Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI

MALARIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

Andi Prayoga Iluh Juliani Rikha Saulina Nababan

Ayu Sagita Nidea Desti Kencana Sagita Bahari

Feti Oktaria Novriyanti Silaban Wahyu Yosia

Chicilia Eni Y.A

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIKA MUSI CHARITAS


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PALEMBANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang ditentukan dengan judul Makalah Sistem Imun dan Hematologi .
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing dan teman
- teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Disamping itu kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan bahan
acuan dalam melakukan penelitian, baik bagi mahasiswa FIKES pada khususnya dan mahasiswa
keperawatan pada umumnya.

Palembang, September 2016

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini malaria merupakan penyakit yang timbul kembali (reemerging disease)
dan menempati urutan ke-10 penyebab kesakitan. Malaria juga menduduki urutan ke-5
dari enam penyakit infeksi yang menjadi penyebab kematian di dunia1. Malaria
merupakan penyebab kematian utama penyakit tropik, setiap tahun sekitar 40%
penduduk di dunia berisiko menderita penyakit malaria atau sekitar 300-500 juta kasus.
Diperkirakan 1-3 juta penduduk dunia setiap tahunnya meninggal karena penyakit
malaria. Kasus kematian karena malaria berat di Indonesia masih cukup tinggi yaitu
antara 20,9-50%2.
Di Indonesia, diperkirakan 50% penduduk Indonesia masih tinggal `di daerah
endemis malaria. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), tidak kurang
dari 30 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya di Indonesia, dengan 30.000
kematian. Survai kesehatan nasional tahun 2001 mendapati angka kematian akibat
malaria sekitar 8-11 per 100.000 orang per tahun. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga 1995, diperkirakan 15 juta penduduk Indonesia menderita malaria, 30
ribu diantaranya meninggal dunia. Morbiditas (angka kesakitan) malaria sejak tiga
tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali terjadi peningkatan: dari 18 kasus
per 100 ribu penduduk (1998) menjadi 48 kasus per 100 ribu penduduk (2000).
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian
spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per
100.000 untuk perempuan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Anatomi

2.1.2 Fisiologi

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah


mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh.
Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari
sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai
merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam
bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir
dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh
jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon
dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa
kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke
seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang
disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh
darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan
bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan
dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
a. Komposisi Darah Manusia
Terdiri dari dua komponen:
Korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah 4 Eritrosit, Lekosit,
Trombosit.
1. Eritrosit (Sel Darah Merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5
juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf,
warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat
Oksigen. Kadar 1 Hb inilah yang dijadikan patokan dalain menentukan penyakit
Anemia. Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa.
Hemoglobin dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
2. Leukosit (Sel Darah Putih)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 9000 sel/cc darah. Fungsi
utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing
yang masuk ke dalam tubuh. Maka
jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.
Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi misalnya
radang paru-paru.
Leukopenia - Berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah 6000
sel/cc darah.
Leukositosis Bertambahnya jumlah lekosit melebihi normal (di
atas 9000 sel/cc darah).
Fungsi fagosit sel darah tersebut terkadang harus mencapai benda asing/kuman
jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan lekosit untuk menembus dinding
pembuluh darah (kapiler) untuk
mencapai daerah tertentu disebut Diapedesis. Gerakan leukosit mirip dengan
amoeba Gerak Amuboid.
Jenis Leukosit
Granulosit. Leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar
(granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil. Eosinofil mengandung
granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada reaksi
alergi (terutama infeksi cacing). Basofil mengandung granula berwarna biru (Warna
Basa). Berfungsi pada reaksi alergi. Neutrofil (ada dua jenis sel yaitu Neutrofil
Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho
Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit.
Agranulosit. Leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Jenisnya adalah
limfosit dan monosit. Limfosit (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya
berfungsi untuk menyelenggarakan imunitas (kekebalan) tubuh. Sel T4 imunitas
seluler sel B4 imunitas humoral. Monosit merupakan leukosit dengan ukuran paling
besar.

Trombosit (KEPING DARAH). Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel
pada orang dewasa sekitar 200.000 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat
banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti
Haemophilic Factor).
Plasma Darah. Terdiri dari air dan protein darah Albumin, Globulin dan
Fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah.
Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda
asing (Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin. Tiap antibodi bersifat
spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam.
Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen Presipitin.
Antibodi yang dapat menguraikan antigen Lisin.
Antibodi yang dapat menawarkan racun Antitoksin.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1 Etiologi

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia


juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia. Terminus genus
plasmodium dari family plasmadidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit ( sel
darah merah ) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan
aseksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari
seratus plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptile dan 22 pada
binatang primate).
2.2.2 Patofisiologi
Gigitan nyamuk
anopheles

Menginvasi sel parenkim


hepar

Pembelahan inti

Merozoit lepas

Masuk sirkulasi darah

Protein membran Menginfeksi eritrosit Kompensasi tubuh


eritrosit terinfekai

Malaria
Sumbatan kapiler Peningkatan
metabolisme

Eritrofagositosi
Penurunan Aliran
Peningkatan suhu
Darah
tubuh
Hb Menurun

MK : Hipertermi
Serebral Ginjal
Kadar O2 dalam darah
menurun
Hipoksia Darah keginjal
Jaringan mengalami penurunan
Siklus jaringan terganggu

Penurunan Produksi Urine


Kesadaran Menurun MK : Gangguan Perfusi
Jaringan

MK : Gangguan MK : Resiko ketidakseimbangan


Perfusi Jaringan Volume Cairan
Serebral
2.3 Klasifikasi Malaria

a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)


Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas
yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan
merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Klasifikasi
penyebaran Malaria Tropika Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit
menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat
obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka
komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)


Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan
sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan
kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10
merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan
Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain
nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang
terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada
pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)


Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya
mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk
identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan
fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh
Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan
paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam
hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar
dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi,
tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning
tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen
kuning. Gejalamalaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malariadan
mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis
malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang
paling berat ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan
sering terjadinya komplikasi.

2.4 Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

1. Pasien mengatakan sakit kepala,mual dan muntah


2. Pasien mengatakan sering menggigil
3. Pasien mengekuh kurang nafsu makan
4. Pasien deman tinggi sejak 2 hari yang lalu
5. Pasien tampak menggigil
6. Pasien tampak berkeringat
7. Mukosa mulut kering
8. Konjugtiva anemis
9. Telapak tangan pucat
10. Perut kiri atas tampak bengkak
11. Nyeri tekan didaerah yang bengkak
12. Suhu :40 oc
13. TD :110/75 mmhg
14. N :88 x menit
15. RR :22xmenit
16. Hb : 12 gr %
17. Ht : 46 %
18. Leukosit : 3400 mm2
19. HJL : N. Segmen : 66 %
20. limfosit : 34 %
21. Trombosit : 191.000

2.4.2 Diagnosa
1. Hipertermia b.d peningkatan metabolism,dehidrasi,efek langsung sirkulasi kuman pada
hipotalamus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh asupan makanan b.d mual dan
muntah
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi jaringan keotak
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi endokrin
5. Nyeri akut b.d respon inflamsi sistemik,myalgia

2.4.3 Intervensi

1.1 Hipertermia b.d peningkatan metabolism,dehidrasi,efek langsung sirkulasi kuman pada


hipotalamus
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Monitor intake dan output
6. Berikan antipiretik
7. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
8. Selimuti pasien
2.1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh asupan makanan b.d mual dan
muntah
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c
4. Berikan informasi tentnag kebutuhan nutrisi
5. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

3.1 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi jaringan keotak
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas dan dingin
2. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
3. Batasi gerakan leher, kepala ,dan punggung
4. Monitor kemampuan BAB
5. Kolaborasi pemberian analgetik

4.1 Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi endokrin


1. Pertahankan catatan intake dan output yang akiurat
2. Monitor status hidrasi
3. Monitor vital sign
4. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian
5. Monitor status nutrisi
5.1 Nyeri akut b.d respon inflamsi sistemik,myalgia
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, durasi dan
frekuensi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Control lingkunagn yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan
5. Tingkatkan istirahat

2.4.5 Evaluasi

S :Pasien mengatakan masih mual dan tidak nafsu makan

Pasien mengatakan kepalanya masih pusing

Pasien mengatakan masih nyeri dibagian perut

Pasien mengatakan masih menggigil

2.5 Penkes Malaria

a. Menghindari gigitan nyamuk

Tidur memakai kelambu anti nyamuk yang tahan 2-5 tahun yang dapat dicuci

sampai 20 kali

Pakai obat anti nyamuk

Pakai obat oles anti nyamuk

Pasang kawat kasa disetiap ventilasi

Menjauhkan kandang ternak dari rumah


Apabila keluar rumah sebaiknya memakai pakaian yang tertutup

(menggunakan baju lengan panjang atau memakai oabat anti nyamuk oles)

b. Membersihkan lingkungan

Membersihkan lingkungan

Menimbun genangan air

Membersihkan lumut

Mengalirkan air yang tergenang

Menebarkan ikan pemakan jentik

Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik :

kepala timah, nila merah, gupi, mujair, dan lain-lain.

2.5.1 Pencegahan Primer


1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap

pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah

mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting

pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya

menghilangkan tempat perindukan.

2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada

masyarakat tentang cara pencegahan malaria.

3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan

menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk,

dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.

4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di

saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

2.5.2 Penkes Secara Sekunder

a. Pencarian penderita malaria

Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini

penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi

diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif

dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.

b. Diagnosa dini

1. Gejala Klinis

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita

tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung

dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di

daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu

bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah.

Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa :

Demam (pengukuran dengan thermometer 37.5 C)

Anemia

Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopis

Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,

meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan

trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks,

EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

c. Pengobatan yang tepat dan adekuat

Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat

disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit.


Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam

tubuh manusia seumur hidup.

2.5.3 Penkes Secara Tersier

a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi

P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran

sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip

penanganan malaria berat:

1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin

2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi

ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas.

3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk

mencegah memburuknya fungsi organ vital.

Anda mungkin juga menyukai