Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yang berfungsi

untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam

darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta sekresi bahan buangan dan kelebihan

garam. Keadaan dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang progresif secara

perlahan tapi pasti, yang dapat mencapai 60 % dari kondisi normal menuju

ketidakmampuan ginjal ditandai tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah) disebut dengan gagal ginjal kronik.

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan

fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini

terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. Gagal ginjal kronis

merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit sehingga terjadi uremia.


2

Selama perjalanan penyakit gagal ginjal kronis dan terainya menimbulkan

muncul berbagai manifestasi klinis pada seluruh system organ tubuh dan 90% dari

semua pasien gagal ginjal kronis terjadi manifestasi di rongga mulut seperti uremic

stomatitis. Uremic stomatitis adalah komplikasi yang jarang terjadi. Hal ini dialami

pasien dengan gagal ginjal yang parah, berupa lesi putih, merah atau abu-abu pada

mukosa rongga mulut. Pada pasien terdapat bentukan papula kemerahan yang terdiri

dari pseudomembran abu-abu di atas erythrma patches yang sakit atau dapat pula

berbentuk mukosa kemerahan atau ulserasi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah gagal ginjal dapat menyebabkan plak putih pada lidah dan ulser pada rongga

mulut

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dapat menyebabkan plak putih pada lidah dan

ulser pada rongga mulut


3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Gagal Ginjal

2.1.1. Definisi Gagal Ginjal

Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis

yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat

yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang permanen, berupa dialisis atau

transplantasi ginjal.

Definisi penyakit ginjal kronis adalah

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan

struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus

(LFG) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda kelainan ginjal,

termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes

pencitraan.

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama tiga

bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.


4

2.1.2 Etiologi Gagal Ginjal

Penyakit ginjal kronis dapat muncul karena manifestasi penyakit kronis lain,

seperti diabetes mellitus atau hipertensi. Diabetes adalah penyebab paling sering

terjadinya penyakit ginjal kronis dan insidensinya mencapai 33%. Penyakit vascular

(hipertensi primer) adalah penyebab paling sering kedua gagal ginjal kronis, yang

menyebabkan 21% kasus penyakit ginjal kronis pada dewasa.10 Penyakit lain yang

dapat menyebabkan rusaknya ginjal diantaranya:11,12

1. Penyakit autoimun seperti systemic lupus erythematosus (SLE) dan

scleroderma.

2. Kelainan bawaan pada ginjal seperti polycystic kidney disease, dimana

terdapat kista berukuran besar di dalam ginjal dan merusak jaringan di sekitarnya.

3. Glomerulonefritis, yaitu penyakit yang menyebabkan inflamasi dan

kerusakan pada bagian filtrasi ginjal. Glomerulonefritis adalah penyebab penyakit

ginjal tersering ketiga terbanyak.

4. Trauma pada ginjal .

5. Obstruksi yang disebabkan oleh batu ginjal, tumor, atau pembesaran

kelenjar prostat pada laki-laki.


5

6. Infeksi saluran kemih yang berulang.

7. Kelainan pada arteri yang memperdarahi ginjal.

8. Obat-obatan analgesik dan obat-obatan lainnya seperti obat kanker.

9. Reflux nephropathy.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab

gagal ginjal pada pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada tabel

Penyebab gagal ginjal di Indonesia.10

a. Glomerulonefritis 46,39%
b. Diabetes mellitus 18,65%
c. Obstruksi dan infeksi 12,85%
d. Hipertensi 8,46%
e. Sebab lain 13,65%

Faktor predisposisi penyakit ginjal kronis antara lain:11

1. Faktor kerentanan, yaitu faktor yang menyebabkan seseorang rentan terhadap

penyakit ginjal kronis yaitu usia tua dan adanya riwayat keluarga penderita penyakit

ginjal kronis.

2. Faktor inisiasi, yaitu faktor yang langsung menyebabkan kerusakan pada ginjal

seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit autoimun, infeksi sistemik, infeksi

saluran kemih, obstruksi saluran kemih, dan toksisitas obat.


6

3. Faktor progresif, yaitu faktor yang dapat memperparah kondisi penyakit ginjal

kronis dan mempercepat penurunan fungsi ginjal seperti kadar proteinuria yang

tinggi, hipertensi berat, kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes,

dan merokok.

2.1.3 Manifestasi

Pasien penyakit ginjal kronis derajat 1 sampai 3 seringnya tidak memiliki

keluhan atau asimtomatik. Pada tahap awal penyakit ginjal kronis biasanya terdapat

gejala yang tidak spesifik seperti hilangnya nafsu makan, lemah, sakit kepala, rasa

gatal pada kulit, kulit kering, mual, serta penurunan berat badan. Pada penyakit ginjal

kronis derajat 4 dan 5 mulai tampak manifestasi klinis yang signifikan. Pada penyakit

ginjal kronis derajat 5 (gagal ginjal) muncul kumpulan gejala yang disebut sindrom

uremia yang disebabkan oleh penumpukan toksin pada tubuh.10,11,12 Sindrom

uremia muncul terutama pada pasien yang tidak teratur menjalani terapi

hemodialisisseperti:

1. Gangguan cairan dan elektrolit

- Hiponatremia - Hiperkalemia

- Hiperfosfatemia

2. Gangguan endokrin-metabolik
7

- Amenorrhea - Infertil dan disfungsi seksual

- Hiperurisemia - Hipertrigliseridemia

3. Manifestasi neuromuskular

- Sakit kepala - Gangguan tidur

- Lemah, lesu - Kejang

- Koma

4. Manifestasi kardiovaskular dan pulmonal

- Hipertensi - Perikarditis

- Hipotensi dan aritmia - Kalsifikasi vaskular

5. Manifestasi pada kulit

- Pucat - Ekimosis

- Hiperpigmentasi - Gatal

6. Manifestasi gastrointestinal

- Anoreksia - Mual dan muntah

- Perdarahan gastrointestinal - Peritonitis

7. Gangguan hemotologi dan imunologi


8

- Anemia - Lymphocytopenia

- Leukopenia - Trombositopenia, dll

2.1.4. Perencanaan Tatalaksana

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal dengan tujuan

mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air

dan elektrolit. Hemodialisis terbukti sangat bermanfaat dalam memperpanjang usia

dan meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit ginjal kronis derajat 5. Dalam

suatu proses hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam

kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat sintesis yang

berlubang kecil di tengahnya. Darah mengalir ke dalam lubang serat, sedangkan

dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses

ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik

melintasi membran dialsisis dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam

kompartemen.15

Indikasi hemodialisis antara lain sebagai berikut:

1. Asidosis metabolik yang sulit dikoreksi

2. Uremia > 200mg/dL

3. Hiperkalemia > 7 mEq/L


9

4. Kelebihan cairan

5. Encephalopati uremikum

6. Intoksikasi obat

7. LFG < 15 mL/menit/1,73m2

Masalah yang paling sering dialami oleh pasien hemodialisis berkaitan dengan

akses vaskuler seperti trombosis fistula, pembentukan aneurisma, dan infeksi

terutama dengan graft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi sistemik

dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit dialisis. Transmisi infeksi

yang ditularkan melalui darah seperti virus hepatitis dan HIV merupakan suatu

bahaya potensial.

Pada dialisis jangka panjang, deposit protein amiloid dialisis yang

mengandung mikroglobulin dapat menyebabkan sindrom terowongan karpal dan

artropati destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang

mengandung aluminium dan kontaminasi aluminium dari cairan dialisat dapat

menyebabkan toksisitas aluminium dengan demensia, mioklonus, kejang, dan

penyakit tulang.17

2.2 Xerostomia

2.2.1 Definisi
10

Xerostomia berasal dari bahasa Yunani, yaitu xeros yang artinya kering, dan

stoma yang artinya mulut. Xerostomia merupakan kumpulan keluhan subjektif mulut

kering yang disebabkan oleh penurunan produksi saliva.19

2.2.2 Etiologi

Xerostomia yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Efek samping obat

Xerostomia dapat disebabkan oleh efek samping dari pengobatan tertentu.

Beberapa obat tersebut seperti obat-obatan kardiovaskular, analgesik, psikiatrik, dan

endokrinologi. Obat-obatan ini memiliki sifat antikolinergik atau simpatomimetik

yang dapat menurunkan laju aliran saliva sehingga dapat meningkatkan kadar asam

dimulut. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya karies.21

2. Radiasi pada daerah leher dan kepala

Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher untuk perawatan kanker terbukti

dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat

kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi.18,22 Jaringan saliva sangat

rentan terhadap radiasi, dan kelenjar parotis yang paling mudah rusak. Dosis radiasi

terendah sebesar 20 Gy dapat menyebabkan penghentian permanen laju aliran saliva

jika diberikan sebagai dosis tunggal. Pada dosis di atas 52 Gy, disfungsi saliva
11

menjadi parah. Pengobatan karsinoma mulut konvensional melibatkan pemberian

dosis 60 Gy sampai 70 Gy dan ini dapat menyebabkan penurunan aliran secara cepat

selama minggu pertama radiasi.22

3. Penyakit kelenjar saliva

Terdapat beberapa penyakit lokal tertentu yang dapat mempengaruhi kelenjar

saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Penyakit tersebut antara lain

inflamasi kelenjar saliva akut dan kronik (sialadenitis), tumor ganas maupun jinak,

sindroma Sjogren, dan penyakit sistemik.18 Sialadenitis kronis lebih sering

mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan

degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kista dan tumor kelenjar saliva,

baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur

duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva.23

Sindroma Sjogren adalah penyakit gangguan autoimun jaringan ikat. Pada dasarnya

yang dipengaruhi adalah kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar

saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.18,23

Xerostomia juga dapat terjadi pada gangguan penyakit sistemik seperti demam, diare

terlalu lama, diabetes mellitus, gagal ginjal, dan penyakit sistemik lainnya.23

4. Usia

Xerostomia merupakan masalah umum pada usia lanjut.24 Keadaan ini

disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan
12

pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah

komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi

perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang,

dan akan digantikan oleh jaringan ikat dan lemak. Keadaan ini mengakibatkan

pengurangan jumlah salliva.23 Perubahan atropi yang terjadi di kelenjar

submandibular sesuai dengan pertambahan usia juga akan menurunkan produksi

saliva dan mengubah komposisinya.18

5. Keadaan fisiologi

Pada saat berolahraga, atau berbicara yang lama dapat menyebabkan

berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Gangguan emosional,

seperti stress, putus asa, dan rasa takut dapat merangsang terjadinya pengaruh saraf

simpatis dari sistem saraf otonom dan menghalangi sistem saraf parasimpatis

sehingga sekresi saliva menjadi menurun dan menyebabkan mulut menjadi kering.

Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.2

2.2.3 Gejala dan Tanda

Individu yang menderita xerostomia sering mengeluhkan masalah dalam

makan, berbicara, menelan, dan pemakaian gigi tiruan. Makanan yang kering
13

biasanya sulit dikunyah dan ditelan. Pasien yang menderita xerostomia dapat

mengeluhkan gangguan pengecapan, rasa sakit pada lidah seperti terbakar, dan

peningkatan kebutuhan untuk minum air, terutama pada malam hari. Pasien

xerostomia yang memakai gigi tiruan mengalami masalah dengan retensi gigi tiruan,

lesi akibat gigi tiruan, dan lidah lengket pada palatum.25

Xerostomia menyebabkan keringnya selaput lendir. Mukosa mulut menjadi

kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena

tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva. Rasa pengecapan dan proses

berbicara juga akan terganggu. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi

pembersih saliva berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai

keluhan mulut seperti terbakar. Selain itu, fungsi bakteri dari saliva pada penderita

xerostomia akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya karies gigi.25

Xerostomia dapat mengakibatkan peningkatan karies dental, eritema mukosa

oral, pembengkakan kelenjar parotid, angular chelitis, mukositis, inflamasi atau ulser

pada lidah dan mukosa bukal, kandidiasis, sialadenitis, halitosis, ulserasi pada rongga

mulut.25 Mukosa pada mulut dan lidah bisa tampak kering dan pecah-pecah. Karies

gigi, akumulasi plak, gingivitis, dan periodontitis adalah umum pada pasien dengan

hipofungsi kelenjar saliva yang signifikan. Infeksi seperti kandidiasis mulut,

pembesaran kelenjar dari sialadenitis umumnya terlihat pada pasien dengan

hipofungsi kelenjar saliva moderat sampai berat.20


14

2.2.4 Diagnosis dan Pemeriksaan

Diagnosis dari xerostomia dilakukan berdasarkan anamnesa terarah dan dapat

juga dilakukan dengan mengukur laju aliran saliva total yaitu dengan saliva

collection. Laju aliran saliva memberi informasi yang penting untuk

tindakandiagnostik dan tujuan penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat

dibedakan dengan teknik pengukuran tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung

melalui kelenjar saliva mayor, individual, atau melalui campuran cairan dalam rongga

mulut yang disebut saliva murni.26

Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting,

suction, dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk

memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu.

Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk

mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah

ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan dalam mulut

pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting dilakukan dengan membiarkan saliva

untuk tergenang di dalam mulut dan meludah ke dalam suatu tabung setiap 60 detik

selama 2-5 menit.26

Untuk mengukur saliva total, maka tidak diperkenankan makan dan minum

dalam kurun waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva. Laju
15

aliran saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi dan terstimulasi.

Laju aliran saliva tanpa stimulasi < 0,1 mL/menit dan laju aliran saliva terstimulasi <

1,0 mL/menit adalah merupakan indikasi xerostomia.26 Riwayat kesehatan

keseluruhan yang mencakup penggunaan obat diikuti dengan pemeriksaan klinis yang

diperlukan untuk menetapkan diagnosis. Selanjutnya tes seperti evaluasi serologi,

pencitraan kelenjar ludah seperti sialografi, dan scintigraphy, dan evaluasi sialometrik

juga dapat diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan untuk menentukan

kondisi sistemik mendasar.25

2.3 Hubungan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis

dengan Xerostomia

Menurunnya kesehatan gigi dan mulut sering dijumpai pada pasien

hemodialisis. Beberapa penelitian menunjukkan pasien dengan konsentrasi ureum

yang tinggi di dalam darah memiliki resiko yang lebih besar memiliki lesi di mulut.

Menurunnya kesehatan gigi dan mulut ini akan semakin parah pada pasien usia lanjut,

penderita penyakit lain sepertti diabetes mellitus, konsumsi obat-obatan, dan

penurunan fungsi imun yang mempermudah terjadinya infeksi dan inflamasi dirongga

mulut.27

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat kondisi oral pada pasien

hemodialisis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan banyaknya pasien hemodialysis


16

yang memiliki setidaknya satu atau lebih manifestasi di rongga mulut, seperti

perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ekimosis dan petekie,

sakit pada lidah atau mukosa, bau ureum, dan ulser di rongga mulut.8

Xerostomia pada pasien hemodialisis disebabkan oleh:

1. Batasan asupan cairan

Batasan asupan cairan dilakukan untuk menjaga keseimbangan cairan di

dalam tubuh pasien hemodialisis. Apabila asupan cairan tidak dibatasi, maka akan

mengakibatkan hipertensi, edema paru, dan manifestasi kardiovaskuler. Oleh karena

itu, pasien hemodialisis sering merasa haus yang berlebihan dan memiliki keluhan

mulut kering.9

2. Efek uremia

Uremia adalah sindrom klinis yang ditemukan pada pasien penyakit ginjal

kronis karena adanya retensi urea dan zat-zat sisa metabolisme di dalam darah yang

secara normal dapat diekskresikan melalui urin. Hal inilah yang dapat mempengaruhi

seluruh organ tubuh sehingga menyebabkan manifestasi penyakit ginjal kronis yang

khas, dan salah satunya juga dapat mempengaruhi kelenjar saliva.28 Penelitian yang

dilakukan oleh Epstein menemukan bahwa terdapat konsentrasi urea yang tinggi pada

saliva pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.29 Pada tahun 2002,

Kaya melakukan penelitian yang menganalisis fungsi kelenjar saliva pada 23 pasien

hemodialisis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan fungsi


17

parenkimatosa dan fungsi ekskretori kelenjar submandibula dan parotid pada pasien

penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Apabila dibandingkan antara

kedua kelenjar tersebut, penurunan fungsi kelenjar parotid lebih parah dibandingkan

dengan kelenjar submandibula. Hal ini disebabkan karena uremia (zat toksik) dalam

darah menyebabkan rusaknya sel-sel kelenjar saliva, terutama sel serous asinar yang

paling banyak terdapat pada kelenjar parotid. Hal inilah yang dapat menyebabkan

penurunan produksi saliva sehingga muncul keluhan xerostomia pada pasien penyakit

ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.28

3. Konsumsi obat-obatan

Xerostomia pada pasien hemodialisis semakin diperparah apabila pasien

mengonsumsi obat-obatan, terutama obat anti hipertensi.28 Hal ini disebabkan karena

obat anti hipertensi dapat menyebabkan depresi saraf otonom. Saraf otonom pada

kelenjar saliva berfungsi untuk sekresi kelenjar saliva, tetapi karena adanya depresi

saraf otonom menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Mekanisme yang lainnya juga

dapat terjadi apabila obat tersebut bereaksi secara langsung dalam proses seluler.

Obat tersebut dapat langsung memberikan sinyal ke otak untuk menghambat kerja

saraf otonom dalam mengatur sekresi saliva sehingga dapat mengakibatkan

penurunan laju aliran saliva.30

4. Usia lanjut
18

Pada pasien usia lanjut akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh, termasuK

juga kelenjar saliva. Kelenjar saliva pada pasien usia lanjut akan mengalami atropi

sehingga terdapat penurunan laju aliran saliva yang menyebabkan xerostomia.28

BAB III

KERANGKA KONSEP
19

3.1. Kerangka Konsep

Gagal Ginjal Kronis

Sodium Dara Meningkat Urea Darah Meningkat Kalium Darah Meningkat

Rongga Mulut

Urea + Bakteri

Amonia

Chemica Burning

Ulserasi Bau Mulut Xerotomia

Uremik Stomatitis

3.2. Hipoteis
20

BAB IV

PEMBAHASAN
21

4.1 Pembahasan

Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring

dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjagakeseimbangan

cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.

Gagal ginjal merupakan komplikasi menantang sirosis dan adalah salah satu faktor

risiko yang paling penting ketika transplantasi hati sedang dipertimbangkan. Pasien

dengan sirosis dan gagal ginjal berada pada risiko tinggi untuk kematian sambil

menunggu transplantasi dan memiliki peningkatan frekuensi komplikasi dan

mengurangi kelangsungan hidup setelah transplantasi, dibandingkan dengan mereka

yang tidak gagal ginjal. Pada tahun 2002, Model Penyakit Liver Tahap Akhir

(berbaur) skor - berasal dari pengukuran bilirubin serum, rasio normalisasi

internasional waktu protrombin, dan kreatinin serum untuk mengevaluasi

pretransplantation ginjal. Fungsi - diperkenalkan sebagai bantuan untuk alokasi organ

antara calon transplantasi hati.

Penggunaan sistem penilaian ini telah meningkatkan jumlah pasien dengan

gagal ginjal yang menerima transplantasi hati dan mengurangi tingkat mortalitas

antara pasien yang menunggu transplantasi hati. Dalam beberapa tahun terakhir,

kemajuan substansial telah dibuat menuju pemahaman patogenesis dan sejarah dari

gagal ginjal pada sirosis. Selain itu, baru diidentifikasi intervensi klinis dapat

membantu dalam pencegahan dan pengelolaan kompilasi ini.

Penyakit ginjal mengakibatkan berbagai perubahan sistemik pada manusia

dan salah satunya adalah rongga mulut. Manifestasi penyakit ginjal di rongga mulut
22

bisa berupa serostomia, pembesaran ginggiva, inflamasi ginggiva, oral malodor,

hipoplasia email dan peningkatan karies sehingga perawatan gigi harus disesuaikan

dengan kondisi kesehatan umum penderita penyakit ginjal. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi resiko terjadinya perdarahan, pengontrolan dalam penggunaan obat

karena turunnya laju filtrasi glomerulus, dan pemakaian profilaksis antibiotik untuk

mencegah terjadinya infeksi sekunder.

Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat di seluruh dunia. Komplikasi oral

dan sistemik dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit ginjal kronis atau

pengobatannya. Dalam beberapa tahun terakhir, pola manifestasi oral telah berubah,

terutama sebagai konsekuensi dari mulut yang merugikan efek samping dari terapi

obat dan obat imunosupresan. Kejadian pembesaran gusi yang diakibatkan obat

menurun seiring dengan penggunaan tarcolimus (dan agen yang serupa) untuk

menggantikan cycosporin.

Penanganan gigi dari pasien penyakit ginjal kronis dipersulit oleh beberapa

dampak sistemik dari penyakit ginjal kronis tersebut, khususnya, anemi,

kecenderungan untuk perdarahan, dan penyakit jantung atau endokrin, tetapi dengan

menggunakan protokol pengobatan yang bagus dan pengawasan yang baik,

penanganan gigi penderita penyakit ginjal kronis dapat berjalan dengan efektif dan

aman.
23

Manifestasi klinis gagal ginjal kronis terlihat setelah fungsi normal berkurang

hingga hanya menjadi 20-25%. Hal ini disebabkan karena terjadi kerusakan dari

&ungsinephron yang meliputi glomerulus, tubulus, dan vasculature. jika nephron

rusak, makatidak dapat regenerasi melainkan timbul hipertropi.

Pasien dengan gagal ginjal yang parah akan menjadi uremia yang

menyebabkan kematian jika tidak mendapat penanganan yang baik. Ginjal tidak dapat

menyaring sodium, cairan menjadi menumpuk, hipertensi dan beresiko sakit jantung.

BAB V

PENUTUP
24

1. Kesimpulan

Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan

fungsinya secara normal.

Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal

failure = ARF) dan gagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal

ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari

atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum

dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.

Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-

lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan

atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal

disease).

5.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini Mahasiswa Kedokteran Gigi IIK Bhakti

Wiyata Kediri dapat memahami dan mengetahui tentang manifestasi oral penyakit

uremic stomatitis terhadap gagal ginjal.

Anda mungkin juga menyukai