Tinjauan Pustaka Zat Besi Dan Kognitif
Tinjauan Pustaka Zat Besi Dan Kognitif
PENDAHULUAN
Defisiensi besi merupakan keadaan dimana besi tubuh tidak cukup untuk
kebutuhan dan terjadi keseimbangan negatif besi dalam jangka waktu lama
terdapat pada 25% bayi dan 6% anak (NHANES, 2010). Prevalensi yang tinggi
anemia kedua terbanyak adalah pada kelompok umur 1-5 tahun dengan prevalensi
prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak
performa kognitif dan perilaku yang disebabkan karena defisiensi besi (Baker dkk,
2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lubis dkk (2008) di Indonesia,
1
2
full scale IQ anak sekolah dasar yang menderita anemia defisiensi besi tidak
melebihi tingkat average (dengan rata-rata 83,80). Selain itu juga didapatkan
penelitian lain oleh Nelson dkk (2004), didapatkan hasil yakni defisiensi besi pada
usia 2 tahun secara signifikan berhubungan dengan penurunan skor motorik. Pada
puncak terjadinya defisiensi besi, yaitu pada usia 2 dan/atau 4 tahun, berhubungan
secara signifikan dengan penurunan full scale IQ. Selain itu, penelitian oleh
Carter dkk (2010) mendapat hasil anemia defisiensi besi pada anak usia 9-12
bulan secara signifikan berhubungan dengan skor mean novelty preference yang
lebih rendah pada Fagan recognition memory test, dibandingkan dengan anak
yang tidak menderita defisiensi besi (rerata: 56,7 vs 60,3). Kekurangan besi
dengan atau tanpa anemia, terutama yang berlangsung lama dan terjadi pada usia
0-2 tahun, dapat mengganggu tumbuh kembang anak (WHO, 2001). Gangguan
hubungannya dengan gangguan perkembangan pada anak. Dari hasil penelitian ini
berhubungan
dengan skor
mean novelty
preference yang
Fagan
recognition
memory test
dibandingkan
tidak menderita
vs 60,3, p<0,05)
Halterman Iron Deficiency and Penelitian dengan Rerata skor
dibanding anak
IK 95% 1,1-4,4)
Nelson S, Cocaine, Anemia, Penelitian dengan Defisiensi besi
defisiensi besi,
dan/atau 4 tahun,
berhubungan
secara signifikan
dengan
penurunan full
(p = 0.047).
Lubis B, Perbedaan Respon Penelitian dengan Rerata Full IQ
menjadi 2 Terdapat
kelompok; 47 di peningkatan
setelah pemberian
terapi besi
(p<0,05), namun
tidak dijumpai
perbedaan
bermakna
peningkatan Hb
antar kedua
kelompok
(p=0,29).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hampir seluruh mahluk hidup, dimana dibutuhkan sebagai bahan baku sebagian
besar enzim dan protein yang penting dalam metabolisme (Crichton, 2010). Peran
besi pada kelangsungan merabolisme terdapat dalam berbagai bentuk, antara lain:
1. Haemoprotein: sebagai transpor oksigen dan aktivator electron transport
proteins.
2. Protein Fe-S (iron-sulphur): sebagai electron transport proteins dan enzim Fe-
S.
3. Mono-nuclear iron proteins: dalam bentuk dioxygenases, hydroxylases, dan
lain lain.
4. Dinuclear iron proteins: dalam bentuk carboxylato di-iron proteins (Crichton,
2010).
Berbagai bentuk besi tersebut dalam tubuh memiliki peran masing-masing
dalam metabolisme, antara lain untuk produksi ATP, sintesis DNA (ribonucleotide
Bentuk lain dari zat besi yang terbagi menurut tempatnya, antara lain:
1. Zat besi dalam hemoglobin
2. Zat besi dalam cadangan sebagai feritin dan hemosiderin
3. Zat besi yang ditranspor dalam transferin
4. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan: mioglobin dan beberapa
9
enzim, antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.
suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam beberapa
tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar di
9
dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam
lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh
pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh sel mukosa usus.
Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk ke
pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makan
mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi
yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi
(Crichton, 2013)
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan
hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron
pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di dalam tubuh
yang normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin,
tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit.
Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat
di bawah tiga tahun dibagi berdasarkan kelompok usia, yaitu sebagai berikut:
1. Bayi preterm
Pada bayi preterm terjadi defisit besi total di tubuh, diperparah dengan
terjadinya pertumbuhan post natal yang cepat. Bayi preterm rentan terhadap
terjadinya defisiensi besi, begitu pula dengan toksisitas akibat kelebihan besi.
10
Jumlah kebutuhan besi yang diperkirakan cukup adalah antara 2-4 mg/kg per
dihitung melalui rerata jumlah kandungan besi pada air susu ibu (ASI), yaitu
0,35 mg/L (Institute of Medicine, 2003). Rerata asupan ASI pada anak yang
mendapat ASI eksklusif adalah 0,78 L per hari, sehingga apabila dikalikan akan
jaringan, cadangan, serta jumlah besi yang hilang melalui lepasnya sel epitel
kelompok usia 1-3 tahun didapatkan sebesar 7 mg per hari (Baker dkk, 2010).
2010). Defisiensi besi disebabkan karena absorpsi besi yang kurang untuk
karena keseimbangan negatif besi dalam jangka waktu lama. Situasi tersebut
berakibat pada penurunan cadangan besi tubuh yang diukur melalui konsentrasi
11
serum feritin (SF) atau pemeriksaan sumsum tulang. Defisiensi besi dapat terjadi
2.2.2 Epidemiologi
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di seluruh dunia.
didapatkan prevalensi defisiensi besi dan ADB pada anak 1-3 tahun sebesar 9,2%
dan 2,1% (NHANES, 2010). Prevalensi yang tinggi terjadi di negara yang sedang
penderita anemia kedua terbanyak adalah pada kelompok umur 1-5 tahun dengan
menunjukkan prevalensi anemia defisiensi besi pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12
bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.
Menurut penelitian Georgieff (2008), kecenderungan terjadi defisiensi besi
anak tertinggi pada usia trimester ketiga janin sampai saat kelahiran, late infancy-
early toddler yaitu usia 6 bulan sampai 3 tahun, serta saat masa pubertas.
peningkatan kebutuhan akan besi (iron demand) saat periode usia tersebut
(Georgieff, 2008).
12
Keterangan: kecenderungan defisiensi besi tertinggi selama periode umur yang ditandai dengan kotak.
Gambar 2.1
Kecenderungan terjadinya defisiensi besi menurut periode umur (Georgieff, 2008)
1. Faktor diet:
a. Konsumsi susu sapi di bawah usia 12 bulan
b. Konsumsi susu sapi berlebihan
c. Makanan pendamping dengan kadar besi yang rendah
d. Kurangnya suplementasi besi setelah 6 bulan pada bayi yang mendapat ASI
e. Penambahan berat badan yang berlebihan
2. Risiko prenatal dan neonatal:
a. Anemia saat kehamilan
b. Diabetes saat kehamilan yang tidak terkontrol
c. Kehamilan multipel
d. Prematuritas
e. Berat lahir rendah
2.2.4 Diagnosis
13
defisit cadangan besi dan disertai dengan perubahan hasil laboratorium, termasuk
Tabel 2.1
Spektrum status besi (Baker, 2010)
DB tanpa
Parameter ADB Overload Besi
anemia
Serum feritin
Saturasi Transferin
TfR1
CHr Normal
Hb Normal Normal
MCV Normal Normal
Keterangan:DB= defisiensi besi; ADB= anemia defisiensi besi; TfR1=
transferin-receptor 1; CHr= reticulocyte Hb concentration; Hb=
hemoglobin; MCV= mean corpuscular volume
Tabel 2.2
Indeks sel darah merah sesuai kelompok umur (Abdulsallam, 2002)
Mean Corpuscular
Hemoglobin (g/dL) Hematokrit (%)
Umur Volume (fL)
Rerata - 2 SD Rerata -2 SD Rerata -2 SD
Cukup bulan
16,5 13,5 51 42 108 98
(sampel tali pusat)
1-3 hari 18,5 14,5 56 45 108 95
2 minggu 16,6 13,4 53 41 105 88
1 bulan 13,9 10,7 44 33 101 91
2 bulan 11,2 9,4 35 28 95 84
14
1. Iron depletion
laboratorium bisa didapatkan kadar besi di dalam serum mulai menurun, akan
tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih norma. Pada stadium ini mulai
feritin serta kadar besi di dalam serum yang sudah disertai anemia defisiensi
besi, yang ditandai dengan penurunan kadar Hb, MCV, MCH, dan MCHC
(Abdulsallam, 2002).
Tabel 2.3
Parameter laboratorium pada stadium defisiensi besi (Abdulsallam, 2002)
Hemoglobin Tahap I Tahap II Tahap III
(normal) (sedikit menurun) (menurun jelas,
mikrositik hipokrom)
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum (g/dL) Normal <60 <40
TIBC (g/dL) 360-390 >390 >410
Saturasi transferin (%) 20-30 <15 <10
Feritin serum (g/dL) <20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (g/dL eritrosit) >30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun
2.2.6 Pencegahan
15
Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Pemberian suplementasi besi menurut IDAI (Gatot dkk, 2011)
Umur (tahun) Dosis besi elemental Lama pemberian
Bayi*: BBLR 3 mg/kgBB/hari Usia 1 bulan sampai 2 tahun
Cukup bulan 2 mg/kgBB/hari Usia 4 bulan sampai 2 tahun
2x/minggu selama 3 bulan berturut-
2-5 (balita) 1 mg/kgBB/hari
turut setiap tahun
2x/minggu selama 3 bulan berturut-
>5-12 (usia sekolah) 1 mg/kgBB/hari
turut setiap tahun
2x/minggu selama 3 bulan berturut-
12-18 (remaja) 60 mg/hari#
turut setiap tahun
Keterangan:
* Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal
# Khusus remaja perempuan ditambah 400 g asam folat
3. Rekomendasi 3: Saat ini belum perlu dilakukan uji tapis (skrining) defisiensi
tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Bila dari hasil
2.3 Perkembangan
2.3.1 Definisi perkembangan
16
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan; menyangkut adanya proses diferensiasi dari
sel-sel tubuh, organ-organ, dan system organ yang berkembang sehingga masing-
(Soetjiningsih, 2002).
sampai beberapa bulan setelah lahir (Suandi dkk, 2008) Selama minggu ketiga
ektoderm pada embrio trilaminar. Lempeng neural ini melipat membentuk tabung
neural yang kelak menjadi susunan saraf pusat. Neural crest menjadi susunan
oligodendrosit, dan sel ependim (Sekartini, 2006). Sementara itu, sel mikroglial
berasal dari mesoderm. Pada minggu kelima, terbentuk 3 komponen otak, yaitu
forebrain, midbrain, dan hind brain. Kornu dorsal dan ventral medula spinalis
sehingga pada bayi baru lahir berat otak sudah mencapai seperempat berat otak
dewasa. Pertumbuhan berat otak masih pesat sampai 6 bulan pertama setelah lahir.
tahun pertama setelah lahir. Pada masa ini, terjadi pembelahan sel-sel otak yang
pesat; setelah itu, pembelahan melambat dan terjadi pembesaran sel-sel otak saja,
sehingga pada waktu lahir berat otak bayi berat otak dewasa, tetapi jumlah
selnya sudah mencapai 2/3 jumlah sel otak orang dewasa. Pada usia 2 tahun,
ukuran otak anak mencapai 80% dari ukuran otak orang dewasa. Selanjutnya, otak
akan terus berkembang setelah umur 2 tahun dengan perkembangan yang lebih
lambat. Masa pesat pertumbuhan jaringan otak adalah masa yang rawan
(Sekartini, 2006). Setiap gangguan pada masa itu akan mengakibatkan gangguan
jumlah sel otak dan mielinisasi yang tidak bisa dikejar lagi pada masa
pertumbuhan dan perkembangan otak, agar otak dapat berkembang secara optimal
(Needlman, 2004).
memecahkan masalah.
2. Motorik: perkembangan motorik merupakan perkembangan kontrol pergerakan
badan melalui koordinasi aktivitas saraf pusat, saraf tepi, dan otot. Kontrol
18
tertentu untuk menyampaikan dan menerima pesan dari satu orang ke orang
simbol komunikasi, luaran ini dapat juga berupa visual (writing, signing) atau
individu bisa tidak sejalan dengan perilaku sosial, begitu pula sebaliknya
(Suandi, 2008).
dimana terdapat faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Soetjiningsih, 2002). Faktor
intrinsik yang mempengaruhi perkembangan antara lain adalah ras, etnis atau
bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, dan adanya kelainan kromosom. Faktor
1. Faktor prenatal: gizi ibu kurang, maternal smoking, alkohol, konsumsi obat-
3. Faktor postnatal: status gizi dan nutrisi, kelainan kongenital, cacat fisik yang
(Sekartini, 2006).
cukup besi selama periode perkembangan, dimana terdapat regio spesifik di otak
yang membutuhkan kadar besi yang tinggi, sehingga perkembangan pada regio
besi pada awal kehidupan menghambat regulasi gen yang terlibat dalam sistem
pada usia 1-3 tahun, dimana pada masa tersebut terdapat peningkatan aktivitas
metabolik, produksi, dan penggunaan energi, uptake besi di otak, dan stimulasi
growth factor, dibutuhkan juga nutrisi yang optimal untuk menunjang fungsi
metabolik dan aktivitas sinaps. Salah satu mikronutrien yang diduga penting
dalam menunjang fungsi tersebut antara lain zat besi. Selama masa perkembangan
cepat, sistem saraf pusat sangat sensitif terhadap berbagai faktor, sehingga adanya
gangguan pada beberapa faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik, dapat berakibat
Defisiensi besi dapat berpengaruh pada ekspresi gen. Besi berperan dalam
yang terlibat dalam sintesis dNTP dan transkripsi DNA (Lozoff, 2006). Penelitian
dengan terjadinya penurunan ekspresi gen yang penting dalam metabolisme DNA.
Besi sangat penting dalam produksi energi dan metabolisme sel, esensial
struktur neuronal yang kompleks membutuhkan energi yang besar, dimana saat
(Fretham dkk, 2011). Defisiensi besi dapat menyebabkan efek primer pada otak,
dkk, 2011), sintesis ATP, dan transport elektron, sehingga terjadi penurunan
(Lozoff dkk, 2006). Adanya defisiensi besi juga dapat menurunkan konsentrasi
struktur dendritik pada sel piramidal di area hipokampus CA1 dan pertumbuhan
sel dendritik yang lebih lambat menyebabkan adanya kerangka protein yang
21
penurunan oligodendrosit pada otak orang dewasa yang mengalami defisiensi besi
penurunan lipid dan protein myelin yang terjadi secara permanen (Fretham dkk,
2011).
Proses maturitas sistem neurotransmiter terjadi saat periode risiko tinggi
defisiensi besi. Sedangkan faktanya ialah besi esensial terhadap beberapa enzim
hydroxylase (serotonin) dan tyrosine hydroxylase (NE dan dopamin) (Lozoff dkk,
kemampuan spasial, dan pemusatan perhatian pada orang dewasa. Defisiensi besi
dengan derajat defisiensi besi pada regio otak yang diteliti (Lozoff, 2006).
Gangguan perkembangan terjadi secara permanen. Apabila didapatkan status
besi yang normal pada anak yang lebih tua yang menderita gangguan
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
perkembangan pada anak. Saat periode cepat perkembangan, sejak usia enam
bulan sampai tiga tahun, aktivitas metabolisme, aktivitas sinaps, serta laju
masa depan. Faktor-faktor tersebut, selain dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti
genetik atau kelainan kongenital, juga dipengaruhi oleh zat-zat atau mikronutrien
oksigen, serta berbagai bentuk iron protein yang sebagian besar berfungsi sebagai
enzim pembentuk atau katalisator. Zat besi dalam berbagai bentuknya tersebut
laju sintesis ATP, penurunan protein Fe-S serta iron protein pada otot skeletal,
yang diduga juga terjadi di hipokampus selama masa perkembangan. Selain itu,
defisiensi besi juga menyebabkan penurunan iron protein yang penting yaitu
formasi myelin.
Besi juga berperan dalam sintesis kolesterol
26 dan asam lemak tubuh, sehingga
apabila terjadi defisiensi besi, maka akan terjadi penurunan zat lemak yang
23
penting dalam pembentukan sel dan jaringan tubuh, salah satunya adalah myelin
sehingga dapat terjadi gangguan myelinisasi saat masa perkembangan. Selain itu,
enzim yang dipengaruhi oleh adanya defisiensi besi adalah tiroid peroksidase,
Defisiensi Besi
Gambar 3.1
Faktor Prenatal:
Faktor Postnatal: Konsep penelitian
Maternalstatus
smoking;
Gizi alkohol;
dan nutrisi,
obat-obatan;
kelainan kongenital,
infeksi TORCH;
cacatradiadi;
fisik yang
gizi berhubungan
ibu kurang, genetik
dengan indera,
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah defisiensi besi merupakan faktor risiko
BAB IV
METODE PENELITIAN
Keterangan:
Pt: Populasi terjangkau
S: Sampel
Gambar 4.1
Rancangan penelitian
Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh anak berusia 12-36 bulan
Besar sampel dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji penelitian
( )
+ z PQ
2
n 1=n 2= ........................................
1
p
2
(1)
R
p=
(1+ R) ....................................................
. (2)
Keterangan
n = besar sampel R = 2,5
Z = 1,96 (=0,05) P = 0,71
Z = 0,842 (power) Q = 0,29
Besar sampel minimal pada studi kasus kontrol berpasangan hanya
bergantung pada rasio odds, Z, Z tetapi tidak bergantung pada pada proposi
kontrol. Pada penelitian ini digunakan nilai rasio odds sebesar 2,5 berdasarkan
clinical judgement. Dari nilai rasio odds sebesar 2,5, sehingga didapatkan nilai
27
P=0,71. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 1,96 dengan power (Z) yang
Kriteria eksklusi:
berpengaruh kepada proses dan interpretasi Tes Bayley-III, antara lain rabun
atau buta, bisu, tuli, lumpuh tangan dan/atau kaki, cerebral palsy.
4. Anak dengan penyakit kronis dan imunodefisiensi.
5. Anak dengan gizi buruk.
4.3.5.2 Kriteria eligibilitas kelompok kontrol
Kriteria inklusi:
28
Kriteria eksklusi:
berpengaruh kepada proses dan interpretasi Tes Bayley-III, antara lain rabun
atau buta, bisu, tuli, lumpuh tangan dan/atau kaki, cerebral palsy.
4. Anak dengan penyakit kronis dan imunodefisiensi.
5. Anak dengan gizi buruk.
3. Variabel perancu: usia, jenis kelamin, berat lahir, dan usia kehamilan.
1. Defisiensi besi
Defisiensi besi didefinisikan sebagai kekurangan level besi dalam tubuh di
bawah batas yang adekuat. Defisiensi besi diukur melalui: saturasi transferin
(TS), serum ferritin (SF), serta mean corpuscular volume (MCV), dengan cut
off value sesuai kadar anak umur 2 tahun menurut American Academy of
menjadi: (1) Defisiensi besi (apabila dua atau lebih dari tiga parameter di
bawah batas normal); dan (2) Status besi normal (apabila parameter berada
yang dibagi dalam 4 aspek, antara lain aspek kognitif umum, motorik, verbal,
dan perilaku, yang diukur melalui Bailey Scales of Infant and Toddler
3. Usia
pasien. Dikategorikan menjadi: (1) 2 bulan- 12 bulan; dan (2) >12 bulan- 24
bulan.
4. Jenis kelamin
30
5. Usia kehamilan
menjadi: (1) Kurang bulan(<37 minggu); dan (2) Cukup bulan (37 minggu).
6. Berat lahir
Berat badan lahir didapatkan dari hasil wawancara langsung dengan orangtua
pasien. Dikategorikan menjadi: (1) Bayi berat lahir rendah (<2500 gram); dan
7. Status gizi
Keadaan gizi anak yang ditentukan berdasarkan berdasarkan berat badan (BB)
menurut panjang badan (PB). Berat badan dan panjang badan diukur saat hari
BB/PB menurut WHO 2006. Dikategorikan menjadi: (1) Gizi baik (z-score -2
s/d +2 SD); dan (2) Gizi kurang (z-score <-2 SD s/d -3 SD).
8. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital didefinisikan sebagai kelainan kongenital yang
dalam salah satu atau lebih fungsi indera yang disebabkan oleh hal apapun;
antara lain rabun atau buta, bisu, tuli, dan lumpuh tangan dan/atau kaki,
cerebral palsy.
11. Penyakit imunodefisiensi
Penyakit imunodefisiensi didefinisikan sebagai penyakit kronis yang dapat
dalam penelitian, antara lain daftar anak yang berusia 12-36 bulan yang
2. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui
tanggal lahir, status antropometri berupa data panjang badan dan berat badan,
Formulir yang berisi tentang identitas orang tua/wali dan subyek penelitian dan
pernyataan setuju ikut dalam penelitian (sebagai PSP yang ditandatangani oleh
anak.
5. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar besi serum di laboratorium klinik
beserta alat pengambilan darah seperti wing needle, semprit 5cc, torniquet,
inklusi sesuai kelompok kasus dan kontrol, kemudian dicatat data klinisnya.
tenaga medis dan dibagi dua dalam bentuk sampel darah beku serta sampel darah
dengan EDTA yang disimpan dalam tabung vakutainer. Sampel darah tersebut
terkumpul, dilakukan pemeriksaan darah lengkap serta kadar SI, TIBC, dan
feritin di laboratorium klinik. Kadar saturasi transferin akan dihitung melalui hasil
SI dan TIBC.
34
Matching
Usia
Jenis Kelamin
Gambar 4.2
Alur penelitian
Sebelum analisis, dilakukan data cleaning, tabulasi data, dan data entry.
Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisis deskriptif
dalam rerata dan simpang baku. Hubungan antara defisiensi besi, dengan
perkembangan disajikan dalam tabel 2x2 dan diuji menggunakan uji kai kuadrat.
Uji hipotesis alternatif yang digunakan apabila tidak memenuhi syarat dilakukan
uji kai kuadrat (apabila terdapat nilai expected count <5) adalah uji Fisher Exact.
35
Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 22.0.
oleh peneliti. Pasien atau keluarga berhak menolak atau mengundurkan diri
DAFTAR PUSTAKA
41
37