Anda di halaman 1dari 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan, Erni Erawatyningsih, dkk.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN


BEROBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU
FACTORS AFFECTING INCOMPLIANCE WITH MEDICATION
AMONG LUNG TUBERCULOSIS PATIENTS

Erni Erawatyningsih, Purwanta, Heru Subekti


1
Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat
2
Program Studi Ilmu Keperawatan, FK UGM, Yogyakarta

ABSTRACT
Background: Tuberculosis (TB) disease is one of major public health problems which cannot be overcome yet.
The problem is caused by some factors one of which is incompliance of the patient with medication. In 2005, At
the health center of West Dompu drop out rate of TB patients was still relatively high (29.1%) and recovery
patients TB were still relatively low (71,7%).
Objective: To identify factors which affect incompliance with medication among lung TB patients at the working
area of West Dompu health center, Subdistrict of Woja, District of Dompu, West Nusa Tenggara.
Method: This was an analytical case study with case control design. Samples of the study were 21 patients
of lung TB totally taken who failed and were dropped out from medication in 2005. Instrument this study used
quesionary. Data analysis used chi square.
Result: The factor most dominantly affected incompliance with medication among lung TB patients was education
(OR=0.12, p<0.05); whereas factors which did not affect incompliance with medication were age, sex, quality
of service, support from drug taking supervisor and distance from the house to the health center (p>0.05).
Conclusion: Education, knowledge, family income, and duration of illness and drug side effects significantly
affected incompliance with medication among lung TB patients and education was the most dominant factor.

Keywords: lung tuberculosis, incompliance

PENDAHULUAN Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Nusa


Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan salah Tenggara Barat (NTB) jumlah kasus TB paru pada
satu penyakit yang masih menjadi masalah utama tahun 2004 sebanyak 1.158 penderita dengan
kesehatan masyarakat terutama di negara kesembuhan 82,5% (target nasional 85%) dan tahun
berkembang. Saat ini penyakit TB paru masih 2005 sebanyak 1.182 penderita TB paru dengan
sebagai salah satu prioritas pemberantasan penyakit angka kesembuhan 80%.4
menular. Perhitungan World Health Organization Hasil survei menunjukkan risiko penularan
(WHO) menunjukkan bahwa saat ini ditemukan 8 setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection
sampai 10 juta kasus baru diseluruh dunia dan dari = ARTI) atau angka prevalensi yaitu 115 per 100.000
jumlah kasus tersebut 3 juta mengalami kematian penduduk di Kabupaten Dompu, maka diperkirakan
pertahunnya, ini disebabkan banyaknya penderita kasus baru BTA positif per tahun adalah 253 kasus
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada dari 219.640 penduduk. Pencapaian target program
penderita menular.1 P2TB paru di Puskesmas Dompu Barat pada tahun
Jumlah penderita penyakit mycobacterium 2005 yaitu angka Case Detection Rate (CDR) 51
tuberkulosis (TB) di Indonesia kini menempati penderita (73,1%) dari 50.682 penduduk, angka
peringkat ketiga di dunia setelah Cina dan India. konversi 89,2% serta angka kesembuhan 60,0%.
Setiap harinya 4.400 orang di dunia meninggal Hal ini masih di bawah target minimal atau target
karena penyakit ini, sedangkan di Indonesia setiap yang diharapkan. Adapun jumlah penderita TB yang
tahunnya mencapai 140.000 jiwa.2 Insiden TB paru lalai dan drop out di Kabupaten Dompu yaitu
di Indonesia berkisar 583 ribu kasus baru dan sebanyak 30 penderita (16,9%) dari 177 penderita
kematian sebanyak 140 ribu orang per tahun, dengan dan di Puskesmas Dompu Barat sebanyak 21
demikian secara kasar diperkirakan setiap 100 ribu penderita (38,2%) dari 55 penderita yang diobati.5
penduduk indonesia tercatat 130 penderita TB paru Keberhasilan pengobatan penderita TB paru
positif.3 dipengaruhi beberapa faktor yang meliputi faktor

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009 l 117


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 117 - 124
Vol. 25, No. 3, September 2009

medis dan non-medis. Faktor medis meliputi: nilai mean = 1,24. Responden dengan jenis kelamin
keluhan pertama sebelum pengobatan, penyakit laki-laki akan lebih patuh 1,24 kali dibandingkan
penyerta, efek samping dan retensi obat, sedangkan perempuan, sedangkan pada kelompok yang tidak
faktor nonmedis meliputi: umur, jenis pekerjaan, patuh (61,9%) didapatkan nilai mean = 1,38 yang
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), sikap petugas berarti bahwa jenis kelamin laki-laki akan tidak patuh
kesehatan, kemudahan jangkauan berobat, PMO 1,38 kali dari perempuan, sehingga dapat
dan keteraturan minum obat.6 dikemukakan bahwa laki-laki lebih rentan terkena
Bertitik tolak dari masalah di atas peneliti penyakit TB paru. Hal ini disebabkan karena beban
merasa tertarik untuk meneliti tentang faktor faktor kerja mereka yang berat, istirahat yang kurang,
yang mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada serta gaya hidup yang tidak sehat di antaranya
penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas adalah merokok dan minum alkohol. Beberapa
Dompu Barat Kecamatan Woja Kabupaten Dompu penelitian mengkonfirmasikan bahwa tingkat
Provinsi NTB. kepatuhan tidak mempunyai hubungan bermakna
dengan jenis kelamin, dan dari hasil penelitian
BAHAN DAN CARA PENELITIAN tersebut didapatkan bahwa mayoritas penderita TB
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei paru berjenis kelamin laki-laki (54,2%), jadi dapat
analitik. Penelitian ini dilakukan dengan dikemukakan bahwa hal ini disebabkan karena laki-
menggunakan kasus pembanding (case control laki kurang memperhatikan kesehatannya dan gaya
study) dan merupakan studi kasus. Subyek hidup yang tidak sehat.7
penelitian ini adalah 21 penderita TB paru yang gagal Penelitian tersebut tidak sesuai dengan
dan Drop Out dalam pengobatan pada tahun 2005 penelitian yang menyatakan bahwa jenis kelamin
dan teknik yang digunakan adalah total sampling. laki-laki lebih patuh berobat dibandingkan dengan
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini wanita.8 Menurut beberapa teori mengatakan bahwa
terdiri dari data primer yang diperoleh dari pengisian wanita lebih banyak melaporkan gejala penyakitnya
kuesioner oleh responden dan data sekunder dan berkonsultasi dengan dokter karena wanita
diperoleh dari registrasi kegiatan pengobatan TB paru cenderung memiliki perilaku yang lebih tekun
Puskesmas. Analisis data dengan menggunakan Uji daripada laki-laki.1
chi-square.
2. Pengaruh umur terhadap ketidakpatuhan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN berobat pada penderita TB paru
1. Pengaruh jenis kelamin terhadap Hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB parsial sebesar 0,048 dengan p= 0,469; karena p >
paru 0,05; maka disimpulkan tidak ada pengaruh yang
Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien signifikan antara umur terhadap ketidakpatuhan
korelasi parsial sebesar 1,000 dengan p= 0,323; berobat pada penderita TB paru di Wilayah Kerja
karena p > 0,05; maka disimpulkan tidak ada Puskesmas Dompu Barat Kecamatan Woja
pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap Kabupaten Dompu Provinsi NTB. Berdasarkan hasil
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru di penelitian didapatkan mayoritas responden pada
Wilayah Kerja Puskesmas Dompu Barat. kelompok yang patuh berumur 30-44 tahun (42,80%)
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dengan nilai mean = 2,10 dimana responden dengan
mayoritas penderita TB paru berjenis kelamin laki- kelompok umur 30-44 akan lebih patuh 2,10 kali
laki pada kelompok yang patuh (76,2%) didapatkan dibandingkan kelompok umur lainnya, sedangkan

Tabel 1. Pengaruh jenis kelamin terhadap ketidakpatuhan berobat


pada penderita TB paru
Kepatuhan
Koefisien p
Jenis Kelamin Patuh Tidak Patuh
Korelasi Parsial Value
Frek Mean Frek Mean
Laki-Laki 13 16
1.38 1,24 1,000 0,323
Perempuan 8 5

118 l Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan, Erni Erawatyningsih, dkk.

Tabel 2. Pengaruh umur terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru


Kepatuhan
Koefisien Korelasi p
Umur Patuh Tidak Patuh
Parsial Value
Frek Mean Frek Mean
15-29 Tahun 6 4
30-44 Tahun 9 6
2,10 2,48 0,048 0,469
45-59 Tahun 4 8
> 60 Tahun 2 3

pada responden yang tidak patuh mayoritas 3. Pengaruh pendidikan terhadap ketidakpatuhan
responden berada pada kelompok umur 45-59 tahun berobat pada penderita TB paru
(38,1%) dengan nilai mean = 2,48 yang berarti Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien
bahwa responden dengan kelompok umur 45-59 korelasi parsial sebesar 0,200 dengan p= 0,007;
akan tidak patuh 2,48 kali dibandingkan kelompok karena p > 0,05; maka disimpulkan ada pengaruh
umur lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang signifikan pendidikan terhadap ketidakpatuhan
faktor umur bukan merupakan faktor penentu berobat pada penderita TB paru di Wilayah Kerja
ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan karena Puskesmas Dompu Barat Kecamatan Woja
mereka yang berusia muda maupun usia lanjut Kabupaten Dompu Provinsi NTB. Berdasarkan hasil
memiliki motivasi untuk hidup sehat dan selalu penelitian didapatkan mayoritas responden pada
memperhatikan kesehatannya. Di samping itu, kelompok yang patuh berpendidikan SMA sebanyak
pekerjaan yang tidak terlalu sibuk membuat 10 orang (47,6%) dengan nilai mean = 3,19 bahwa
penderita tetap dapat menjalankan pengobatan dan responden pendidikan SMA akan lebih patuh 3,19
sebagian besar penderita bekerja sebagai petani. kali dibandingkan tingkat pendidikan lainnya,
Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa sedangkan responden yang tidak patuh tingkat
tidak ada hubungan yang bermakna antara umur pendidikannya tidak tamat SD sebanyak 8 orang
dengan kepatuhan berobat. Umur tua kepatuhan (31,8%) dengan nilai mean = 2,05 yang berarti
berobatnya semakin tinggi karena usia tua tidak bahwa responden dengan tingkat pendidikan tidak
disibukkan dengan pekerjaan sehingga dapat datang tamat SD akan tidak patuh 2,05 kali dibandingkan
berobat secara teratur.7 Hasil penelitian ini sesuai tingkat pendidikan lainnya. Hal ini berati semakin
dengan teori yang dikemukakan oleh beberapa rendah tingkat pendidikan maka semakin tidak patuh
peneliti yang menyatakan bahwa umur tidak penderita untuk berobat karena rendahnya
berpengaruh terhadap tindakan seseorang karena pendidikan seseorang sangat mempengaruhi daya
adanya faktor perantara seperti sikap seseorang dan serap seseorang dalam menerima informasi
faktor lain yang mempengaruhi kehendak sehingga dapat mempengaruhi tingkat pemahaman
seseorang.9 tentang penyakit TB paru, cara pengobatan, dan
Penelitian tersebut tidak sesuai dengan bahaya akibat minum obat tidak teratur.
penelitian yang menyatakan bahwa dari faktor umur Hasil penelitian ini sesuai dengan yang
yang lebih dari 50 tahun sangat menentukan dikemukakan oleh beberapa peneliti lain bahwa
ketidakpatuhan penderita berobat dan usia muda semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin
lebih cenderung untuk menjalani pengobatan besar kemampuan untuk menyerap, menerima atau
daripada orang yang berusia lanjut.10 mengadopsi informasi.11 Penelitian tersebut tidak
sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa

Tabel 3. Pengaruh pendidikan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru


Kepatuhan
P
Pendidikan Patuh Tidak Patuh Koefisien Korelasi
Value
Frek Mean Frek Mean
Tidak Tamat SD 2 8
SD 2 6
3,19 2,05 -0,200 0,007
SMP 7 5
SMA 10 2

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009 l 119


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 117 - 124
Vol. 25, No. 3, September 2009

tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan karena
penderita TB paru dengan kepatuhan berobat yang penderita kurang mendapatkan penyuluhan dan
disebabkan karena kurangnya informasi yang informasi (KIE) yang adekuat baik dari petugas
diterima penderita, sehingga penderita tidak banyak kesehatan maupun media komunikasi lainnya.13
mengetahui tentang bahaya penyakit TB tersebut.7 Beberapa faktor yang menjadi hambatan
terhadap kepatuhan penderita TBC paru dalam
4. Pengaruh pengetahuan terhadap menjalani pengobatan salah satu diantaranya adalah
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB faktor pengetahuan. Pengetahuan tentang penyakit
paru TBC dan kepercayaan tentang kemanjuran
Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien pengobatan akan mempengaruhi penderita mau atau
korelasi parsial sebesar 0,71 dengan p= 0,0002 karena tidak memilih untuk menyelesaikan pengobatannya.
p < 0,05; maka disimpulkan ada pengaruh yang Selain itu, kepercayaan kultural biasanya
signifikan antara pengetahuan terhadap mendukung penggunaan penyembuhan tradisional.14
ketidakpatuhan berobat. Semakin rendah
pengetahuan maka semakin tidak patuh penderita TB 5. Pengaruh pendapatan keluarga terhadap
paru untuk datang berobat, hubungan ini memiliki nilai ketidakpatuhan berobat pada penderita TB
koefisien korelasi positif. Pengetahuan penderita yang paru
sangat rendah dapat menentukan ketidakpatuhan Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien
penderita minum obat dengan nilai p= 0,0002 (p < korelasi parsial= 0,12 dengan p= 0,001 karena p <
0,05) karena kurangnya informasi yang diberikan oleh 0,05; maka disimpulkan ada pengaruh yang
petugas kesehatan tentang penyakit TB paru, cara signifikan antara pendapatan keluarga terhadap
pengobatan, bahaya akibat tidak teratur minum obat ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru.
dan pencegahannya. Pendapatan keluarga yang sangat rendah dapat
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian menentukan ketidakpatuhan penderita berobat
Fahruda yang mengatakan bahwa tingkat dengan nilai p= 0,001 (p < 0,05). Penderita TB paru
pengetahuan penderita yang rendah akan berisiko yang paling banyak terserang adalah masyarakat
lebih dari dua kali terjadi kegagalan pengobatan yang berpenghasilan rendah, sehingga dalam
dibandingkan dengan penderita yang memiliki pengobatan TB paru selain penghasilannya untuk
pengetahuan tinggi. Ketidakpatuhan talaksana memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, mereka
pengobatan ini meliputi keteraturan pengobatan, masih harus mengeluarkan biaya transport untuk
pemeriksaan dahak ulang pada akhir pengobatan berobat di Puskesmas. Hal ini yang menyebabkan
fase awal dan satu bulan sebelum akhir pengobatan penderita tidak patuh dalam pengobatan.
fase lanjutan.12 Beberapa penelitian mengkonfirmasikan hasil
Begitu pula yang dijelaskan oleh penelitian yang sama dengan penelitian ini yang
lainnya, bahwa ada hubungan yang bermakna antara memperlihatkan ada hubungan yang bermakna
pengetahuan penderita dengan kepatuhan antara kepatuhan penderita dengan pendapatan
pengobatan, menyatakan bahwa rendahnya keluarga. Dari 40 penderita yang tidak patuh dalam
pengetahuan penderita menyebabkan pengobatan ada 87,50% termasuk golongan yang

Tabel 4. Pengaruh pengetahuan terhadap ketidakpatuhan berobat


pada penderita TB paru
Pengetahuan Kepatuhan Koefisien Korelasi
df p Value
Penyakit TBC Patuh Tidak Patuh Parsial
Rendah 2 11
Sedang 4 6 0,71 2 0,0002
Tinggi 15 4

Tabel 5. Pengaruh pendapatan keluarga terhadap ketidakpatuhan berobat


pada penderita TB paru
Pendapatan Kepatuhan Koefisien Korelasi
df p Value
Keluarga Patuh Tidak Patuh Parsial
Rendah 6 17
0,12 1 0,001
Tinggi 15 4

120 l Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan, Erni Erawatyningsih, dkk.

berpenghasilan rendah dan mengaku tidak ada biaya obat dalam jumlah yang banyak dalam kondisi yang
untuk berobat ke Puskesmas. 10 Faktor sosial- lemah akan menyebabkan kondisi penderita
ekonomi penderita berperan sebagai faktor risiko semakin lemah akibat efek samping obat yang
rendahnya kemauan penderita untuk mencari dirasakan tanpa perbaikan keadaan umum terlebih
pelayanan kesehatan karena pendapatan rata-rata dahulu.11
penderita TB paru masih rendah dari pendapatan per
kapita penduduk. Di sisi lain, sosial-ekonomi 7. Pengaruh efek samping obat terhadap
mempengaruhi kemampuan pembiayaan dalam ketidakpatuhan berobat pada penderita TB
bidang kesehatan karena masih terfokus kebutuhan paru
pokoknya.15 Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien
korelasi parsial sebesar = -0,352 dengan p= 0,009
6. Pengaruh lama sakit keluarga terhadap karena p < 0,05; maka disimpulkan ada pengaruh
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB yang signifikan antara efek samping obat terhadap
paru ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh koefisien Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif
korelasi parsial sebesar -0,123 dengan p= 0,009 bermakna artinya semakin penderita memiliki banyak
karena p < 0,05; maka disimpulkan ada pengaruh keluhan semakin tidak patuh penderita untuk
yang signifikan antara lama sakit terhadap berobat. Pada umumnya gejala efek samping obat
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. yang ditemukan pada penderita adalah sakit kepala,
Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif mual-mual, muntah, serta sakit sendi tulang. Gejala
bermakna, artinya semakin lama keluhan yang efek samping obat dapat terjadi pada fase intensif
diderita penderita maka akan semakin tidak patuh atau awal pengobatan bahwa obat yang harus
untuk datang berobat. Hal ini disebabkan karena diminum penderita jumlah banyak sehingga
kondisi kesehatan penderita yang lemah, gizi yang membuat penderita malas untuk minum obat.
kurang dan keparahan penyakit yang diderita. Adanya efek samping OAT merupakan salah
Beberapa penelitian mengkonfirmasikan hasil yang satu penyebab terjadinya kegagalan dalam
sama dengan penelitian ini yang memperlihatkan ada pengobatan TB paru. Hal ini bisa berkurang dengan
hubungan yang bermakna antara kepatuhan adanya penyuluhan terhadap penderita sebelumnya,
penderita dengan kondisi penyakit bahwa penderita sehingga penderita akan mengetahui lebih dahulu
memutuskan menghentikan pengobatan secara tentang efek samping obat dan tidak cemas apabila
sepihak meskipun belum terjadi konversi dahak.16 pada saat pengobatan terjadi efek samping obat.17
Adanya batuk darah dan keparahan penyakit karena Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa ada
TB Paru adalah keadaan lanjut dari gejala batuk hubungan yang bermakna antara efek samping obat
yang ada dan merupakan tanda adanya eskavasi dengan kepatuhan pengobatan bahwa semakin berat
dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding gejala efek samping obat semakin tidak patuh
kavitas paru, jika penderita tersebut harus menelan penderita dalam pengobatan.13

Tabel 6. Pengaruh lama sakit terhadap ketidakpatuhan berobat


pada penderita TB paru
Kepatuhan Koefisien Korelasi
Lama Sakit df p Value
Patuh Tidak Patuh Parsial
< 6 bulan 17 5
-0,123 2 0,009
> 6 bulan 4 16

Tabel 7. Pengaruh efek samping obat terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru
Efek Samping Kepatuhan Koefisien Korelasi
df p Value
Obat Patuh Tidak Patuh Parsial
1-2 ESO 16 3
3-4 ESO 7 10 -0,352 2 0,009
5-7 ESO 2 8

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009 l 121


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 117 - 124
Vol. 25, No. 3, September 2009

8. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap paru untuk datang berobat semakin tinggi. 7
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB Gambaran kesalahan pasien mengapa tidak datang
paru berobat dikarenakan aspek kesalahan petugas
Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien kesehatan (dokter/perawat) yang gagal meyakinkan
korelasi parsial sebesar = -0,099 dengan p= 0,227 pasien untuk berobat secara teratur sampai tuntas.
karena p > 0,05; maka disimpulkan tidak ada Jika diruntut lebih jauh, aspek kualitas petugas
pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan kesehatan baik perawat maupun dokter berkaitan
petugas pengobatan terhadap ketidakpatuhan erat dengan kepatuhan penderita untuk datang
berobat pada penderita TB paru, dengan demikian berobat.18
bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru di
10. Pengaruh peran PMO terhadap
antaranya pengetahuan, pendidikan, lama sakit,
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB
pendapatan keluarga, dan efek samping obat.
paru
Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan
Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien
oleh petugas terhadap penderita tidak korelasi parsial sebesar= 0,107 dengan p= 0,211
mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada
karena p > 0,05, maka disimpulkan tidak ada
penderita TB paru. Hal ini disebabkan karena
pengaruh yang signifikan peran PMO terhadap
petugas kesehatan memberikan perhatian khusus ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru.
serta memberikan informasi yang jelas sehingga
Dalam penelitian ini bahwa faktor peran PMO dalam
dapat menyebabkan baiknya hubungan dengan
pengobatan penderita tidak ada pengaruh yang
setiap penderita TB paru yang datang ke signifikan, karena setiap penderita TB paru telah
Puskesmas.
memiliki PMO dan peran PMO sudah maksimal
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang
dalam pengawasan pengobatan.
dikemukakan oleh beberapa penelitian lain yang Dalam pengawasan pengobatan, petugas
mengatakan bahwa sikap petugas tidak kesehatan harus mengikutsertakan keluarga sebagai
mempengaruhi kepatuhan penderita untuk berobat
pengawas pengobatan agar penderita dapat berobat
karena bahwa sikap dan perilaku petugas kesehatan
secara kontinyu. 17 Dukungan masyarakat dan
sudah cukup baik dalam memberikan pelayanan keluarga sebagai pengawas dan pemberi semangat
pengobatan pada penderita, karena petugas telah
kepada penderita mempunyai peran yang sangat
mengikuti pelatihan teknis program dan
besar dalam peningkatan pengobatan penderita.
penanggulangan penyakit TB paru.12 Beberapa penelitian mengatakan sumbangan
Penelitian tersebut tidak sesuai dengan
terbesar dari seluruh variabel terhadap kepatuhan
penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan
ada pada dukungan keluarga. Hal ini disebabkan
yang signifikan antara kualitas pelayanan petugas sebagian besar PMO adalah anggota keluarga
kesehatan dengan kepatuhan penderita TB paru
penderita TB paru sehingga akan lebih efisien dan
untuk datang berobat, semakin baik kualitas
efektif dalam melakukan pengawasan dalam
pelayanan petugas maka kepatuhan penderita TB pengobatan.7

Tabel 9. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru
Kualitas Kepatuhan Koefisien Korelasi
df p Value
Pelayanan Patuh Tidak Patuh Parsial
Baik 18 15
-0,099 1 0,227
Tidak Baik 3 6

Tabel 10. Pengaruh peran PMO terhadap ketidakpatuhan berobat


pada penderita TB paru
Kepatuhan Koefisien Korelasi
Peran PMO df p Value
Patuh Tidak Patuh Parsial
Tinggi 12 9
Cukup 5 4 0,107 2 0,211
Kurang 4 8

122 l Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan, Erni Erawatyningsih, dkk.

Beberapa penelitian juga mengkonfirmasikan tidak strategis dapat menyebabkan penderita tidak
bahwa penderita yang menjalani pengobatan secara patuh dalam menjalankan pengobatan.22
tidak teratur 50% di antaranya tidak mempunyai
PMO dan penderita TB paru yg berobat tidak teratur KESIMPULAN DAN SARAN
memiliki risiko tidak sembuh 6,91 kali. Hal ini Pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan
menunjukkan bahwa peran PMO masih sangat keluarga berpengaruh negatif yang signifikan terhadap
rendah dalam pengawasan menelan obat dan kontrol ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru di
secara teratur.19 Wilayah Kerja Puskesmas Dompu Barat Kecamatan
Woja Kabupaten Dompu Provinsi NTB.
11. Pengaruh jarak rumah terhadap Lama sakit dan efek samping obat berpengaruh
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB positif yang signifikan terhadap ketidakpatuhan
paru berobat pada penderita TB paru di Wilayah Kerja
Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien Puskesmas Dompu Barat Kecamatan Woja
korelasi parsial sebesar= 0,123 dengan p= 0,222 Kabupaten Dompu Provinsi NTB.
karena p > 0,05; maka disimpulkan tidak ada Jenis kelamin, umur, kualitas pelayanan, peran
pengaruh yang signifikan antara jarak rumah terhadap PMO, dan jarak rumah tidak mempunyai pengaruh
ketidakpatuhan berobat pada penderita TB paru. yang signifikan terhadap ketidakpatuhan berobat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak pada penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas
rumah untuk menjangkau fasilitas kesehatan atau Dompu Barat Kecamatan Woja Kabupaten Dompu
puskesmas bukan merupakan faktor penentu Provinsi NTB.
ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan, hal ini Pendidikan yang rendah merupakan faktor
disebabkan lokasi Puskesmas yang ada di dominan yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Kecamatan Woja dapat terjangkau dengan mudah berobat pada penderita TB paru di Wilayah Kerja
karena sarana angkutan dan transportasinya lancar. Puskesmas Dompu Barat Kecamatan Woja
Beberapa penelitian mengkonfirmasikan bahwa Kabupaten Dompu Provinsi NTB. Untuk itu, maka
tidak ada hubungan yang signifikan antara jangkauan Pengelola Program dalam Pelaksanaan Program
pelayanan kesehatan dengan kepatuhan berobat P2TB paru di Puskesmas Dompu Barat Kecamatan
disebabkan lokasi Puskesmas yang ada di Woja Kabupaten Dompu Provinsi NTB petugas perlu
Kotamadia Banjarmasin merata di seluruh kelurahan meningkatkan penyuluhan untuk meningkatkan
dan untuk menjangkau lokasi tersebut relatif mudah.12 pemahaman dan memberikan motivasi bagi penderita
Penelitian tersebut tidak sesuai dengan yang berpendidikan rendah agar penderita dan
penelitian yang menyatakan bahwa jauhnya jarak keluarga dapat memahami tentang penyakit TB paru,
rumah penderita dari Puskesmas dapat menentukan cara pencegahan dan akibat dari tidak teraturnya
ketidakpatuhan pengobatan penderita karena menjalankan pengobatan, sehingga dapat
sulitnya alat transportasi di pedesaan ke Puskesmas meningkatkan kepatuhan penderita untuk datang
sehingga penderita harus berjalan kaki lebih dari 1 berobat. Mengingat pengobatan penderita TB paru
km untuk menempuh Puskesmas bahkan ada yang membutuhkan waktu yang cukup lama dengan
harus dengan angkutan motor laut sehingga berbagai risiko kebosanan dan putus berobat, maka
mengeluarkan biaya transportasi yang besar.10 disarankan agar dilakukan penanganan terpadu pada
Penelitian lain juga mengatakan bahwa dari 71 penderita, PMO maupun keluarga penderita. Petugas
responden yang tidak teratur berobat sebagian besar harus memberikan penjelasan secara rinci, berlaku
mengatakan jarak yang jauh untuk ke Puskesmas simpatik dan ramah, serta empati. Kegiatan
yaitu sebanyak 62,0%.21 Menurut beberapa teori penyuluhan kesehatan harus terus dilakukan secara
menjelaskan bahwa letak tempat pelayanan yang berkesinambungan dan intensif pada setiap

Tabel 11. Pengaruh jarak rumah terhadap ketidakpatuhan berobat


pada penderita TB paru
Kepatuhan Koefisien
Jarak Rumah df p Value
Patuh Tidak Patuh Korelasi Parsial
< 3 km 12 8
0,123 1 0,217
> 3 km 9 13

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009 l 123


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 117 - 124
Vol. 25, No. 3, September 2009

kesempatan dan harus lebih difokuskan pada TB pada penderita TB paru yang telah mendapat
penderita TB paru yang belum atau sementara pengobatan, Majalah Kedokteran Indonesia,
berobat agar dapat dilakukan tindak lanjut 1996;46(5):242-7.
pengobatannya. Memberdayakan Puskesmas 9. Bart Smet, Psikologi kesehatan, PT Gramedia
Pembantu dan Bidan di desa dalam proses Widiasarana Indonesia, Jakarta. 1994.
pendistribusian obat serta memberikan pembinaan 10. Intang B, Evaluasi faktor penentu kepatuhan
kepada PMO di rumah agar dapat mengawasi penderita TB paru minum OAT di Puskesmas
penderita dengan rasa tanggung jawab. Kabupaten Maluku Tenggara, Tesis, Program
Keluarga dan masyarakat, agar dapat Pascasarjana, UGM, Yogyakarta. 2004.
membimbing dan mengawasi langsung kepatuhan 11. Bahar, TB paru dalam ilmu penyakit dalam,
penderita dalam menjalankan pengobatan serta FKUI, Jakarta. 1990.
memberikan motivasi agar penderita TB paru jangan 12. Fahruda, Analisis faktor-faktor yang
sampai putus dalam menjalankan pengobatan. mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB paru
Instansi pendidikan, diharapkan pada penelitian dan efektif biayanya di Kotamadia Banjarmasin
lebih lanjut agar penelitian ini dapat diteliti lagi Kalimantan Selatan, Tesis, Program
dengan tempat penelitian yang luas dan jumlah Pascasarjana, UGM, Yokyakarta. 1999.
sampel yang lebih banyak serta menggunakan jenis 13. Ridwan H, Aspek manajemen Puskesmas dan
penelitian yang berbeda. kepatuhan pengobatan TB paru di Kabupaten
Magelang, Tesis, Pascasarjana UGM,
KEPUSTAKAAN Yogyakarta. 1992.
1. Crofton J, Miller F, Horne N, Clinical 14. World Health Organization, Adherence to long-
tuberculosis, Macmillan Education LTD, term therapies for tuberculosis, WHO. 2003.
London.1999, 15. Kusbiyantoro, Perbandingan efektivitas kader
2. PdPersi, Kasus TBC di Indonesia peringkat tiga kesehatan dan tokoh masyarakat sebagai
dunia, Pusat data dan Informasi Perhimpunan pengawas minum obat terhadap kepatuhan obat
Rumah Sakit Seluruh Indonesia. 2007. Artikel. dan konversi dahak penderita TB paru di
www.pdpersi.com. Diakses pada tanggal 17 Mei Kabupaten Kebumen. Tesis. Pascasarjana
2007. UGM. Yogyakarta. 2002.
3. World Health Organization, Guidelines for the 16. Purwanto E, Hisyam B, Dewi FST, Perilaku
management of drug-resistant tuberculosis, menelan obat pada penderita tuberculosis paru
WHO. 1999 yang putus berobat di Kabupaten Kendal, Berita
4. Dinas Kesehatan NTB, Profil kesehatan Kedokteran Masyarakat, 2002; XVIII(1):11-7.
Propinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara 17. Suryatenggara W, Pengobatan TB paru, Cermin
Barat. 2006. Dunia Kedokteran.1990; 63:23-8.
5. Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu, Profil 18. Aditama TY, Sepuluh masalah TB dan
kesehatan Kabupaten Dompu , Nusa Tenggara penanggulangannya, Jurnal Respirasi Indonesia,
Barat. 2006, 2000;20(1):8-12.
6. Fahruda A, Supardi S, Buiningsih N, Pemberian 19. Purwanta, Ciri-ciri pengawas minum obat yang
makanan tambahan sebagai upaya peningkatan diharapkan oleh penderita TB paru di daerah
keberhasilan pengobatan penderta TB Paru di urban dan rural di Yogyakarta, JMPK.
Kotamadia Banjarmasin Propinsi Kalimantan 2005;08(3):141-7.
Selatan, Berita Kedokteran Masyarakat, 2002; 20. Departemen Kesehatan RI, Pedoman nasional
XVIII(3):123-9. penanggulangan TB, Cetakan ke-8, Jakarta.
7. Rusmani A, Kepatuhan berobat penderita TB 2003.
paru di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. 21. Philipus F, Faktor-faktor yang mempengaruhi
Doris Sylvanus Kota Palangkaraya Propinsi keteraturan berobat penderita TB paru di
Kalimantan Tengah, Tesis, Pascasarjana UGM, Puskesmas Depok, Tesis, Pascasarjana UGM,
Yogyakarta. Yogyakarta.2002.
8. Tanjung A, Keliat EN, Resistensi 22. Toman K, Tuberculosis case-finding and
mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti chemotherapy, WHO, Geneva. 1979.

124 l Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 3, September 2009

Anda mungkin juga menyukai