Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

ABSES HATI

Chief of Ward:
dr. Jamaluddin

Oleh:
Azdkia Yolanda Putri 120100107
Ruth G Malau 120100287
Purushotaman Ramalingam 120100478
Rizki Velia 120100227
Udeyapravena 120100494
Mutia Jauhari 120100293
Nur Amiera Farahanum 120100526

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PIRNGADI MEDAN
2017
2

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

Chief of Ward

dr. Jamaluddin
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul Abses Hati.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Chief
of Ward, dr.Jamaluddin yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam
penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Januari 2017

Penulis
4

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Definisi.............................................................................. 3
2.2 Epidemiologi..................................................................... 3
2.3 Etiologi dan klasifikasi...................................................... 4
2.4 Patofisiologi....................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis.............................................................. 10
2.6 Diagnosis........................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................... 15
2.8 Diagnosa Banding ............................................................. 19
2.9 Penatalaksanaan................................................................. 23
2.10 Komplikasi....................................................................... 27
2.11 Prognosis.......................................................................... 27

BAB 3 LAPORAN KASUS..................................................................... 28


BAB 4 FOLLOW UP............................................................................... 38
BAB 5 DISKUSI KASUS........................................................................ 51
BAB 6 KESIMPULAN.
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan salah satu organ dalam tubuh manusia yang
mempunyai fungsi yang krusial bagi manusia dalam hidupnya. Hati
terutama memiliki peran dalam fungsi metabolisme zat-zat nutrisi bagi
manusia, antara lain metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hati juga
berperan dalam pembentukan dan ekskresi dari bilirubin. Selain itu, hati
turut berperan dalam fungsi imunologis, sebagai bagian dari komponen
sentral sistem imun. Adanya berbagai gangguan dalam hati seseorang dapat
menyebabkan timbulnya gangguan dalam fungsi-fungsi tersebut. Salah satu
dari gangguan hati tersebut adalah abses pada hati. 1
Abses hati merupakan bentuk infeksi yang disebabkan oleh
organisme tertentu, seperti bakteri, parasit atau jamur, yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri atas jaringan
nekrotik, sel radang atau sel darah di dalam parenkim hati. 2 Sampai saat ini
abses hati masih menjadi salah satu masalah, karena angka keterlambatan
diagnosis yang lebih sedikit sehingga angka mortalitasnya masih tinggi.3
Abses hati dapat dibagi tiga, yaitu abses hati piogenik, abses hati
amuba dan abses hati jamur. Abses hati piogenik masih menjadi jenis abses
hati yang paling banyak terjadi, yaitu sebanyak 80% dari seluruh kasus. 2
Selain itu, sebanyak 48% dari kasus abses viseral dan 13% dari keseluruhan
abses intraabdominal adalah abses jenis ini. Insidensi abses hati piogenik
berkisar antara 0,006% sampai 2,2%.4 Angka insidensi abses jenis ini di
berbagai negara juga masih tinggi, seperti di Taiwan, yakni mencapai 17,6
kasus dari 100 ribu penduduk di negara tersebut.3
Abses hati lainnya adalah abses hati amuba, dengan jumlah kasusnya
adalah 10% dari seluruh kasus abses hati.2 Abses hati amuba memiliki
hubungan dengan amubiasis, yang terjadi terutama di daerah tropis, pada
10% dari seluruh penduduk di dunia. Daerah-daerah tersebut antara lain di
Afrika, Amerika Selatan dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.5
2

Abses hati masih menjadi salah satu masalah kesehatan dan sosial di
berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang dan miskin. Hal ini
disebabkan dengan tingkat insidensi yang tinggi di negara-negara tersebut,
terkait dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi
yang buruk. Selain, daerah yang padat penduduk juga memiliki masalah
terkait dengan insidensi abses hati yang tinggi, berhubungan dengan angka
pertambahan penduduk melalui kelahiran dan arus urbanisasi yang tinggi,
khususnya di daerah perkotaan. Hal inilah yang menyebabkan perlunya
berbagai langkah guna diperoleh langkah penanganan yang tepat bagi
penderita abses hati agar diperoleh penurunan angka insidensi dan kematian
akibat penyakit ini.2
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abses hati terbagi dalam 2 bentuk, yaitu abses hati amubik (AHA)
dan abses hati piogenik (AHP).3 Abses hati amuba adalah penimbunan atau
akumulasi debris nekro-inflamatori purulen di dalam parenkim hati yang
disebabkan oleh amuba, terutama Entamoeba histolytica.5 Sementara itu,
abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati
yang disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier,
maupun penetrasi langsung.3

2.2. Epidemiologi

Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum
pada daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini paling sering diderita oleh
orang muda dan sering pada etnik hispanik dewasa (92%). Terjadi 10x lebih
umum pada pria daripada wanita dan jarang pada anak-anak.

Sekitar 48% kasus abses viseral adalah AHP dan merupakan 13%
dari keseluruhan abses intra-abdominal. Median usia adalah 44 tahun, tidak
terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Faktor resiko terjadinya
AHP adalah Diabetes Mellitus (DM), adanya penyakit dasar pada organ
hepatobilier dan pankreas, serta transplantasi hati. Sekitar 15-25% kasus
AHP terjadi pada pasien dengan DM, 7% pada pasien dengan bakteremia
portal dan sekitar 50-60% dengan obstruksi bilier.3,5
4

2.3. Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi Abses Hati Amubik


Parasit amuba, yang tersering yaitu Entamoeba histolytica. 5

Etiologi Abses Hati Piogenik


Kebanyakan AHP merupakan akibat infeksi dari tempat lain, dimana
sumber infeksi umumnya berasal dari infeksi organ intra-abdomen lain.
Kolangitis yang disebabkan oleh batu maupun striktur merupakan penyebab
tersering. Terdapat 15% kasus AHP yang sumber infeksinya tidak diketahui
(abses kriptogenik). Saat ini ditemukan 45-75% AHP disebabkan oleh
bakteri anaerobik ataupun infeksi campuran bakteri aerobik dan anaerobik.3

Tabel 2.1 Sumber infeksi dan penyebab AHP

Sumber infeksi dan penyebab AHP

Saluran empedu
Batu Empedu
Kolangiokarsinoma
Striktur

Vena porta
Apendisitis
Divertikulitis
Penyakit Crohn

Arteri hepatica
Infeksi gigi
Endocarditis bacterial

Penyebaran langsung
Empiema kantung empedu
Perforasi ulkus peptikum
Abses subfrenik

Trauma
5

Iatrogenik
Biopsi hati
Blocked biliary stent

Kriptogenik

Kista hati terinfeksi


Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta. 2014.

Tabel 2.2 Mikroba patogen pada abses hati piogenik

Mikroba Patogen pada Abses Hati Piogenik


6

Bakteri aerobik gram negatif


Eschericia coli
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Proteus sp.
Enterobacter sp.
Citrobacter freundii
Morganella sp.
Serratia sp.
Haemophilus sp.
Legionella pneumophila
Yersinia sp.

Bakteri aerobik gram positif


Viridans streptococci
Staphylococcus aureus
Enterococcus sp.
Beta-hemolytic streptococci
Streptococcus pneumoniae
Listeria monocytogenes
7

Bakteri anaerobik
Anaerobic streptococci
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Peptostreptococcus sp.
Prevotella sp.
Actinomyces
Eubacterium
Propionibacterium acnes
Clostridium sp.
Lactobacillus sp.
Peptococcus sp.
Eubacterium sp.
Sphaerophorus sp.
Capnocytophanga sp.

Bakteri mikroaerofilik
Streptococcus milleri group
Lain-lain
Chlamydia sp.
Candida sp.
Cryptococcus sp.
Verticillium sp.

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta. 2014.

2.4. Patofisiologi
8

Abses Hati Piogenik


Abses hati piogenik pada umumnya diakibatkan oleh bakteri seperti
Enterobacteriaceae, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus microaerofili,
Salmonella typhi dan lain-lain.2 Infeksi bakteri-bakteri tersebut dapat terjadi
secara hematogen melalui sirkulasi darah, baik sirkulasi sistemik maupun
sirkulasi portal, saluran bilier, ataupun infeksi secara langsung melalui
penetrasi jaringan yang menjadi sumber infeksi di rongga peritoneum.3 Hati
yang memiliki fungsi imun, melalui keberadaan sel Kupfer, turut mencegah
terjadinya infeksi bakteri ini.2

Saat ini diketahui penyebab utama terjadinya abses ini adalah adanya
gangguan pada saluran bilier, seperti kolangitis akibat adanya batu, tumor
obstruktif, striktur dan kelainan kongenital pada saluran ini, yang
menyebabkan terjadinya sumbatan.2 Hal ini menyebabkan terjadinya
proliferasi dan kolonisasi setempat, dipengaruhi oleh adanya invasi bakteri
secara hematogen pada struktur ini, karena adanya bakteremia aliran darah,
seperti vena portal, akibat adanya infeksi di tempat lain, seperti pada
apendisitis dan plebitis. Hal ini menyebabkan terjadinya abses.4

Penetrasi langsung dari jaringan yang menjadi sumber infkesi ke


dalam parenkim hati, seperti melalui trauma tusuk, akan menyebabkan
inokluasi langsung bakteri pada parenkim hati tersebut. Trauma tumpul
dapat juga menyebabkan infeksi pada parenkim hati melalui terjadinya
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu akibat
trauma tersebut.2

Berdasarkan letak kelainannya, abses hati lebih sering terjadi pada


lobus kanan dibandingkan lobus kiri, yaitu sebanyak dua kali lipatnya. Hal
ini disebabkan oleh struktur lobus kanan yang diperdarahi oleh arteri
mesenterika superior dan vena portal, sedangkan lobus kiri oleh arteri
mesenterika inferior dan aliran limfe.2

Abses Hati Amuba


9

Abses hati amuba merupakan suatu abses pada parenkim hati yang
disebabkan oleh adanya infeksi dari Entamoeba hystolytica.2 Parasit ini
ditularkan melalui jalur fekal oral dengan mengkonsumsi makanan dan
atau minuman yang mengandung kista dari Entamoeba hystolytica, sehingga
terjadi infeksi yang umumnya bermanifestasi pada kolon. Bentuk kista ini
mampu bertahan dan melewati keadaan di lambung dan usus halus, lalu
membentuk tropozoit dan bermigrasi ke kolon. Selanjutnya tropozoit ini
akan menginvasi mukosa dengan melekat ke sel epitel mukosa kolon, lalu
melisiskan epitel tersebut dengan bantuan galaktosa dan N-asetil-D-
galaktosamin (Gal/GalNAc)-lektin spesifik yang dimiliki tropozoit tersebut.
Mekanisme ini akan menimbulkan timbulnya ulkus pada lokasi infeksi
tersebut.3 Lesi ini akan banyak dijumpai mukosa sekum, kolon sigmoid dan
rektum. Lesi akan berkembang dan meluas membentuk ulserasi ke lapisan
submukosa. Ulkus ini akan menjadi akses yang efektif bagi parasit ini untuk
masuk ke dalam sistem vena portal dan terjadi penyebaran ekstraintestinal
ke organ lain, salah satunya adalah hati. Parasit ini mampu bertahan dalam
aliran darah karena sifatnya yang resisten terhadap lisis yang dimediasi oleh
sistem komplemen.4

Hati menjadi salah satu organ yang paling sering menjadi target
penyebaran ekstraintestinal dari parasit ini. Parasit ini akan menghasilkan
suatu enzim proteolitik yang dapat melisiskan jaringan yang terinfeksi,
membentuk abses di hati yang mengandung jaringan nekrotik dan tropozoit
parasit itu sendiri dibagian tepinya. Abses juga mengandung pus steril yang
encer berwarna coklat kemerahan.4,5 Lesi ini memiliki ukuran yang
bervariasi dengan diameter mulai dari ukuran milimeter sampai 10
sentimeter. Abses ini lebih sering mengenai lobus kanan dibanding lobus
kiri hati,yakni sebanyak 80% kasus.4

2.5. Manifestasi Klinis


10

Abses Hati Piogenik


Abses hati piogenik lebih sering terjadi pada orang berusia lebih tua,
dengan prevalensi kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah sama.
Pasien akan mengalami gejala klinis abses disertai dengan adanya faktor
risiko berupa infeksi bakteri akut, terutama intra-abdominal, yang
berlangsung sebelumnya.4

Gejala klinis yang paling awal berlangsung adalah demam yang naik
turun, kadang disertai demam tinggi dan menggigil. 3 Pasien akan merasakan
nyeri di perut kanan atas, dengan intensitas yang sedang, menetap dan dapat
menjalar ke epigastrium, dada hingga ke bahu kanan.2,3 Paisen juga sering
mengalami gejala lain, seperti keringat malam, lemah, nyeri pada dada saat
batuk, muntah, anoreksia, penurunan berat badan hingga ikterus yang lebih
sering terjadi pada tahap lanjut. Patofisiologi terjadinya ikterus pada abses
hati ini masih menimbulkan perdebatan, diduga karena peningkatan tekanan
rongga abses pada duktus hepatikus yang menyebabkan terjadinya
kolestasis.2 Keseluruhan gejala ini akan berlangsung kurang dari dua
minggu, sebelum pasien akhirnya akan datang berobat. Pasien dapat datang
ke rumah sakit, selain untuk keluhan utamanya, juga dengan keluhan lain
terkait dengan infeksi primernya, seperti pada apendisitis.3

Pada pemeriksaan fisik, akan dijumpai tanda khas, yaitu adanya


pembesaran hati atau hepatomegali yang teraba, diserta nyeri tekan pada
perut kuadran kanan atas. Apabila abses ini terjadi di segmen superior lobus
kanan, dapat dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik paru, yaitu suara
pekak pada perkusi dan penurunan suara nafas pada lapangan paru bawah
sebelah kanan.3

Abses Hati Amuba


Abses hati amuba lebih sering terjadi pada orang berusia lebih muda,
dengan prevalensi kejadian pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada
perempuan. Pasien biasanya memiliki faktor risiko, yaitu pernah
11

berkunjung atau menetap di daerah endemis parasit ini. Pasien akan


mengalami gejala klinis rata-rata selama dua minggu sebelum pasien
didiagnosis. Gejala klinis berupa nyeri perut kanan atas, yang kadang
spontan atau timbul saat jalan membungkuk dengan kedua tangan
diletakkan diatasnya. Gejala lain seperti mual, muntah, anoreksia,
penurunan berat badan, kelemahan tubuh, malaise, mialgia dan atralgia
dapat pula terjadi. Ikterus jarang dijumpai kecuali pada kasus yang lebih
berat. Beberapa pasien memiliki riwayat menderita diare berdarah dengan
disentri amuba.4 Perbedaan klinis dari abses hati piogenik dan amuba dapat
dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan Gambaran Abses Hati Piogenik dan Abses Hati Amuba

Abses Hati Piogenik Abses Hati Amuba

Demografi Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahun

Jenis kelamin: laki- Jenis kelamin: laki-laki >


laki=perempuan perempuan

Faktor risiko mayor Infeksi bakteri akut, Berpergian atau menetap


khususnya intra- di daerah endemik
abdominal (pernah menetap)

Obstruksi
bilier/manipulasi

Diabetes mellitus
12

Gejala klinis Nyeri perut regio kuadran Akut: demam tinggi,


kanan atas, demam, menggigil, nyeri
mengigil, lemah, malaise, abdomen, sepsis
anoreksia, penurunan
Subakut: penurunan berat
berat badan, diare, batuk,
badan; demam dan nyeri
nyeri dada pleuritik
abdomen relatif jarang

Khas: tak ada gejala


kolonisasi usus dan kolitis

Tanda klinis Hepatomegali disertai Nyeri tekan perut regio


nyeri tekan, massa kanan atas bervariasi
abdomen, ikterus

Laboratorium Lekositosis, anemia, Serologi amuba postiif


peningkatan enzim-enzim (70%-95%)
hati (alkali fosfatase
Lekositosis bervariasi dan
melebihi
anemia
aminotransferase),
peningkatan bilirubin, Tidak ditemukan
hipoalbuminemia eosinofilia

Kultur darah positif (50%- Alkali fosfatase biasanya


60%) meningkat, namun
aminotransferase
biasanya normal
13

Pencitraan Abses multifokal (50%) Khas: abses tunggal


(80%)
Biasanya lobus kanan
Biasanya lobus kanan
Tepi ireguler
Rounded atau oval,
bersepta

Wall enhancement pada


CT Scan dengan kontras
intravena

Cairan aspirasi Purulen Konsistensi dan warna


bervariasi
Tampak kuman dengan
perwarnaan gram Steril

Kultur positif (80%) Tropozoit jarang


ditemukan

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta. 2014.

2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Abses hati amebik
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik
dapat dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila
didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak
diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan
USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati
amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria
Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler. 6
a. Kriteria Sherlock (1969)
1 Hepatomegali yang nyeri tekan
14

2 Respon baik terhadap obat amebisid


3 Leukositosis
4 Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang
kurang.
5 Aspirasi pus
6 Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7 Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid

2.6.2 Abses hati piogenik


Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang.
Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan
tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan
hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-
Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP,
demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang
negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada
sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.
Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan
standar emas untuk diagnosis. 7,8

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


15

2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi
didapatkan hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-
16.000/mL3 . pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-
3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%,
fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT
15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang didapatkan pada amubiasis hati
adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar
15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai
sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan adanya
Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal
infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain
hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan
ELISA. Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada
feses dan pus penderita abses hepar. 6

gambaran e.hystolytic6

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan


leukositosis dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju
endap darah, gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin,
alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin,
berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin
yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi
hati. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi
standar emas untuk
menegakkan
diagnosis secara
mikrobiologik.
Pemeriksaan
16

biakan pada permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman.


Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif seperti
Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas
aeruginosa, sedangkan kuman anaerib Microaerofilic sp,
Streptococci sp, Bacteroides sp, atau Fusobacterium sp. 8

2.7.2 Pemeriksaan
pseudomonas aeruginosa 6
Radiologi
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan
peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan
diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada
foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran
ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang
didapatkan air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi
amubiasis hati,
USG sama
efektifnya dengan
CT atau MRI.
Gambaran USG
pada
amubiasis hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding
yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal
bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal.
Gambaran CT scan : 85 % berupa massa soliter relatif besar,
monolokular, prakontras tampak sebagai massa hipodens berbatas
suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras
tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat
pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. 6
17

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic6

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-


kadang didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian
diafragma kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau
abses paru. Pada foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada
posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Secara
angiografik abses merupakan daerah avaskuler. Kadang-kadang
didapatkan gas atau cairan pada subdiafragma kanan. Pemeriksaan
USG, radionuclide scanning, CT scan dan MRI mempunyai nilai
diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat menetapkan lokasi
abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan atau tindakan
bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi hipodens
kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim
enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil.
Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga
tampak massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses
tampak sebagai masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase
arterial tampak gambaran khas berupa masa dengan rim
enhancement dimana hanya kapsul abses yang tebal yang
menyengat. Bagian tengah abses terlihat hipodens dengan banyak
septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga membentuk
gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding kapsul
abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak area
yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil
18

piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses


amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi
oleh kuman Klebsiella. 8

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV.
Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII. 8

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan


penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang
tidak tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada
fase tunda.(2) Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses
piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang
multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan ( anekoik ) dengan
adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya
tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah tebal. 9

2.8 DIAGNOSIS BANDING

1. Abses Hepar Piogenik

Abses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah
splanknik melalui v. porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a.
hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui. Kadang disebabkan oleh trauma
atau infeksi langsung dari Hepar atau sistem di sekitarnya.8

Gambaran klinis abses Hepar piogenik


menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat dari abses hepar
19

amuba. Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas,
penurunan berat badan dan nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan
atau pada kuadran kanan atas. Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura.
Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan. Demam
hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses atau kuman
penyebabnya. Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare. Ikterus, terutama
terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakit saluran empedu disertai
dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple. Jenis ini
prognosisnya buruk. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali
atau ketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen atau
pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba massa
di epigastrium.8
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat
dengan jelas (> 10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun
beberapa kasus menunjukkan nilai normal. Laju endap darah biasanya
meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan pada 50-80%
pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yang didapatkan pada 95-100
pasien. Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum
aminotransferase alanin didapatkan pada 48-60% pasien. Prognosis buruk
bila kadar serum amino transferase meningkat. Peningkatan bilirubin
didapatkan pada 28-73% pasien.Penurunan albumin (<3 g/dL) dan
peningkatan globulin (>3 g/dL) masih diamati. Protrombin time meningkat
pada 71-87 pasien.8

2. Hepatoma

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari


sel-sel hati. Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering
ditemukan.9

Terjadinya penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun,


beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya antara lain virus hepatitis
20

B dan C, sirosis hepar, aflatoksin, infeksi beberapa macam parasit,


keturunan maupun ras. Keluhan dan gejala yang timbul sangat bervariasi.
Pada awalnya penyakit kadang tanpa disertai keluhan atau sedikit keluhan
seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis. Penderita sering
mengeluh rasa sakit atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau
benda tumpul) yang terus menerus di perut kanan atas yang sering tidak
hebat tetapi bertambah berat jika digerakkan.9

Pada pemeriksaan fisis didapatkan hepar membesar dengan


konsistensi keras dan sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa,
serta perut membuncit karena adanya asites. Kadang-kadang dapat timbul
ikterus dengan kencing seperti air teh dan mata menguning. Keluhan yang
disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral tumor.
Penderita bisa tiba-tiba merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan
tekanan darah menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS
selain memerlukan anamesis dan pemeriksaan fisik juga beberapa
pemeriksaaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi (rontgen),
ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT scan),
peritneoskopi, dan test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan
biopsi Hepar untuk pemeriksaan jaringan.9

Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga


membentuk beberapa jenis hormon yang dapat meningkatkan kadar
hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto protein di dalam darah.
Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT,
fosfatase alkali, laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase. Pengobatan
KHS yang telah dilakukan sampai saat ini adalah dengan obat sitostatik,
embolisasi, atau pembedahan. Prognosis umumnya jelek. Tanpa pengobatan,
kematian penderita dapat terjadi kurang dari setahun sejak gejala pertama.9

Condition Differentiating Differentiating


signs/symptoms investigation
21

Ascending No Ultrasonography
cholangitis differentiating shows bile duct
symptoms or dilation and/or
signs stones.

ERCP or MRCP
shows
obstructing
biliary stones or
bile duct dilation
Simple liver cyst No Ultrasonography
constitutional shows unilocular
symptoms or fluid filled
abdominal pain. lesions.

Abdominal CT
scan simple cyst
are well
circumscribed
lesions that do
not enhance
with contrast.
The lesion have
attenuation
consistent with
water.
Echinococcal Patients are Ultrasonography
cyst typically and abdominal
asymptomatic. CT have high
Symptoms may sensitivity and
occur as the cyst specificity for
enlarge or hydatid cysts.
22

ruptures. Cysts are most


commonly
More likely in
located in the
areas where
liver and can
species of
become
echinococcus
superinfected.
have the highest
prevalence (e.g.. Typical
south America, radiographic
china and appearance is of
Russian a calcified ring-
federation). like cyst with
septations
within the cyst
and sometimes
with daughter
cysts present.

Cystadenoma Clinical Ultrasonography


manifestation or abdominal CT
may be absent can suggest the
or patients may diagnosis.
have the Typical appear
insidious onset as a complicated
of abdominal cystic lesion
pain, a sense of with an irregular
fullness, thickened wall
anorexia. and occasionally
septations
Fever and chills
within cyst
are absent.
23

Inflammatory Rare benign Histopathology


pseudotumours liver lesion, shows
of the liver typically proliferating
occurring in fibrous tissue
young with infiltrated by
history of recent inflammatory
infection. cells.

Other associated
conditions
include
inflammatory or
autoimmune
disorders.

Symptoms are
similar to liver
abcess, although
jaundice is more
likely to present.
Sumber : bmj.bestpractice.com

2.9 PENATALAKSANAAN
24

2.9.1 Abses hati amebik 10


1 Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa
kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati
amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 10 hari. Derivat
nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole
dengan dosis 2gr per oral per hari selama 5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500
mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari
intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif
lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada
otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan pada
penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan
dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu.
Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi
selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama
2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

d. Luminal Agen
25

Pemberian metronidazol atau tinidazol harus diikuti dengan obat


oral yang ke-2 untuk membasmi residual kista di lumen.

Paramomisin : paromomisina (paromomycin) adalah antibiotika


amoebisidal yang termasuk golongan aminoglikosida. Antibiotik
yang juga dikenal dengan nama monomycin dan aminosidine ini
bekerja dengan cara mengikat secara ireversibel sub unit 16s dari
ribosom prokariotik bakteri yang peka sehingga menghambat
sintesa protein yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan
bakteri itu. paromomisina (paromomycin) mempunyai spektrum
luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif.10

Pilihannya adalah :

Iodoquinol 650 mg per oral per hari setelah makan selama


20 hari.

paromomycin 500 mg per oral per hari dengan makanan


selama 10 hari. 12

2 Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara
tersebut di atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi
multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan,
perlu dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan
USG.

3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang,
infeksi campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit,
tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu,
26

drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi


paru, peritoneum, dan perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian
secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu,
drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang
tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa
adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses
amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk
tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak
berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya
dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba
intraperitoneal.

2.9.2 Abses hati piogenik 11


Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat
abses hati piogenik yaitu dengan cara:
a Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat
batu ataupun tumor dengan rute transhepatik atau
dengan melakukan endoskopi
b Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal
Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang
adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis
yang berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara
intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti
pemberian oral selama 1-2 bulan. Antibiotik ini yang
diberikan terdiri dari:
a Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif
dan beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif.
27

Misalnya sefalosporin generasi ketiga seperti


cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV
b Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis
metronidazole 500 mg/6 jam/IV
c Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang
resisten.
d Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-
metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.
Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah
drainase terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan
pengobatan konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah
dengan menggunakan drainase perkutaneus abses
intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau
tomografi komputer.
Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik,
aspirasi perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit
intra-abdomen yang memerlukan manajemen operasi.

2.10 KOMPLIKASI

Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat,


seperti septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses Hepar
disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan
plueropulmonal, gagal Hepar, kelainan didalam rongga abses, henobilia,
empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau
retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering
terkena.Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus
28

kanan hepar. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura,
empyema abses pulmonum atau pneumonia. Pada pasien dengan abses hati
amuba, efusi simpatik dapat terjadi di salah satu serosa rongga-perikardial,
pleura atau peritoneum. Biasanya, efusi ini dalam bentuk cairan berwarna
jerami jelas. Pada analisis kimia, ia memiliki komposisi eksudat, meskipun
pada waktu lain, mungkin transudat. Ini adalah reaksi simpatik karena
peradangan diafragma dan iritasi dengan abses permukaan superior.Fistula
bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur
abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang
berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.9

2.11 PROGNOSIS

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan


pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bacterial
organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia,efusi pleural atau adanya penyakit lain.10

Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti


reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali
angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan
reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice.10

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

Nomor RM : 01.02.05.32
Tanggal Masuk : 28 Januari 2017 Dokter Ruangan :
dr. Ridyana Hanim
Jam : 03.07 WIB Dokter Chief of Ward :
dr. Jamaluddin
29

Ruang : XIV PD wanita Dokter Penanggung Jawab Pasien :


dr. M Bastanta, Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI
Nama : ROHANI
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Desa Bandar Khalifah, Dusun Bandar Jaya, Kodya
Aceh Tamiang, Nanggro Aceh Darussalam

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Hal ini dialami os selama 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri bersifat menetap, tidak menjalar
dan bertambah nyeri jika ditekan. Os mengeluh
adanya benjolan di perut kanan atas sejak 1 bulan
yang lalu dan memberat dalam 10 hari ini, benjolan
berukuran 7cmx11cm,terasa kenyal, berbatas
tegas, os mengeluhkan panas di daerah sekitar
benjolan. Benjolan tersebut menyebabkan nyeri bila
bergerak/ berubah posisi sehingga os tidak dapat
duduk. Os juga mengeluhkan demam sejak 4 hari
yang lalu, demam bersifat hilang timbul, demam
disertai dengan menggigil, demam turun dengan
obat penurun demam. Os juga mengeluhkan mual
namun tidak disertai muntah. BAK (+) normal, BAB
30

(+) normal, riwayat BAB hitam (-). Os mengeluhkan


penurunan nafsu makan. Penurunan berat badan (+)
sekitar 4kg dalam 1 bulan ini. Riwayat merokok,
alkohol dan tuak (-), jamu-jamuan (-). Riwayat
hipertensi (-), riwayat DM (-).
RPT :-
RPO : paracetamol 500 mg

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak Nafas :- Edema :-
Angina Pektoris : - Palpitasi : -
Lain-lain : -

Saluran Batuk-batuk : - Asma,bronchitis : -


Pernafasan Dahak :- Lain-lain :-

Saluran Nafsu makan : menurun Penurunan BB : +


Pencernaan Keluhan menelan : - Keluhan Defekasi : -
Keluhan perut :- Lain-lain :-

Saluran Sakit BAK :- BAK tersendat : -


Urogenital Mengandung batu : - Keadaan urin :-
Haid : biasa Lain-lain :-

Sendi dan Sakit pinggang :- Keterbatasan Gerak : -


Tulang Keluhan Persendiaan : - Lain-lain :-

Endokrin Haus/Polidipsi : - Gugup :-


Poliuri :- Perubahan suara : -
Polifagi :- Lain-lain :-
31

Saraf Pusat Sakit Kepala : - Hoyong : -


Lain-lain : -

Darah dan Pucat :- Perdarahan : -


Pembuluh Darah Petechiae : -
Purpura :-
Lain-lain :-

Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten : - Lain-lain : -

ANAMNESA FAMILI : Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos mentis Pancaran wajah : Lemah
Tekanan darah : 120/70 mmHg Sikap paksa :-
Nadi : 82x/i, regular, t/v: cukup Refleks fisiologis :+
Pernafasan : 24x/i Refleks patologis :-
Temperatur : 36,5C (axilla)
32

Anemia (-/-), Ikterus (-/-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-),
Turgor Kulit : Baik

Keadaan gizi :
BB x 100
BW =
TB100
52 x 100
BW =
154100
= 96,2%
IMT : BB / (TB)2
: 52/(1,54)2
: 21,92 (normoweight)
Lingkar Perut Duduk : 78 cm
Lingkar Perut Berbaring : 82 cm

KEPALA
Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor
ki=ka,
diameter 3mm, reflex cahaya direk (+/+) / indirek (+/+),
kesan:
normal
Telinga : Dalam batas normal, serumen (+), membran timpani (+)
Hidung : Dalam batas normal, deviasi septum (-), pernafasan cuping
hidung(-)
Mulut : Lidah : Atrofi papil lidah (-), kering (-)
Gigi geligi : Perdarahan (-), hyperplasia gingival (-)
Tonsil/faring : Hiperemis (-)

LEHER
Struma tidak membesar , tingkat : (-)
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),
mobilitas (-), nyeri tekan (-)
33

Posisi trakea : medial, TVJ: R-2 cm H2O


Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : simetris fusiformis
Pergerakan : tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan
paru
Palpasi
Nyeri tekan : tidak dijumpai
Fremitus suara : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Iktus : tidak terlihat, teraba pada ICS V LMCS
Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A : relatif ICS V dextra, absolut ICS VI dextra
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II-III LMCS
Batas kiri jantung : ICS V 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : ICS IV LPSD

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan :-
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
lain-lain (-), HR : 80x/menit, regular, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
34

Perkusi : sonor kedua lapangan paru


Auskultasi : SP : vesikuler
ST : -

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : simetris
Gerakan Lambung/usus :-
Vena kolateral :-
Caput medusa :-

Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel, teraba hepar 5 jari BAC, 4 jari BPX,
renal dan limfa tidak teraba

HATI
Pembesaran : 7cmx11cm
Permukaan : rata
Pinggir : berbatas tegas
Nyeri Tekan :+
Peranjakan Hati :

LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner (-), Haecket (-)

GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : tidak dilakukan pemeriksaan

TUMOR :-
35

Perkusi
Pekak hati :-
Pekak beralih :-

Auskultasi
Peristaltik usus : normoperistaltik
Lain-lain :-

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri / Kanan

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITAL LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ampula : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas sendi :-
Lokasi :-
Jari tabuh :-
Tremor ujung jari :-
Telapak tangan sembab :-
Sianosis :-
Eritma Palmaris :-
36

Lain-lain :-
ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan
Edema - -
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Reflex KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Lain-lain

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah Kemih Tinja
Hb: 8 g/dL Warna: kuning jernih Warna: -
Eritrosit: 2,96x 106/mm3 Protein: - Konsistensi: -
Leukosit: 14.000/mm3 Reduksi: - Eritrosit: -
Trombosit: 447.000/mm3 Bilirubin: - Leukosit: -
Ht: 25,4% Urobilinogen: - Amoeba/Kista: -
LED: - mm/jam
Hitung jenis: Sedimen Telur Cacing
Eosinofil: 2% Eritrosit: - /lpb Ascaris: -
Basofil: 0,3% Leukosit: - /lpb Ankylostoma: -
Neutrofil batang: 11,01% Epitel: - /lpb T. Trichiura: -
Neutrofil segmen: 78,7% Silinder: - /lpb Kremi: -
Limfosit: 14,2%
Monosit: 5,1%

RESUME
37

ANAMNESA Keluhan Utama : Nyeri hipocondrium dextra


Telaah : Hal ini dialami os selama 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri bersifat menetap, tidak
menjalar dan bertambah nyeri jika ditekan. Os
mengeluh adanya benjolan di hipocondrium dextra
sejak 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 10
hari ini, benjolan berukuran 7cmx11cm,terasa
kenyal, berbatas tegas, os mengeluhkan panas di
daerah sekitar benjolan.
STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
PEMERIKSAAN FISIK Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/i
Pernafasan : 24x/i
Temperatur : 36,5 C
Kepala : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : terdapat benjolan di perut kanan atas
Ekstremitas : dalam batas normal
LABORATORIUM Darah : leukositosis
RUTIN Kemih : Kesan normal
Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSIS BANDING 1. Liver Abses
2. Hepatoma
3. Koledokolitiasis
4.
DIAGNOSIS Liver Abses
SEMENTARA
38

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring


Diet : Diet Hati III + ekstra putih telur
Tindakan suportif : IVFD D5% 20 gtt mikro, O2
2-4L/i
Medikamentosa :
Drip Metronidazole 500mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50mg/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30mg/12jam/IV

Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan


1. Urinalisa dan feses rutin 6. Foto Thoraks
2. Pemeriksaan darah rutin 7. USG abdomen
3. Elektrolit 8. CT Scan Abdomen
4. LFT (SGOT, SGPT) 9.
5. Biopsi Hepar 10.

Anda mungkin juga menyukai