Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelepah Pisang


Pisang (Musa Paradisiaca, Linn) merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia
dan tersebar di Spanyol, Italia, Indonesia, dan bagian dunia yang lain. Pada dasarnya
tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang sejati. Batang
pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah yang mengelilingi
poros lunak panjang. Pelepah pohon pisang juga mengandung selulose dalam jumlah
yang cukup tetapi selama ini pemanfaatannya selama ini dirasa kurang optimal
(Prabawati dan Abdul, 2008).
Aktivitas pertanian dari pisang menghasilkan banyak residu, karena setiap
pohon hanya menghasilkan satu tandan yang berisi buah-buah pisang. Setelah tandan
tersebut dipanen, batang pisang tersebut dipotong dan biasanya ditinggal di
permukaan tanah. Dari hal tersebut dapat diperkirakan banyaknya limbah pisang
yang dihasilkan setiap tahunnya pada suatu daerah. Selain aktivitas penanaman
pisang yang banyak tersebut, keuntungan lain menggunakan limbah batang pisang
sebagai bahan pembuat kertas yaitu serat pisang memiliki kandungan lignin yang
rendah (Irawan, dkk., 2013).
Selulosa merupakan komponen penting dari kayu yang bermanfaat sebagai
bahan baku pembuatan kertas. Bahan baku yang berkadar selulosa tinggi sangat
diinginkan sebab dapat menghasilkan rendemen yang tinggi. Selulosa merupakan
material higroskopis, tidak larut dalam air tapi menggelembung di dalam air, larut
dalam asam dan beberapa solven. Degradasi selulosa sangat dipengaruhi oleh pH dan
suhu. Kadar selulosa menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan
pemasak. Hal ini disebabkan ikatan glikosida yang menghubungkan antar molekul
selulosa sangat mudah rusak dalam kondisi asam. Reaksi hidrolisis ini akan
memendekkan serat selulosa dan menguraikannya menjadi senyawa lebih sederhana.
Hemiselulosa merupakan senyawa berbentuk non kristal dan mudah
terhidrolisis. Hemiselulosa bersama dengan lignin terikat kuat dengan selulosa.
Hemiselulosa sangat mudah terdegradasi oleh asam menjadi unit-unit yang lebih
sederhana dan larut dalam air sehingga semakin tinggi konsentrasi asam akan
meningkatkan laju hidrolisis sehingga terjadi penurunan kadar hemiselulosa.
Lignin adalah salah asatu substansi utama yang terdapat dalam kayu sebanyak
17- 32% kayu kering. Dalam industri kertas keberadaan lignin dalam bahan baku
tidak diinginkan (Zulferiyenni, 2009).
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Ampas Tebu
Kandungan Kadar %

Abu 8,2
Lignin 9
Selulosa 46
Hemiselulosa 38,54

(Irawan, dkk., 2013)

2.2 Pulp
Pulp merupakan bahan baku pembuatan kertas dan senyawa-senyawa kimia
turunan selulosa. Pulp dapat dibuat dari berbagai jenis kayu, bambu, dan rumput-
rumputan. Pulp adalah hasil pemisahan selulosa dari bahan baku berserat (kayu
maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatan baik secara mekanis,
semikimia, dan kimia. Pulp terdiri dari serat - serat (selulosa dan hemiselulosa)
sebagai bahan baku kertas. Proses pembuatan pulp diantaranya dilakukan secara
mekanis, kimiawi, dan semikimiawi.. Bahan dasar pembuatan pulp yang terutama
adalah selulosa yang banyak dijumpai pada hampir semua jenis tumbuh-tumbuhan
sebagai pembentuk dinding sel (Surest dan Dodi, 2010).
Pulping adalah pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non
kayu) dari bahan pencampur (lignin dan pentosan), pelepasan bentuk bulk menjadi
serat atau kumpulan serat melalui berbagai proses pembuatannya. Pulp terdiri dari
serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas. Untuk proses
pembuatan pulp tersebut ada tiga metode yang digunakan, yaitu secara rnekanis,
semi - kimia, dan kimia (Rohman, 2010).
Proses pembuatan pulp dengan proses kimia dikenal dengan sebutan proses
kraft. Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki kekuatan
lebih tinggi daripada proses mekanis dan semikimia, akan tetapi rendemen yang
dihasilkan lebih kecil di antara keduanya karena komponen yang terdegradasi lebih
banyak (Ayunda, 2013).

2.3 Proses Soda pada Pembuatan Pulp


Proses pembuatan pulp secara kimia dilakukan untuk melemahkan hubungan
lignin-karbohidrat sebagai perekat serat dengan pengaruh bahan kimia. Umumnya
serat kayu dan bukan kayu merupakan bahan berserat yang terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, zat ekstraktif dan mineral. Pemisahan lignin tergantung dari proses
yang digunakan seperti proses sulfit, proses kraft dan proses soda. Pengrusakan
terhadap selulosa lebih besar menggunakan proses semi kimia dan proses soda bila
dibandingkan dengan proses kraft (Surest dan Dodi, 2010).
Dalam soda, kayu dimasak dengan NaOH. Cairan pemasak yang tersisa
diuapkan dan dibakar menghasilkan Na2CO3 dan ketika ditambahkan dengan kapur
menghasilkan NaOH (Gunawan, dkk., 2012). Sistem pemasakan alkali yang
menggunakan tekanan tinggi dan menambahkan NaOH yang berfungsi sebagai
larutan pemasak dengan perbandingan 4 : 1 dari kayu yang digunakan. Larutan yang
dihasilkan dipekatkan dengan cara penguapan. Proses alkali jarang dipergunakan
dibandingkan dengan proses sulfit, karena proses alkali lebih sulit memperoleh zat
kimia dari larutan pemasak. Keuntungan proses soda adalah mudah mendapatkan
kembali bahan kimia hasil pemasakan (recovery) NaOH dari lindi hitam dan bahan
baku yang dipakai dapat bermacam-macam (Surest dan Dodi, 2010).

2.4 Faktor-Faktor yang Menpengaruhi Pembuatan Pulp


1. Konsentrasi Pelarut
Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali, akan semakin banyak selulosa
yanglarut. Larutan NaOH berfungsi dalam pemisahan dan penguraian serat
selulosa dan nonselulosa.

2. Perbandingan Cairan Pemasak terhadap Bahan Baku


Perbandingan cairan pemasak terhadap bahan baku haruslah memadai agar
pecahan-pecahan lignin sempurna dalam proses degradasi dan dapat larut
sempurna dalam cairan pemasak. Perbandingan yang terlalu kecil dapat
menyebabkan terjadinya redeposisi lignin sehingga dapat meningkatkan
bilangan kappa (kualitas pulp menurun). Perbandingan yang dianjurkan lebih
dari 8 : 1.
3. Temperatur Pemasakan
Temperatur pemasakan berhubungan dengan laju reaksi. Temperatur yang
tinggi dapat menyebabkan terjadinya pemecahan makromolekul yang semakin
banyak, sehingga produk yang larut dalam alkali pun akan semakin banyak.
4. Lama Pemasakan
Lama pemasakan yang optimum pada proses delignifikasi adalah sekitar
60-120 menit dengan kandungan lignin konstan setelah rentang waktu tersebut.
Semakin lama waktu pemasakan, maka kandungan lignin di dalam pulp tinggi,
karena lignin yang tadi telah terpisah dari raw pulp dengan berkurangnya
konsentrasi NaOH akan kembali menyatu dengan raw pulp dan sulit untuk
memisahkannya lagi.
(Surest dan Dodi, 2010)

2.5 Sifat-Sifat Pulp yang Baik


1. Kadar Alfa Selulosa
Kadar Alfa Selulosa (KAS) merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan banyaknya selulosa yang terdapat dalam pulp. Semakin tinggi
KAS menunjukkan semakin banyaknya alfa selulosa yang terkandung dalam
pulp dan juga kualitas pulp yang semakin baik. Kadar alfa selulosa dalam pulp
dipengaruhi oleh konsentrasi dan jenis larutan pemasak, suhu, waktu
pemasakan, dan jenis bahan yang digunakan untuk membuat pulp.
2. Kadar Lignin
Kadar lignin dari pulp menunjukkan sisa lignin yang tertinggal dari
hidrolisis yang tidak sempurna. Kadar lignin dapat ditentukan dengan
mengoksidasi lignin menggunakan kalium permanganat dalam suasana asam.
Salah satu metode untuk menentukan jumlah lignin yang tersisa dalam pulp
adalah dengan mengukur bilangan Kappa. Bilangan Kappa adalah volume
(dalam mililiter) dari larutan KMnO4 0,1 N yang dikonsumsi oleh 1 gram pulp
kering. Semakin tinggi bilangan Kappa berarti sisa lignin dalam pulp juga
semakin tinggi.
(Wibisono, dkk., 2011)

Anda mungkin juga menyukai