Anda di halaman 1dari 14

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

July 28, 2013 by rindymanggalya 1 Comment

1. Definisi dari Surveilans Epidemiologi

Surveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang dilakukan secara


terus menerus dari suatu kegiatan pengumpulan, analisi,
interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan untuk
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen
program kesehatan)

Istilah surveilans digunakan untuk dua hal yang berbeda.

Pertama, surveilans dapat diartikan sebagai pengawasan secara


terus-menerus terhadap faktor penyebab kejadian dan sebaran
penyakit, dan yang berkaitan dengan keadaan sehat atau sakit.
Surveilans ini meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran, dan
penyebaran data yang terkait, dan dianggap sangat berguna untuk
penanggulangan dan pencegahan secara efektif. Definisi yang
demikian luas itu mirip dengan surveilans pada sistem informasi
kesehatan rutin, dan karena itu keduanya dapat dianggap berperan
bersama-sama.

Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan


untuk menanggulangi masalah kesehatan utama atau penyakit,
misalnya penyebaran penyakit menahun suatu bencana alam. Sistem
surveilans ini sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan
terintegrasi secara erat dengan pengelolaan program intervensi
kesehatan. Bila informasi tentang insidens sangat dibutuhkan dengan
segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak dapat diandalkan maka
sistem ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).

a. Menurut WHO :

Surveilans adalah : Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan


secara sistematis dan terus menerus, serta desiminasi informasi tepat
waktu kepada pihak pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat
diambil tindakan

yang tepat.(Last, 2001 dalam Bhisma Murti, 2003 )

b. Menurut Centers for Disease Control ( CDC ), 1996.


Surveilans adalah : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data
kesehatan secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan
untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan
masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat waktu
kepada pihak pihak yang perlu mengetahuinya.

Defenisi Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan


pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan
interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan
memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi
merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus
terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit
tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu
masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangan. (Noor,1997). Surveilans epidemiologi adalah
pengamatan yang terus menerus atas distribusi, dan kecenderungan
suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat
ditentukan penanggulangannya yang secepat-cepatnya (Gunawan,
2000).

Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan dan analisa data


epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-
kegiatan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit
yang meliputi kegiatan :

1. Perencanaan Program Pemberantasan Penyakit.

Mengenal Epidemiologi Penyakit berarti mengenal apa yang kita


hadapi dan mengenal perencanaan program yang baik.

2. Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit.

Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dan sesudah program


dilaksanakan sehingga dapat diukur keberhasilannya menggunakan
data sueveilans epidemiologi.

3. Penanggulangan wabah Kejadian Luar Biasa.

Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib


dilakukan oleh setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi
Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga
masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural.
Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus.
Surveilans beralasan untuk dilakukan jika dilatari oleh kondisi kondisi
berikut ( WHO, 2002 ) :

1. Beban Penyakit ( Burden of Disease ) tinggi, sehingga merupakan


masalah penting kesehatan

masyarakat.

2. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk


mengatasi masalah tersebut

3. Data yang relevan mudah diperoleh

4. Hasil yang diperoleh sepadan dengan upaya yang dilakukan


( pertimbangan efisiensi ).

Dengan system surveilans yang peka terhadap perubahan-perubahan


pola penayakit di suatu daerah tertentu dapat mengantisipasi
kecenderungan penyakit di suatu daerah.

2. Prinsip Surveilans Epidemiologi

a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at risk.

Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan


sarana pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di
lapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain; Survei
khusus; dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit
yang sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan wawancara dan pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data
adalah menentukan kelompok high risk; Menentukan jenis dan
karakteristik (penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi;
Pencatatan kejadian penyakit; dan KLB.

b. Pengelolaan data

Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row
data) yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah
dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel,
bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data
tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan

Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan


dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan
kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.

d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik

Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan


yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan,
selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang
berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai mana
mestinya.

e. Evaluasi

Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat


digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program
pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk
melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan
program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil
kegiatan.

3. Hambatan yang terjadi dalam surveilans epidemiologi

Ada beberapa hambatan surveillans epidemiologi, dintaranya:

1) Kerjasama lintas sektoral

Surveillens epidemiologi harus bekerjasama dengan berbagai


sektor yang berkaitan dengan kesehatan, kerjasama tersebut
membutuhkan partisipasi yang penuh untuk tecapainya pemecahan
masalah kesehatan, kadang kala sektor yang lain mempunyai
pertisipasi yang rendah dalam kerjasama lintas sektoral tersebut.

2) Partisipasi masyarkat rendah

Surveillens epidemiologi yang memang menangani masalah


kesehatan masyrakat eharusnya benar-benar menggali informasi dari
masyarakat dan penanganannyapun hasrus dengan masyarakat,
sering dijumpai partsipasi masyarakat dalam pengambilan informasi
dari petugas kesehatan berbelitbelit dan cenderung enutup-nutupi.
3) Sumber daya

Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini


adalah sumber daya manusia. Hambatan yang berhasil di identifikasi
berdasarkan persepsi renponden adlah sebagai berikut ;

Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE

Banyaknya tugas rangkap.

Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk


menyelesaikan tugas lain.

4) Ilmu pengetahuan dan teknologi

Surveillans epidemiologi membutuhkan teknologi teknologi


untuk mempercepat deteksi din, analisis penanggulangan dan
penanggulangan masalah kesehaatan, kondisi di lapangan seringkali
tenologi di laboratorium sering lambat sehingga mengganggu tahap
deteksi dini dan penanganan kasus akan terlambat.

5) Kebijakan

Seringkali kebijakan dari pemerintah dirasa masih menghambat


dalam pelaksanaan surveilans. Contohnya saja baru ditangani apabila
memang sudah menjadi KLB. Birokrasi pemerintahan yang rumit sering
menjadi kendala dalam melakukan surveilans. Kebijakan yang belum
dipahami petugas juga menjadi kendala dalam pelaksanaan surveilans.

6) Dana

Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit


juga. Sering kali permasalahan dana menjadi penghambat dalam
melakukan surveilans.

7) Jarak dan Transportasi

Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi


membuat kegiatan surveilans terhambat. Sering kali jarak membuat
kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari karena transportasi yang
minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.

4. Surveilans Penyakit DHF/DBD.


Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu
penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB)
di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang cepat,
mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat. Prediksi kejadian demam berdarah dengue di suatu wilayah,
selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas, pola
maksimalminimal dan siklus 35 tahun sesuai dari data Surveilans
epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya
data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor
risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko
DBD dapat digunakan untuk menentukan jenis intervensi, sehingga
kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan dini.

Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih


diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih
terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam
bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut,
dikembangkan sistem surveilans epidemiologi DBD untuk kewaspadaan
dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui


Rapid Survey pada saat menjelang musim penularan untuk
mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi. Dengan
SIG, dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan
lain, dan dengan teknik overlayer dapat dilakukan perencanaan
maupun evaluasi program pemberantasan DBD.

Dalam masalah penyakit DBD, surveilans penyakit mencakup


empat aspek yaitu (1)surveilans kasus, (2) vektor (termasuk
ekologinya), (3) peran serta masyarakat dan (4) tindakan
pengendalian. Program surveilans epidemiologi DBD meliputi
surveilans penyakit yang dilakukan dengan cara meminta laporan
kasus dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta surveilans vektor
yang dilakukan dengan melakukan penelitian epidemiologi di daerah
yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD
untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di tempat-tempat
umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan perumahan; dan
limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas dilakukan oleh
petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan
nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator keberhasilan
program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans
epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam upaya
memutus mata rantai penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum
berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan internal,
misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan
sebagaimana mestinya dalam melakukan Pemantauan Jentik Berkala
(PJB).

Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan


peningkatan dan penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada
kaitannya dengan beberapa hal berikut:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi

2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali

3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis

4. Peningkatan sarana transportasi

System surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit


DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan , pengolahan dan
penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan , laporan
mingguan wabah,laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa
atau kelurahan rawan , mengetahui distribusi kasus DBD/ kasus
tersangka DBD per RW/ dusun, menentukan musim penularan dan
mengetahui kecenderungan penyakit. (ditjen P2M dan PLP.1992).

Kegiatan surveilans sangat dibutuhkan dalam menunjang aspek


manajerial program penyakit DBD, dimana berperan dalam proses
perencanaan, monitoring dan evaluasi dari program kesehatan yang
ada.

Pengumpulan data merupakan tahap awal dari rangkaian


kegiatan surveilans yang paling penting untuk proses selanjutnya.
Dalam pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui
surveilans aktif dan pasif. Pengumpulan data tersebut harus
mengumpulkan data-data dari bebagai sumber data. Sumber data
dalam surveilans epidemologi merupakan sumber data/ subyek dari
mana data dapat diperoleh yang digunakan untuk kegiatan surveilans
epidemologi.

Macam-macam sumber data dalam surveilans epidemiologi


(Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003) :
1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
dan masyarakat.

2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan


serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.

3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik


kependudukan dan masyarakat

4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan
geofisika

5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan


kesehatan dan masyarakat.

6. Data kondisi lingkungan

7. Laporan wabah

8. Laporan penyelidikan wabah/KLB

9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan

10. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya

11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat
diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.

12. Laporan kondisi pangan

Metode pengumpulan data penyelidikan wabah / KLB (Contoh Wabah


DBD) :

1. Pengamatan / Observasi : mengamati dan mencatat fenomena social


dan gejala fisik secara disengaja dan sistematik

Alat observasi :

check list

skala penilaian

alat-alat mekanik / elektronik


Contoh : observasi mengenai keadaan tempat-tempat genangan air,
tempat penampungan air, kebersihan lingkungan, timbunan sampah
dan barang-barang bekas, dan lain-lain.

2. Wawancara / Interview : kegiatan tanya jawab guna memperoleh


informasi secara lisan dari sasaran penelitian (responden) untuk
memperoleh kesan langsung dari responden dan menilai kebenaran
yang dikatakan responden

Alat wawancara :

alat catat

daftar pertanyaan

recording

Contoh : wawancara kepada kepala dinas setempat mengenai angka


kejadian penyakit DBD, wawancara dengan tokoh masyarakat
mengenai kondisi social budaya masyarakat, wawancara dengan
penderita atau anggota keluarga penderita mengenai kebiasaan
penderita sebelm terserang DBD, dan lain-lain.

3. Angket : cara pengumpulan data mengenai suatu masalah yang


umumnya banyak menyangkut kepentingan umum dengan
mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir.

Alat :

alat catat

daftar pertanyaan

Contoh : angket yang ditujukan kepada tiap kepala keluarga mengenai


perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan keluarga, angket yang
ditujukan kepada penderita / anggota keluarga penderita mengenai
kebiasaan penderita sebelum terserang DBD, dan lain-lain.

4. Dokumentasi: cara pengumpulan data dengan melihat/mengacu


pada dokumentasi atau catatan masalah kesehatan serta data hasil
penelitian.

Alat:
Alat catatan

Pustaka atau referensi

Contoh: dokumen dari pusat pelayanan kesehatan tentang kejadian


suatu masalah kesehatan yang terjadi diwilayahnya.

Analisis data yang biasa digunakan dalam surveilans DBD meliputi


langkah langkah sebagai berikut:

1) Survey,

2) analisa system,

3) desain , mengimlementasikan model yang diinginkan pemakai

4) Implementasi , mempresentasikan hasil desain kedalam


pemograman

5) Uji coba desain

6) Testing akhir

7) Deskripsi pengoprasian

8) Konversi database

9) Instalasi

Kendala yang dialami selama ini dalam analisis data adalah


penyampaian informasi hasil PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala
tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih dari satu
minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK , yaitu fogging
atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD
seharusnya dilakukan dalam kurun waktu 1x 24 jam, namun pada
kenyataannya lebih dari itu. alur pelaporan kasus DBD dimulai dari
masyarakat dan dari petugas kesehatan / RS ataupun klinik lainnya
kemudian dilanjutkan pelaporan ke puskesmas , dari puskesmas akan
diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.

Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis system terhadap


system surveilans dan cara pencatatan dan pelaporan penyakit demam
berdarah mulai dari masyarakat , Puskesmas dan kemudian ke Dinas
Kesehatan maka sitem yang dikembangkan adalah suatu system
informasi surveilans epidemiologi yang bersifat multi user dengan
model modular. Adapun model tersebut mencakup modul pemasukan
kasus, modul pemasukan pengamatan, modul masukan pengamatan
jentik berkala, modul penyelidikan Epidemiologi (PE), modul
pencatatan fogging, modul Pokja DBD, modul pemasukan data jumlah
penduduk dan modul pelaporan.

Hasil pemasukan data dari modul modul diatas akan


menghasilkan laporan laporan yaitu: angka bebas jentik(ABJ), proporsi
penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per golongan
umur, laporan House indek, laporan incidency rate DBD, laporan case
fatality rate, laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE dan laporan
pelaksanaan fogging.

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN


DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS PARANG
Jln. Blego Raya No. 45 Parang Tlp. ( 0351 ) 871071
MAG E TAN

PROTAP PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK


DI RUANG PELAYANAN PUSKESMAS PARANG
TUJUAN :
Sebagai Pedoman kerja bagi petugas medis / paramedis dalam melakukan pelayanan
penanganan Syok Anafilaktik.
.
SASARAN :
Tenaga Medis / Paramedis dalam melakukan pelayanan / Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
di Ruang Pelayanan.

URAIAN UMUM :
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik :
Penyuntikan Adrenalin 0,3 0,5 ml IM bila pasien mengalami reaksi / syok setelah
penyuntikan ( dengan tanda-tanda : sesak, pingsan, kelainan kulit ).

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN :
Penanganan Utama dan segera :
Hentikan pemberian obat / antigen penyebab.
Baringkan penderita dengan posisi tungkai lebih tinggi dari kepala.
Bebaskan jalan napas dan awasi vital sign ( Tensi, Nadi, Respirasi ) sampai syok teratasi.
Berikan Adrenalin 1 : 1000 ( 1 mg/ml )
Segera secara IM pada otot deltoideus, dengan dosis 0,3 0,5 ml (anak : 0,01 ml/kgbb),
dapat diulang tiap lima menit,
pada tempat suntikan atau sengatan dapat diberikan 0,1 0,3 ml
Pemberian adrenalin IV apabila terjadi tidak ada respon pada pemberian secara IM, atau
terjadi kegagalan sirkulasi dan syok, dengan dosis ( dewasa) : 0,5 ml adrenalin 1 : 1000 ( 1
mg / ml ) diencerkan dalam 10 ml larutan garam faali dan diberikan selama 10 menit.
Pasang infus dengan larutan Glukosa faali bila tekanan darah systole kurang dari 100
mmHg.
Pemberian oksigen 5-10 L/menit
Bila diperlukan rujuk pasien ke RSU terdekat dengan pengawasan tenaga medis.
Penanganan Tambahan :
Pemberian Antihistamin :
Difenhidramin injeksi 50 mg, dapat diberikan bila timbul urtikaria.
Pemberian Kortikosteroid :
Hydrokortison inj 7 10 mg / kg BB, dilanjutkan 5 mg / kg BB setiap 6 jam atau
deksametason 2-6 mg/kgbb. untuk mencegah reaksi berulang.
Antihistamin dan Kortikosteroid tidak untuk mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian Aminofilin IV, 4-7 mg/kgbb selama 10-20 menit bila terjadi tanda tanda
bronkospasme, dapat diikuti dengan infuse 0,6 mg /kgbb/jam, atau brokodilatator aerosol
(terbutalin, salbutamo ).
Penanganan penunjang :
Tenangkan penderita, istirahat dan hindarkan pemanasan.
Pantau tanda-tanda vital secara ketat sedikitnya pada jam pertama

SOP ( STANDART OPERATING PROSEDUR )


SISTEM KEWASPADAAN DINIPENANGGULANGAN
KLB
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
56/M/P2P/2013 .. 1-2
Tanggal Disusun oleh : Ditetapkan
ditetapkan :

18 Februari 2013

Pengertian Kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita / korban,


penanggulangan KLB, mencegah perluasan kejadian dan timbulnya
penderita baru / kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
Tujuan 1. Sebagai pedoman petugas dalam pelaksanaan penanganan /
penanggulangan KLB
2. Agar KLB tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat
3. Menurunkan jumlah kasus pada setiap KLB
4. Menurunkan jumlah kematian pada setiap KLB
5. Memendekkan periode KLB
6. Mencegah penyebarluasan wilayah KLB
Kebijakan Sebagai acuan melaksanakan kegiatan penanganan / penanggulangan
Kejadian Luar Biasa sehingga tidak menjadi masalah kesehatan
masyarakat oleh petugas / Tim yang berkompeten.
Standart Tim yang terdiri dari petugas surveilans,paramedik/medis, analis
Tenaga laboratorium, Promkes dll
Standart 1. Pra Pelaksanaan
Sarana dan a. Hasil Penyelidikan epidemiologi
prasarana b. Rencana Tindak lanjut PE
2. Pada saat pelaksanaan
a. Alat Pelindung Diri ( Masker, sarung tangan, jas laboratorium )
b. KLB Kit sesuai dengan KLB yang sedang terjadi
Kit pengambilan specimen
Kit pengiriman specimen
c. Profilaksis / Obat obatan dan vitamin
d. Media Penyuluhan / leaflet dll
Prosedur Tetap1. Penanganan penderita / korban
2. Pencarian kasus baru / lain
3. Pengendalian dan Pengurangan sumber infeksi
4. Pengurangan kerentanan penjamu
5. Penyuluhan / Sosialisasi
Cara 1. Penanganan Penderita :
Melaksanakan b. Berikan pengobatan / perawatan penderita sesuai dengan gejala / penyakit
tiap Kegiatan yang diderita
c. Ambil spesimen darah / urine / swap tenggorok / hidung pada wabah
penyakit dan sampel makanan, minuman atau muntahan korban pada KLB
keracunan makanan minuman
2. Cari kasus baru / kasus lain dengan mendata kontak erat penderita yang
mempunyai gejala klinis sama dengan penderita.

3. Pengendalian dan Pengurangan sumber infeksi seperti :


a.Larvasidasi
b.Pengasapan / Fogging
c. Chlorinasi
4. Pengurangan kerentanan penjamu
a. Vaksinasi;
b. Pengobatan / profilaksis
c. Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar
d. Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).
Penyuluhan / Sosialisasi
a. Melaksanakan penyuluhan kelompok atau pada masyarakat luas
b. Sosialisasi / pelatihan terkait program tertentu pada tenaga tenaga
kesehatan dijajaran Puskesmas, misal Sosilaisasi MTBS.
Catatan 1. Dalam pelaksanaan penanggulangan KLB / wabah dilakukan dengan cara
yang aman dan tepat sehingga tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan
hidup.
2. Dalampelaksanaanya selalu berkoordinasi dengan lintas program dan lintas
sector.
Referensi Buku Petunjuk Teknis Surveilans epidemiologi Penyakit Penyakit Menular,
Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Tahun 2002

Anda mungkin juga menyukai