1 Herpes simpleks
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I
atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan
menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada
dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi genital yang berulang
6 kali lebih sering daripada infeksi berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital
lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan infeksi HSV tipe I pada oral-
labial lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe II di daerah oral. Walaupun begitu infeksi dapat
terjadi di mana saja pada kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi
dapat menyebar ke bagian lain.
2.3 Patogenesis
HSV memiliki protein spesifik di permukaan selubung yang tersusun atas lipid dan glikoprotein,
yang dapat berikatan dengan protein spesifik yang terdapat pada permukaan membran plasma apabila
sesuai. Protein spesifik milik virus ini dapat disebut ligan, dan milik sel host disebut reseptor. Ligan
virus seperti gC dan gD dapat berikatan dengan reseptor heparin sulfat yang terbentuk dari residual
glikoprotein. Setelah berikatan, akan terjadi fusi antara membran plasma sel dengan selubung virus.
Selubung virus yang berfusi ini akan menyebabkan genom dalam kapsid dan protein dalam tegumen
berpenetrasi secara eksositosis ke dalam membran plasma. Lalu, kapsid dan protein tegumen akan
berfusi lagi di membran nucleus dan viral DNA akan berpenetrasi ke dalam nucleus, dan mengganggu
DNA dalam genom sel inang.
Virus tidak memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendirian karena tidak ada
struktur yang mendukung hal itu untuk terjadi. Karena itulah virus masuk ke dalam nucleus sel inang
seperti sel epitel, dan ia ikut bereplikasi saat sel inangnya ini bereplikasi. Selain itu, ternyata pada
replikasi virus dibantu oleh adanya protein-protein yang membantu proses transkripsi. Protein
terutama, dapat membantu replikasi virus yang menumpang pada sel inang karena mengandung enzim
DNA-polimerase. Selain itu, pembentukan kapsid juga terbentuk di dalam nucleus. Setelah komponen
DNA dan kapsid terbentuk, virus akan menembus nucleus dengan bantuan glikoprotein yang dibentuk
di reticulum endoplasma yang disebut eksositosis. Setelah keluar dari nucleus, virus mendapatkan
selubung dari komponen protein dalam sel inang lalu keluar dengan menembus membran plasma dan
menginfeksi sel lainnya.
Selain menyerang secara langsung, virus ternyata bisa bersifat dormant terlebih dahulu sebelum
mulai replikasi. Dalam keadaan ini masa inkubasi virus kira-kira selama beberapa hari sampai dengan
dua minggu. Apabila ada faktor yang mereaktivasi maka virus yang awalnya dorman itu akan aktif dan
memulai replikasinya.
Ketika virus berhasil menginfeksi sel-sel epitel, akan terbentuk suatu lesi primer yang nantinya
akan terbentuk vesikel di sana. Sebelum terbentuk vesikel, seseorang akan merasakan sensasi terbakar,
sakit, perih, panas dan tidak nyaman pada suatu daerah tertentu di rongga mulutnya. Sensasi itu disebut
gejala prodromal, yang terjadi pada saat virus sedang bereplikasi secara maksimal dan system
pertahanan tubuh kita berusaha melawan antigen dari virus tersebut. Biasanya, tidak lama setelah gejala
prodromal muncul, pada daerah yang terasa sakit tadi akan muncul suatu vesikel yang awalnya berupa
makula atau suatu ruam pada permukaan mukosa yang tidak menonjol atau rata. Makula ini kemudian
akan menjadi papula atau vesikel yang menonjol, yang menunjukkan bahwa jaringan epitel telah
mengalami kerusakan sampai subepitel. Tonjolan ini cenderung berisi cairan eksudat, sel-sel leukosit
dan virus yang sudah mati maupun masih aktif. Setelah 1-2 hari setelah terbentuk, papula tadi akan
pecah dan membentuk ulcer (kerusakan pada epitel) yang terasa sangat sakit, yang akan sembuh tanpa
meninggalkan bekas luka selama kurang lebih 10 hari.
Selain dengan sel-sel leukosit seperti PMN, ternyata antigen virus juga langsung dipresentasikan
oleh APC (ex: makrofag) dan dibawa ke lymph node. Di sana, antigen itu akan dikenali oleh sel T, dan
sel Th akan membantu mengingat antigen itu agar sel B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma dan
membentuk antibody untuk antigen virus ini. Jika infeksi virus yang terjadi sangat kuat, maka lymph
node akan bekerja maksimal sehingga dapat menyebabkan lymph node mengalami pembesaran dan
membuat pasien merasa sakit dan tidak nyaman untuk makan maupun minum.
Selain menginfeksi sel epitel secara langsung, ternyata virus juga dapat bermigrasi ke ganglion
saraf sensoris dengan melewati saraf tepinya. Di daerah wajah dan leher, ganglion yang terbesar adalah
ganglion trigeminal, dan virus herpes ini cenderung akan bermigrasi ke sana dan menjadi virus yang
bersifat laten. Maksudnya adalah virus itu sedang dalam keadaan tidak aktif, DNA-nya sedang berada
dalam kondisi non-replicating dan non-infectious. Sama seperti sebelumnya, virus ini akan kembali
aktif setelah ada sesuatu yang dapat mengaktivasinya kembali, seperti sistem pertahanan tubuh yang
turun, adanya trauma minor dan beberapa faktor lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Di bawah ini
adalah contoh lesi sekunder yang disebabkan oleh teraktivasinya HSV-1 yang bersifat laten. Daerah
palatum diinervasi oleh N.V/2 yaitu nervus maxillaris yang bermuara di ganglion trigeminal, sehingga
HSV-1 laten yang teraktivasi dapat bermigrasi ke palatum dengan melewati cabang saraf ganglion
trigeminal ini.
Sel epitel yang telah terinfeksi dapat melakukan fusi dengan sel epitel lain yang belum terinfeksi.
Hal ini mungkin dapat disebabkan karena rusaknya fungsi sel yang normal akibat susunan kode genetik
dalam DNAnya telah berubah karena mendapat gangguan dari DNA virus. Terjadinya fusi ini akan
menyebabkan terbentuknya multinucleated epithelial cell atau bisa juga disebut multinucleated giant
cells.
2.4 Pemeriksaan penunjang
a. Sitopatologi
Sitopatologi adalah pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap penanaman atau hapusan.
Metode sitopatologi yang cepat adalah dengan mewarnai goresan yang diperoleh dari dasar vesikel
(misal, dengan pewarnaan Giemsa); adanya sel raksasa berinti banyak menunjukan adanya herpes
virus, membedakan lesi dengan yang disebabkan oleh coxsackie virus dan penyakit non virus.
b. Reaksi Rantai Polimerase (PCR)
Uji PCR dapat digunakan untuk mendeteksi virus dan bersifat sensitif serta spesifik. PCR assay akan
mencari potongan-potongan kecil DNA virus dan kemudian mereplikasi mereka jutaan kali hingga
virus terdeteksi. PCR mampu mengamplifikasi daerah tertentu pada virus yang merupakan ciri khas
virus sehingga dapat dilakukan identifikasi virus.
c. Serologi
Tes serologi (darah) dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik terhadap virus dan jenis virus.
Salah satunya adalah degan menggunakan Mikroskop Elektro Imun. Apabila terdeteksi adanya IgM
maka dapat dikatakan bahwa ada infeksi virus. IgM bisa muncul bersamaan dengan IgG atau
sebelum IgG muncul.
BAB III
ISI
3.1 STEP I
1. Vesikula merupakan gelembung berisi cairan sebum, beratap, berukuran kurang dari 0,5 cm, dan
mempunyai dasar.
2. Ulser merupakan keadaan dimana vesikel yang pecah atau biasa disebut luka terbuka
3. HSV tipe 1 Virus herper simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada
kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Dimana
untuk HSV tipe satu menginfeksi daerah mulut dan wajah.
3.2 STEP II
1) Apa saja gejala klinis herpes simplek labialis ?
2) Apa yang menyebabkan rekurensi herpes simplek labialis?
3) Apakah ada hubungan pemberian obat demam dengan timbulnya lepuhan ?
4) Apa terapi yang sesuai untuk untuk kasus di skenario ?
5) Apa yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien yang terkena herpes simplek ?
3. Tidak ada hubungan karena obat yang diberikan adalah obat penurun demam, sedangkan demaam
yang ditimbulkan merupaakan gejala klinis dari herpes labialis yang merupakan HSV-1 tipe
sekunder. Jadi ketika obat demam tidak diberikan maka demam akan kambuh kembali dan tidak
menyembuhkan penyaakit yang diderita pasien.
4. Alasan beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut
menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat menghambat perkembangbiakan herpesvirus.
Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak
jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati.
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah Asiklofir dalam bentuk
topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer. Asiklovir
(zovirax) digunakan secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus,
mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi
herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat
oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif
berulang. Namun, telah dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten terhadap
acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan
acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan
frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan
acyclovir intravena.
3.4 STEP IV
Herpes Simplek Virus
HSV - 1 HSV - 2
primer sekunder
3.6 STEP VI
- Herpes Labialis
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi rekuren yang biasa terjadi pada anak-anak
atau pun dewasa. Gejala awal yang dapat dirasakan oleh penderita adalah demam, iritasi,
sakit kepala, nyeri, dan sakit waktu menelan. Kemudian beberapa hari setelahnya akan timbul
peradangan gingiva, bibir, palatum, mukosa bukal, lidah dan tonsil. Bentukan khas dari
penyakit ini adalah berupa ulser yang berkelompok dengan tidak ada halo (lingkaran) pada
palatum durum, perbatasan bibir, atau pada gingiva. Penyembuhan dapat terjadi secara
spontan sekitar 1-2 minggu.
- Herpes Keratokonjungtivitis
Penyakit ini dapat berupa penyakit infeksi primer maupun rekuren yang ditandai
dengan gangguan pada kornea hingga terjadi kebutaan.
- Herpes Neonatal
Penyakit ini terjadi pada bayi yang baru lahir dari seorang ibu yang terinfeksi herpes simplex
virus tipe 2. Transmisi biasa terjadi pada saat antenatal, intrapartum, atau postnatal.
Tertularnya bayi saat antenatal adalah melalui plasenta. Mortalitas pada bayi tidak jarang
terjadi (60% meninggal dan setengah dari yang hidup mengalami gangguan syaraf pusat dan
mata), biasanya saat ibu mengalami infeksi primer pada saat hamil trimester awal, janin akan
abortus. Apabila penularan terjadi pada trimester ke 2, bayi akan lahir prematur. Sedangkan
infeksi postpartum adalah penularan melalui sentuhan bayi dengan lesi pada genital ibu saat
melewati jalan lahir juga sering terjadi.
Manifestasi klinis
Herpes Gingivostomatitis :
- Penyebab HSV 1
- Pada usia muda (1-3 tahun)
- Lesi vesikuloulseratif bergerombol dengan dasar eritem yang luas pada mukosa bukalis, gingiva,
farinks, lidah
- Disertai gejala umum, nyeri, demam, malaise
- Sembuh dalam 2-3 minggu
Diagnosis banding harus dibedakan dengan kelainan lain dimulut. Sebagai patokan bila ada lesi
vesikel pada mukosa mulut, gingiva, hanya disebabkan oleh Herpes simpleks.
Herpes Gingivostomatitis
Infeksi primer kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Ciri ciri adalah:
b. Penatalaksanaan
Terapi paliatif
Merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya
dalam menghadap masalah yang berkaitan dengan penyakit yang mengancam jiwanya, termasuk
kegiatan preventif dan relief of pain
Identifikasi awal
Penilaian sempurna
Pengobatan nyeri dan masalah lain yang meliputi fisik, psikis maupun spiritual
Pemberian topikal anestesi, analgesik dan antipiretik rinsing yang mengandung lidokain
viscous 2% sebelum makan secara efektif dapat mengurangi nyeri selama makan
Mencegah dehidrasi
Terapi supportif :
hidrasi,
makan makanan lunak,
antipiretik berupa ibuprofen (hindari golongan aspirin).
Terapi kausatif :
acyclovir tablet 15 mg/kg BB 5 kali sehari (untuk anak-anak)
Memberikan antiseptik topikal povidon iodine 10 % dan triamnisolone 0.1 %
Menganjurkan anak untuk berkumur dengan chlorhexidine 3 x sehari, mengonsumsi
multivitamin sirup 1 x 1 sendok teh, dan meminum susu yang mengandung protein/ kalori
tinggi.
a) Higiene Personal
Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih. Idealnya saat musim
panas mandi 2 kali pagi dan sore.
Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis mandi agar tubuh tetap terjaga kebersihannya.
Cucilah seprai, handuk dan pakaian yang dipakai dengan air yang bersih dan menggunakan
deterjen [6].
Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari
berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang
mengandung antiseptik yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
b) Sanitasi lingkungan
Menjaga lingkungan agar tetap bersih
Menggunaan air bersih yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.
Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut
menghambat sintesis DNA virus. Obat ini dapat menghambat perkembangbiakan virus herpes.
Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak
jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati. Salah satu obat yang efektif untuk
infeksi Herpes Simpleks Virus adalah: Siklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang
kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer.
Terapi supportif :
makan makanan lunak,
antipiretik berupa ibuprofen (hindari golongan aspirin).
Terapi kausatif :
Herpes labialis bisa ditekan dengan menghilangkan faktor pemicu seperti menggunakan sun
screen.
Medikasinya biasanya berupa antiviral topikal yaitu 5% acyclovir, 3% penciclovir, dan 10%
docosanol diaplikasikan pada lesi 3 sampai 6 kali sehari.