Anda di halaman 1dari 2

Pernikahan dan perceraian ibarat dua sisi mata uang logam, karena pernikahan dan perceraian

adalah hukum Allah yang tak bisa ditolak dan diubah dan akan terus berlangsung sampai batas-
batas kehidupan ini tidak lagi menampakan sesuatu yang hidup.

Sangkut paut antara pernikahan dan perceraian, bisa dilaksanakan dari esensi pernikahan itu
sendiri. Pernikahan sebagaimana yang didefinisikan dalam kompilasi hukum islam pasal 2
menjelaskan bahwa pernikan merupakan akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzhan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.1 Pernikahan merupakan
wahana tempat bertemunya dua hati yang sangat berbeda dari segi karakter, sifat, serta
kecenderungan dan dan obsesinya. Dari definisi mendasar tersebut, tentu peluang terjadinya
konflik yang muncul akibat dari perbedaan yang substansial antara kedua hati yang berbeda
tersebut akan sangat mungkin terjadi. Dan sangat mungkin konflik yang terjadi dapat mengikis
secara perlahan nilai rasa cinta dan kasih sayang yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya perceraian.

Pada dasarnya Stabilitas rumah tangga dan kontinuitas kehidupan suami istri merupakan suatu
prinsip mendasar dalam pernikahan dan hal ini sangat diperhatikan oleh syariat islam. Akad
perkawinan dimaksudkan untuk seumur hidup, agar dengan demikian suami istri menjadikan
rumah tangga sebagai tempat berteduh yang nyaman dan permanen agar dalam perlindungan
rumah tangganya itu kedua suami istri dapat menikmati kehidupanya serta agar keduanya dapat
menciptakan iklim rumah tangga yang memungkinkan terwujudnya dan terpeliharanya anak
keturunan dengan sebaik-baiknya.

Syariat islam telah menjadikan pertalian suami istri dalam ikatan pernikahan sebagai pertalian
yang suci dan kokoh, sebagaimana Al-Quran memberi istilah pertalian tersebut dengan mitsaq
ghalizh ( janji yang kukuh). Hal ini dinyatakan dalam firman Allah surat An-nisa ayat 21 yang
berbunyi:

Yang artinya: Dan mereka(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu janji yang kuat.

Ungkapan mitsaqan ghalidzah tersebut digunakan dalam Al-Quran terhadap beberapa peristiwa
besar, seperti perjanjian antara Allah dan kaum kaum yahudi(An-nisa :4), perjanjian antara Allah
dengan sejumlah Nabi (Al-Ahzab:7), serta untuk menunjukan suatu perjanjian perkawinan yang
kokoh (An-nisa: 21). Penegasan akad nikah sebagai akad yang kuat (mitsaqan ghalidzah) adalah
dalam rangka menyadarkan kepada masyarakat, betapa sucinya ikatan pernikahan sehingga
jangan sampai pernikahan itu dianggap sebagai barang mainan sehingga orang dengan mudah
mengadakan perceraian. Spirit moral dari kata mitsaqan ghalidzah adalah dalam rangka

1 Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat.(jakarta: Kencana,2003) hal. 10


memperkecil angka perceraian dan hal ini sejalan dengan hadist Rasulullah SAW yang artinya:
sesuatu yang halal, tetapi dibenci Allah swt adalah thalak.

Anda mungkin juga menyukai