Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Abses mammae dapat mengenai wanita dari usia 18-50 tahun, dengan insidens lebih
tinggi pada wanita yang tidak menyusui. Pada saat laktasi, infeksi dapat terjadi apabila
bakteri memasuki jaringan payudara, atau pada saluran air susu ibu (ASI) yang tersumbat,
yang disebut sebagai stasis ASI. Peradangan mula terbentuk yang dikenali sebagai mastitis.
Sekiranya mastitis lambat ditangani, ia akan berlanjut menjadi abses.

Pada kebanyakan kasus abses mammae, mikroorganisme yang ditemukan dari hasil
aspirasi adalah Staphylococcus aureus. Dengan terapi insisi dan drainase, hampir semua
kasus abses mammae berespon baik, diikuti dengan pemberian antibiotik. Namun mastitis
masih bisa rekuren pada saat wanita tersebut menyusui bayi yang seterusnya.

___________________________________________________________________________

ISI

Anamnesis
Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis
sesuatu penyakit. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi
identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pengobatan,

1
serta riwayat sosial. Pada kasus ini, anamnesis dilakukan dengan cara
autoanamnesis, yaitu secara langsung dengan pasien.

Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter.


Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan lain yang menyertai keluhan
utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama.
Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan penyakit yang
diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor
herediter atau penularan.

Pada kasus iniseorang wanita berusia 28 tahun dengan keluhan utama


payudara kirinya membengkak dan terasa sakit. Keluhan ini dirasai sejak
1 minggu yang lalu. Keluhan tambahan pasien ini adalah demam. Pasien
juga memberitahu bahwa dia sedang menyusui.

Merujuk keluhan utama pasien, di antarahal-hal yang harus ditanyakan


pada anamnesis adalah seperti berikut:

1. Riwayat penyakit sekarang:


Sudah berapa lama menyusui bayi?
Apakah ada trauma pada puting susu?
Apakah volume ASI berkurang?
Berapa kerap menyusui anak dalam satu hari (frekuensi)?
Apakah disertai nipple discharge?
Apakah terdapat benjolan pada payudara? Jika ada, apakah benjolan tersebut
semakin membesar?

2. Riwayat penyakit dahulu:


Apakah ini kali pertama menyusui?
Apakah pasien memiliki riwayat mastitis sebelumnya?

3. Riwayat pengobatan:
Apakah sudah mendapatkan pengobatan untuk keluhan tersebut?

4. Riwayat sosial:
Apakah mengamalkan diet seimbang selama laktasi?
Apakah ada faktor stresdalam pekerjaan?

Pemeriksaan fisik

2
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan fisik payudara kanan dan kiri.

1. Inspeksi

Inspeksi dilakukan dengan posisi pasien duduk, dan dalam ruangan yang terang. Dengan
posisi lengan pasien bebas ke bawah, yang harus diperhatikan adalah:

Bentuk kedua payudara.


Ukuran kedua payudara. Bandingkan apakah satu payudara lebih besar dari yang
lain.
Ukuran areola mammae kanan dan kiri.
Warna kulit payudara, apakah hiperemis atau tidak.
Adakah bagian kulit yang yang tertarik atau cekung.
Adakah puting susu mengalami retraksi.
Adakah pelebaran pembuluh darah di kulit payudara.
Adakah terlihat sebarang benjolan pada payudara serta di axilla.
Adakah terlihat pembesaran kelenjar getah bening di daerah supra dan
infraclavicular.

Inspeksi diulang dengan meminta pasien untuk mengangkat kedua lengan ke atas. Sebarang
kelainan harus dicatat berdasarkan empat kuadran payudara, atau menurut jarum jam.

2. Palpasi

Dengan menggunakan bantalan ujung jari 1 hingga jari 3, palpasi dilakukan dengan tekanan
ringan, kemudian tekanan lebih kuat. Payudara kanan dan kiri diraba menggunakan tangan
kanan. Pasien boleh berada dalam posisi duduk atau berbaring. Sekiraya pasien berbaring,
alas rebahan haruslah rata dan keras, dan taruhlah bantal dibawah bahu pasien. Palpasi
dilakukan bermula dari puting susu berputar keluar, dalam bentuk lingkaran arah jarum jam.
Palpasi juga dilakukan sampai ke daerah axilla. Akhir sekali, pijat puting susu kedua
payudara. Hal-hal yang harus dicatat pada palpasi adalah seperti berikut:

Apakah ada benjolan pada payudara. Sekiranya ada, catat pada payudara kiri atau
kanan, lokasi benjolan, ukurannya, bentuknya, konsistensinya, serta hubungan
dengan jaringan sekitar; apakah benjolan melekat ke dasar atau bisa digerakkan.
Apakah ada fluktuasi; seperti cairan dalam payudara.
Adakah nyeri tekan saat payudara dipalpasi.
Pada palpasi axilla, apakah ada kelenjar getah bening yang membesar. Sekiranya
ada, catat ukuran dan konsistensinya.

3
Adakah terdapat juga pembesaran kelenjar getah bening di daerah supra dan
infraclavicular.

Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi
Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk melihat adanya cairan atau pus dalam
payudara. USG juga berguna untuk membedakan mastitis dengan kanker payudara
inflamatori.1 USG juga seringkali digunakan sebagai terapi (bersama aspirasi jarum)
untuk tujuan drainase abses.

Kultur abses
Setelah drainase, kultur abses boleh dilakukan untuk mengenalpasti mikroorganisme
penyebab dan untuk pemilihan antibiotik yang tepat. Namun, pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan karena mastitis dan abses mammae seringkali disebabkan oleh
S.aureus.

Mammogram
Mammogram boleh digunakan untuk mendeteksi adanya kista atau pertumbuhan
tumor, dan digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan tumor pada kasus mastitis.2

Working diagnosis
Dari anamnesis, keluhan pasien mengarahkan kepada infeksi payudara. Kemudian
dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan benjolan pada kuadran bawah payudara kiri pasien,
serta tanda fluktuasi (+). Maka working diagnosis pada kasus ini adalah abses mammae.
Untuk menegakkan diagnosis pasti, pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
USG.

Differential diagnosis
Mastitis puerperalis

Tanda-tanda radang pada payudara pasien yaitu benjolan, erythema, panas, disertai
demam menandakan adanya infeksi. Karena pasien sedang menyusui, maka differential
diagnosis adalah mastitis puerperalis. Hakikatnya, abses mammae merupakan komplikasi
dari mastitis.

4
Galaktokel

Selain mastitis puerperalis, kelainan payudara yang dapat terjadi pada ibu menyusui
adalah galaktokel.Galaktokel merupakan lesi jinak yang disebabkan oleh oklusi duktus
laktiferus. Gambaran USG galaktokel mirip dengan abses, dengan karakteristik kista,
ataupun campuran kista dan solid.3 Predileksinya adalah pada daerah sub-areola. Namun
galaktokel bukanlah suatu infeksi, maka gejala klinis pada kelainan ini akan berbeda
dengan mastitis dan abses.

Etiologi
Penyebab dari abses mammae adalah mastitis yang tidak terkendali. Hal ini berlaku
apabila adanya stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang
dapat berkembang menjadi infeksi.

Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan atau saat bayi tidak
mengisap ASI, yang dihasilkan oleh sebagian atau seluruh payudara. Penyebabnya termasuk
pengisapan bayi yang buruk pada payudara, pembatasan frekuensi atau durasi menyusui dan
sumbatan pada saluran ASI.4 Situasi lain yang mempengaruhi predisposisi terhadap stasis
ASI, termasuk suplai ASI yang sangat berlebihan, atau menyusui untuk kembar dua atau
lebih. Berikut merupakan faktor-faktor penyebab stasis ASI:

Bendungan payudara

Kondisi ini tidak terjadi bila bayi disusui segera setelah lahir, sehingga stasis ASI dapat
dihindari. Pentingnya pengeluaran ASI dengan segera pada tahap awal mastitis adalah untuk
mencegah perkembangan penyakit dan mencegah pembentukan abses. Isapan bayi adalah
sarana pengeluaran ASI yang efektif.

Frekuensi menyusui

Banyak wanita menderita mastitis bila mereka tidak menyusui atau bila jarak waktu antar
menyusui semakin lama.

Pengisapan pada payudara

5
Pengisapan yang buruk sebagai penyebab pengeluaran ASI yang tidak efisien, saat ini
dianggap sebagai faktor predisposisi utama mastitis. Nyeri puting dan puting yang pecah-
pecah sering ditemukan bersama dengan mastitis. Penyebab nyeri dan trauma puting yang
tersering adalah pengisapan yang buruk pada payudara, kedua kondisi ini dapat terjadi
bersama-sama. Selain itu, nyeri puting akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui
pada payudara yang sakit dan karena itu mencetuskan stasis ASI dan bendungan.

Faktor mekanik

Frenulum yang pendek pada bayi mengganggu pengisapan pada payudara dan menyebabkan
puting luka dan pecah-pecah.4 Hal ini juga mengurangi efisiensi pengeluaran ASI dan
predisposisi untuk mastitis.

Infeksi

Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme
koagulase-positif Staphylococcus aureus, kadang-kadang ditemukan Staphylococcus
epidermidis, Escherichia coli dan Streptococcus. Mycobacterium tuberculosis adalah
penyebab mastitis lain yang jarang ditemukan.4

Epidemiologi
Mastitis paling sering terjadi pada enam minggu pertama laktasi. 5 Resiko untuk
terkena mastitis adalah lebih tinggi pada wanita yang sudah pernah menyusui sebelumnya,
dan wanita yang mempunyai riwayat mastitis. Sekitar 17% kasus wanita menyusui dengan
keluhan payudara nyeri, merah, bengkak, serta malaise didiagnosa dengan mastitis sedangkan
3% dari kasus mastitis berkembang menjadi abses mammae.1,4

Trauma pada puting susu sangat mudah dikontaminasi oleh mikroorganisme, dan 50
hingga 60% daripadanya adalah S.aureus.Sekiranya pada stadium kontaminasi ini si ibu tidak
dirawat, 25% kasus akan berkembang menjadi mastitis.1

Patofisiologi
Kolonisasi bakteri pada payudara sebenarnya adalah proses normal yang terjadi
segera setelah bayi lahir. Saluran susu ibu dan nasofaring bayi terkolonisasi oleh berbagai

6
organisme, beberapa di antaranya adalah seperti S.aureus. Namun, kehadiran bakteri-bakteri
tersebut tidak dengan sendirinya menyebabkan mastitis. Bila ibu melakukan kontak yang erat
dengan bayinya segera setelah lahir, ibu memindahkan organisme saluran napas dan kulit dari
strainnya kepada bayinya. Organisme ini tumbuh dan membentuk populasi pada usus, kulit,
dan saluran napas bayi. Bila organisme flora komensal terbentuk, pertumbuhan bakteri
patogen terhambat. Proses ini dikenal sebagai interferensi bakterial.6

Namun apabila stasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh faktor imun dalam ASI
berkurang, mastitis infeksius dapat terjadi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri, harus terdapat kondisi yang mencegah payudara untuk
menghancurkan dan mengeliminasi bakteri.6 Aliran ASI alami sepanjang saluran payudara,
bila dikeluarkan secara efisien, seharusnya dapat membuang bakteri keluar dari payudara.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien, yang menyebabkan akumulasi ASI, membuat suatu
keadaan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri ini.

Bila ASI tidak dikeluarkan dari sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI akan
melambat dan akhirnya berhenti. Namun, proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan
tidak akan selesai dalam 2-3 minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat
menyebabkan respons peradangan. Cytokin antiinflamasi dan faktor-faktor lain diduga
merupakan pelindung bayi, tetapi cytokin inflamasi, seperti interleukin-8 (IL-8), mungkin
lebih penting sebagai pelindung payudara terhadap infeksi. Peningkatan kadar IL-8
ditemukan dalam payudara selama mastitis, dan merupakan tanda respons inflamasi telah
terjadi.6

Sebagai bagian dari respons inflamasi, jalur yang berhubungan erat dengan sel
pensekresi ASI di alveoli payudara terbuka, sehingga menyebabkan zat-zat dari plasma
masuk ke dalam ASI, terutama imunoprotein dan natrium. 6 Pada saat yang sama, peningkatan
tekanan dalam saluran ASI dan alveoli dapat menyebabkan substansi tersebut kembali masuk
ke jaringan sekitar. Cytokin dari ASI dapat menginduksi respons inflamasi di dalam jaringan
sekitar, dan cytokin juga membantu komponen lain menginduksi reaksi antigen.6

Inflamasi juga bertanggungjawab terhadap tanda dan gejala mastitis. Sebagian


payudara akan sangat nyeri, merah, membengkak, dan keras. Biasanya hanya satu payudara
yang terkena. Wanita sering demam dan merasa tidak sehat. Namun,dalam penelitian diamati
bahwa sepertiga sampai setengah wanita dengan mastitis hanya memiliki tanda lokal. Jalur
paraseluler yang terbuka mengakibatkan perubahan komposisi ASI, kadar natrium dan

7
klorida meningkat, dan kadar laktosa dan kalium menurun. 4 ASI berubah rasa menjadi lebih
asin.

Mastitis infeksius dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke abses dapat
berlangsung dengan cepat. Apabila bakteri memasuki tubuh, sistem imun (terdiri dari
leukosit) akan teraktivasi. Oleh kerana leukosit menyerang bakteri, jaringan di daerah yang
terinfeksi akan mati, lalu membentuksemacam lubang, hollow pocket.6 Lubang ini akan terisi
oleh pus, dan membentuk abses. Pus terdiri dari campuran jaringan yang mati, sel darah putih
dan bakteria.Selama infeksi berlangsung,abses dapat menjadi lebih besar dan lebih
menyakitkan kerana semakin banyak pus yang dihasilkan.

Manifestasi klinis
Gambaran klinis pada abses mammae adalah sama dengan mastitis, tetapi disertai dengan
fluktuasi pada palpasi payudara. Gambaran klinis tersebut adalah seperti berikut:

Erythema, panas, bengkak, nyeri pada payudara


Demam
Malaise
Fluktuasi
Nipple discharge

Gambar 1. Gambaran klinis abses


payudara.

Penatalaksanaan
Prinsip penanganan abses payudara adalah untuk mengeluarkan pus dari payudara.
Drainase dimulakan dengan insisi kecil pada payudara, setelah pasien dianestesi lokal atau
umum.Drainase sebaiknya dilakukan setiap 2-3 hari, sehingga semua pus

8
dikeluarkan.5Sekiranya volume abses adalah kecil (kurang dari 3cm), insisi tidak diperlukan,
cukup dengan aspirasi jarum. Aspirasi abses dibantu dengan alat USG.

Pasien yang ingin menyusui bayinya adalah digalakkan untuk berbuat demikian
karena hal ini justeru membantu pengaliran ASI dan secara tidak langsung membantu
mengeluarkan pus. Frekuensi menyusui sekitar 8-12 kali sehari juga dapat menghalang dari
terjadinya stasis.5

Setelah aspirasi abses dilakukan, penanganan terhadap kasus ini adalah sama dengan
penanganan pada mastitis, yaitu dengan pemberian antibiotik. Flucloxacillin dan dicloxacillin
oral dengan dosis 500mg setiap 6 jam merupakan antibiotik pilihan untuk mastitis. 4
Pemberian antibiotik ini paling kurang adalah selama 5 hari. Tetracycline, ciprofloxacin, dan
chloramphenicol dikontraindikasikan pada kasus ini karena obat-obat tersebut dapat masuk
ke dalam ASI dan membahayakan bayi.3,5

Prognosis
Abses mammae membutuhkan masa penyembuhan lebih lama berbanding mastitis.
Abses laktasional lebih ringan dari abses non-laktasional, dengan kadar rekuren lebih rendah.
Luka insisi sembuh dalam jangka waktu sekitar 2 minggu.4

Pencegahan

Pencegahan primer yang boleh dilakukan oleh ibu yang menyusui sebelum terkena mastitis
adalah dengan cara menyusui yang benar dan efektif. Hal-hal yang harus dilakukan oleh ibu
menyusui adalah seperti berikut:

Mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan


Memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan posisi yang baik
Menyusui tanpa batas dalam hal frekuensi atau durasi (on demand)
Membiarkan bayi selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang
lain

9
Menyusui secara eksklusif selama minimal 6 bulan

Bila si ibu mempunyai salah satu faktor risiko mastitis, seperti berkurangnya frekuensi
menyusui, demam atau merasa sakit pada payudara, si ibu haruslah:

Beristirahat dengan cukup


Sering menyusui pada payudara yang sakit
Mengompres panas pada payudara yang terkena
Memijat daerah benjolan saat bayi menyusu

Pencegahan sebelum terjadinya abses adalah tetap menyusui bayi, agar pengaliran ASI tidak
berhenti dan menyebabkan stasis. Sekiranya gejala peradangan sudah timbul, perlu
mendapatkan pengobatan dengan segera. Pengobatan dini pada mastitis dapat mencegah
terjadinya abses.

PENUTUP
Memandangkan abses mammae adalah komplikasi dari infeksi payudara atau mastitis,
langkah yang harus diambil untuk mencegah terjadinya abses adalah dengan menghindari
infeksi. Karena hal ini sering terjadi pada saat laktasi, ibu yang menyusui harus sadar akan
kepentingan menyusui bayinya dengan efektif, dengan posisi yang benar. ASI sendiri
merupakan makanan terbaik untuk bayi, maka pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan
pertama setelah bayi lahir harusnya dipratikkan oleh semua ibu. Bukan sahaja ia bermanfaat
untuk si bayi, malah dpat menghindari si ibu juga dari infeksi payudara.

10

Anda mungkin juga menyukai