Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Herpes simpleks
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I
atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan
menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada
dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi genital yang berulang
6 kali lebih sering daripada infeksi berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital
lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan infeksi HSV tipe I pada oral-
labial lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe II di daerah oral. Walaupun begitu infeksi dapat
terjadi di mana saja pada kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi
dapat menyebar ke bagian lain.

2.2 Virus herpes simpleks


Famili : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Simpleksvirus
Spesies : Virus Herpes Simpleks Tipe 1 dan Virus Herpes Simpleks Tipe 2
Virus herpes simpleks atau HSV tergolong virus herpes golongan -herpesvirinae yang cenderung
memiliki karakteristik seperti perkembangbiakannya yang cepat, efek sitolitik yang tinggi, dan dapat
menyebabkan infeksi laten. HSV memiliki DNA-doublestranded yang menyebabkan virus ini lebih
infeksius karena dapat lebih aktif dan progresif dalam menyebabkan mutasi pada susunan kode genetik
pada sel host. Susunan kode genetik yang berubah akan menyebabkan ekspresi gen seperti protein
penyusun sel host akan berubah sehingga akan terjadi perubahan fungsi dan dapat juga menyebabkan
rusaknya sel terseut. Ada dua jenis virus herpes yang sering menimbulkan penyakit pada rongga mulut,
terutama di mukosa, yaitu HSV tipe 1 dan tipe 2.
a. HSV Tipe 1
Virus ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit infeksi pada mukosa oral berupa
gingivostomatitis (lesi primer) dan herpes labialis (apabila infeksi ini terjadi lebih dari sekali atau
recurrent). Virus ini memiliki struktur yang sama dengan virus jenis lain, namun ada struktur yang
sedikit berbeda yaitu adanya envelope (selubung) yang dapat membantu terjadinya fusi dengan
membran plasma. Berikut beberapa penyakit yang disebabkan oleh HSV tipe 2 :
1. Gingivostomatitis herpetik akut
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3 tahun) dan terdiri atas lesi-lesi
vesikuloulseratif yang luas dari selaput lendir mulut, demam, lekas marah dan limfadenopati
lokal. Masa inkubasi pendek (sekitar 3-5 hari) dan lesi-lesi menyembuh dalam 2-3 minggu.
2. Keratojungtivitis
Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang kornea mata dan dapat mengakibatkan kebutaan.
3. Herpes Labialis
Merupakan gejala infeksi sekunder (recurrent) berupa pengelompokan vesikel-vesikel lokal,
biasanya pada perbatasan mukokutan bibir. Vesikel pecah, meninggalkan tukak yang rasanya
sakit dan menyembuh tanpa jaringan parut.
b. HSV tipe 2
HSV tipe II merupakan virus herpes yang sering dihubungkan dengan infeksi genital. Berikut
beberapa penyakit yang disebabkan oleh HSV tipe 2 antara lain :
1. Herpes Genetalis
Herpes genetalis ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada penis pria atau serviks, vulva,
vagina, dan perineum wanita. Lesi terasa sangat nyeri dan diikuti dengan demam, malaise,
disuria, dan limfadenopati inguinal. Infeksi herpes genetalis dapat mengalami kekambuhan dan
beberapa kasus kekambuhan bersifat asimtomatik. Bersifat simtomatik ataupun asimtomatik,
virus yang dikeluarkan dapat menularkan infeksi pada pasangan seksual seseorang yang telah
terinfeksi.
2. Herpes neonatal
Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang baru lahir. Virus HSV-2 ini ditularkan
ke bayi baru lahir pada waktu kelahiran melalui kontak dengan lesi-lesi herpetik pada jalan lahir.
Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan melalui bedah caesar terhadap wanita hamil
dengan lesi-lesi herpes genetalis. Infeksi herpesneonatal hampir selalu simtomatik. Dari kasus
yang tidak diobati, angka kematian seluruhnya sebesar 50%.

2.3 Patogenesis
HSV memiliki protein spesifik di permukaan selubung yang tersusun atas lipid dan glikoprotein,
yang dapat berikatan dengan protein spesifik yang terdapat pada permukaan membran plasma apabila
sesuai. Protein spesifik milik virus ini dapat disebut ligan, dan milik sel host disebut reseptor. Ligan
virus seperti gC dan gD dapat berikatan dengan reseptor heparin sulfat yang terbentuk dari residual
glikoprotein. Setelah berikatan, akan terjadi fusi antara membran plasma sel dengan selubung virus.
Selubung virus yang berfusi ini akan menyebabkan genom dalam kapsid dan protein dalam tegumen
berpenetrasi secara eksositosis ke dalam membran plasma. Lalu, kapsid dan protein tegumen akan
berfusi lagi di membran nucleus dan viral DNA akan berpenetrasi ke dalam nucleus, dan mengganggu
DNA dalam genom sel inang.
Virus tidak memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendirian karena tidak ada
struktur yang mendukung hal itu untuk terjadi. Karena itulah virus masuk ke dalam nucleus sel inang
seperti sel epitel, dan ia ikut bereplikasi saat sel inangnya ini bereplikasi. Selain itu, ternyata pada
replikasi virus dibantu oleh adanya protein-protein yang membantu proses transkripsi. Protein
terutama, dapat membantu replikasi virus yang menumpang pada sel inang karena mengandung enzim
DNA-polimerase. Selain itu, pembentukan kapsid juga terbentuk di dalam nucleus. Setelah komponen
DNA dan kapsid terbentuk, virus akan menembus nucleus dengan bantuan glikoprotein yang dibentuk
di reticulum endoplasma yang disebut eksositosis. Setelah keluar dari nucleus, virus mendapatkan
selubung dari komponen protein dalam sel inang lalu keluar dengan menembus membran plasma dan
menginfeksi sel lainnya.
Selain menyerang secara langsung, virus ternyata bisa bersifat dormant terlebih dahulu sebelum
mulai replikasi. Dalam keadaan ini masa inkubasi virus kira-kira selama beberapa hari sampai dengan
dua minggu. Apabila ada faktor yang mereaktivasi maka virus yang awalnya dorman itu akan aktif dan
memulai replikasinya.
Ketika virus berhasil menginfeksi sel-sel epitel, akan terbentuk suatu lesi primer yang nantinya
akan terbentuk vesikel di sana. Sebelum terbentuk vesikel, seseorang akan merasakan sensasi terbakar,
sakit, perih, panas dan tidak nyaman pada suatu daerah tertentu di rongga mulutnya. Sensasi itu disebut
gejala prodromal, yang terjadi pada saat virus sedang bereplikasi secara maksimal dan system
pertahanan tubuh kita berusaha melawan antigen dari virus tersebut. Biasanya, tidak lama setelah gejala
prodromal muncul, pada daerah yang terasa sakit tadi akan muncul suatu vesikel yang awalnya berupa
makula atau suatu ruam pada permukaan mukosa yang tidak menonjol atau rata. Makula ini kemudian
akan menjadi papula atau vesikel yang menonjol, yang menunjukkan bahwa jaringan epitel telah
mengalami kerusakan sampai subepitel. Tonjolan ini cenderung berisi cairan eksudat, sel-sel leukosit
dan virus yang sudah mati maupun masih aktif. Setelah 1-2 hari setelah terbentuk, papula tadi akan
pecah dan membentuk ulcer (kerusakan pada epitel) yang terasa sangat sakit, yang akan sembuh tanpa
meninggalkan bekas luka selama kurang lebih 10 hari.
Selain dengan sel-sel leukosit seperti PMN, ternyata antigen virus juga langsung dipresentasikan
oleh APC (ex: makrofag) dan dibawa ke lymph node. Di sana, antigen itu akan dikenali oleh sel T, dan
sel Th akan membantu mengingat antigen itu agar sel B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma dan
membentuk antibody untuk antigen virus ini. Jika infeksi virus yang terjadi sangat kuat, maka lymph
node akan bekerja maksimal sehingga dapat menyebabkan lymph node mengalami pembesaran dan
membuat pasien merasa sakit dan tidak nyaman untuk makan maupun minum.
Selain menginfeksi sel epitel secara langsung, ternyata virus juga dapat bermigrasi ke ganglion
saraf sensoris dengan melewati saraf tepinya. Di daerah wajah dan leher, ganglion yang terbesar adalah
ganglion trigeminal, dan virus herpes ini cenderung akan bermigrasi ke sana dan menjadi virus yang
bersifat laten. Maksudnya adalah virus itu sedang dalam keadaan tidak aktif, DNA-nya sedang berada
dalam kondisi non-replicating dan non-infectious. Sama seperti sebelumnya, virus ini akan kembali
aktif setelah ada sesuatu yang dapat mengaktivasinya kembali, seperti sistem pertahanan tubuh yang
turun, adanya trauma minor dan beberapa faktor lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Di bawah ini
adalah contoh lesi sekunder yang disebabkan oleh teraktivasinya HSV-1 yang bersifat laten. Daerah
palatum diinervasi oleh N.V/2 yaitu nervus maxillaris yang bermuara di ganglion trigeminal, sehingga
HSV-1 laten yang teraktivasi dapat bermigrasi ke palatum dengan melewati cabang saraf ganglion
trigeminal ini.
Sel epitel yang telah terinfeksi dapat melakukan fusi dengan sel epitel lain yang belum terinfeksi.
Hal ini mungkin dapat disebabkan karena rusaknya fungsi sel yang normal akibat susunan kode genetik
dalam DNAnya telah berubah karena mendapat gangguan dari DNA virus. Terjadinya fusi ini akan
menyebabkan terbentuknya multinucleated epithelial cell atau bisa juga disebut multinucleated giant
cells.
2.4 Pemeriksaan penunjang
a. Sitopatologi
Sitopatologi adalah pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap penanaman atau hapusan.
Metode sitopatologi yang cepat adalah dengan mewarnai goresan yang diperoleh dari dasar vesikel
(misal, dengan pewarnaan Giemsa); adanya sel raksasa berinti banyak menunjukan adanya herpes
virus, membedakan lesi dengan yang disebabkan oleh coxsackie virus dan penyakit non virus.
b. Reaksi Rantai Polimerase (PCR)
Uji PCR dapat digunakan untuk mendeteksi virus dan bersifat sensitif serta spesifik. PCR assay akan
mencari potongan-potongan kecil DNA virus dan kemudian mereplikasi mereka jutaan kali hingga
virus terdeteksi. PCR mampu mengamplifikasi daerah tertentu pada virus yang merupakan ciri khas
virus sehingga dapat dilakukan identifikasi virus.
c. Serologi
Tes serologi (darah) dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik terhadap virus dan jenis virus.
Salah satunya adalah degan menggunakan Mikroskop Elektro Imun. Apabila terdeteksi adanya IgM
maka dapat dikatakan bahwa ada infeksi virus. IgM bisa muncul bersamaan dengan IgG atau
sebelum IgG muncul.
BAB III
ISI

3.1 STEP I
1. Vesikula merupakan gelembung berisi cairan sebum, beratap, berukuran kurang dari 0,5 cm, dan
mempunyai dasar.
2. Ulser merupakan keadaan dimana vesikel yang pecah atau biasa disebut luka terbuka
3. HSV tipe 1 Virus herper simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada
kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Dimana
untuk HSV tipe satu menginfeksi daerah mulut dan wajah.
3.2 STEP II
1) Apa saja gejala klinis herpes simplek labialis ?
2) Apa yang menyebabkan rekurensi herpes simplek labialis?
3) Apakah ada hubungan pemberian obat demam dengan timbulnya lepuhan ?
4) Apa terapi yang sesuai untuk untuk kasus di skenario ?
5) Apa yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien yang terkena herpes simplek ?

3.3 STEP III


1. Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam blister atau cold sores)
ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas dengan dasar erythematous, biasanya pada
muka atau bibir, mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh
berbagai macam trauma, demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan mungkin juga
menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena adanya circulating antibodies, dan
antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan
mungkin terjadi pada orang-orang dengan immunosuppressed.
2. Infeksi herpes labialis yang berulang ( recurrent herpes labialis (RHL) merupakan infeksi recurrent
intraoral herpes simplex (RIH) terjadi pada pasien yang mengalami infeksi herpes simplex
sebelumnya dan yang memiliki serum antibody dalam proteksi infeksi primer. Sebaliknya, infeksi
yang berulang ini terbatas pada daerah di kulit dan membran mukosa. Herpes yang berulang tidak
merupakan infeksi tetapi virus yang aktif kembali dari masa laten di jaringan saraf. Herpes simplex
dikultur dari trigeminal ganglion dari cadavers manusia, dan lesi herpes yang berulang biasanya
tampak setelah pembedahan ganglion. Herpes recurrent mungkin dapat diaktifkan oleh trauma bibir,
demam, sunburn, imunosuresi dan menstruasi. Perjalanan virus menginfeksi sel epitel,
penyebarannya dari sel ke sel untuk menyebabkan sebuah lesi.

3. Tidak ada hubungan karena obat yang diberikan adalah obat penurun demam, sedangkan demaam
yang ditimbulkan merupaakan gejala klinis dari herpes labialis yang merupakan HSV-1 tipe
sekunder. Jadi ketika obat demam tidak diberikan maka demam akan kambuh kembali dan tidak
menyembuhkan penyaakit yang diderita pasien.

4. Alasan beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut
menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat menghambat perkembangbiakan herpesvirus.
Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak
jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati.
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah Asiklofir dalam bentuk
topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer. Asiklovir
(zovirax) digunakan secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus,
mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi
herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat
oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif
berulang. Namun, telah dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten terhadap
acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan
acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan
frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan
acyclovir intravena.

5. Hal yang perlu diperhatikan adalah :


selalu menjaga agar alat yang digunakan merupakan alat yang steril agar tidak menularkan
virus ataupun penyakit lain dari pasien satu ke pasien yang lain
selalu menggunakan handscoon dan masker, sebagai proteksi operator terhadap pasien
mencegah kontaminasi kulit dengan penderita melalui bahan bahan infeksius

3.4 STEP IV
Herpes Simplek Virus

HSV - 1 HSV - 2

primer sekunder

Gejala klinis Patogenesis Penatalaksanaan


3.5 STEP V
1) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perbedaan HSV-1 dan HSV-2
2) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai gejala klinis, patogenesis, dan
penatalaksanaan dari HSV-1 tipe primer
3) Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai gejala klinis, patogenesis, dan
penatalaksanaan dari HSV-1 tipe sekunder

3.6 STEP VI

3.7 STEP VII


3.7.1 Perbedaan HSV-1 dan HSV-2
1. Herpes berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti merayap, di mana virus penyebab penyakit
ini akan merayap pada sel-sel saraf dan akhirnya berhenti pada ganglion dalam masa latennya.
Herpes Simplex Virus terbagi menjadi dua tipe yakni :
a. Herpes Simplex Virus Tipe 1
Jenis virus ini dapat menyebabkan penyakit infeksi yang biasa disebut dengan cold sores. Cara
penularannya melalui sentuhan langsung atau droplet yang mengandung virus. Beberapa
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus ini adalah :
- Herpes Gingivostomatitis Herpetika Akut
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi fase primer yang biasa terjadi pada anak-
anak berumur 5 bulan 6 tahun. Gejala yang dialami biasanya asimpptomatik, sehingga
keberadaan penyakit ini jarang disadari oleh anak atau orang tua. Virus dapat memasuki
tubuh anak melalui jaringan epitel dan memulai masa inkubasi selama 2-10 hari. Setelah itu
timbul gejala prodormal berupa kelelahan, sakit otot, sakit tenggorok, demam, sakit kepala,
dan terjadi pembesaran kelenjar limfe di servikal. 1-2 hari selanjutnya akan timbul gejala
klinis berupa vesikula-vesikula kecil berdinding tipis dengan dasar eritematus yang kemudian
pecah menjadi ulser dan akhirnya menjadi krusta.

- Herpes Labialis
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi rekuren yang biasa terjadi pada anak-anak
atau pun dewasa. Gejala awal yang dapat dirasakan oleh penderita adalah demam, iritasi,
sakit kepala, nyeri, dan sakit waktu menelan. Kemudian beberapa hari setelahnya akan timbul
peradangan gingiva, bibir, palatum, mukosa bukal, lidah dan tonsil. Bentukan khas dari
penyakit ini adalah berupa ulser yang berkelompok dengan tidak ada halo (lingkaran) pada
palatum durum, perbatasan bibir, atau pada gingiva. Penyembuhan dapat terjadi secara
spontan sekitar 1-2 minggu.

- Herpes Keratokonjungtivitis
Penyakit ini dapat berupa penyakit infeksi primer maupun rekuren yang ditandai
dengan gangguan pada kornea hingga terjadi kebutaan.

b. Herpes Simplex Virus Tipe 2


Virus tipe ini memiliki ciri khas menyerang bagian genital seseorang. Namun pada beberapa
kasus infeksi fasial dan oral juga dapat ditemukan keberadaan virus tipe ini. Beberapa penyakit
infeksi yang dapat disebabkan oleh virus ini adalah :
- Herpes Genital
Penyakit ini ditandai dengan lesi vesikuloulserative pada penis, serviks, vulva, vagina, atau
perineum wanita. Lesi tersebut terasa sangat sakit yang biasanya diikuti dengan demam,
malaise, disuria, dan limfadenopati inguinal. Penularannya dapat melalui hubungan seksual.

- Herpes Neonatal
Penyakit ini terjadi pada bayi yang baru lahir dari seorang ibu yang terinfeksi herpes simplex
virus tipe 2. Transmisi biasa terjadi pada saat antenatal, intrapartum, atau postnatal.
Tertularnya bayi saat antenatal adalah melalui plasenta. Mortalitas pada bayi tidak jarang
terjadi (60% meninggal dan setengah dari yang hidup mengalami gangguan syaraf pusat dan
mata), biasanya saat ibu mengalami infeksi primer pada saat hamil trimester awal, janin akan
abortus. Apabila penularan terjadi pada trimester ke 2, bayi akan lahir prematur. Sedangkan
infeksi postpartum adalah penularan melalui sentuhan bayi dengan lesi pada genital ibu saat
melewati jalan lahir juga sering terjadi.

Tipe virus infeksi primer Infeksi rekuren


HSV-1 Gingivostomatitis Herpes labialis
Keratokonjunctivitis Keratokonjuntivitis
lesi pada genital dan kulit Lesi pada genital dan kulit
HSV-2 lesi pada genital dan kulit lesi pada genital dan kulit
Gingivostomatitis Gingivostomatitis
Keratokonjunctivitis Aseptic meningitis
Aseptic meningitis
HSV-1 HSV-2

152 kb pair 154 kb pair

Komponen G+C 68% Komponen G+C 69%

Tempat latency ganglion Tempat latency ganglion


trigeminal sehingga rekurensi saklar, dasar spinal sehingga
pada bibir / wajah rekurensi pada area genital

3.7.2 Gejala Klinis, Patogenesis dan Penatalaksanaan HSV-1 tipe Primer


a. Patogenesis an Gejala Klinis
Infeksi primer terjadi pada pasien yang tidak memiliki kekebalan yang dihasilkan dari kontak
sebelumnya dengan virus. Pasien dapat terjangkit HSV setelah kontak dengan individu yang memiliki
lesi aktif primer / lesi rekuren.

Manifestasi klinis

- Full-blown oral dan penyakit sistemik


- Masa inkubasi 5-7 hari, range 2-12 hari
- Pada infeksi herpes primer terdapat riwayat umum berupa gejala prodormal 1-2 hari yang
mendahului lesi lokal. Informasi tersebut berguna untuk membedakan infeksi virus dengan
stomatitis karena alergi / eritema multiforme di mana munculnya gejala sistemik dan lesi lokal
secara bersamaan
- Gejala umum : demam, sakit kepala, malaise, nausea, vomiting
- Sekitar 1-2 hari setelah gejala prodormal, muncul vesikel kecil pada mukosa oral
- Vesikel berdinding tipis dan dikelilingi daerah inflamasi
- Vesikel ruptur dengan cepat dan meninggalkan ulser bulat
- Apabila penyakit progesif, beberapa lesi mungkin menyatu membentuk lesi ireguler yang besar /
luas
- Kriteria diagnosa yang penting pada penyakit ini adalah muncul generalized gingivitis marginal
akut
- HSV primer pada anak biasanya merupakan self limiting disease di mana demam biasanya
menghilang dalam 3-4 hari dan lesi mulai sembuh 7-10 hari
Manifestasi klinis infeksi primer biasanya lebih berat dan berlangsung lebih lama dibanding
infeksi rekuren.Ditandai dengan lesi vesikula bergerombol dasar eritematus atau vesikoulseratif
bergerombol dasar eritematus.
Variasi klinis berupa:

Herpes Gingivostomatitis :

- Penyebab HSV 1
- Pada usia muda (1-3 tahun)
- Lesi vesikuloulseratif bergerombol dengan dasar eritem yang luas pada mukosa bukalis, gingiva,
farinks, lidah
- Disertai gejala umum, nyeri, demam, malaise
- Sembuh dalam 2-3 minggu
Diagnosis banding harus dibedakan dengan kelainan lain dimulut. Sebagai patokan bila ada lesi
vesikel pada mukosa mulut, gingiva, hanya disebabkan oleh Herpes simpleks.

Herpes Gingivostomatitis

Herpes Simpleks pada Mata:

Infeksi primer kebanyakan terjadi pada usia dewasa. Ciri ciri adalah:

- lesi umumnya keratokonjunktivitis, dapat unilateral atau bilateral.


- Disertai vesikula pada palpebra dan sekitarnya.
- Fase rekuren biasanya beripa keratitis.
- Bentuk yang progresif dapat menimbulkan kebutaan.

b. Penatalaksanaan
Terapi paliatif
Merupakan suatu pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya
dalam menghadap masalah yang berkaitan dengan penyakit yang mengancam jiwanya, termasuk
kegiatan preventif dan relief of pain
Identifikasi awal
Penilaian sempurna
Pengobatan nyeri dan masalah lain yang meliputi fisik, psikis maupun spiritual
Pemberian topikal anestesi, analgesik dan antipiretik rinsing yang mengandung lidokain
viscous 2% sebelum makan secara efektif dapat mengurangi nyeri selama makan
Mencegah dehidrasi
Terapi supportif :
hidrasi,
makan makanan lunak,
antipiretik berupa ibuprofen (hindari golongan aspirin).
Terapi kausatif :
acyclovir tablet 15 mg/kg BB 5 kali sehari (untuk anak-anak)
Memberikan antiseptik topikal povidon iodine 10 % dan triamnisolone 0.1 %
Menganjurkan anak untuk berkumur dengan chlorhexidine 3 x sehari, mengonsumsi
multivitamin sirup 1 x 1 sendok teh, dan meminum susu yang mengandung protein/ kalori
tinggi.

3.7.3 Gejala Klinis, Patogenesis dan Penatalaksanaan HSV-1 tipe Sekunder


a. Gejala Klinis
Herpes Labialis:

- umumnya sebagai infeksi rekuren dari Herpes gingivostomatitis


- lesi vesikel pada daerah mukokutan merupakan tanda khas.
- Sebagian besar didahului dengan gejala prodromal, panas,nyeri, gatal pada daerah lesi.
- Lesi biasanya unilokuler, tapi dapat juga menjalar sampai hidung.
- Sembuh dalam 6-10 hari.
b. Penatalaksanaan
Terapi Paliatif :
1. Pencegahan transmisi HSV secara horisontal

a) Higiene Personal

Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih. Idealnya saat musim
panas mandi 2 kali pagi dan sore.
Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis mandi agar tubuh tetap terjaga kebersihannya.
Cucilah seprai, handuk dan pakaian yang dipakai dengan air yang bersih dan menggunakan
deterjen [6].
Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari
berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang
mengandung antiseptik yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
b) Sanitasi lingkungan
Menjaga lingkungan agar tetap bersih
Menggunaan air bersih yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.

2. Pencegahan transmisi HSV secara vertikal


Terapi ini dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil dengan screning awal di usia kehamilan
14-18 minggu, selanjutnya dilakukan kultur servik setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan
pada ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus supresif (diberikan setiap
hari mulai dari usia kehamilan 36 minggu dengan acyclovir 400mg 3/hari atau 200mg 5/hari) yang
secara signifikan dapat mengurangi periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%). Namun
apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif di daerah
genital maka kelahiran secara sesar menjadi pilihan utama.[3] Periode postnatal bertanggungjawab
terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal. Infeksi ini terjadi karena adanya kontak antara
neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV (infeksi primer HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%,
HSV-I rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan juga karena

Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua obat tersebut
menghambat sintesis DNA virus. Obat ini dapat menghambat perkembangbiakan virus herpes.
Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak
jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati. Salah satu obat yang efektif untuk
infeksi Herpes Simpleks Virus adalah: Siklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang
kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer.

Terapi supportif :
makan makanan lunak,
antipiretik berupa ibuprofen (hindari golongan aspirin).
Terapi kausatif :
Herpes labialis bisa ditekan dengan menghilangkan faktor pemicu seperti menggunakan sun
screen.
Medikasinya biasanya berupa antiviral topikal yaitu 5% acyclovir, 3% penciclovir, dan 10%
docosanol diaplikasikan pada lesi 3 sampai 6 kali sehari.

Anda mungkin juga menyukai