Bab 1-3
Bab 1-3
ABSES HATI
Chief of Ward:
dr. Jamaluddin
Oleh:
Azdkia Yolanda Putri 120100107
Ruth G Malau 120100287
Purushotaman Ramalingam 120100478
Rizki Velia 120100227
Udeyapravena 120100494
Mutia Jauhari 120100293
Nur Amiera Farahanum 120100526
LEMBAR PENGESAHAN
Chief of Ward
dr. Jamaluddin
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul Abses Hati.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Chief
of Ward, dr.Jamaluddin yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam
penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis
4
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Definisi.............................................................................. 3
2.2 Epidemiologi..................................................................... 3
2.3 Etiologi dan klasifikasi...................................................... 4
2.4 Patofisiologi....................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis.............................................................. 10
2.6 Diagnosis........................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................... 15
2.8 Diagnosa Banding ............................................................. 19
2.9 Penatalaksanaan................................................................. 23
2.10 Komplikasi....................................................................... 27
2.11 Prognosis.......................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan salah satu organ dalam tubuh manusia yang
mempunyai fungsi yang krusial bagi manusia dalam hidupnya. Hati
terutama memiliki peran dalam fungsi metabolisme zat-zat nutrisi bagi
manusia, antara lain metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hati juga
berperan dalam pembentukan dan ekskresi dari bilirubin. Selain itu, hati
turut berperan dalam fungsi imunologis, sebagai bagian dari komponen
sentral sistem imun. Adanya berbagai gangguan dalam hati seseorang dapat
menyebabkan timbulnya gangguan dalam fungsi-fungsi tersebut. Salah satu
dari gangguan hati tersebut adalah abses pada hati. 1
Abses hati merupakan bentuk infeksi yang disebabkan oleh
organisme tertentu, seperti bakteri, parasit atau jamur, yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri atas jaringan
nekrotik, sel radang atau sel darah di dalam parenkim hati. 2 Sampai saat ini
abses hati masih menjadi salah satu masalah, karena angka keterlambatan
diagnosis yang lebih sedikit sehingga angka mortalitasnya masih tinggi.3
Abses hati dapat dibagi tiga, yaitu abses hati piogenik, abses hati
amuba dan abses hati jamur. Abses hati piogenik masih menjadi jenis abses
hati yang paling banyak terjadi, yaitu sebanyak 80% dari seluruh kasus. 2
Selain itu, sebanyak 48% dari kasus abses viseral dan 13% dari keseluruhan
abses intraabdominal adalah abses jenis ini. Insidensi abses hati piogenik
berkisar antara 0,006% sampai 2,2%.4 Angka insidensi abses jenis ini di
berbagai negara juga masih tinggi, seperti di Taiwan, yakni mencapai 17,6
kasus dari 100 ribu penduduk di negara tersebut.3
Abses hati lainnya adalah abses hati amuba, dengan jumlah kasusnya
adalah 10% dari seluruh kasus abses hati.2 Abses hati amuba memiliki
hubungan dengan amubiasis, yang terjadi terutama di daerah tropis, pada
10% dari seluruh penduduk di dunia. Daerah-daerah tersebut antara lain di
Afrika, Amerika Selatan dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.5
2
Abses hati masih menjadi salah satu masalah kesehatan dan sosial di
berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang dan miskin. Hal ini
disebabkan dengan tingkat insidensi yang tinggi di negara-negara tersebut,
terkait dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi
yang buruk. Selain, daerah yang padat penduduk juga memiliki masalah
terkait dengan insidensi abses hati yang tinggi, berhubungan dengan angka
pertambahan penduduk melalui kelahiran dan arus urbanisasi yang tinggi,
khususnya di daerah perkotaan. Hal inilah yang menyebabkan perlunya
berbagai langkah guna diperoleh langkah penanganan yang tepat bagi
penderita abses hati agar diperoleh penurunan angka insidensi dan kematian
akibat penyakit ini.2
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abses hati terbagi dalam 2 bentuk, yaitu abses hati amubik (AHA)
dan abses hati piogenik (AHP).3 Abses hati amuba adalah penimbunan atau
akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang
disebabkan oleh amuba, terutama Entamoeba histolytica.5 Sementara itu,
abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati
yang disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier,
maupun penetrasi langsung.3
2.2. Epidemiologi
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum
pada daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini paling sering diderita oleh
orang muda dan sering pada etnik hispanik dewasa (92%). Terjadi 10x lebih
umum pada pria daripada wanita dan jarang pada anak-anak.
Sekitar 48% kasus abses viseral adalah AHP dan merupakan 13%
dari keseluruhan abses intra-abdominal. Median usia adalah 44 tahun, tidak
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Faktor resiko terjadinya
AHP adalah Diabetes Mellitus (DM), adanya penyakit dasar pada organ
hepatobilier dan pankreas, serta transplantasi hati. Sekitar 15-25% kasus
AHP terjadi pada pasien dengan DM, 7% pada pasien dengan bakteremia
portal dan sekitar 50-60% dengan obstruksi bilier.3,5
4
Saluran empedu
Batu Empedu
Kolangiokarsinoma
Striktur
Vena porta
Apendisitis
Divertikulitis
Penyakit Crohn
Arteri hepatica
Infeksi gigi
Endocarditis bacterial
Penyebaran langsung
Empiema kantung empedu
Perforasi ulkus peptikum
Abses subfrenik
Trauma
5
Iatrogenik
Biopsi hati
Blocked biliary stent
Kriptogenik
Bakteri anaerobik
Anaerobic streptococci
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Peptostreptococcus sp.
Prevotella sp.
Actinomyces
Eubacterium
Propionibacterium acnes
Clostridium sp.
Lactobacillus sp.
Peptococcus sp.
Eubacterium sp.
Sphaerophorus sp.
Capnocytophanga sp.
Bakteri mikroaerofilik
Streptococcus milleri group
Lain-lain
Chlamydia sp.
Candida sp.
Cryptococcus sp.
Verticillium sp.
2.4. Patofisiologi
8
Saat ini diketahui penyebab utama terjadinya abses ini adalah adanya
gangguan pada saluran bilier, seperti kolangitis akibat adanya batu, tumor
obstruktif, striktur dan kelainan kongenital pada saluran ini, yang
menyebabkan terjadinya sumbatan.2 Hal ini menyebabkan terjadinya
proliferasi dan kolonisasi setempat, dipengaruhi oleh adanya invasi bakteri
secara hematogen pada struktur ini, karena adanya bakteremia aliran darah,
seperti vena portal, akibat adanya infeksi di tempat lain, seperti pada
apendisitis dan plebitis. Hal ini menyebabkan terjadinya abses.4
Abses hati amuba merupakan suatu abses pada parenkim hati yang
disebabkan oleh adanya infeksi dari Entamoeba hystolytica.2 Parasit ini
ditularkan melalui jalur fekal oral dengan mengkonsumsi makanan dan
atau minuman yang mengandung kista dari Entamoeba hystolytica, sehingga
terjadi infeksi yang umumnya bermanifestasi pada kolon. Bentuk kista ini
mampu bertahan dan melewati keadaan di lambung dan usus halus, lalu
membentuk tropozoit dan bermigrasi ke kolon. Selanjutnya tropozoit ini
akan menginvasi mukosa dengan melekat ke sel epitel mukosa kolon, lalu
melisiskan epitel tersebut dengan bantuan galaktosa dan N-asetil-D-
galaktosamin (Gal/GalNAc)-lektin spesifik yang dimiliki tropozoit tersebut.
Mekanisme ini akan menimbulkan timbulnya ulkus pada lokasi infeksi
tersebut.3 Lesi ini akan banyak dijumpai mukosa sekum, kolon sigmoid dan
rektum. Lesi akan berkembang dan meluas membentuk ulserasi ke lapisan
submukosa. Ulkus ini akan menjadi akses yang efektif bagi parasit ini untuk
masuk ke dalam sistem vena portal dan terjadi penyebaran ekstraintestinal
ke organ lain, salah satunya adalah hati. Parasit ini mampu bertahan dalam
aliran darah karena sifatnya yang resisten terhadap lisis yang dimediasi oleh
sistem komplemen.4
Hati menjadi salah satu organ yang paling sering menjadi target
penyebaran ekstraintestinal dari parasit ini. Parasit ini akan menghasilkan
suatu enzim proteolitik yang dapat melisiskan jaringan yang terinfeksi,
membentuk abses di hati yang mengandung jaringan nekrotik dan tropozoit
parasit itu sendiri dibagian tepinya. Abses juga mengandung pus steril yang
encer berwarna coklat kemerahan.4,5 Lesi ini memiliki ukuran yang
bervariasi dengan diameter mulai dari ukuran milimeter sampai 10
sentimeter. Abses ini lebih sering mengenai lobus kanan dibanding lobus
kiri hati,yakni sebanyak 80% kasus.4
Gejala klinis yang paling awal berlangsung adalah demam yang naik
turun, kadang disertai demam tinggi dan menggigil. 3 Pasien akan merasakan
nyeri di perut kanan atas, dengan intensitas yang sedang, menetap dan dapat
menjalar ke epigastrium, dada hingga ke bahu kanan.2,3 Paisen juga sering
mengalami gejala lain, seperti keringat malam, lemah, nyeri pada dada saat
batuk, muntah, anoreksia, penurunan berat badan hingga ikterus yang lebih
sering terjadi pada tahap lanjut. Patofisiologi terjadinya ikterus pada abses
hati ini masih menimbulkan perdebatan, diduga karena peningkatan tekanan
rongga abses pada duktus hepatikus yang menyebabkan terjadinya
kolestasis.2 Keseluruhan gejala ini akan berlangsung kurang dari dua
minggu, sebelum pasien akhirnya akan datang berobat. Pasien dapat datang
ke rumah sakit, selain untuk keluhan utamanya, juga dengan keluhan lain
terkait dengan infeksi primernya, seperti pada apendisitis.3
Tabel 2.1. Perbedaan Gambaran Abses Hati Piogenik dan Abses Hati Amuba
Obstruksi
bilier/manipulasi
Diabetes mellitus
12
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Abses hati amebik
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik
dapat dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila
didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak
diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan
USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati
amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria
Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler. 6
a. Kriteria Sherlock (1969)
1 Hepatomegali yang nyeri tekan
14
gambaran e.hystolytic6
2.7.2 Pemeriksaan
pseudomonas aeruginosa 6
Radiologi
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan
peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan
diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada
foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran
ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang
didapatkan air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi
amubiasis hati,
USG sama
efektifnya dengan
CT atau MRI.
Gambaran USG
pada
amubiasis hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding
yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal
bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal.
Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif besar,
monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas
suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras
tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat
pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. 6
17
Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV.
Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII. 8
Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah
splanknik melalui v. porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a.
hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui. Kadang disebabkan oleh trauma
atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di sekitarnya.8
amuba. Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas,
penurunan berat badan dan nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan
atau pada kuadran kanan atas. Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura.
Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan. Demam
hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses atau kuman
penyebabnya. Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare. Ikterus, terutama
terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu disertai
dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini
prognosisnya buruk. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali
atau ketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen atau
pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa
di epigastrium.8
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat
dengan jelas (> 10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun
beberapa kasus menunjukkan nilai normal. Laju endap darah biasanya
meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan pada 50-80%
pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100
pasien. Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum
aminotransferase alanin didapatkan pada 48-60% pasien. Prognosis buruk
bila kadar serum amino transferase meningkat. Peningkatan bilirubin
didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3 g/dL) dan
peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat
pada 71-87 pasien.8
2. Hepatoma
Ascending No Ultrasonography
cholangitis differentiating shows bile duct
symptoms or dilation and/or
signs stones.
ERCP or MRCP
shows
obstructing
biliary stones or
bile duct dilation
Simple liver cyst No Ultrasonography
constitutional shows unilocular
symptoms or fluid filled
abdominal pain. lesions.
Abdominal CT
scan simple cyst
are well
circumscribed
lesions that do
not enhance
with contrast.
The lesion have
attenuation
consistent with
water.
Echinococcal Patients are Ultrasonography
cyst typically and abdominal
asymptomatic. CT have high
Symptoms may sensitivity and
occur as the cyst specificity for
enlarge or hydatid cysts.
22
Other associated
conditions
include
inflammatory or
autoimmune
disorders.
Symptoms are
similar to liver
abcess, although
jaundice is more
likely to present.
Sumber : bmj.bestpractice.com
2.9 PENATALAKSANAAN
24
d. Luminal Agen
25
Pilihannya adalah :
2 Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara
tersebut di atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi
multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan,
perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan
USG.
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang,
infeksi campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit,
tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu,
26
2.10 KOMPLIKASI
kanan hepar. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura,
empyema abses pulmonum atau pneumonia. Pada pasien dengan abses hati
amuba, efusi simpatik dapat terjadi di salah satu serosa rongga-perikardial,
pleura atau peritoneum. Biasanya, efusi ini dalam bentuk cairan berwarna
jerami jelas. Pada analisis kimia, ia memiliki komposisi eksudat, meskipun
pada waktu lain, mungkin transudat. Ini adalah reaksi simpatik karena
peradangan diafragma dan iritasi dengan abses permukaan superior.Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur
abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang
berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.9
2.11 PROGNOSIS
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Nomor RM : 01.02.05.32
Tanggal Masuk : 28 Januari 2017 Dokter Ruangan :
dr. Ridyana Hanim
Jam : 03.07 WIB Dokter Chief of Ward :
dr. Jamaluddin
29
ANAMNESA PRIBADI
Nama : ROHANI
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Bandar Khalifah, Dusun Bandar Jaya, Kodya
Aceh Tamiang, Nanggro Aceh Darussalam
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Hal ini dialami os selama 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri bersifat menetap, tidak menjalar
dan bertambah nyeri jika ditekan. Os mengeluh
adanya benjolan di perut kanan atas sejak 1 bulan
yang lalu dan memberat dalam 10 hari ini, benjolan
berukuran 7cmx11cm,terasa kenyal, berbatas
tegas, os mengeluhkan panas di daerah sekitar
benjolan. Benjolan tersebut menyebabkan nyeri bila
bergerak/ berubah posisi sehingga os tidak dapat
duduk. Os juga mengeluhkan demam sejak 4 hari
yang lalu, demam bersifat hilang timbul, demam
disertai dengan menggigil, demam turun dengan
obat penurun demam. Os juga mengeluhkan mual
namun tidak disertai muntah. BAK (+) normal, BAB
30
ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas :- Edema :-
Angina Pektoris : - Palpitasi : -
Lain-lain : -
Anemia (-/-), Ikterus (-/-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-),
Turgor Kulit : Baik
Keadaan gizi :
BB x 100
BW =
TB100
52 x 100
BW =
154100
= 96,2%
IMT : BB / (TB)2
: 52/(1,54)2
: 21,92 (normoweight)
Lingkar Perut Duduk : 78 cm
Lingkar Perut Berbaring : 82 cm
KEPALA
Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor
ki=ka,
diameter 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek (+/+),
kesan:
normal
Telinga : Dalam batas normal, serumen (+), membran timpani (+)
Hidung : Dalam batas normal, deviasi septum (-), pernafasan cuping
hidung(-)
Mulut : Lidah : Atrofi papil lidah (-), kering (-)
Gigi geligi : Perdarahan (-), hyperplasia gingival (-)
Tonsil/faring : Hiperemis (-)
LEHER
Struma tidak membesar , tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),
mobilitas (-), nyeri tekan (-)
33
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis
Pergerakan : tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan
paru
Palpasi
Nyeri tekan : tidak dijumpai
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Iktus : tidak terlihat, teraba pada ICS V LMCS
Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : relatif ICS V dextra, absolut ICS VI dextra
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II-III LMCS
Batas kiri jantung : ICS V 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : ICS IV LPSD
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan :-
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
lain-lain (-), HR : 80x/menit, regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
34
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : simetris
Gerakan Lambung/usus :-
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, teraba hepar 5 jari BAC, 4 jari BPX,
renal dan limfa tidak teraba
HATI
Pembesaran : 7cmx11cm
Permukaan : rata
Pinggir : berbatas tegas
Nyeri Tekan :+
Peranjakan Hati :
LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : tidak dilakukan pemeriksaan
TUMOR :-
35
Perkusi
Pekak hati :-
Pekak beralih :-
Auskultasi
Peristaltik usus : normoperistaltik
Lain-lain :-
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri / Kanan
Lain-lain :-
ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan
Edema - -
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Reflex KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Lain-lain
RESUME
37