Disusun oleh:
Danny Hermawan
030.12.063
Pembimbing :
dr. Santi A, Sp.B
C. Seperti pada gambar B, (4) titik Boas, (6) kelainan organ dan struktur retroperitoneal
seperti pankreas dan ginjal lazim menyebabkan nyeri pinggang, (7) kelainan uterus dan
rektum dirasakan di region sakrum, (8) nyeri alih dari diafragma dirasakan di bahu
Perut kanan atas : (1) abses amuba, (2) kolesistitis akut, (3) perforasi tukak peptik.
Perut kiri atas : (4) cedera atau abses limpa, (5) pankreatitis akut.
Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri
yang diproyeksikan.Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu
menegakkan diagnosis.Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat
(skapula), nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang.Nyeri pada
bahu menunjukkan adanya rangsangan pada diafragma (lihat Gambar 2.1C)
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
a. Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa
embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan
akan dirasakan di bahu (lihat Gambar 2.1C dan 2.3). Demikian juga pada kolestitis
akut, nyeri dirasakan didaerah ujung belikat (lihat Gambar 2.1B dan 2.1C).Abses
dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan atas
limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu.Kolik ureter atau kolik pielum
ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labium mayor atau testis
(lihat Gambar 2.1B). Kadang nyeri ini sukar dibedakan dari nyeri alih (Sjamsuhidajat,
dkk., 2010).
Gambar 2.3 Persarafan diafragma dan bahu; rangsangan pada pleura
atau peritoneum dapat dirasakan sebagai nyeri bahu.
A. Inervasi diafragma dan bahu oleh saraf servikal : (1) saraf C3, C4, dan C5, (2) n.
frenikus.
B. (1) Iritasi n. frenikus dapat dirasakan di bahu : daerah bahu yang disarafi, (2) paru-paru
dan pleura viseralisnya, (3) diafragma dengan pleura parietalis disebelah kranial dan
peritoneum parietalis disebelah kaudal, (4) hepar dan peritoneum viserale, (5) rongga
abdomen.
b. Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris
akibatcedera atau peradangan saraf.Contoh yang terkenal ialah
nyerifantom setelahamputasi, atau nyeri perifer setempat pada herpes zoster.Radang
saraf ini pada herpeszoster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut sebelum
gejala atau tandaherpes menjadi jelas dan rasa nyeri ini dapat menetap bahkan setelah
penyakitnya sudah sembuh (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
c. Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan dikulit jika ada peradangan pada
rongga dibawahnya.Pada gawat abdomen, hiperestesia sering ditemukan pada
peritonitis local maupun peritonitis umum (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya
peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat, dan pada tempat itu
terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk, nyeri lepas, serta tanda rangsang
peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hiperestesia kulit setempat
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
d. Nyeri kontinu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan terus-menerus
karena proses berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskuler, kontraksi dinding perut yang terjadi secara refleks
untuk melindungi bagian yang meradang dari tekanan setempat
e. Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter,
batu empedu, peningkatan tekanan intralumen).Nyeri ini timbul karena hipoksia yang
dialami oleh jaringan dinding saluran.Karena kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan
hilang timbul.Fase awal gangguan pendarahan dinding usus juga berupa nyeri kolik.
Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah.Saat
serangan, pasien sangat gelisah, kadang sampai berguling-guling ditempat tidur atau
di jalan.Yang khas adalah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang
kumatan disertai mual atau muntah dan gerak paksa (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
f. Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan
tidak menyurut.Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis.
Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia, merosotnya
keadaan umum, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis (Sjamsuhidajat
dkk, 2010).
g. Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi.Pada tahap awal
apendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan
disekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus tengah.Setelah
radang terjadi diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat
rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik.Pada saat ini, nyeri dirasakan
tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan bawah.Jika apendiks
kemudian mengalami nekrosis dan gangrene (apendisitis gangrenosa), nyeri berubah
lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian
penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis (lihat Gambar 2.4A) (Sjamsuhidajat dkk,
2010).
Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan
asam hidroklorida dan empedu masuk ke rongga abdomen yang sangat merangsang
peritoneum setempat.Si sakit merasa sangat nyeri ditempat rangsangan itu, yaitu
diperut bagian atas. Setelah beberapa waktu, cairan isi duodenum mengalir ke kanan
bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat kedua, yaitu
rongga perut kanan bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat
dibandingkan nyeri pertama karena terjadi pengenceran.Pasien sering mengeluh
bahwa nyeri yang mulai di ulu hati pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali
dengan proses nyeri pada apendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, apendisitis
akut maupun perforasi lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis
purulenta umum jika tidak segera di tanggulangi dengan tindak bedah (lihat Gambar
2.4B) (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
A. Apendisitis akut: awalnya nyeri bersifat difus dan berangsur dirasakan di ulu hati atau
sekitar pusat sebagai nyeri viseral, lalu berubah menjadi nyeri lokal akibat rangsangan
peritoneum setempat kanan bawah yang terasa lebih hebat, menetap, dan dipengaruhi
oleh setiap gerakan peritoneum terhadap organ dan struktur sekitarnya.
B. Pada perforasi tukak peptik duodenum, awal nyeri sangat tajam dan hebat; nyeri ini
berpindah ke fosa iliaka kanan bawah dan berangsur berkurang karena cairan isi
duodenum mengalami pengenceran.
Kontaminasi bakterial
Iritasi kimiawi
Pankreatitis
Mittelschmerz
Obstruksi ureter
v Gangguan vaskuler
Pecahnya vaskuler
Tekanan atau penyumbatan akibat torsi
v Dinding perut
v Peradangan viskus
Apendisitis
Demam tiphoid
Typhlitis
v Toraks
Pneumonia
Emboli paru
Pleurodinia
Pneumotoraks
Empiema
Torsio testis
Kausa Metabolik
v Diabetes
v Uremia
v Hiperlipidemia
v Hiperparatiroidisme
v Porfiria
v Herpes zoster
v Tabes dorsalis
v Kausalgik
v Gangguan fungsional
v Gangguan psikiatri
Kausa Racun
v Keracunan timbal
v Gigitan serangga atau hewan lain
Gigitan ular
Mekanisme lain
v Penggunaan narkoba
v Heat stroke
Awal perforasi saluran cerna Perut tampak cekung (awal), tegang, bunyi usus
atau saluran lain kurang aktif (lanjut), pekak hati hilang, nyeri tekan,
defans muskuler
Massa, infeksi atau abses Massa nyeri (abdomen, pelvis, rektal), nyeri tinju, uji
lokal (psoas), tanda umum radang
Esofagitis
Typhlitis disease
Gastroenteritis Diabetes
Penyakit Psikiatrik
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. CordellWH, KeeneKK, GilesBK, etal: TheHighPrevalenceofPain in Emergency
Medicalcare. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
3. Fauci, Antoni, dkk. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 17.
New York. Mcgrawhill companies.
4. Graff LG, Robinson D: Abdominal Pain and Emergency Department Evaluation.
Emerg MedClin North Am 19:123-136, 2001.
5. Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: EMS
6. R,Sjamsuhidajat, Wim de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.
7. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.
PERITONITIS
Definisi
Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh
selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen4,5,6. Peritonitis
seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen.
Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau
apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.6
Etiologi
Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan
(viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus,
lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan
saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi
peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis,
PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari
mesenterium/emboli).4
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis),
ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,
sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar.7
Diagnosis
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali6. Diagnosis
peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.2
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien
datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau
tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak
spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,
menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam
beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri
abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal.9
Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah
dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.9
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat
abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting.
Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan,
defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda
penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk
menegakkan diagnosis.3
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga
perlu diperhatikan.3
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan
muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator
inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah,
demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi.
Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis
hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.9
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus
dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada
inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan
usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.2
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa
sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik
pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.8
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.
Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan
nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan
bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang
murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa
reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.8
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian
yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.3
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan
pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.8
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan
colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.2,3
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan
informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di
daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah
menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara
obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang
melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina
menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam
perempuan.3
Pemeriksaan penunjang
kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan
darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan Roentgen dan
endoskopi.
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan
hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung
leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan dan
faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu
menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut.3
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi
(supine, upright and lateral decubitus position) untuk memastikan adanya tanda
peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus. Pemeriksaan ultrasonografi
sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu, dan
pankreas.3
Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture) dapat
digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Dimana cairan yang diambil diperiksa
untu mengetahui organisme penyabab, sehingga dapat diketahui antibiotik yang
efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan dapat dilakukan
pada saat pasien berdiri atau pun berbaring.6
Dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan iritasi peritoneal, pemeriksaan
fisik secara komplit, adalah penting. Proses penyakit di thoraks dengan iritasi
diafragma (misal: emyema), proses ekstra peritoneal (misal: pyelonefritis, cystitis,
retensi urin) dan proses pada dinding abdomen (misal: infeksi, hematoma dari rektus
abdominis) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang serupa dengan peritonitis.
Selalu periksa pasien dengan hati-hati untuk menyingkirkan hernia inkarserat yang
juga menimbulkan gejala serupa.9
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.7
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol
infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi
organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.9
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.
DAFTAR PUSTAKA
SEPSIS
Definisi
Terminologi mengenai sepsis yang banyak dipakai saat ini adalah hasil
konferensi American Collage of Chest Physician/Society of Critical Care
Medicine pada tahun 1992, yang menghasilkan suatu konsensus :
1. Infeksi merupakan suatu fenomena mikrobiologi yang ditandai dengan adanya
invasi terhadap jaringan normal/sehat/steril oleh mikroorganisme atau hasil
produk dari mikroorganisme tersebut (toksin).
2. Bakteriemia berarti terdapatnya bakteri dalam aliran darah, akibat suatu fokus
infeksi yang disertai dengan adanya bakteri yang terlepas / lolos ke dalam sistem
sirkulasi.
3. SIRS (Sistemic Inflamatory Response Syndrome) adalah respon inflamasi
sistemik yang dapat dicetuskan oleh berbagai insult klinis yang berat. Respon ini
ditandai dengan dua atau lebih dari gejala-gejala berikut :
demam (suhu tubuh > 38 oC) atau hipotermia (< 36 oC)
takhikardi (denyut nadi > 90 x/menit)
takhipneu (frekuensi respirasi > 20 x/menit) atau Pa CO2 <32 torr (< 4.3 kPa)
leukositosis (jumlah leukosit >12000/mm3 ) atau leukopenia (jumlah leukosit
< 4000/mm3) atau adanya bentuk leukosit yang immature > 10%.
4. Sepsis adalah suatu SIRS yang disertai oleh suatu proses infeksi.
5. Sepsis Berat (Severe Sepsis) adalah bentuk sepsis yang disertai disfungsi organ,
hipoperfusi jaringan (dapat disertai ataupun tidak disertai keadaan asidosis laktat,
oliguria, gangguan status mental/kesadaran) atau hipotensi.
6. Syok Septik diartikan sebagai sepsis yang disertai dengan hipotensi dan tanda-
tanda perfusi jaringan yang tidak adekuat walaupun telah dilakukan resusitasi
cairan (asidosis laktat, oliguria, gangguan status mental/kesadaran).
Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan dapat bervariasi tergantung lamanya waktu setelah insult
dan tahapan klinis sepsis. Hal yang sangat penting adalah meminimalkan trauma
langsung terhadap sel serta mengoptimalkan perfusi dan membatasi iskemia.
Dibutuhkan perencanaan terapi yang terintegrasi untuk mencapai hal tersebut. Sebagai
pedoman dalam perencanaan, pendekatan terapi dapat ditujukan untuk mencapai tiga
sasaran :
1. Memperbaiki dan memperthankan perfusi yang adekuat
2. Mengontrol respon pasien terhadap trauma
3. Menghindari terjadinya penyakit iatrogenik
DAFTAR PUSTAKA
1. Baue AE. History of MOF and Definition of Organ Failure. In : Multiple Organ
Failure Patophysiology, Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE
(Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:3-11.
2. Fry DE. Systemic Inflamatory Response and Multiple Organ Dysfunction
Syndrome : Biologic Domino Effect. In : Multiple Organ Failure Patophysiology,
Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE (Eds). Springer-Verlag, New
York, 2000:23-9.
3. Fry DE. Microsirculatory Arrest Theory of SIRS and MODS. In : Multiple Organ
Failure Patophysiology, Prevention and Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE
(Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:92-100.
4. Hotchkiss RS, Karl IE. The Pathophysiology and Treatment of Sepsis. N Engl J
Med 2003, 348; 138-50.
5. Marshall JC. SIRS, MODS and the Brave New World Of ICU Acronyms : Have
They Helped us. In : Multiple Organ Failure Patophysiology, Prevention and
Therapy. Baue AE, Faist E, Fry DE (Eds). Springer-Verlag, New York, 2000:14-
22.
6. Martin GS, Mannino, DM, Eaton S, Moss M. The Epidemiology of Sepsis in the
United States from 1979 through 2000. N Engl J Med 2003, 348; 1546-54.
7. Rivers E, Nguyen B, Havstad S et al. Early Goal-Directed Therapy in Treatment
of Severe Sepsis and Septic Shock. N Engl J Med 2001, 345; 1368-77.