apex paru

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah
kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam rongga pleura akan menyebabkan
paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura akan mengalami
peradangan.

PERDARAHAN PARU

Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales
yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan
venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales.


Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang
venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis.

4
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium
sinistrum cor

PERSARAFAN PARU

Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus dan serabut
parasympatiscus berasal dari nervus vagus.

1. Serabut symphatis

Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang caang pada paru membentuk
plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus prim. Fungsi saraf
sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan menghambat sekresi bron cus.

2. Serabut para sympatikus

Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang cabang pada plexus pulmonalis
kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk konstraksi tunica
muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi broncus,
bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikrokopis Mikroskopis


dari saluran pernafasan bagian bawah :

5
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
TRAKEA

Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan
berkasberkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung
bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan
muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea
akibat bekerjanya refleks batuk.

6
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
BRONKUS DAN BRONKIOLUS

Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago lebih pipih

Bronkiolus

Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa
sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya
epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang
menghasilkan surfaktan.

Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat
di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel
otot polos dan serabut elastic.

Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel
clara dan memiliki lapisan otot polos

7
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Ductus Alveolaris

Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng,
diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan septum
interalveolaris.

ALVEOLI

Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng,


didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding
alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding


alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).

Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

8
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh.
Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi
terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara
udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang
lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang
masuk.

Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :

1. Menarik napas (inspirasi)

Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Otot-otot
tersebut diantaranya adalah M. Intercostalis Eksterna, M. Sternocleidomastoideus, M.
Serratus anterior & M. Scalenus

Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu
mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum
dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik,
dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar.

9
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
2. Menghembus napas (ekspirasi)

Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan
intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kita pun
masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi
yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :

1. Ventilasi

Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi :

1) Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda
dipermukaan bumi. Tekanan ini 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring
dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut.

2) Tekanan Intra-alveolus Tekanan di dalam alveolus

3) Tekanan Intrapleura

10
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Tekanan dalam kantung pleura, dikenal juga sebagai tekanan Intra toraks, yaitu tekanan
yang terjadi diluar paru. Tekanan intra pleura biasanya lebih kecil daripada tekanan
atmosfer, 756mmHg saat istirahat

Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan
intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap
ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih
tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan
intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot
pernafasan dan diafragma.

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

2. Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi
ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan
istirahat sekitar 230 ml/menit.

3. Transportasi

Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan


karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.

4. Regulasi
11
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat
penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas
terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula
terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan
apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Volume

1. Volume Tidal
Volume udara yang di inspirasi atau diekspirasi setiap kali bernafas normal . Nilai ratarata
saat istirahat = 500 ml.
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV)
Volume udara ekstra yang dapat di inspirasi setelah dan diatas volume alun nafas normal .
Nilai rata-ratanya = 3.000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV)
Jumlah udara ekstra yang dapat di ekspirasi oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun
nafas normal. Nilai rata-ratanya = 1100ml.
4. Volume Residu (RV)
Volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Volume
ini besarnya kira-kira = 1200ml.

Kapasitas

a)
Jumlah udara yangdapat dihirup seseorang, dimulai dari tahap ekspirasi normal dan
selanjutya inspirasi dengan pengembangan paru yang maksimal. b)

12
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi normal c)

Jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru., setelah terlebih
dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyakbanyaknya.
d)
Volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebebsar mungkin dengan inspirasi
paksa.

Membran Pernafasan

Pertukaran gas antara udara alveolus dengan darah paru tidak hanya terjadi di alveoli itu
sendiri tetapi juga diseluruh bagian terminal paru. Membran ini secara bersama-sama dikenal
sebagai membran pernafasan/membran paru.
Lapisan-lapisan membran pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Lapisan cairan dan surfaktan
b. Epitel alveolus
c. Membran basalis epitel
d. Ruang interstisial diantara epitel alveolus dengan membran kapiler
e. Membran basalis kapiler
f. Endotel kapiler

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernafasan adalah
ketebalan membran, luas permukaan membrane. Untuk memindahkan masing-masing gas
melalui membran pernafasan bergantung kepada kelarutannya dalam membran ini dan
berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekulnya.

13
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
MEKANISME BATUK

Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap
lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan
sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar
submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang
berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain.

Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:

Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara
menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2
Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula
dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2
meningkat hingga 100mm/hg.
Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari
paru

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium sp.

LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi

Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae
14
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Famili : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis

Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen


Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum
M.tuberculosis Manusia Paru-paru dan tuberkulosis disseminate
M.leprae Manusia Leprosi
M.bovis Manusia dan ternak Penyakit mirip tuberculosis

Spesies yang potensial patogen terhadap manusia

Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum


M.avium complex Tanah,air,unggas,burung,t Disseminata,paru-paru,sangat
ernak,dan lingkungan umum pada AIDS
M.kansaii Air,ternak Paru-paru
M.africanum Manusia,kera Biakan paru-paru mirip tuberculosis
M.genavense Manusia,burung Tidak diketahui
M.malmoense Tidak diketahui Paru-paru mirip tuberculosis
M.marinum Ikan,air Nodul subkutaneus dan abses
M.scrofulaceum Tanah,air,makanan yang Limfadenitis servikal
lemba
M.simiae Kera,air Pulmonary,disseminated pada
pasien AIDS
M.szulgai Tidak diketahui Pulmonary
M.ulcerans Manusia,lingkungan Nodul dan ulcer subkutaneus
M.xenopi Air,burung Pulmonary

15
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Morfologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok, berukuran
panjang 1 sampai 4 dan lebar 0,2 sampai 0,8 , dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,
tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti
manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.

a. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6C selama 15-20 menit.
b. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
d. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun.
f. Mycobakteri tahan terhadap berbagai chemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%,
asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.
h. Bersifat aerob obligat

16
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

Komponen Basil Tuberkel


A. Lipid

Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam lemak rantai panjang
C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan
polisakarida. Lipid pada beberapa hal bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya.
Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam
bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat
tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh
kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.

Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3 komponen:

a. Asam Mikolat hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada sekeliling organisme
tersebut dan mempengaruhi permeabilitas selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai faktor
penentu virulensi MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein kation, lisozim
dan oksigen radikal pada granula fagositik
b. Cord factor toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari migrasi sel PMN.
c. Wax-D merupakan komponen utama dari Freunds Complete Adjuvant (FCA) pada
envelope sel

B. Protein

Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi


tuberculin. Protein berikatan dengan wax fractioncan, setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan berbagai antibodi.

C. Polisakarida

17
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis
penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe
cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

LO.3.3. Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup/ Patogenesis

Mikobacterium dalam droplet dengan diameter 1-5 m dihirup dan mencapai alveoli.
Penyakit dihasilkan dari pembentukan dan proliferasi organisme virulen dengan inang. Basil
virulen yang diinjeksikan (yaitu BBG) bertahan hanya dalam beberapa bulan atau tahun
dalam inang yang normal. Resistensi dan hipersensitivitas inang sangat mempengaruhi
perkembang penyakit. Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2
minggu bahkan kadang-kadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37C, tidak tumbuh pada
suhu 25C atau lebih dari 40C.

Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6C selama
1520 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada
dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam
suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20C
selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain
phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh
jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.

Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin
atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada
dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana
memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.

IDENTIFIKASI

Identifikasi melalui pewarnaan Ziehl Neelsen


1) Siapkan sediaan yg sdh direkatkan oleh sputum
2) Fiksasi
3) Tuangi dengan Karbol fuchsin, diamkan selama 5 menit

18
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
4) Panaskan sampai keluar uap, tapi tidak sampai mendidih selama 5 menit
5) Cuci dengan air mengalir
6) Tuang dengan H2SO4 5% selama 3 detik sambil sediaan dimiringkan
7) Tuang kembali dengan alkohol 60% slm 30 detik
8) Cuci dengan air mengalir
9) Tuang dengan biru metilen, diamkan selama 1-2 menit
10) Cuci dengan air mengalir
11) Keringkan di atas kertas saring tanpa menggosoknya
12) Teteskan sedikit minyak emersi
13) Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x

Interpretasi Hasil

1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.

2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+).

4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+).

5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+).

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru

LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular langsung yangbiasanya menyerang paru-paru


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini berbentuk batang, tidak membentuk
spora dan termasuk bakteriaerob. Karena Mycobacterium tuberculosis mempunyai lapisan
dinding lipid yang tahan terhadap asam sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).

LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi

19
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.

TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan
asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV.Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M.Avium.

LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi

Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth emergency. TB


dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/4 penduduk
dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang
tercatat di seluruh dunia.

Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara
berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian
karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Angka Insidens TB di dunia (WHO, 2009)

20
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3
sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar
15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun 1990-an, situasi TB
didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil
disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah
TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).

EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Estimasi prevalensi TB semua kasus
adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru
per tahun. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien
TB didunia. Diperkirakan, setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.Jumlah kematian akibat
TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan

21
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian
di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic).
Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%.

Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka


prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional
prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1) wilayah
Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali
angka prevalensi TB adalah 11 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka
prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka
prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun
2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap
tahunnya.
Sampai tahun 2009, keterlibatan dalam program Pengendalian TB dengan Strategi
DOTS meliputi 98% Puskesmas, sementara rumah sakit umum, Balai Keseatan Paru
Masyarakat mencapai sekitar 50%.
Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan
estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi
nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%. Angka MDR-TB diperkirakan
sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar
4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300
kasus MDR TB setiap tahunnya.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara
pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang
mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada
tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan
dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+.
Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case
Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun
terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target
global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang
utama.

22
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam penemuan kasus
dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan disparitas antar
wilayah. Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan kasus
(CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan.

LO.4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi

Klasifikasi Diagnosis Penyakit

Dari system lama:

a. pembagian secara patologis


1) tuberculosis primer
2) tuberculosis post-primer

b. pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c. pembagian secara radiologis (luas lesi)


1) tuberculosis minimal terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) moderately advanced tuberculosis ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru

23
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
3) far advanced tuberculosis terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarakan aspek kesehatan masyarakat:

a. kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif
b. kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif
c. kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis
dan sputum negatif
d. kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,


radiologis dan mikrobiologis:

A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :

1. Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.


b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

24
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

C. Riwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya :

Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan


pembacaan dengan skala International Union

a) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus Kambuh (Relaps)


Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)

Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)

25
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

WHO 1991 berdasarkan terpai pembagi TB :

a. kategori I
1) kasus baru dengan sputum +
2) kasus baru dengan bentuk TB berat
b. kategori II
1) kasus kambuh
2) kasus gagal dengan sputum BTA +
c. kategori III
1) kasus BTA dengan kelainan paru yang tidak luas
2) kasus TB ekstrea paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronik

26
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

LO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi

Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non

27
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik


kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.

28
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi


penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.

29
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Focus
potensial di apeks paru sebagia focus SIMON. Bertahun-tahun kemudian bila daya tahan
tubuh penjamu turun focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi TB di organ
terkait misalnya meningitis, TB tulang dll.

LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis


Gejala sistemik/umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

LO.4.7Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

30
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

ANAMNESIS

TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.

TB Ekstra Paru

1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

PEMERIKSAAN FISIK

Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan
perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki
basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.

31
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

PEMERIKSAAN LABORATURIUM

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan
dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada
semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan


mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan
auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode konvensional,
yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media agar.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:

1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif

2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA positif.
Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

32
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:


1. Fibrotik

33
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

SUSPEK TB PARU

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara lain:

1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric


2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
4. Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.

34
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta
positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit
dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH)
kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum
abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung
biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk
dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa

Tes Serologi

Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah
Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran
serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses
tuberkulosis masih aktif.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 6
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

35
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia

36
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

LO.4.8Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana

FARMAKOTERAPI

Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan lanjutan (4-7
bulan)
d. Tahap intensif: obat diberikan setiap hari,dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi
obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif
dalam 2 bulan
e. Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang lama. Tahap ini
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.
Jenis OAT Sifat Dosis yang Direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:

37
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin.

Isoniazid (INH)

a. Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya


terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel
dengan mudah.
b. Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan
unsur penting dinding sel mikobakterium.
c. Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah
berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin
dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
d. Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit.
Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,
methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.
e. Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup
10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam
dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk
TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti
bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak <4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari.
Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kgBB/hari.

Rifampisin

a. Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan


gramnegatif.
b. Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya
menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme

38
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis
RNA.
c. Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 24
jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan.
Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan
tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja,
ludah, sputum, air mata, dan keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah
ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
e. Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula
tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin.
Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali
sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa
dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari
50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimum 600 mg/hari.

Etambutol

a. Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel


terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak
dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan
kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan,
biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang,
dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah
pada 50% pasien.
d. Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur
dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan

39
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama,
kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.

Pirazinamid

a. Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.


b. Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya
terutama melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi
asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga
disuria, malaise, dan demam.
d. Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB
sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.

Streptomisin

a. Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah
masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b. Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada
dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala
sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien
yang fungsi ginjalnya terganggu.
d. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB
secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi
berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.

40
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Etionamid

a. Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human


pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
b. Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar
terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi
cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
c. Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural,
depresi mental, mengantuk dan asthenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu
dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk
mengurangi iritasi lambung.

Paraaminosalisilat

a. Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1
g/mL.
b. Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80%
di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
c. Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan
darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.

Sikloserin

a. Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan
menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8
jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 26
jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
c. Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit
kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.

41
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
d. Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling
baik dalam plasma 25-30 g/mL.

Kanamisin dan Amikasin

a. Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.


b. Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr,
atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2
atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.

Efek samping ringan OAT


Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar pada kaki INH Beri Vitamin B6
(Piridoxin) 100mg/hr
Kemerahan pada air seni Rifampisin Perlu penjelasan ke pasien

Gatal dan Kemerahan Semua jenis Ikuti petunjuk pelaksanaan


OAT
Tuli streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol
Gangguan Keseimbangan streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol
Ikterus tanpa sebab lain Hampir Hentikan,sampai menghilang
semua OAT
Bingung dan muntah-muntah Hampir Hentikan,segera tes fungsi hati
semua OAT
Gangguan Penglihatan Etambutol Hentikan
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan

a) OAT kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3). Panduan OAT ini diberikan untuk:


1. Pasien baru TB paru BTA positif

42
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3. Pasien TB ekstra paru
Dosis panduan OAT-KDT kategori 1
Berat Badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
selama 56 hari seminggu selama 16
minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

70 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 1


Tahap pengobatan Lama pengobatan Dosis /hr/kali

Tablet Kaplet Tablet Tablet


Isoniazid Rifamp Pirazi Etambutol
@300mgr isin namid @250mgr
@450m @500
gr mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3
Lanjutan 4 bulan 2 1 - -

b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Panduan OAT ini diberikan untuk BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
1. Kambuh
2. Gagal
3. Dengan pengobatan setelah putus berobat

43
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Dosis panduan OAT-KDT kategori 2
BB Tahap intensif RHZE tiap hari Tahap lanjutan 3 x smgg
(150/75/400/275)+S RH (150/150)+E(400)
56 hari 28 hari 20 mgg

30-37 kg 2 tab 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT+2 tab


4KDT+750mg Etambutol
streptomisin
inj.
38-54 kg 3 tab 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT+3 tab
4KDT+500mg Etambutol
streptomisin
inj.
55-70 kg 4 tab 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
4KDT+1000m Etambutol
g streptomisin
inj.
71 kg 5 tab 4KDT+ 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
1000mg Etambutol
streptomisin
inj.

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 2

44
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

1. Kehamilan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan
dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.

2. Ibu menyusui dan bayinya


Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu danbayi tidak perlu
dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

3. Pasien TB pengguna kontrasepsi


Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,susuk KB),
sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya
mengggunakan kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen
dosis tinggi (50 mcg).

4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS


Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti
pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan pasien TB
yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution(Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK
untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi

45
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
terhadap infeksi HIV perlu dirujuk kepelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing
= Konsul sukareladengan test HIV).

5. Pasien TB dengan hepatitis akut


Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinisikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb
sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid
(H)selama 6 bulan.

6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik


Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali OAT tidak diberikan
dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.Pasien
dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat
dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7. Pasien TB dengan gagal ginjal


Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan
dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan
dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan
Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien
dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT
yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus


Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral
anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat antidiabetes perlu ditingkatkan. Insulin
dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan antidiabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi

46
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut.

9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid


Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa pasien
seperti:
a. Meningitis TB
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. TB dengan Pleuritis eksudativa
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian diturunkan
secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.

10. Indikasi operasi


Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif.
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapatdiatasi secara
konservatif.
c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainan
neurologik.

LO.4.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment dari TBC,
maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun
hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan
sebelumnya yang sudah tinggi.
47
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi :
1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara nasional dan
internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua penderita atau
berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host
tambahan dan Environment
2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan
tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak
3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
b. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.

Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan
tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang
paling efektif.

Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan
imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan
dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan
investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan
memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan
menghindari tekanan psikis.

c. Pencegahan Tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan


diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,

48
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan
kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial
dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

LO.4.10Memahami dan Menjelaskan Komplikasi

Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut sering terjadi
pada penderita stadium lanjut :

1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan
fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
3. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian. ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
5. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai.
Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau tidak
patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah
standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman
pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.

LO.4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis


a. Ad vitam: ad bonam
Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan kondisi yang
berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah pada pasien
terdapat infeksi HIV atau tidak.

49
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
b. Ad sanationam: dubia ad malam

Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan oleh
pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic pada foto
Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien sebelumnya tidak tuntas.
Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan membuat kuman TB menjadi resisten.

c. Ad fungsionam: dubia ad malam


Penyakit TB paru biasanya meninggalkan tanda mata berupa kalsifikasi dan jaringan
fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan fibrosis ini terlihat
pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan berubah menjadi
jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi
normal

LI.5 Memahami dan Menjelaskan Program P2M Puskesmas

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program pelayanan
kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi
(misalnya TB, DBD, Kusta dll).

Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi
adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru,
HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan
sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.

Strategi Penemuan Kasus TB

50
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan
program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara
bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat.

Sumber dan Cara Penularan

Sumber penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah pasien TB dengan BTA positif.
Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien tersebut batuk atau bersin, pasien akan
menyebarkan kuman udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali penderita
TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Depkes RI, 2006).
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan ruangan yang gelap
dan lembab. Sedangkan ventilasi yang baik, akan dapat mengurangi jumlah percikan, dan
sinar matahari langsung dapat membunuh kumanTB. (Depkes RI, 2006)

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko pada Tuberkulosis dibagi menjadi dua, yaitu:

1.Infeksi Tuberkulosis
a. Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara-negara yang berinsiden tinggi.
b. Orang-orang miskin dan sangat miskin, terutama di kota-kota besar.
c. Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya.
d. Orang tunawisma.

51
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi
e. Pengguna obat injeksi.
f. Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisiko tinggi.
g. Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi.

2.Penyakit Tuberkulosis bila Terinfeksi


a. Koinfeksi dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV).
b. Penyakit gangguan imun lain, terutama keganasan.
c. Pengobatan imunosupresif.
d. Bayi dan anak < 3 tahun.

LI.6 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk

Cara Batuk yang Benar yaitu :


a. Langkah 1 : Sedikit berpaling dari orang disekitar anda dan tutup hidung dan mulut
atau hidung saat batuk dan bersin dengan menggunakan tissu, sapu tangan atau lengan
baju.
b. Langkah 2 : Segera buang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
c. Langkah 3 : Cuci tangan dengan mengunakan sabun atau menggunakan gel pembersih
tangan.
d. Langkah 4 : Gunakan masker. Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara
penting untuk membantu mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia.
Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera dengan
mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
Etika batuk menurut islam Rasulullah
saw. Bersabda:
Jika salah seorang dan kalian bersin, maka hendaklah ia berkata, Segala puji bagi Allah,
dan hendaklah saudaranya mengatakan padanya, Semoga Allah merahmatimu, dan jika
saudaranya telah mengatakan, Semoga Allah merahmatimu, maka hendaklah orang yang
bersin berkata, Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki hatimu.
(Diriwayatkan Al-Bukhari).

Abu Hurairah ra berkata, Jika Rasulullah SAW. bersin, beliau meletakkan tangannya, atau
pakaiannya di mulutnya, dan merendahkan suaranya. (Muttafaq Alaih).

52
Akhdan Aufa 1102013018
Skenario 2 Blok Respirasi

DAFTAR PUSTAKA

Raden, Inmar. 2014. Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi. Jakarta: Bagian Anatomi FKUY

Sudoyo,Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC.

Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan


Pemberantasannya. Surabaya ; Erlangga.

53

Anda mungkin juga menyukai