Anda di halaman 1dari 14

INFEKSI PARASIT

FILARIASIS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Patofisiologi

Disusun Oleh :

Pujiyono Palguna
NIM : A.13.036

STIKES YPIB MAJALENGKA


PRODI S1 KEPERAWATAN
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul Infeksi Parasit Filariasis.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi.
Penulis telah berusaha dengan segala kemampuan dan pengetahuan agar penyusunan
makalah ini tersaji dengan sebaik-baiknya, baik bentuk maupun isinya. Penulis menyadari
bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mohon saran
dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.
Semoga penulisan makalah ini bermanfaat, Amin.

Majalengka, Desember 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Maslah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Infeksi Parasit filariasis ............................................................. 3
B. Etiologi ........................................................................................................ 3
C. Patogenesis .................................................................................................. 4
D. Patofisiologi ................................................................................................ 4
E. Tanda dan Gejala ......................................................................................... 5
F. Manifestasi Klinis ....................................................................................... 5
G. Komplikasi .................................................................................................. 6
H. Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................. 6
I. Penatalaksanaan .......................................................................................... 7
J. Pengkajian ................................................................................................... 9
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 11
B. Saran ............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak
akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini
sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam
ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun
1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha
menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki
Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup
banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti,
Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia
dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing
jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di
dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik,
Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui
nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di
Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex,
nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan
di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di
daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh
cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan
bila tidak dapat pengobatan dapat menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat
bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi
beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis,
dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan
darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan
karena nyamuk penularannya tersebar luas.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis
yang apa tidak ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada

1
manusia. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait
dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk
membahas kasus mengenai penyakit filariasis ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok
sistem imun dan hematologi. (riyanto, harun.2005)Berdasarkan fakta tersebut kelompok
kami tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang mikroorganisme penyebab infeksi Parasit
dan proses terjadinya infeksi Parasit pada manusia yang kami beri judul INFEKSI
PARASIT FILARIASIS.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan infeksi parasit filariasis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus filariasis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penyakit infeksi Parasit filariasis.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian infeksi parasit filariasis.
Mampu membuat asuhan keperawatan pada kasus filariasis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Parasit Filariasis


Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,
disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009). Filariasis
(penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing
filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam
berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
(Witagama,dedi.2009). Klasifikasi :
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema
tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel)
bila tungkai diangkat.
Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai
diangkat, kulit menjadi tebal.
Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009).

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia
Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia
terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini menyerang jaringan
viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan
dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria)
yang beredar dalam darah terutama malam hari. Penyebarannya diseluruh Indonesia baik di
pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23
spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex,
anopheles, aedes dan armigeres. Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari

3
spesies dan tipenya.Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum
daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan
lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

C. Patogenesis
Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan
hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial
ekonomibudaya) Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang
dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk
brugia atau 10 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan
merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak
seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama
pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes
reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi stadium 4 yang
kemudian bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan / 1 tahun
kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan dan betina, cacing dewasa ini
terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di saluran limfe ekstremitas bawah
( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas ( saluran limfe aksila ), dan untuk W.bancrofti
ditambah dengan saluran limfe di daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda
spermatikus ).

D. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju
pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3
menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk produk yang akan
menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat
aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk
limfedema. (Witagama,dedi.2009).
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit
mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF .
Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang
berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi
sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan
parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia

4
dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk
membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi
inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang
dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan
perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)

E. Tanda dan Gejala


1. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul
lagi setelah bekerja berat
2. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
3. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari
pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
4. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
5. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (early lymphodema)

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik
dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas
dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses perjalanan penyakit,
filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan
terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas
dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi
menjadi:
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia
yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah
endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak
semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk
kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis
yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut

5
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas
dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis
akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria
jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala
kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta
membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009)

G. Komplikasi
1. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
2. Elephantiasis tungkai
3. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara, Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe
testis berulang: pecahnya tunika vaginalis Hidrokel adalah penumpukan cairan yang
berlebihan di antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan
normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
4. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing
dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.
(T.Pohan,Herdiman.2009).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis
klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and
Chronic Disease Rate). Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung
dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis
berulang dan gejala menahun.
2. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada
pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang
hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat
ditentukan species cacing filaria.
3. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel

6
dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun
pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
4. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis
parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi
yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
(Marty,Aileen,M.2009)

I. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk
filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini
ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping
sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam,
berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia,
kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau
tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis
dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang
spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi
samping lokal terjadi beberapa hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala
klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.(Harun,riyanto.2010)
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan
untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu
atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering menyebabkan penderita menghentikan
pengobatan, maka diharapkan dapat dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin)
yang tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral sesudah
makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan
diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun,
ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat

7
badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari. Pada
occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 23 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut,
limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali
untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan
penanganan ahli bedah.(harun,riyanto.2010)
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur, pengikatan di
daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki,
pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan
aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki, mengobati luka kecil dengan krim
antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein
dan asupan cairan tinggi.

J. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.
Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang
mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5
hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
2. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan
TD, frekuensi jantung)
3. Diagnosa.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah
bening
Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh.
4. Intervensi

8
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan
pada kelenjar getah bening.
Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
Intervensi :
Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan Sediakan selimut yang tipis.
Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
Rasional :
Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh
Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

Diagnosa keperawatan 2 : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan


pada anggota tubuh
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan
aktivitas
Intervensi :
Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
Tingkatkan tirah baring / duduk
Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasionalisi :
Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,
disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009). Filariasis
(penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing
filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam
berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
(Witagama,dedi.2009).

B. Saran
Disarankan bagi pembaca agar dapat lebih menjaga kesehatan diri diantaranya dengan
menjaga personal hygiene agar dapat terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh parasit.
Pencegahan infeksi di rumah :
Cuci tangan
Jaga kebersihan kuku
Gunakan alat-alat personal
Cuci sayuran dan buah sebelum dimakan
Cuci alat yang akan digunakan
Letakkan alat-alat yang terinfeksi pada plastik
Bersihkan seprei
Cegah batuk, bersin, bernapas langsung dengan orang lain

DAFTAR PUSTAKA

1. Baratawidjaja, Karnen. 2006. Imunologi Dasar Edisi ke-7. Jakarta: FKUI

10
2. Bloom. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: EGC
3. Judarwanto, Widodo. 17 Oktober 2010. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap
Parasit. http://childrenallergyclinic.wordpress.com/ diakses tanggal 28 April 2015
4. Roit, Ivan. 1990. Jenis jenis parasit. Jakarta:Gramedia
5. Nuri Handayani, S.Si. Biologi Umum
6. Saanin, Syriful. Infeksi Parasit http://www.angelfire.com/ diakses tanggal 28 April
2015.

11

Anda mungkin juga menyukai