Anda di halaman 1dari 8

1.

Penggolongan antibiotic
Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya :
Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide
dan Cephalosporin
Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,
Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari
golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline
Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida,
Antimetabolit, misalnya azaserine.

Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya :


Bakterisid: Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Termasuk
dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar),
kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll.
Bakteriostatik: Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau
menghambat pertumbuhan kuman, TIDAK MEMBUNUHNYA, sehingga
pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam
golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin,
trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll.

Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya terbatas, yakni
pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan kondisi yang sangat
lemah
(debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai
antibiotika
bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.

Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :


Spektrum luas (aktivitas luas) : Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap
banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh
antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin,
kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.
Spektrum sempit (aktivitas sempit) : Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya
terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative
saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap
mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap
kuman gram-negatif.

Penggunaan Antibiotik kombinasi :


Pada infeksi campuran, misalnya kombinasi obat-obat antikuman dan antifungi
atau, dua antibiotik dengan spektrum sempit (gram positif + gram negatif) untuk
memperluas aktifitas terapi : Basitrasin dan polimiksin dalam sediaan topikal.
Untuk memperoleh potensial, misalnya sulfametoksazol dengan trimetoprim (=
kotrimoksazol) dan sefsulodin dengan gentamisin pada infeksi pseudomonas.
Multi drug therapy (AZT + 3TC + ritonavir ) terhadap AIDS juga menghasilkan
efek sangat baik.
Untuk mengatasi resistensi, misalnya Amoksisilin + asam klavulanat yang
menginaktivir enzim penisilinase.
Untuk menghambat resistensi, khususnya pada infeksi menahun seperti
tuberkulosa (rifampisin + INH + pirazinamida ) dan kusta (dapson + klofazimin
dan /atau rifampisin).
Untuk mengurangi toksisitas, misalnya trisulfa dan sitostatika, karena dosis
masingmasing komponen dapat dikurangi.

1. Golongan Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat -laktam karena cincin lactam mereka yang unik.
Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan
karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan
-laktamase inhibitor, yang
juga merupakan senyawa -laktam.

Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :


- Penisilin natural (misalnya, penisilin G)
Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan
bakteri anaerob penghasil non--laktamase. Namun, mereka memiliki potensi yang
rendah terhadap batang gram negatif.
- Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal -laktamase. Golongan ini aktif terhadap
stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob,
dan kokus gram negatif dan batang gram negatif.
- Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin antipseudomonas)
Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan
aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Katzung, 2007).

2. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin


Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya saja
sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki
spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri enterokokus dan
L.monocytogenes.

Sefalosporin terbagi dalam beberapa


generasi, yaitu:
a. Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin, sefalexin,
sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif
seperti pnumokokus, streptokokus, dan stafilokokus.
b. Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid,
sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat obat generasi kedua
memiliki spektrum antibiotic yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat
generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif.
c. Sefalosporin generasi ketiga
Obatobat sefalosporin generasi ketiga adalah sefeperazone, sefotaxime, seftazidime,
seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga
memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat
menembus sawar darah otak.
d. Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum
yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan
mudah menembus CSS (Katzung, 2007).

3. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap
masing masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob
(Katzung, 2007).

4. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari
M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta. Tetrasiklin juga
digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin
menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium.
Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan
empedu (Katzung, 2007).

5. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida yang disintesis
dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama pneumokokus,
streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas antibakterial eritromisin
bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Katzung, 2007).

6. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin,
tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain lain. Golongan aminoglikosida pada
umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik,
terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin
untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Katzung, 2007).
7. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat
sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin
dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazole merupakan
pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi
salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi
mikobakterium non tuberkulosis (Katzung, 2007).

8. Golongan Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin,
norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lainlain. Golongan fluorokuinolon aktif
terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran
kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang
disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter (Katzung, 2007).

Sumber
1. Lalwani, Anil K. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology: Head &
Neck Surgery. New York: McGraw Hill Medical, 2012. Print.

2. FESS
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan mucociliary clearance dalam
sinus. Prinsipnya adalah membuang jaringan yang menghambat komplek osteomeatal dan
memfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi normal.
BSEF merupakan operasi yang membutuhkan visualisasi yang baik dimana darah
tidak menggenangi lapangan operasi dan darah tidak menutupi lensa endoskop mengingat
sempitnya wilayah operasi. Perdarahan yang sedikit saat operasi merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan operasi serta menghindari komplikasi yang
membahayakan.
Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip-polip yang
menyumbat diangkat sedangkan mukosa sehat tetap dipertahankan agar transportasi
mukosilier tetap berfungsi dengan baik sehingga terjadi peningkatan drenase dan ventilasi
melalui ostiumostium sinus. Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi
terkini untuk sinusitis kroniks dan bervariasi dari yang ringan yaitu hanya membuka
drainase dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada pembedahan
lebih luasmembuka seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi).
Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung
dan variasinya. Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung,
anatomi dan variasi dinding lateral misalnya meatus medius sempit karena deviasi
septum, konka media bulosa, polip meatus medius, konka media paradoksikal dan
lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi kesulitan dan
kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi.1
CT Scan. Gambar CT scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi
penyakit dan perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi anatomi organ sinus
paranasal dan hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah
daerah rawan tembus ke dalam orbita dan intra kranial. Konka-konka, meatus-meatus
terutama meatus media beserta kompleks ostiomeatal dan variasi anatomi seperti
kedalaman fossa olfaktorius, adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui dan
diidentifikasi, demikian pula lokasi a.etmoid anterior, n.optikus dan a.karotis interna
penting diketahui.1
Gambar CT scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator
saat melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT tersebut, operator dapat mengetahui
daerah-daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati
sehingga tidak terjadi komplikasi operasi. Untuk menilai tingkat keparahan inflamasi
dapat menggunakan beberapa sistem gradasi antaranya adalah staging Lund-Mackay.
Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka
hasil gambaran CT scan.
3. Caldwell luq
Salah satu operasi sinusitis yang diterapkan pada bagian maksilaris adalah operasil
Caldwell-Luc, dimana jenis operasi ini biasa diterpakan pada seseorang yang sebelumnya
mengalami infeksi sinus akut. Operasi ini akan ditempuh setelah hasil pemeriksaan CT
Scan atau pemeriksaan lainnya menunjukkan adanya pembengkakan serius pada bagian
sinus maksilaris. Operasi ini dilakukan dengan cara mengambil dan memebersihkan
jaringan sinus maksilaris yang mengalami penngumpalan lender ataupun pertumbuhan
sel maksilaris yang mengarah pada tumor.

Sumber :
2. https://thtkl.wordpress.com/2009/06/19/bedah-sinus-endoskopik-fungsional-bsef-
menghilangkan-gejala-rinosinusitis/ diakses pada 25 agustus 2016
4. Allergen adalah senyawa yang dapat menginduksi imunoglobulin E (IgE) melalui
paparan berupa inhalasi (dihirup), ingesti (proses menelan), kontak, ataupun injeksi.
[1]
Respon tubuh terhadap suatu alergen terjadi melalui proses yang kompleks dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat inang, lingkungan, dan sifat fisik dari
alergen.[1] Sebagian besar alergen merupakan protein yang dapat merangsang respon
imun tubuh melalui reaksi enzimatik atau aktivasi reseptor
pada sel epitelium mukosa secara langsung.
5.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses,
antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA
kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex)
yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi imunoglobulin E (IgE).
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE
di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE
akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit
dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed
Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4
(LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5,
IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain.
Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat
vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga
menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter
Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak
berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam
setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel
inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony
Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala
hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator
inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic
Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO).
Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan
pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang
interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil
pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada
saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan
dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi
perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa,
sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam
tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:
1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini
bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil
seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.
3. Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat
sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis
(immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan
tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan
yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi
Sumber :
3. http://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/viewFile/2063/1669 diakses
pada 27 agustus 2016

Anda mungkin juga menyukai

  • Aqueous Humor
    Aqueous Humor
    Dokumen3 halaman
    Aqueous Humor
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Skdi THT Dokter Umum
    Skdi THT Dokter Umum
    Dokumen2 halaman
    Skdi THT Dokter Umum
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Dudung
    Dudung
    Dokumen17 halaman
    Dudung
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Report
    Report
    Dokumen48 halaman
    Report
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Skdi 2013
    Skdi 2013
    Dokumen102 halaman
    Skdi 2013
    Faradila Hakim
    67% (3)
  • Anamnesis DH
    Anamnesis DH
    Dokumen21 halaman
    Anamnesis DH
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Tugas DR Nasur
    Tugas DR Nasur
    Dokumen9 halaman
    Tugas DR Nasur
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen1 halaman
    Tugas
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Bab I Cover
    Bab I Cover
    Dokumen1 halaman
    Bab I Cover
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Polio
    Polio
    Dokumen4 halaman
    Polio
    Gede Ready
    Belum ada peringkat
  • Aspek
    Aspek
    Dokumen4 halaman
    Aspek
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Prognosis
    Prognosis
    Dokumen1 halaman
    Prognosis
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Dan Nomor E E621. Dan Rumus Kimia: Sejarah Penemuan MSG
    Dan Nomor E E621. Dan Rumus Kimia: Sejarah Penemuan MSG
    Dokumen8 halaman
    Dan Nomor E E621. Dan Rumus Kimia: Sejarah Penemuan MSG
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Referat Anak
    Referat Anak
    Dokumen28 halaman
    Referat Anak
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Bab I Cover
    Bab I Cover
    Dokumen1 halaman
    Bab I Cover
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • GLAUKOMA
    GLAUKOMA
    Dokumen13 halaman
    GLAUKOMA
    arimuhammad
    Belum ada peringkat
  • PFTM
    PFTM
    Dokumen20 halaman
    PFTM
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Apa Itu Stroke
    Apa Itu Stroke
    Dokumen3 halaman
    Apa Itu Stroke
    akhir
    43% (7)
  • Permenkes 91 Tahun 2015 Standar Pelayana PDF
    Permenkes 91 Tahun 2015 Standar Pelayana PDF
    Dokumen275 halaman
    Permenkes 91 Tahun 2015 Standar Pelayana PDF
    Samuel Kermite
    Belum ada peringkat
  • PF
    PF
    Dokumen18 halaman
    PF
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Axila Belum
    Axila Belum
    Dokumen17 halaman
    Axila Belum
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat
  • Permenkes 91 Tahun 2015 Standar Pelayana PDF
    Permenkes 91 Tahun 2015 Standar Pelayana PDF
    Dokumen275 halaman
    Permenkes 91 Tahun 2015 Standar Pelayana PDF
    Samuel Kermite
    Belum ada peringkat
  • Emergency-Hipertensi Kehamilan
    Emergency-Hipertensi Kehamilan
    Dokumen24 halaman
    Emergency-Hipertensi Kehamilan
    Iwa Fathi Syahdia
    Belum ada peringkat