Disusun oleh :
Kelompok 1
PENDAHULUAN
2
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa definisi dari Intra Uterine Fetal Death (IUFD)?
2. Apa saja klasifikasi IUFD?
3. Bagaimana cara mendiagnosis IUFD?
4. Bagaimana penatalaksanaan IUFD?
5. Bagaimana aspek forensik IUFD?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau
janin pada usia gestasional 22 minggu. World Heatlh Organization dan
American College of Obstetricians and Gynecologist mendefinisikan IUFD sebagai
janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian
janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. The US National Center
for Health Statistics menyatakan bahwa IUFD adalah kematian pada fetus dengan
berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin
atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin
yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death,
kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu.
2.2 Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin
dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20
minggu penuh (early fetal death)
2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
(intermediate
fetal death)
3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late
fetal death)
4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan -
perubahan sebagai berikut:
4
1. Rigor mortis (tegang mati) : Berlangsung 2,5 jam setelah mati,
mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai
mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : Kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
2.3 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak
seperti biasanya)
c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
d. Penurunan berat badan
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilannya.
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu
yang kurus.
b. Palpasi
Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-
gerakan janin.
c. Auskultasi
5
Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12
6
2.4 Penatalaksanaan
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin
atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati.
3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:
7
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi
50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis.
9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
diindikasikan (80%)
Psikologis
Infeksi
8
Penurunan kadar fibrinogen
Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, Induksi persalinan
Gagal gagal
Ditambah Prostaglandin/vaginam
9
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, naikan dosis
menjadi 40 unit. Tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang
sama dikarenakan risiko efek diuretik. Apabila uterus masih refrakter,
langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam.
b. Misoprostol
Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara
vaginal (50-100 g tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan
diatas 28 minggu dosis misoprostol 25 g pervaginam / 6jam. Langkah
induksi ini dapat ditambah dengan pemberian oksitosin.
10
4. Plasenta
Berat plasenta
Bekuan darah dan perlengketan
Malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesorius
Edema perubahan hidropik
5. Membran amnion
Bercak/noda
Ketebalan
Tabel 1. Sinopsis proses maserasi fetal berdasarkan Perrando 1935 dan Perrando
dan Macaggi 1940
BAB III
PENUTUP
11
Pada saat proses persalinan kondisi kepala bayi putus atau pisah dari badan, badan
masih berada dalam rahim. Perawat dan keluarga merujuk ke RS Lely dan pasien
tiba jam 21.00 WIB. di RS Lely pasien berada selama 2 jam tetapi bayi masih
belum lahir. Kemudian pasien dirujuk lagi ke RS Umum Teungku Mansyur dan
tiba pukul 23.00 WIB. Kurang lebih 15 menit di RS tersebut pasien dirujuk lagi ke
RSUD HAMS Kisaran dan tiba di VK IGD tersebut pukul 00.45 WIB (16 Maret
2017). Pada pukul 01.00 WIB dokter Sp.OG tiba di VK IGD kemudian pasien
dilakukan stabilisasi. Pukul 07.00 WIB badan bayi lahir di VK secara spontan
tangan kiri putus.
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Badan : 3000 gram
Berat Kepala : 1500 gram
Maserasi (kulit terkelupas)
Diperkirakan dokter Sp.OG bayi sudah meninggal 4 hari yang lalu.
BAB V
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan the National Center for Health Statistics definisi kematian janin
adalah kematian sebelum kelahiran komplit atau ekstraksi dari ibu. Tanda kematian
12
janin saat lahir, antara lain bayi tidak bergerak atau menunjukan tanda-tanda
kehidupan lainnya seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat atau gerakan otot
volunter.
5.2 SARAN
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendeskripsikan luka
tembak sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu
kedokteran tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
13
14