TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tukak Peptikum
2.1.1 Etiologi
Penyebab pasti tukak lambung belum jelas karena penderitanya dapat
berada dalam keadaan normoklohidria, hipoklorhidria atau agak jaran
hiperklorhidria. Akan tetapi penyebab umum tukak lambung adalah gastritis
akibat H.pylori sehingga terjadi difusi balik asam-pepsin melalui mukosa yang
terluka. Adanya obat yang menyebabkan tukak peptik (alkohol, nikotin, steroid,
aspirin dan NSAID) dan makanan yang mengiritasi lambung.1
2
2.1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan
mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan
orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak
berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster.4
Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko
terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam
lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal,
peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis
bakterial kemudian.4
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi
akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,
membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia
yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan
menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada
peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan
membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,
dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4
2.2 Syok
3
bukanlah suatu penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi jaringan. Syok
dapat terjadi setiap waktu pada siapa pun.1
1. Respon Neurohumoral
Respon neurohumoral meningkatkan rangsang simpatetik, dimana hal ini
akan menaikkan kontraktilitas miokardial dan vasokonstriksi peripheral,
serta melepaskan hormon-hormon stres seperti epinefrin, glukagon,
aldosteron, kortisol, dan hormon antidiuretik.
2. Respon Metabolik
Respon metabolik melepaskan hormon-hormon anti insulin yang akan
merangsang resistensi insulin, hiperglikemia dan lipolisis.
2.2.2 Patofisiologi
4
Hipoperfusi jaringan pada syok menyebabkan terganggunya pasokan
oksigen ke sel sehingga metabolisme sel terganggu dan akibatnya pembentukan
ATP berkurang. Hipoperfusi juga mencetuskan refleks aktivasi sistem simpatis
yang meningkatkan kotraktilitas dan frekuensi denyut jantung sehingga
meningkatkan curah jantung. Selain itu, terjadi pengeluaran ketokolamin,
angiotensin, vasopresin serta endotelin yang akan meningkatkan tonus pembuluh
darah agar tekanan perfusi dapat di pertahankan dan perfusi menjadi cukup.1
Syok terbagi atas empat jenis, yaitu syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan
distributif.
1. Syok Hipovolemik
5
uterus, patah tulang pelvis dan patah tulang besar atau majemuk. Perdarahan
dalam jumlah banyak akan mengganggu perfusi jaringan sehingga timbul
hipoksia. Respon jaringan terhadap hal ini bervariasi. Otot merupakan
jaringan yang lebih tahan terhadap hipoksia di bandingkan dengan otak. 1
2. Syok obstruktif
3. Syok kardiogenik
6
4. Syok distributive
Syok distributif adalah jenis syok yang timbul akibat kesalahan distribusi
aliran dan volume darah. Berbagai keadaan yang termasuk ke dalam kelompok
syok distributif antara lain syok septik, syok anafilaktik dan syok neurogenik.1
Syok neurogenik sering disebut juga sinkope. Pada syok ini, terjadi reaksi
vasovagal berlebihan yang menyebabkan vasodilatasi menyeluruh di regio
splanknikus sehingga perdarahan otak berkurang. Reaksi vasovagal bisanya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok
neurogenik pada trauma sering terjadi karena hilangnya tonus simpatis,
misalnya pada cedera tulang belakang atau yang sangat jarang cedera batang
otak. Hipotensi pada pasien dengan cedera tulang belakang disertai dengan
pasokan yang cukup karena curah jantung tinggi meskipun tekanan darahnya
rendah. Penderita merasa pusing dan biasanya kemudian jatuh pingsan.
7
Denyut nadi lambat, tetapi umumnya kuat dan isinya cukup. Setelah penderita
dibaringkan umumnya keadaan membaik spontan tanpa meninggalkan
penyulit, kecuali jika terjadi cedera karena jatuh.1
1. Pemeriksaan Fisik
8
Menjamin airway dan breathing yang paten dengan ventilasi dan
oksigenisasi yang adekuat merupakan prioritas pertama. Pemberian oksigen
tambahan diberikan untuk mempertahankan sirkulasi lebih dari 95%.2
3. Sirkulasi-Kontrol Perdarahan
Sering terjadi pada pasien- pasien trauma, terutama anak- anak, dapat
menyebabkan hipotensi atau distrimia jantung, biasanya bradikardia akibat
stimulasi vagal yang berlebihan. Pada pasien- pasien yang tidak sadar, dilatasi
lambung meningkatkan risiko terjadinya aspirasi isi lambung. Ini merupakan
komplikasi yang bisa fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan
memasang selang/pipa lambung lewat hidung atau mulut dan
menghubungkan nya dengan penghisap untuk mengeluarkan isi lambung.
Tetapi,pemasangan pipa lambung yang sudah benar, tidak menjamin terbebas
dari risiko terjadinya aspirasi.2
9
Kateterisasi kandung kencing digunakan untuk penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi terhadap perfusi ginjal dengan memonitor
produksi urin. Darah pada meatus uretra dan prostat letak tinggi, mobile atau
tidak tersentuh pada pria merupakan kontraindikasi mutlak untuk pemasangan
kateter uretra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang uretra, yang utuh.2
7. Akses Vaskuler
Akses pada sistem pembuluh darah harus didapat dengan benar. Hal
paling baik dilakukan adalah memasang 2 kateter intravena ukuran besar pada
vena perifer sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kecepatan aliran
berbanding terbalik dengan 4 kali radius kanul dan berbanding terbalik
dengan panjangnya (Hukum Pousille). Dengan demikian kateter intravena
yang pendek dan kaliber besar merupakan pilihan tepat untuk dapat
memasukkan cairan dan pompa infus dapat digunakan pada pendarahan
massif dan hipotensi yang berat.2
Tempat terbaik untuk intravena perifer pada orang dewasa adalah vena
di lengan bawah atau kubiti. Bila keadaan tidak memungkinkan penggunaan
pembuluh darah perifer, maka digunakan pembuluh darah sentral (vena- vena
femoralis, jugularis, atau vena subglavia) dengan menggunakan teknik
seldinger atau melakukan vena seksi pada safena di kaki, tergantung tingkat
keterampilan dan pengalaman dokternya.2
10
adalah pengalaman dan keterampilan dokter. Akses intraosseus juga bisa
digunakan pada orang dewasa namun membutuhkan peralatan khusus.2
11
cairan yang besar dalam upaya untuk mencapai tekanan darah yang normal
bukan merupakan tindakan kontrol perdarahan yang definitif.2
12
dibutuhkan untuk mengembalikan volume sirkulasi. Keuntungan larutan
kristaloid termasuk biaya rendah, penyimpanan yang mudah dan
ketersediaan. Larutan yang mengandung Dextrose tidak boleh digunakan
dalam resusitasi volume karena bahaya hiperglikemia dan kesukaran
mengawasi level glukosa darah dengan tepat selama resusitasi. Sedikit
volume Hypertonic saline (3% NaCl) dapat memenuhi volume intravaskuler
tanpa menaikkan volume intravaskuler secara signifikan dan dapat berguna
pada resusitasi pasien dengan/tanpa cidera kepala.3
Tidak ada bukti yang mendukung bahwa suatu tipe cairan itu lebih
baik dibanding yang lainnya dalam meresusitasi syok. Walaupun beberapa
studi eksperimental mengatakan superioritas suatu larutan dibanding
13
lainnya melihat pada keluaran yang spesifik seperti fungsi sel, edema usus
dan pertukaran gas, satu-satunya percobaan yang luas, prospektif dan acak
dari koloid (human albumin) versus kristaloid untuk resusitasi volume
dalam populasi ICU yang heterogen menunjukkan tidak ada keuntungan
dalam penggunaan koloid. Karena memberikan perbedaan yang signifikan
dalam harga, kami menganjurkan kristaloid sebagai solusi utama yang
digunakan untuk resusitasi volume secara umum.
14
adalah efek vasodilator intrinsiknya, dimana hal ini menyebabkan
hipotensi sistemik dan efek kronotropik yang lumayan.
3. Dopexamin adalah turunan sintesis dari dopamine dengan dan B2
yang lebih baik dibandingkan aktifitas B1 serta tidak ada aktifitas
a,sehingga mengurangi tipikal efek kronotropik dan efek pro-distrimik
dopamine. Dopexamine tidak diizinkan untuk penggunaan klinis
diUSA, dan penggunaannya di Eropa dihindari karena harganya yang
mahal.
4. Epinefrin adalah katekolamin kuat yang menstimulasi reseptor a-,b-,
dan B2-adrenergik. Epinefrin tetap pilihan utama untuk resusitasi
kardiopulmonar. Efeknya terhadap BP tergantung pada efek positif
inotropik dan kronotropik serta dasar vasokonstriksi vaskuler,
terutama kulit, mukosa dan ginjal. Efek b2 epinefrin yang kuat
memicu brokondilasi dan menghambat degranulasi sel mast. Sehingga
membuat epinefrin menjadi obat pilihan untuk anafilaksis. Pada
dewasa, pemberian epinefrin IV 0,1-0,5 mg (0,1-0,5 ml dalam larutan
1:1000) merupakan dosis awal umum yang tepat untuk pasien
hipotensi berat, diikuti infus kontinyu 1-4 ug/menit.
Norepinefrin atau katekolamin, memiliki aktifitas a-dan b-adrenergik.
Efek vasokonstriksi dan inotropiknya yang kuat menjadikan norepinefrin
sebagai obat pilihan di ICU untuk mengatasi ketidakstabilan hemodinamik
pada pasien yang membutuhkan bantuan untuk denyut vaskuler dan
kontraktilitas miokardial. Contol tipikal adalah pasien-pasien syok septic
yang memiliki derajat preexistent atau disfungsi miokardial akut.
Dibandingkan dengan epinefrin, norepinefrin tidak memiliki aktifitas b2.
Inhibitor Phosphodiesterase-III (PDE-III). Amrinone dan milrinone
menggunakan efek hemodinamiknya melewati inhibisi dari PDE-III,
dimana hal ini meningkatkan jumlah cyclic guanosine monphosphate
(GMP) dalam endothelium, sehingga meningkatkan kontraktilitas
miokardial dan relaksasi diastolik serta menurunkan denyut vaskuler. Efek
efek ini berguna dalam mengatasi gagal jantung sistolik. Infus intravena
dimulai dengan dosis bolus diikuti dengan infusi. Amrinone telah banyak
digantikan oleh milrinone karena durasi kerja yang lebih pendek dan
15
titrabilitasnya yang lebih mudah. Milrinone diberikan dalam bolus
50ug/kg diikuti oleh infus kontinyu ... 60 menit, dibandingkan dengan 2-3
jam amrinone. Hipotensi dan takikardi adalah efek samping utama yang
membatasi kerja milrinone.3
Vasopresor Phenylephrine adalah agonis a1 selektif yang
menyebabkan vasokonstriksi arterial murni. Fenilefrin meningkatkan BP
dengan cepat, berkaitan dengan reflek bradikardi. Fenilefrin adalah obat
yang berguna untuk mengatasi vasodilatasi murni dan sedang, seperti
mengikuti pemberian obat hipnotik kuat atau anestesi lokal epidural atau
dalam kejadian infeksi ringan atau sedang. Karena onsetnya yang cepat
dan pengurangan titrasi (obat ini tidak sekuat norepinefrin), fenilefrin
sering digunakan melalui akses IV perifer sebagai tindakan pertama
mengatasi hipotensi agar cepat menunjukkan kembali BP yang adekuat.
Walaupun ketetapan penggunaanya perlu direvisi setelah kestabilan
tercapai. Karena efek vasokonstriksinya yang murni, fenilefrin dapat
merusak pada pasien dengan fungsi ventrikuler kiri yang membahayakan.3
16
kapabilitas jantung kanan untuk menerima beban cairan tambahan. Dijumpai
beberapa variasi dari metode fluid challenge namun secara umum 50
sampa 200 ml crystalloid diberikan secara sekuen, dan diukur tingkat tekanan
vena sentral setelah 10 menit pemberian cairan.
CVP awal diukur
Cairan diberikan dengan kecepatan 20 ml/menit selang periode 10
menit
Pembacaan dilakukan tiap 10 menit
o Jika CVP > 5 cmH20 diatas penilaian awal maka fluid
challenge dihentikan, diasumsikan bahwa ventrikel kanan tidak
mampu menerima tambahan beban cairan
o Peningkatan antara 3 dan 5 cmH20 diatas penilaian awal
mempunyai arti yang kurang tegas (equivocal) sehingga pengukuran
dilakukan lagi setelah 30 menit.
o Peningkatan < 2 cmH20 diatas penilaian awal menunjukkan adanya
deplesi volume.
o Fluid challenge diulang sampai dijumpai adanya ekspansi
volume yang adekuat.
o Fluid challenge dihentikan segera jika dijumpai tanda tanda syok atau
adanya tanda tanda ketidakmampuan jantung.
Fluid Challenge test adalah metode yang aman untuk memulihkan volume
sirkulasi berdasarkan kebutuhan fisiologis dibandingkan menggunakan fixed
hemodynamics end-point. Cairan diberikan dalam kuantitas kuantitas kecil untuk
memproduksi suatu peningkatan volume sirkulasi dengan menilai respon
perubahan hemodinamik pada tiap jumlah cairan yang diberikan. Teknik ini
merupakan tes diagnostik untuk hipovolemi dan metode titrasi dari dosis optimal
cairan untuk kebutuhan individu.
Tidak ada protokol standar untuk fluid challenge. Tujuan utamanya adalah
untuk memastikan bahwa tes ini meningkatkan ventrikular preload dan kecepatan
infusi lebih penting dibandingkan jumlah infusan untuk mencapai tujuan ini.
17
Indikator dalam tes ini yang utama adalah stroke volume atau cardiac
output. Namun dapat juga mengukur penigkatan cairan dengan memonitor CVP
dan/atau PAWP atau indikator indikator lain. Parameter parameter yang dapat
digunakan terdapat pada tabel 1 dibawah.
Pemilihan penggunaan cairan berbeda dari tiap sumber, namun keduanya
dapat dipakai. Penggunaan koloid lebih menguntungkan dibandingkan kristaloid
didasarkan oleh ketahanan koloid dalam volume intravaskular yang lebih lama
dibandingkan kristaloid. Kristaloid akan cepat terekstravasasi ke jaringan
dibandingkan koloid sehingga pengukuran volume vaskular akan lebih sulit jika
menggunakan kristaloid. Namun pada pasien dengan permeabilitas vaskular
meningkat, hal ini tidak akan berarti. Cairan hiperonkotik juga akan menarik
cairan dari interstitial ke dalam intravaskular sehingga akan meningkatkan jumlah
cairan intravaskular melebihi dari jumlah yang diberikan.
Kecepatan pemberian lebih penting dibandingkan jumlah dan tipe cairan.
Bukti cukup kuat pada beberapa penelitian, didapatkan bahwa pemberian sedikit
cairan bolus (250ml atau 3ml/kg dan biasanya koloid) pada waktu yang singkat
(5-10 menit). Respon terhadap stroke volume yang didapat dengan CO monitor
dinilai positif jika terdapat peningkatan SV sebesar 10-15%
Pada ventrikel yang kurang terisi degan baik, test ini meningkatkan SV.
Gagal untuk meningkatkan SV dengan fluid challenge dapat berarti sirkulasi
kurang responsif terhadap cairan atau inadequate challenge. Jika CVP atau PAWP
gagal untuk naik minimal 3 mmHg, dan SV gagal untuk meningkat, makan
18
peningkatan volume sirkulasi mengisi kekurangan rongga vaskular periferal dan
tidak meningkatkan cardiac filling. Maka fluid challenge harus diulang kembali.
SV dimonitor dibandingkan CO selama tes berlangsung karena penurunan HR
merupakan respon pada fluid challenge dapat berakibat turunnya CO walaupun
terjadi penigkatan SV.
Dasar dari fluid challenge adalah untuk mengetahui peningkatan volume
intravaskulardengan penginfusan yang cepat Perubahan peningkatan CVP dan
pulmonary artery wedge pressure (PAWP) setelah penambahan cairan akan
bergantung pada volume awal intravaskular. Jika tidak terdapat perubahan pada
CVP, maka volume intravaskular rendah. Peningkatan CVP yang signifikan akan
terjadi jika terdapat penambahan yang berarti terhadap volume intravaskular.
Begitu pula pada PAWP. Peningkatan (minimum 3mmHg) CVP atau PAWP
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dan mungkin merupakan
indikasi dari volume sirkulasi yang adekuat.penilaian terhadap respon klinis dan
kecukupan perfusi jaringan juga penting untuk diperhatikan. Jika tidak adekuat,
maka perlu dimonitor stroke volume sebelum dilakukan fluid challenge test lebih
lanjut atau dipertimbangkan untuk dilakukan batuan sirkulasi lebih lanjut.
19
dalam durasi yang spesifik.5 maka untuk memasukkan obat-obatan anestesi tubuh
harus dalam keadaan cairan tubuh yang seimbang.
20