Anda di halaman 1dari 12

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar


1.1.1 Definisi
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh abnormalitas
system motor piramida (motor korteks, basal ganglia dan otak kecil) yang ditandai
dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal (Suriadi Skep: 2006, hal
23).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif,
terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak
normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental (Ngastiyah: 2000, hal 54).
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai
kelainan postur dan gerakan non-progresif sering disertai dengan epilepsy dan ketidak
normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang
berkembang (Behrman:1999, hal 67).
1.1.2 Etiologi
Menurut Suriadi Skep: 2006, hal 23 penyebab dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.1.2.1 Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit iklusi sitomegalik.
Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi
mental. Anoxia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan
kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy.
1.1.2.2 Perinatal
1) Anoksia / hipoksia
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain
injury. Kelainan inilah yang menyebabkan anoksia. Hal ini terdapat pada
keadaan persentase bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelviks, partus
lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan
instrumen tertentu dan lahir dengan sectio Caesar.
2) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah, sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid akan
menyebabkan penyumbatan CSS, sehingga mengakibatkan hidrocefalus.

1
2

Perdarahan di subdural dapat menekan korteks serebri, sehingga timbul


kelu,mpuhan spastis.
3) Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak
lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,
enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
4) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.
5) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupacerebral palsy.
1.1.2.3 Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis
ensefalitis dan luka parut.
3

1.1.3 WOC

Meningitis Prematuritas
Faktor predisposisi: Virus purulenta Perdarahan otak Pembedahan Ikterus
purulenta

Infeksi terjadi dalam masa Gangguan pusat pernafasan Masuknya bilirubun


kandungan dan peredaran darah ke ganglia basal

Kelainan pada janin Anoksia/haipoksia Kerusakan jaringan


otak yang kekal

Cerebral Palsy

B5 (Bowel) B6 (Bone)

Kemampuan menelan Kerusakan motorik


terganggu, nafsu
makan menurun
Kelumpuhan spastisitas:
hemiplegi
MK. Gangguan
nutrisi kurang dari
Gangguan
kebutuhan tubuuh Gangguan mobilitas fisik Defisit perawatan diri
pertumbuhan dan
perkembangan

3
4

1.1.4 Gejala Klinis


Gangguan motorik berupa kelainan dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang
menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Suriadi Skep: 2006, hal 25
1.1.4.1 Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecendrungan
terjadi kontraktur. Golongan spastitis ini meliputi 2/3 penderita, cerebral
palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu:
1) Monoplegia/monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat
dari yang lainnya
2) Hemiplegia/diparesis
kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama
3) Diplegia/diparesis
kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat dari pada lengan
4) Tetraplegia/tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai
1.1.4.2 Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasio dan berbaring seperti
kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron.
1.1.4.3 Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
sendirinya (involuntary movemen).
1.1.4.4 Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan
menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat.
1.1.4.5 Gangguan pendengaran
5

Terdapat pada 5 10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Terdapat pada golongan koreo- atetosis.
1.1.4.6 Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental.
Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut, sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering
tampak anak berliur.
1.1.4.7 Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% derita cerebral palsy
menderita kelainan mata.
1.1.5 Pemeriksaan Khusus
Menurut Suriadi Skep: 2006, hal 32 pemeriksaan untuk cerebral palsy adalah:
1) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy
ditegakkan.
2) Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu
proses degeneratif. Pada cerebral palsy, CSS normal.
3) Pemeriksaan EGG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis
baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
4) Foto rontgen kepala
5) Penilaian psikologis perlu kerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6) Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.
1.1.6 Pengobatan
Pengobatan khusus tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang
baik dan merupakan suatu team antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT,
ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa
dan orang tua penderita. Ngastiyah: 2000, hal 60
Selain itu dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti di bawah ini:
1) Fisioterapi
2) Pendidikan
6

3) Obat-obatan
1.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah: 2000, hal 54 Penatalaksanaan terdiri dari:
1) Non pembedahan: Pemberian acetazolamide, isosorbide atau furosemid mengurangi
produksi cairan setebrospinal.
2) Pembedahan: Pengangkatan penyebab obstruksi misalnya: Neoplasma, kista, atau
hematom, pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan serebrospinal
yang berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstra kranial, misalnya kerongga peritonium,
atrium kanan, dan rongga pleural

1.2 Managemen Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1) Identifikasi anak yang mempunyai resiko
2) Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak daripada wanita
3) Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan
pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi persisten, ataxic, kurangnya
tonus otot.
4) Monitor respon untuk bermain
5) Kaji fungsi intelektual
1.2.1.1 Pemeriksaan Fisik
a) Muskuluskeletal : spastisitas, Ataksia
b) Neurosensory : gangguan menangkap suara tinggi, Gangguan bicara, Anak berliur, Bibir
dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya, Strabismus konvergen dan kelainan refraksi
c) Eliminasi : konstipasi
d) Nutrisi : intake yang kurang
1.2.1.2 Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang
a) Pemeriksaan pendengaran (untuk menentukan status pendengaran)
b) Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
c) Pemeriksaan serum, antibody: terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d) MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaan :
dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak vertikal.
e) EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins) /
volsetasenya meningkat (abses)
f) Analisa kromosom
g) Biopsi otot
h) Penilaian psikologik
1.2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1.2.2.1 Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular dengan kelemahan otot.
7

TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 kali pertemuan mobilisasi anak
membaik.
KRITERIA HASIL:
1) Keseimbangan tubuh
2) Perpindahan otot
3) Jalannya
INTERVENSI:
1) Terapi mobilitas
R: Mengurangi resiko decubitus
2) Untuk mengurangi risiko kolaborasi dengan terapi fisik
R: Untuk melatih kemampuannya
3) Motifasi pasien untuk pemulihan
R: motifasi untuk memberikan dukungan agar tidak putus asa
4) Jelaskan kepada pasien atau keluarga tentang tujuan dan rencana untuk ikut serta
latihan gerak badan
R: agar keluarga dapat mempraktikkan sendiri dan mengajar anaknya ketika
bersama
5) Monitor lokasi dan kegelisahan atau aktivitas untuk pengalihan nyeri
R: cara untuk mengalihkan nyeri
6) Beri pakaian pasien yang tidak membatasi
R: agar pasien leluasa dalam bergerak
7) Beri PROM atau gerakan AROM
R: kolaborasi
1.2.2.2 Risiko injuri b.d ifeksi pada otak besar dan pergerakan yang tidak terkontan.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan keamanan
diri pasien terjamin
KRITERIA HASIL :
- Deskripsi langkah-langkah untuk mengurangi risiko cedera disengaja
- Deskripsi ukuran untuk mencegah jatuh
8

- Deskripsi tingkah laku yang beresiko tinggi


INTERVENSI:
1) Kaji tingkah laku dan faktor yang dapat menyebabkan resiko jatuh
R: Untuk mengetahui faktor2 yang menyebabkan resiko jatuh agar dapat
meminimalkan resiko jatuh
2) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat meningkatkan potensial
untuk jatuh
R: Untuk mengetahui lingkungan yang berbahaya untuk pasien sehingga dapat
menghindari lingkungan tersebut
3) Ajarkan pasien bagaimana cara jatuh yang dapat meminimalkan cedera
R: Untuk meminimalisasi cedera, agar tidak terlalu parah
4) Ajarkan anggota keluarga tentang faktor resiko jatuh dan bagaimana mereka
dapat menurunkan resiko
R: Agar keluarga mengetahui faktor2 yang dapat memberikan resiko pasien
untuk jatuh, sehingga harapannya keluargaa dapat menghindarkan pasien dari
faktor resiko jatuh
5) Sarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keamanan
R: Supaya keamanan pasien terjamin
1.2.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan sistem
nervous.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi klien seimbang/adekuat.
KRITERIA HASIL :
Pemasukan vitamin, karbohidrat, kalsium, protein dan kalori adekuat
INTERVENSI:
1) Monitor makanan atau cairan dan pemasukan kalori harian bila diperukan
R: Untuk mengetahui apakah nutrisi pada anak terpenuhi atau tidak
2) Pilih suplemen yang tepat
R: Untuk menambah nafsu makan
3) Anjurkan makan yg tinggi kalsium
9

R: Untuk meningkatkan kebutuhan kalsium dan gizi seimbang


4) Kaji nutrisi makanan yg lengkap
R: Untuk mengetahui status gizi anak
5) Anjurkan pasien duduk setelah makan
R: Agar makanan yang sudah ada di lambung tidak dikeluarkan kembali/ di
muntahkan
6) Anjurkan pemasukan makanan yang tinggi potasium secara tepat
R: Untuk melengkapi gizi seimbang
7) Berikan pasien dan keluarga sampel diet pada cerebral palsy
R: Keluarga dapat menyiapkan menu sesuai dengan kebutuhan anak
8) Pastikan diet mengandung yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
R: Untuk mencegah konstipasi
9) Atur pola makan
R: Pola makan yang teratur agar pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak
terpenuhi.
10) Sediakan pasien dengan makanan yang tinggi protein, kalori, kolaborasi dengan
ahli nutrisi dan minuman yang siap dikonsumsi
R: Kolaborasi terapi gizi
11) Oral hygiene
R: Menjaga kebersihan mulut
12) Monitor hasil lab.
R: Untuk mengetahui adanya gangguan
1.2.2.4 Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d proses penyakit.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Selama 5x pertemuan orangtua pasien
mengerti tentang pemberian stimulasi kepada anak.

KRITERIA HASIL :
1) Menstimulasikan pertumbuhan spiritual dan emosional
2) Menstimulasikan perkembangan kognitif
3) Berinteraksi baik dengan anak
10

4) Memilih suplemen tambahan yang tepat


5) Menyediakan pengawasan untuk anak dengan tepat
6) Bina hubungan kasih sayang
7) Menyediakan kebutuhan fisik anak
8) Menggunakan bahasa yang positif saat berbicara dengan anak
9) Berempati dengan anak
INTERVENSI:
1) Menyanyi dan bicara pada anak
R: Untuk melatih kerja otak anak
2) Fasilitasi anak untuk berhubungan dengan teman sebaya
R: Agar anak memiliki teman dan tidak bosan
3) Bangun interaksi satu sama lain
R: Agar tercipta hubungan saling percaya
4) Sediakan aktivitas yang dianjurkan untuk berinteraksi dgn teman sebayanya
R: Aktifitas merupakan cara untuk menghilangkan stress
5) Berikan perhatian saat dibutuhkan
R: Perhatian merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan agar anak tidak
merasa kesepian
6) Ajarkan anak untuk mencari pertolongan dari orang lain
R:Bila anak perlu bantuan, anak tahu cara untuk meminta tolong.
7) Pasilitasi perhatian atau kontak dengan teman kelompoknya
R: Untuk menghilangkan stress dan meraakan udara segar
8) Identifikasi kebutuhan spesial anak.
R: Untuk melatih anak agar tidak tergantung pada orang lain
1.2.3 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan yang
digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005 hal: 24).
11

Implementasi yang dilakukan meliputi Mengkaji kekuatan otot ekstremitas, Membantu


menyiapkan pakaian, dan mengarahkan untuk memakai pakaian sendiri, Mebantu pasien dalam
rentang gerak aktif pada ekstermitas yang dapat digerakan dan yang tidak sakit, Mendorong
penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit dengan cara mengerakan
tangan yang tidak terganggu guna merangsang mobilitas agar dapat digerakan, membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan seperti mandi, memotong kuku dan memberi makan dan mengantar
pasien untuk mengikuti fisioterapi bicara.
1.2.4 EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa jauh
tujuan perawatan telah terpenuhi ((Patricia A. Potter, 2005).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan cerebral palsy dapat melakukan aktivitas
biasa dengan sendiri atau mandiri tanpa ada halangan apapun dan pasien dapat mengikuti
kegiatan yang dilakukan panti setiap hari dan diharapkan juga perawat dan suster dapat mengerti
tentang cerebral palsy dan perawatan pada pasien dengan cerebral palsy.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Available
from: http://www.cerminduniakedokteran.com. (Diunduh pada tanggal 13 Januari 2015)
Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com. (Diunduh
pada tanggal 5 Desember 2010)
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 9.
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Eaton, Marilyn, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatn Pediatrik, Volume 2. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2000. Perawatan Anak Sakit.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Potter, Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,M,Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
12

Anda mungkin juga menyukai