Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

PENDEKATAN TERHADAP PASIEN


PENYALAHGUNAAN ALKOHOL

Pembimbing

dr. Marodjahan Siregar, Sp. KJ

Disusun oleh:

Zaim Syazwan bin Zulkafi (11 2014 043)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

PERIODE 1 DESEMBER 2014 3 JANUARI 2015

PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Pendekatan terhadap
Pasien Penyalahgunaan Alkohol yang berlangsung pada tanggal 1 Disember 2014 3 Januari
2015 dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas
Kedokteran UKRIDA di Panti Sosial Bina.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada . dr.
MarodjahaN Siregar, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
petunjuk serta sarannya selama pelaksanaan kepaniteraan.

Penulis berharap, semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani
kepaniteraan ini dapat memberikan manfaat rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan taufik dan hidayahnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan ini dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat.

Jakarta, Disember 2014

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................... 2

PENDAHULUAN...................................................................................................... 3

PEMBAHASAN............................................................................................. 4

PENUTUP... 13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 14

2
PENDAHULUAN

Pendekatan terhadap Pasien Penyalahgunaan Alkohol

Gangguan penyalahgunaan alkohol adalah suatu kondisi umum yang mematikan, yang
sering terlihat sebagai sindrom psikiatri yang lain. Orang yang ketergantungan pada alkohol
mempunyai rentang hidup rata-rata 10-12 tahun dan alkohol menyumbang kepada 22000
kematian dan dua juta kecelakaan tiap tahun. Beberapa tahun belakangan ini, telah menyaksikan
berkembangnya penelitian tentang penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol, termasuk
informasi pengaruh pada genetik yang spesifik dan perkembangan tatalaksanan yang lebih baru
dan lebih menguntungkan.1

Pengetahuan dan pemahaman tentang efek dari alkohol dan gejala klinis terhadap
gangguan terkait alkohol sangat penting dalam praktek psikiatri. Intoksikasi alkohol boleh
menyebabkan iritabilitas, perilaku kekerasan, depresi dan dalam situasi yang jarang,
menyebabkan halusinasi dan waham. Dalam jangka waktu yang panjang, peningkatan kosumsi
alkohol meghasilkan toleransi pada pengguna dan jika penggunaan alkohol diberhentikan boleh
menyebabkan gejala putus obat, yang biasanya ditandai dengan insomnia, hiperaktivitas sistem
autonom, dan anxietas. Justeru, dalam mengevaluasi masalah hidup dan gejala psikiatri pada
pasien, dokter harus mempertimbangkan kemungkinan gejala psikiatri tersebut adalah efek dari
alkohol.1

3
PEMBAHASAN

I. Epidemiologi

Psikiater harus prihatin tentang penyalahgunaan alkohol karena kondisi seperti


intoksikasi dan putus obat menunjukkan persamaan tanda dan gejala dengan gangguan psikiatri
yang umum. Di indonesia terutama di daerah Indonesia Timur dan beberapa tempat di daerah
Sumatera, terdapat antara 2-3 juta orang yang menggunakan minuman alkohol dari ringan
sampai berat. Laki-laki lebih banyak mengkonsumsi alkohol dari perempuan tetapi populasi
peminum perempuan meningkat dari tahun ke tahun dan pengguna alkohol usia dewasa lebih
stabil menggunakannya secara berkelanjutan.1,2

II. Etiologi

Teori psikologi

Banyak teori mengatakan pengunaan alkohol adalah untuk mengurangi stress,


meningkatkan percaya diri, dan menurunkan rasa sakit secara psikologi.
Penggunaan alkohol juga dikatakan dapat melegakan kekecewaan ataupun frustasi yang
dapat mengembalikan fungsi hidup seseorang.1

Teori perilaku

Harapan terhadap efek alkohol yang menyenangkan dan perilaku kognitif seseorang
terhadap tanggungjawabnya yang berkurang memperkuat dorongan untuk mengkonsumsi
alkohol.1

Teori sosio-kultural

Di indonesia terutama di daerah Indonesia Timur dan beberapa tempat di daerah


Sumatera mengkonsumsi alkohol atas dasar adat-adat tertentu.
Penggunaan alkohol dipengaruhi oleh sifat atau bentuk hubungan dari kelompok teman.
Makin seseorang berhubungan dengan kelompok, makin berorientasi pada kelompok
tersebut. Oleh karena itu, penyalahgunaan alkohol banyak terjadi pada remaja, karena
remaja lebih mengutamakan teman.1

4
Teori masa anak

Anak yang mempunyai orang tua yang menghidap gangguan penyalahgunaan alkohol
mempunyai risiko yang tinggi untuk menyalahgunakan alkohol.1

III. Manifestasi Klinis

Ada beberapa gambaran klinis dari penyalahgunaan alkohol antara lain:

Intoksikasi: euforia, cadel, nistagmus, ataksia, bradikardi, hipotensi, kejang, koma. Pada
keadaan intoksikasi berat, reflek menjadi negatif.
Keadaan putus alkohol: halusinasi, ilusi (bad dream), kejang, Delirium Tremens,
gementar, keluhan gastrointestinal, muka merah, mata merah dan hipertensi.
Gangguan fisik: mulai dari radang hati sampai kanker hati, gastritis, ulkus peptikum,
pneumonia, gangguan vaskuler dan jantung, defisiensi vitamin, fetal alcohol syndrome.
Gangguan mental: depresi hingga skizofrenia.
Gangguan lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem domestik dan tindak
kekerasan.2

Terdapat perbedaan antara penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol, antaranya:

Pada penyalahgunaan, seseorang akan mengkonsumsi alkohol dengan banyak dan


berlebihan tetapi tidak ada sindrom putus alkohol.
Pada ketergantungan, seseorang itu harus minum setiap setiap hari, atau tiap masa
ataupun dia harus minum dalam dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang
sama. Dapat terjadi sindrom putus alkohol.2

IV. Diagnosis

A. Menurut DSM-IV-TR

Kriteria DSM-IV-TR menyatakan, semua gangguan terkait zat menggunakan kriteria


yang hampir sama untuk penyalahgunaan dan ketergantungan. Kebutuhan mengkonsumsi
alkohol dalam jumlah yang banyak untuk hidup normal, pola pengambilan yang banyak yang

5
terbatas pada hujung minggu dan memakan waktu yang lama untuk kembali tenang, adalah
antara manifestasi ketergantungan dan penyalahgunaan alkohol.3

Tabel 1. Kriteria DSM-IV-TR untuk Penyalahgunaan Alkohol3

Satu atau lebih daripada kriteria dibawah ini terlihat kapan saja dalam
periode 12 bulan:
A. Penggunaan alkohol menyebabkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban
yang utama.
B. Penggunaan yang berulang pada situasi yang berbahaya secara fisik
(seperti membawa mobil dalam keadaan mabuk).

C. Berulang kali terkait dengan masalah hukum berkenaan dengan alkohol.


D. Menggunakan secara berterusan meskipun terdapat masalah sosial atau
interpersonal yang berulang.
E. Tidak memenuhi kriteria untuk ketergantungan alkohol.

(Sumber diambil dari dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
4th ed. Text rev. Washington, DC : American Psychiatric Association ; copyright 2000, dengan izin)3

6
Tabel 2. Kriteria DSM-IV-TR untuk Intoksikasi Alkohol3

A. Mengkonsumsi alkohol baru-baru ini


B. Perubahan psikologi atau perilaku maladaptif, yang berarti secara klinis
(contohnya, perilaku seksual yang tidak normal atau tindakan kekerasan,
perubahan mood, daya pertimbangan terganggu, fungsi sosial atau
pekerjaan terganggu) yang terjadi ketika, atau setelah mengkonsumsi
alkohol.
C. Satu (atau lebih) gejala, berkembang setelah, atau pada saat
mengkonsumsi alkohol:
1. Bicara cadel/tidak jelas
2. Kehilangan koordinasi
3. Cara berjalan yang goyah/tidak stabil
4. Nistagmus
5. Penurunan perhatian atau memori
6. Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh keadaan medis umum dan tidak disebabkan
oleh gangguan mental lainnya
(Sumber diambil dari dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
4th ed. Text rev. Washington, DC : American Psychiatric Association ; copyright 2000, dengan izin)3

B. Menurut PPDGJ-III

Pedoman diagnostik untuk intoksikasi akut (F10.0):

1. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis zat yang digunakan (dose-
dependent), individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya
insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat yang tidak proporsional.
2. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan
(misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan).
3. Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan
alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.

7
Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan
kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi
lainnya.4

Pedoman diagnostik untuk penggunaan yang merugikan (F10.1):

1. Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik
(seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau
mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol).
2. Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai
berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan.
3. Tidak ada sindrom ketergantungan (F10.2), gangguan psikotik (F10.5) atau bentuk
spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol.4

8
C. Perbedaan antara penyalahgunaan, adiksi, toleransi dan ketergantungan

Tabel 3. Perbedaan penyalahgunaan, adiksi, toleransi dan ketergantungan alkohol.5


Kriteria
Penyalahgunaan 1. Penggunaan diluar norma yang diterima
2. Pemakaian yang abnormal
3. Bukan adiksi
Adiksi 1. Preokupasi dengan penggunaan alkohol
2. Pemakaian tetap diteruskan meskipun konsekuensinya yang buruk
3. Pola pemakaian yang berulang
Toleransi 1. Harus mengambil dalam dosis yang lebih tinggi supaya
mendapatkan efek yang sama
2. Kehilangan efek jika diambil dalam dosis yang sama
Ketergantungan 1. Tanda dan gejala yang stereotip jika pemakaian diberhentikan
2. Menyebabkan gejala putus alkohol
(Sumber diambil dari Drugs of Abuse: A Comprehensive Series for Clinicians Volume 2 Alcohol. Springer Science
Business Media dengan izin)

Untuk membuat diagnosa penyalahgunaan alkohol, dapat digunakan kuesioner CAGE,


yang terdiri daripada 4 pertanyaan. Pertanyaan ini merupakan alat skrining yang cepat dan dapat
diandalkan untuk pasien yang coba untuk menyembunyikan penyalahgunaan alkohol dan lebih
hebat diandalkan berbanding tes fungsi hati.6

Tabel 4. CAGE Questionnaire

The CAGE Questionnaire


C Have you ever felt you should Cut down on your drinking? (Apakah kamu pernah merasa
kamu harus kurangi pengambilan alkohol kamu?)
A Have people Annoyed you by criticizing your drinking? (Apakah kamu merasa kesal bila
orang mengkritik kebiasaan minum kamu?)
G Have you ever felt bad or Guilty about your drinking? (Apakah kamu pernah merasa
kurang enak dan bersalah tentang kebiasaan minum kamu?)
E Have you ever had a drink first thing in the morning to steady your nerves or to get rid
of a hangover (Eye opener)? (Apakah kamu pernah minum alkohol di pagi hari untuk
menenangkan hati kamu?)
Skoring: Diberikan skor 0 atau 1. Skor 2 atau lebih menunjukkan masalah penyalahgunaan
alkohol yang signifikan.

V. Diagnosis Banding

9
Banyak gangguan lain yang meniru gejala alkoholisme dan menyulitkan proses diagnosis

A. Masalah medis
a. Intoksikasi alkohol sedang ditandai dengan disinhibisi dan intoksikasi lebih berat
ditandai dengan delirium, ataksia atau bahkan koma. Dokter harus menyingkirkan
kondisi yang boleh mengancam jiwa seperti trauma kepala dan kelainan neurologi
ataupun metabolik seperti hipoglikemi.
b. Gangguan penyalahgunaan alkohol boleh meniru gejala insomnia.5,6
B. Masalah psikiatri. Gangguan psikiatri yang tidak diinduksi alkohol boleh muncul
sebelum pengunaan alkohol dan bertahan lama lebih dari 4 minggu selepas detoksifikasi.
a. Distimia dan gangguan depresi, dengan atau tanpa gejala ingin bunuh diri.
b. Ansietas adalah gejala putus alkohol yang umum tetapi biasanya berkurang dalam
beberapa hari.
c.
Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya boleh dibingungkan dengan delirium
tremens atau halusinasi alkoholik karena kewujudan halusinasi.5,6

10
VI. Penatalaksanaan

Medika Mentosa

A. Detoksifikasi

Benzodiazepin adalah obat pilihan bagi untuk detoksifikasi karena mempunyai efek samping
yang relatif kecil. Benzodiazepin kerja lama seperti chlordiazepoxide dan diazepam adalah
standar untuk detoksifikasi tanpa komplikasi. Bila dosis inisial cukup tinggi (>60 mg diazepam
dalam 24-36 jam) digunakan, obatan ini akan di tapering sendiri. Benzodiazepin kerja cepat
seperti lorazepam direkomendasikan hanya untuk pasien dengan penyakit hati, gangguan
kognitif, masalah medis yang tidak stabil atau lansia. Obat ini harus di tapered dalam waktu 4
hingga 8 hari, akan tetapi ia dimetabolisme menjadi bentuk glukoronid dan dengan cepat
diekskresi oleh ginjal, memberikan flexibility dalam mengobati pasien yang tidak stabil.6

B. Medikasi jangka panjang

Naltrekson adalah sejenis antagonis opiad yang digunakan untuk menurunkan rasa keinginan
dan relaps. Diberikan dengan dosis 50 mg per hari, obat ini sangat baik untuk pasien yang
mengaku mempunyai keinginan yang kuat untuk minum alkohol. Obat ini dikontraindikasikan
untuk pasien pecandu opiat atau dengan penyakit hati.

Disulfiram menghambat metabolisme alkohol, dan menyebabkan peningkatan kadar


asetaldehid. Dosis 250 mg per hari secara oral dapat menyebabkan takikardi, dipsnea, mual dan
muntah jika pasien mengkonsumsi alkohol. Obat ini baik buat pasien yang mempunyai motivasi
tinggi. Disulfiram juga menghambat dopamine beta-hydroxylase dan akan mengakibatkan gejala
psikosis pada pasien skizofrenia.6

11
Non Medika Mentosa

Antara salah satu pengobatan non medika mentosa adalah dengan memberikan motivasi
dan kaunseling kepada pasien. Motivasi diberikan sewaktu proses intervensi dan juga
rehabilitasi. Langkah-langkah ini antara lain:

Memberi edukasi kepada pasien dan juga keluarganya tentang penyalahgunaan alkohol
dan juga masalah yang mungkin dihadapi pada masa depan. Keluarga memainkan
penting dalam memastikan keberhasilan pasien untuk berobat.
Menekankan soal tanggungjawab diri, keluarga dan sosial kepada pasien dan segala
perkara yang dilakukan adalah hasil daripada perbuatannya sendiri.
Memberi motivasi kepada pasien tentang obatan lain yang diberikan (contohnya
disulfiram) dapat membuatkan pasien sukar untuk kembali mengkonsumsi alkohol dan
memudahkan proses rehabilitasi.7

Tidak cukup sekedar motivasi, pasien harus menjalani fase aktif berhenti minum alkohol.
Beberapa cara dapat dilakukan antara lain harus fokus dalam terapi berdasarkan perilaku pasien
itu sendiri. Berikan pasien tersebut obatan yang dapat membuatkannya tenang, dan disamping itu
cubalah untuk berhenti daripada bertemu dengan peminum lainnya. Berikan juga dukungan dan
berfikir positif dalam setiap aspek supaya pasien dapat melalui hari-hari tanpa mengkonsumsi
alkohol. Pasien juga boleh menggunakan program-program seperti yang disediakan di Alcoholics
Anonymous untuk memantapkan lagi terapi secara psikiatri.6

12
PENUTUP

Penyalahgunaan alkohol boleh membawa kepada banyak masalah. Orang-orang yang


menyalahgunakan alkohol sering berkata mereka dapat melupakan masalah yang dihadapi, tetapi
realitasnya alkohol tidak pernah sekalipun menyelesaikan masalah mereka. Adalah penting untuk
membedakan antara penyalahgunaan alkohol dengan gejala putus alkohol dan ketergantungan
alkohol. Sewaktu membuat diagnosis, haruslah menganamnesis dan menggunakan cara yang
betul untuk mengelak daripada tersilap diagnosa. Terapi untuk pasien penyalahgunaan alkohol
tidak tergantung hanya pada pengobatan medis, akan tetapi harus juga di terapi secara psikiatri.

13
Daftar Pustaka

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Alcohol-Related Disorder. Kaplan & Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York;
Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2. Husin BA, Siste K. Gangguan penggunaan zat. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta; FK UI: ed. 2.
2013.
3. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders:
DSM-IV-TR. Washington, DC; American Psychiatric Association: 2000.
4. Dep. Kes. RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. F10-
F19 gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Jakarta; Dep. Kes.
Indonesia Direktorat Jenderal Pelayanan Medik: 1993. h. 84-102.
5. Miller NS, Gold MS. Drugs of Abuse: A Comprehensive Series for Clinicians Volume 2
Alcohol. New York; Springer Science Business Media: 1991.
6. Renner JA, Bierer MF. Approach to the alcohol-abusing patient. The MGH Guide to
Psychiatry in Primary Care. New York; Mc Graw Hill: 1999. h. 47-57.
7. Schuckit MA. Drug and Alcohol Abuse, A Clinical Guide to Diagnosis and Treatment, 5th
ed. New York; Springer Science Business Media: 2000. h. 311-315.

14

Anda mungkin juga menyukai