Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


INTRA UTERINE FETAL DEATH (IUFD)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian


kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Disusun oleh :
Kelompok 1

M. Dema Prakasa G1A216017


Iffanisa Surya G1A216031
Andika Anjani Agustin G1A216033
Nadia Fetrisia G1A216021
Zuhriya Aryati G1A216064

Dosen Penguji : dr. M. Ainurrofiq, Sp.KF, MH


Dosen Pembimbing : dr. Shalahudden Syah, M.Sc

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI
PERIODE 13 MARET 15 APRIL 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan the National Center for Health Statistics definisi kematian janin
adalah kematian sebelum kelahiran komplit atau ekstraksi dari ibu. Tanda kematian
janin saat lahir, antara lain bayi tidak bergerak atau menunjukan tanda-tanda kehidupan
lainnya seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau gerakan otot volunter.
Untuk mendiagnosa suatu kematian janin atau Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik (denyut jantung janin, gerakan
janin), dan pemeriksaan penunjang (USG, HCG). Penyebab terbanyak terjadinya IUFD
disebabkan oleh janin yang di kandung oleh ibu yaitu sekitar 20-40%.
Pada praktik patologi forensik, diagnosis waktu kematian merupakan hal penting
yang bersifat fundamental. Suatu investigasi sering bersifat kompleks terutama jika
mayat yang terawetkan dengan baik, bahkan lebih sulit pada kasus fetus yang
meninggal di dalam uterus yang dipengaruhi oleh fenomena maseratif post mortal.
Pada beberapa keadaan, data klinis terbukti dapat secara meyakinkan membantu
pemeriksaan medis, namun tampak bahwa kontrol ultrasound terakhir dengan
demonstrasi denyut jantung fetus telah dilakukan beberapa hari bahkan minggu sebelum
kelahiran mati ditegakkan. Sebagai tambahan, periode hilangnya pergerakan fetus yang
dilaporkan oleh ibu tidak dapat dengan sendirinya dianggap sebagai petunjuk waktu
kematian fetus.

1.2 Rumusan Masalah

2
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa definisi dari Intra Uterine Fetal Death (IUFD)?
2. Apa saja klasifikasi IUFD?
3. Bagaimana cara mendiagnosis IUFD?
4. Bagaimana penatalaksanaan IUFD?
5. Bagaimana aspek forensik IUFD?

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang IUFD dan aspek forensik dari IUFD
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi IUFD
2. Mengetahui klasifikasi IUFD
3. Mengetahui diagnosis IUFD
4. Mengetahui penatalaksanaan IUFD
5. Mengetahui aspek forensik IUFD
1.4 Manfaat penulisan
1.4.1 Bagi mahasiswa
1. Meningkatkan kemampuan dan penalaran dalam penyusunan dan penulisan
suatu referat dari beberapa sumber dan tekhnik penulisan
2. Melatih kerja sama tim dalam penyusunan suatu referat
3. Menambah pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu kedokteran forensik
pada jenazah IUFD

1.4.2 Bagi Masyarakat


Menambah informasi tentang IUFD dan aspek forensik dari IUFD

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau
janin pada usia gestasional 22 minggu. World Heatlh Organization dan
American College of Obstetricians and Gynecologist mendefinisikan IUFD sebagai
janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian
janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. The US National Center
for Health Statistics menyatakan bahwa IUFD adalah kematian pada fetus dengan
berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin
atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin
yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death,
kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu.

2.2 Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin
dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20
minggu penuh (early fetal death)
2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
(intermediate
fetal death)
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late
fetal death)
4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan -
perubahan sebagai berikut:

4
1. Rigor mortis (tegang mati) : Berlangsung 2,5 jam setelah mati,

kemudian lemas kembali.


2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam): Kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-

mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai

mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : Kulit mengelupas luas, efusi cairan

serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air

ketuban menjadi merah coklat.


5. Maserasi grade III (durasi >8 hari) : Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan

keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan

antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

2.3 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak
seperti biasanya)
c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
d. Penurunan berat badan
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilannya.

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu

yang kurus.
b. Palpasi
Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-

gerakan janin.

c. Auskultasi

5
Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12

minggu pada pemeriksaan ultrasonic doppler merupakan bukti kematian

janin yang kuat.

3. Pemeriksaan radiologi (USG)


a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
Tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang

terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa

yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah

kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan

ekstrauterin dengan janin hidup.

Gambar 5. Spaldings sign.

b. Punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,


pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk
mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar
infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya

6
2.4 Penatalaksanaan
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.

1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk memastikan kematian


janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada
denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.

2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien


selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar
dapat lahir pervaginam.

3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan


hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi

5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan


penanganan aktif.

6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau


prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin


atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko
infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam

7
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi
50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis.

8. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati

10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

11. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi


plasenta dan infeksi .

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

Psikologis
Infeksi

8
Penurunan kadar fibrinogen
Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Misoprostol

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

2.5 Metode-Metode Terminasi


Terminasi dilakukan dengan induksi, yaitu :
a. Infus Oksitosin
Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan
Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena diberikan dalam waktu yang
bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, dosis oksitosin dinaikkan
pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit.

9
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, naikan dosis
menjadi 40 unit. Tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang
sama dikarenakan risiko efek diuretik. Apabila uterus masih refrakter,
langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam.

b. Misoprostol
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara
vaginal (50-100 g tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan
diatas 28 minggu dosis misoprostol 25 g pervaginam / 6jam. Langkah
induksi ini dapat ditambah dengan pemberian oksitosin.

c. Operasi Sectio Caesaria (SC)


Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang dinilai dengan plasenta
praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

2.6 Aspek Penilaian Forensik


Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan
Hollier (1997) :
1. Deskripsi bayi
Malformasi
Bercak/ noda
Warna kulit pucat, pletorik
Derajat maserasi
2. Tali pusat
Prolaps
Pembengkakan - leher, lengan, kaki
Hematoma atau striktur
Jumlah pembuluh darah
Panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
Warna mekoneum, darah
Konsistensi
Volume

10
4. Plasenta
Berat plasenta
Bekuan darah dan perlengketan
Malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesorius
Edema perubahan hidropik
5. Membran amnion
Bercak/noda
Ketebalan
Tabel 1. Sinopsis proses maserasi fetal berdasarkan Perrando 1935 dan Perrando
dan Macaggi 1940

BAB III

PENUTUP

3.1 ILUSTRASI KASUS


Pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2017 sekitar pukul 18.00 WIB pasien
G2P2A0 melahirkan spontan di rumah pasien ditolong oleh perawat bernama DS.

11
Pada saat proses persalinan kondisi kepala bayi putus atau pisah dari badan, badan
masih berada dalam rahim. Perawat dan keluarga merujuk ke RS Lely dan pasien
tiba jam 21.00 WIB. di RS Lely pasien berada selama 2 jam tetapi bayi masih
belum lahir. Kemudian pasien dirujuk lagi ke RS Umum Teungku Mansyur dan
tiba pukul 23.00 WIB. Kurang lebih 15 menit di RS tersebut pasien dirujuk lagi ke
RSUD HAMS Kisaran dan tiba di VK IGD tersebut pukul 00.45 WIB (16 Maret
2017). Pada pukul 01.00 WIB dokter Sp.OG tiba di VK IGD kemudian pasien
dilakukan stabilisasi. Pukul 07.00 WIB badan bayi lahir di VK secara spontan
tangan kiri putus.
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 3000 gram
Berat Kepala : 1500 gram
Maserasi (kulit terkelupas)
Diperkirakan dokter Sp.OG bayi sudah meninggal 4 hari yang lalu.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan the National Center for Health Statistics definisi kematian janin
adalah kematian sebelum kelahiran komplit atau ekstraksi dari ibu. Tanda kematian

12
janin saat lahir, antara lain bayi tidak bergerak atau menunjukan tanda-tanda
kehidupan lainnya seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau gerakan otot
volunter.

5.2 SARAN
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka
tembak sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.

13
14

Anda mungkin juga menyukai