Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Minyak
Minyak dan lemak merupakan salah satu dari anggota golongan lipid netral, dimana
minyak dan lemak pasti merupakan anggota lipid. Lipid dapat diklasifikasikan menjadi 4
kelas yaitu lipid netral, fosfatida, spingolipida, dan glikolipid (Ketaren, 1986)
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah
kecil komponen selain trigliserida yaitu 1) lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida, dan
glikolipid), 2) sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, 3) asam
lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang larut dalam lemak, dan 6) hidrokarbon. Komponen
tersebut mempengaruhi warna flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan.
Fosfolipid dari minyak yang berasal dari biji-bijian biasanya mengandung sejumlah fosfatida,
yaitu lesithin dan cephalin (Ketaren, 1986).
Lemak dan minyak secara umum biasanya dapat digunakan sebagai bahan pangan,
minyak dan lemak sebagai bahan pangan dibagi menjadi 2 golongan, yaitu 1) lemak yang siap
dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat consumed uncooked) misalnya mentega, margarine, dan
lemak yang digunakan dalam kembang gula, dan 2) lemak yang dimasak bersama bahan
pangan, atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan;
misalnya minyak goreng, shortening dan lemak babi. Di samping itu minyak dan lemak
memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Sebagaimana diketahui,
lemak memberikan energy kepada tubuh sebanyak 9 kalori tiap gram lemak (Ketaren, 1986).

II.1.2 Minyak Nabati


Minyak nabati adalah lipid yang dihasilkan dari tumbuh tumbuhan. Walaupun
kebanyakan bagian dari tumbuh tumbuhan dapat menghasilkan minyak, tetapi biji bijian
merupakan sumber yang utama. Minyak nabati berwujud cair karena mengandung asam
lemak tidak jenuh seperti asam oleat, linoleat dan linolenat (Ketaren, 1986).
Minyak, khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti
asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah
akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi
vitamin-vitamin A, D, E dan K (Sutiah, et al., 2008).

II-1
Bab II Tinjauan

Menurut Ketaren (1986), menyatakan bahwa berdasarkan sifat fisiknya (sifat mengering
dan sifat cair) minyak nabati dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Lemak (berwujud padat)
Contohnya: lemak biji cokelat, inti sawit, cohune, babassu, tengkawang, nutmeg butter,
mowvah butter, dan shea butter.
2. Minyak (berwujud cair)
a. Tidak mengering (not drying oil) : minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang tanah,
almond, inti alpukat, inti plum, jarak rape, dan mustard.
b. Setangah mengering (semi drying oil) : minyak dari biji kapas, kapok, jagung, gandum,
biji bunga matahari, croton, dan urgen.
c. Mengering (drying oil) : minyak kacang kedelai, safflower, argemone, hemp, walnut,
biji poppy, biji karet, perilla, tung, linseed, dan cundle nut.

II.1.3 Sifat Minyak Nabati


Menurut Ketaren (1986), menyatakan bahwa terdapat 2 sifat minyak nabati, yaitu sifat
fisik dan sifat kimia. Sifat fisik minyak nabati meliputi
1. Warna
Zat warna dalam minyak dibedakan menjadi 2, yaitu zat warna alamiah, dan warna hasil
degradasi warna almiah
2. Odor dan flavor
Odor dan flavor dalam minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena
pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga hasil penguraian pada
kerusakan minyak atau lemak.
3. Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak. Minyak dan lemak hanya
sedikit larut dalam alkoholtetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida
dan pelarut-pelarut halogen.
4. Bobot jenis
5. Indeks bias
Indeks bias merupakan derajat penyimoangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu
medium yang cerah. Indeks bias tersebut dalam minyak dan lemak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

II-2
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

Adapun sifat-sifat kimia minyak antara lain:


1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjaadi asam lemak bebas dan
gliserol.
2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat terjadi jika terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak
atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan
lemak.
3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.
4. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester.

II.1.4 Minyak Goreng bekas


Minyak goreng merupakan ester gliserol dengan asam-asam lemak, yang diperoleh
dengan cara memurnikan minyak nabati. Menurut Ketaren (1986), hampir semua minyak
goreng murni mengandung tidak kurang dari 98% trigliserida dan 2% komponen
nontrigliserida (0,5% digliserida, 0,1% asam lemak bebas, 0,3% sterol, 0,1% tokoferol dan
fosfolipid), serta sejumlah komponen zat warna dalam jumlah hanya beberapa ppm.
Komposisi asam lemak dalam minyak goreng sangat besar pengaruhnya dalam proses
menggoreng makanan. Minyak nabati yang mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh
sangat tinggi biasanya tidak digunakan sebgai minyak goreng karena mudah teroksidasi,
terdekomposisi dan cepat mengalami polimerisasi, kecuali jika dilakukan hidrogenasi untuk
mengurangi komponen asam lemak tak jenuh yang tidak stabil pada suhu tinggi (Kadarwati &
Wahyuni, 2011).
Minyak goreng bekas merupakan minyak yang berasal dari sisa minyak penggorengan
bahan makanan. Minyak goreng bekas maupun minyak nabati yang baru tersusun atas
gliserida yang mempunyai rantai karbon panjang, yaitu ester antara gliserol dengan asam
karboksilat. Perbedaan minyak goreng bekas dengan minyak nabati yang baru terletak pada
komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuhnya. Minyak goreng bekas memiliki kandungan
asam lemak jenuh lebih besar dari minyak nabati yang baru. Hal ini disebabkan pada proses
penggorengan terjadi perubahan rantai tak jenuh menjadi rantai jenuh pada senyawa

II-3
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

penyusunnya. Komposisi asam lemak tak jenuh minyak jelantah adalah 30% sedangkan asam
lemak jenuh 70% (Aziz, 2013).
Selama proses penggorengan, terjadi penurunan kualitas serta nilai gizi makanan yang
digoreng dan minyak gorengnya, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, apalagi
jika minyak goreng digunakan berulang-ulang. Kualitas minyak goreng yang telah menurun
ditandai dengan telah terpecahnya trigliserida menjadi komponen volatil dan non volatil yang
larut dalam minyak, dan akan mempengaruhi bau dan cita rasa makanan yang digoreng dalam
minyak tersebut. Trigliserida yang terkandung dalam minyak merupakan komponen non
polar, sedangkan hasil degradasi minyak goreng berupa komponen-komponen yang bersifat
polar yang terdiri dari asam lemak bebas, monodigliserida, dan trigliserida teroksidasi
(Kadarwati & Wahyuni, 2011).
Penggunaan minyak goreng bekas dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan
kerusakan pada minyak. Pemanasan yang berulang akan menyebabkan minyak mengalami
reaksi autooksidasi, thermal polimerasi dan thermal oksidasi (Susianti, 2014).
Minyak goreng bekas bersifat karsinogenik (penyebab tumbuhnya sel kanker), sehingga
tidak aman lagi untuk dipakai. Makanan yang digoreng mengalami proses pematangan karena
proses transfer panas dan transfer massa, karena minyak goreng berfungsi sebagai media
transfer panas. Minyak goreng segar (yang belum pernah digunakan) mempunyai kapasitas
panas yang tinggi, tetapi akan berkurang ketika digunakan. Selama digunakan untuk
menggoreng ada energi yang hilang, selanjutnya konduktivitas panas akan meningkat drastis
pada minyak yang telah digunakan (Kadarwati & Wahyuni, 2011).

II.1.5 Kerusakan Minyak Nabati


Proses kerusakan minyak berlangsung sejak pengolahan sampai siap dikonsumsi,
kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari
bahan pangan yang digoreng, minyak yang rusak akan menghasilkan bahan dengan
penampilan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan vitamin dan
asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak yang utama adalah
karena peristiwa oksidasi, hasil yang diakibatkan salah satunya adalah terbentuknya peroksida
dan aldehid (Novitriani, et al., 2013).
Menurut Ketaren (1986), menyatakan bahwa ketengikan (rancidity) merupakan
kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak.
Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu
adsorbsi bau oleh lemak, aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, aksi

II-4
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

mikroba, dan oksidasi oleh oksigen udara, atau kombinasi sua atau lebih dari penyebab
kerusakan tersebut di atas.
1. Absorbsi bau oleh lemak
Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan pangan adalah usaha
untuk mencegah pencemaran oleh bau yang berasal dari pembungkus, cat, bahan bakar
atau pencemaran bau yang berasal dari bahan pangan lain yang disimpan dalam wadah
yang sama, terutama terjadi pada bahan pangan berkadar lemak tinggi. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena lemak dapat dapat mengabsorbsi zat menguap yang
dihasilkan dari bahan lain. Sebagai contoh pencemaran bau dalam lemak mentega, kuning
telur, dan lemak daging oleh buah-buahan yang disimpan dalam ruangan yang sama.
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat absorpsi bau oleh lemak dapat dihindarkan
dengan memisahkan lemak dari bahan-bahan yang dapat mencemari bau. Cara seperti ini
sulit diterapkan, terutama pada pengangkutan bahan pangan dengan kapal laut, yang
biasanya mengangkut lebih dari 1 macam produk. Cara lain adalah dengan membungkus
produk menggunakan bahan pembungkus yang tidak menghasilkan bau.
2. Kerusakan oleh enzim
Lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung
enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase,
mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida). Sehingga menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas.
Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang disimpan dalam jangka
panjang dan terhindar dari proses oksidasi ternyata mengandung bilangan asam tinggi. Hal
ini terutama disebabkan akibat kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim
yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.
3. Kerusakan oleh mikroba
Kerusakan lemak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak yang masih berada
dalam jaringan dan dalam bahan pangan berlemak. Minyak yang telah dimurnikan
biasanya mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme setiap 1 gram lemak,
dapat dikatakan steril.
Mikroba yang menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe mikroba
nonpatologi. Umumnya dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak,
disamping menimbulkan perubahan warna.
Bahan pangan berlemak dengan kadar gula tinggi lebih mudah ditumbuhi ragi
dibandingkan dengan bakteriragi tersebut juga dapat tubuh dalam larutan garam, asam, dan

II-5
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

pada bahan berkadar air rendah. Bakteri juga dapat menyerang bahan pangan. Namun
sebagian besar aktivitasnya terhambat dalam suasana asam, media bertekanan osmotis
tinggi, dan suhu rendah,
4. Kerusakan oleh oksidasi atmosfer
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi
oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika
terdapat air, senyawa nitrogen, dan garam mineral, oksidasi oleh oksigen udara terjadi
secara spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan udara.
Kecepatan proses oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan.
Oksidasi spontan ini tidak hanya terjadi dalam bahan pangan berlemak, akan tetapi
dapat terjadi dalam persenyawaan lain yang memegang peranan penting dalam kegiatan
biologis dan industri. Contoh-contoh persenyawaan selain lemak yang dapat dioksidasi
antara lain hidrokarbon, aldehida, eter, senyawa sulfidril, fenol, amin, dan senyawa sulfit.
Dalam bahan pangan berlemak, konstituen yang mengalami oksidasi spontan adalah
asam lemak tidak jenuh dan sejumlah kecil persenyawaan yang merupakan konstituen
cukup penting. Sebagai contoh ialah persenyawaan yang membuat bahan pangan menarik
seperti persenyawaan yang menghasilkan aroma, flavor, warna, dan sejumlah vitamin.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak antara lain:
Pengaruh suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Untuk mengurangi
kerusakan bahan pangan berlemak, dan agar dapat tahan dalam waktu lebih lama,
dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.
Pengaruh cahaya
Cahaya merupakan terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari udara dan
oksigen dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan
tanpa udara, tetapi dikenai cahaya seingga menjadi tengik. Hal ini terjadi karena
dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya
berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak.

II.1.6 Pemurnian Minyak Goreng Bekas

II-6
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

Tujuan utama pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak
enak, warna yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum
dikonsumsi atau digunakan sebgaia bahan mentah dalam industri (Ketaren, 1986).
Menurut Ketaren (1986), menyatakan bahwa pada umumnya minyak untuk tujuan
bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut:
1. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming,
dan pencucian dengan asam.
2. Pemisahan asam lemak bebas dengan netralisasi.
3. Dekolorisasi dengan cara pemucatan.
4. Deodorisasi.
5. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan/chilling.
Upaya untuk mengolah minyak jelantah dalam rangka penghematan, namun tidak
membahayakan kesehatan serta mudah dilakukan sangat diperlukan. Salah satunya dengan
melakukan regenerasi menggunakan adsorben tertentu (Kadarwati & Wahyuni, 2011).
Menurut Novitariani, et al (2013), menyatakan bahwa tahap-tahap pemurnian adalah
sebagai berikut:
1. Despicing
Dalam proses despicing, minyak goreng bekas ditambahkan air dengan volume yang
sama, kemudian dipanaskan hingga air tinggal setengahnya. Proses ini bertujuan untuk
memisahkan partikel halus tersuspensi seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu
rempah-rempah, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Kotoran
tersebut bersifat polar, sehingga kotoran akan larut dalam air dan ikut mengendap di bawah
permukaan air, sehingga pada proses ini diperoleh minyak yang bebas bumbu, dengan
warna minyak yang semula coklat tua menjadi coklat muda.
2. Netralisasi
Proses netralisasi bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak
dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun.
Penggunaan NaOH membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah serta
lendir dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan pada saat proses despicing. Menurut
Ketaren (1986), menyatakan bahwa pemisahan asam lemak bebas juga dapat dilakukan
dengan cara penyulingan yang dikenal dengan proses de-asidifikasi.
3. Pemucatan (bleaching)

II-7
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

Proses pemucatan (bleaching) yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna


yang tidak disukai serta senyawa-senyawa pengotor yang terkandung dalam minyak
dengan menggunakan adsorben.
Menurut Ketaren (1986), menyatakan bahwa adsorben yang biasa digunakan untuk
memucatkan minyak terdiri dari bleaching clay, arang, dan arang aktif.
Bleaching clay (bleaching earth)
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari
SiO2.Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida, dan besi oksida.
Arang (bleaching carbon)
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil
pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon (C).
Arang aktif (activated carbon)
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka
pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna.

II.1.7 Pengujian Kualitas Minyak Goreng


Untuk mengetahui kualitas minyak goreng dapat dilakukan dengan pengujian pada
beberapa parameter diantaranya:
1. Bilanagn peroksida
Angka Peroksida bisa dijadikan sebagai indikator kerusakan minyak dan lemak
karena peroksida sebagai senyawa antara dalam proses oksidasi yang menyebabkan
ketengikan. Angka peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah
lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam
asetat dan kloroform, kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai
Na2S2O3.
2. Bilangan asam
Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam-asam lemak bebas dari 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan
untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak.
3. Bilangan penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak

II-8
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alkohol maka KOH akan bereaksi
dengan trigliserida, yaitu 3 molekul KOH bereaksi dengan 1 molekul minyak atau lemak.

II-9
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI
Bab II Tinjauan

II.2 Ringkasan Jurnal

Pemurnian Minyak Goreng Bekas

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui perubahan kualitas minyak goreng
bekas yang telah mengalami proses pemurnian melalui tahap despicing, netralisasi, dan
bleaching.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Sampel dalam
penelitian ini minyak goreng bekas diberi perlakuan melalui proses pemurnian (despicing,
netralisasi, dan bleacing). Pengumpulan data berdasarkan analisa laboratorium secara
kuantitatif. Analisa data dengan perhitungan angka peroksida dengan metode iodometri. Alat
yang digunakan pada penelitian ini adalah alat gelas (batang pengaduk, gelas kimia, corong, corong
pisah, erlenmeyer, labu ukur, mikroburet, pipet volume dan gelas ukur). Bahan yang digunakan
pada penelitian ini adalah amilum 1%, karbon aktif, CH3COOH 98%, CHCl3, H2SO4P,
K2Cr2O7 0,1N, KI, Na2CO3 0,01N dan NaOH 16%. Tahap pemurnian minyak goreng bekas
meliputi proses penghilangan bumbu (Despicing), proses netralisasi, dan proses pemucatan
(Bleaching). Untuk penentuan angka peroksida menggunakan metode iodometri dengan
prinsip minyak/ lemak dilarutkan dalam pelarut tertentu, dengan penambahan KI maka akan
terjadi pelepasan iod (I2). Iod yang bebas dititrasi dengan Na2S2O3.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa angka peroksida tertinggi adalah pada
minyak goreng bekas, hal ini dikarenakan adanya proses oksidasi pada saat proses pemasakan
atau penyimpanan, sehingga meningkatkan peroksida. Angka peroksida pada minyak goreng
bekas sebesar 17,0863 meq/kg, sedangkan angka peroksida minyak hasil reprocessing sebesar
9,0080 meq/kg, yang mana belum memenuhi standar umum minyak goreng. Sehingga tidak
layak dikonsumsi, apabila masih tetap dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit dan
membahayakan bagi kesehatan tubuh. Adanya proses pemurnian mampu menurunkan angka
peroksida sebesar 47,28 % dari minyak goreng bekas.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap angka peroksida pada minyak goreng bekas
sebelum proses pemurnian adalah sebesar 17,0863 meq/kg, sedangkan pada minyak goreng
bekas sesudah proses pemurnian sebesar 9,0080 meq/kg. Hasil yang didapat belum memenuhi
standar umum minyak goreng yaitu 2 meq/kg. Adanya proses pemurnian mampu menurunkan
angka peroksida sebesar 47,28 % dari minyak goreng bekas.

II-10
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN
NABATI

Anda mungkin juga menyukai