Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik,

bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat

menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

tanah, atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian

pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun

tanah liat ke dalam tanah. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda

pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan

tanaman. Karena hal-hal tersebut di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang

efisien dan tidak merusak akar tanaman maka perlu diketahui sifat, macam, dan

jenis pupuk dan cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).

Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik.

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang

diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai.

Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari

sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik

mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap

jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan

organik pupuk ini termasuk tinggi, sedangkan pupuk anorganik adalah jenis

pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia

sehingga memiliki kandungan persentasi yang tinggi. Contoh pupuk anorganik

adalah urea, TSP, dan Gandasil (Novizan, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Secara umum pupuk hanya memiliki dua bentuk, yaitu padat dan cair. Bila

diperinci pupuk padat dapat terdiri dari bermacam-macam bentuk, seperti serbuk,

butiran, tablet, dan kapsul. Sementara pupuk cair hanya dibedakan atas kekentalan

atau konsentrasinya yang berkaitan dengan kadar unsur yang dikandungnya.

Pupuk organik menempati urutan pertama dalam rangkaian budidaya tanaman

karena jenis pupuk ini digunakan sebagai pupuk dasar sehingga aplikasinya

dilakukan paling awal serta dalam jumlah paling besar. Senyawa atau unsur-unsur

organik yang merupakan kandungan utama pupuk ini dapat dimanfaatkan oleh

tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah. Jadi, cara aplikasi

yang efektif pupuk organik adalah dengan dimasukkan ke dalam tanah, meskipun

akhir-akhir ini telah banyak bermunculan pupuk organik cair yang dapat

diaplikasikan melalui daun (Marsono dan Sigit, 2001).

Kompos

Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos. Karena hadirnya pupuk organik

sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian. Sebenarnya kompos

bukanlah hal baru, nenek moyang kita sudah lama mengenalnya. Sejak berabad-

abad silam, para leluhur sudah melakukan hal yang kurang lebih sama dengan

praktek pengomposan modern. Panen mereka berlimpah pada ladang yang baru

saja dibuka dari sebuah hutan primer dan amat subur. Bagian atasnya merupakan

tanah tumpukan humus yang terjadi dari daun-daun, rumput yang hancur, kotoran

burung dan hewan, serta aneka tanaman yang lain.

Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh

aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara


besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Kualitas

kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).

Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan

banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang

telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Kompos yang merupakan

pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur

hara yang terdapat pada kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan

(anorganik). Kompos juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi

tanaman, walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak (AgroMedia, 2007).

Kompos sebagai bagian pupuk organik mempunyai masa depan yang

cerah. Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah

dapat meningkatkan produksi sehingga pada gilirannya akan

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kompos juga terbukti

memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sebab berhasil mengikat unsur organik

dalam tanah yang umumnya tinggal sekitar 1 %. Dengan penggunaan pupuk

organik, perbaikan akan terus berlangsung. Untuk sementara ini, jika bisa menjadi

2 % saja, sudah berarti kemajuan yang luar biasa (Murbandono, 2009).

Prinsip Pengomposan

Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering

yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N.

Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, seperti serbuk gergaji atau

jerami, ternyata dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaiki

struktur tanah.

Universitas Sumatera Utara


Bahan baku kompos harus memiliki karakteristik yang khas agar dapat

dibuat kompos. Idealnya, bahan baku kompos dipilih dan dicampur dalam

proporsi tepat untuk menghasilkan kompos yang berkualitas.

Tabel 1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik


Jenis Bahan Organik Kandungan C/N

Urine ternak 0,8


Kotoran ayam 5,6
Kotoran sapi 15,8
Kotoran babi 11,4
Kotoran manusia (tinja) 6-10
Darah 3
Tepung tulang 8
Urine manusia 0,8
Eceng gondok 17,6
Jerami gandum 80-130
Jerami padi 80-130
Ampas tebu 110-120
Jerami jagung 50-60
Sesbania sp. 17,9
Serbuk gergaji 500
Sisa sayuran 11-27

Proses pengomposan dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa

minggu. Suhu akan meningkat sejalan dengan proses penguraian bahan organik

itu. Ciri fisik yang dapat dilihat pada kompos yang telah matang, antara lain,

terjadinya penurunan volume, warnanya menjadi coklat kehitaman, dan bahannya

menjadi lunak/ hancur (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Sebaiknya sebelum pengomposan dilakukan, terlebih dahulu dirancang

urutan kerja yang akan dilaksanakan. Setelah itu, baru diatur tata laksana

bangunan dan kerjanya. Tata laksana pengomposan umumnya sering dikaitkan

dengan masyarakat sekitar, terutama pada proses pengomposan skala besar.

Pembalikan, pemberian air, dan aerasi merupakan bagian utama dari tata

laksana proses pengomposan. Akan tetapi, bagian lain tidak dapat didiamkan

Universitas Sumatera Utara


begitu saja. Misalnya, penggunaan alat, pengadukan, dan pengeringan. Bagian ini

sering disebut dengan tata laksana sekunder. Karena hampir sama penting, bagian

sekunder dari proses pengomposan bisa menjadi sama pentingnya dengan bagian

primer.

Manfaat Pupuk Kompos

1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot

yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia, terutama urea

(pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat, dan asam.

Pupuk kompos yang remah dan gembur akan memperbaiki pH dan

strukturnya.

2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun

kandungan unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya,

bahkan dapat menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang

diperlukan.

3. Ramah lingkungan. Sesuai slogan Go Organic 2010 pemakaian kompos

dalam pertanian ataupun hobi bercocok tanam yang ramah lingkungan,

dibandingkan dengan pemakaian pupuk kimia, akan menjaga kelestarian

lingkungan.

4. Murah dan mudah didapat, bahkan dapat dibuat sendiri.

5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibandingkan dengan

pupuk kimia.

6. Membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam,

sehingga dapat meningkatkan unsur hara tanaman.

Universitas Sumatera Utara


Kompos sangat baik digunakan sebagai pupuk pada tanah-tanah yang

bertekstur keras untuk memperbaiki strukturnya. Biasanya penggunaan kompos

diimbangi dengan pemberian pupuk kandang. Hal ini akan membantu

meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah (AgroMedia, 2007).

Bahan Baku Kompos

Pada prinsipnya hampir semua limbah organik dapat dikomposkan. Limbah itu

dapat berupa sisa panen, limbah industri pertanian, kotoran ternak, maupun

serasah atau dedaunan. Sisa panen dapat berupa jerami, sisa-sisa tanaman, daun,

sisa-sisa sayuran, dan lain sebagainya. Limbah industri pertanian antara lain

onggok, ampas tahu, serbuk gergaji, dan lain-lain. Rumput-rumputan juga dapat

dibuat kompos. Limbah organik yang sebaiknya tidak dikomposkan antara

lain kayu keras, bambu, tulang, dan tanduk. Bahan-bahan tersebut memerlukan

waktu yang lama menjadi kompos, sehingga sebaiknya dikomposkan secara

terpisah dari bahan-bahan yang lunak (Isroi dan Yuliarti,

2009).

Salah satu hasil sampingan dari peternakan adalah kotoran ternak. kotoran ternak

juga memiliki nilai ekonomis karena dapat dijadikan pupuk kandang. Namun,

pupuk kandang perlu diuraikan terlebih dahulu agar unsur haranya siap untuk

diserap oleh tanaman. Pupuk kandang yang masih mentah akan mengakibatkan

tanaman mati, karena suhunya yang panas dapat membakar akar tanaman

(AgroMedia, 2007)

Semua bahan baku kompos sebaiknya dikumpulkan di dekat tempat

pengomposan. Bahan yang harus segera dikomposkan adalah kotoran ternak. Jika

dibiarkan selama beberapa hari, kotoran ini dapat menjadi padat, sehingga suasana

Universitas Sumatera Utara


menjadi anaerobik. Selain itu kotoran ternak berpeluang menimbulkan bau dan

potensi kehilangan N akibat penguapan tinggi. Ada baiknya semua bahan baku

kompos disortir terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pengomposan

(Djaja, 2008).

Pembuatan Kompos Skala Besar

Pembuatan kompos skala besar terdiri dari beberapa langkah kerja. Setiap

langkah kerja memerlukan peralatan dan prosedur tersendiri. Hal utama yang

khusus diperhatikan dalam pembuatan kompos adalah menjaganya agar proses

berjalan dengan baik dan memperbaiki keadaan bila proses pengomposan

berlangsung tidak sesuai keinginan. Adapun proses pengomposannya mencakup

tujuh langkah kerja berikut:

1. Penanganan dan penyimpanan bahan baku

Bahan baku sebaiknya diletakkan dan disimpan ditempat yang teduh agar

tidak terkena air hujan, angin dan panas. Pasalnya tempat yang terbuka

memungkinkan zat hara bahan baku tercuci oleh air hujan atau menguap

karena terbawa angin atau panas. Namun, tempat yang sangat tertutup pun

tidak dianjurkan karena uap bahan baku dapat menumpuk, sehingga dapat

menimbulkan alergi, keracunan, dan kebakaran. Jadi, tempat penyimpanan

dan penimbunan bahan baku yang baik adalah tempat setengah terbuka dan

beratap.

2. Penghalusan ukuran partikel bahan baku

Agar proses pengomposan berjalan lebih cepat, sebaiknya bahan baku

kompos, terutama yang memiliki bentuk panjang dan kasar, dihaluskan

Universitas Sumatera Utara


terlebih dahulu. Contohnya seperti rumput dan jerami, kedua bahan tersebut

sebaiknya dicacah sebelum dikomposkan.

3. Pembalikan

Sebelum membalikkan timbunan bahan kompos, sebaiknya dilakukan

pengukuran temperatur dan kelembaban timbunannya terlebih dahulu. Jika

timbunan terletak memanjang, pengukurannya dilakukan dibeberapa titik.

Temperatur dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur temperatur

(termometer) atau dengan tangan. Caranya, termometer dibenamkan kedalam

timbunan dan dibiarkan selama lima menit. Selanjutnya lihat ukuran skala

ketinggian suhu yang berada di termometer. Membacanya harus dilakukan

seakurat mungkin.

4. Pematangan, penyimpanan, dan penangan kompos

Proses ini dapat berlangsung sekaligus atau terpisah. Langkah bersamaan bisa

dilakukan dengan cara menyimpan kompos di pelataran beratap dalam bentuk

curah atau didalam kantong plastik yang terbuka. Sementara itu, perlakuan

terpisah dilakukan dengan cara mematangkan kompos terlebih dulu, baik

ditempat pemprosesan maupun ditempat lain. Setelah matang, kompos

dikeringkan dengan cara diayak terlebih dahulu, gumpalan besar kompos

yang telah jadi akan mengeras dan sukar dihaluskan.

5. Pengayakan hasil

Pengayakan dilakukan untuk memisahkan partikel kasar dari partikel halus.

Bentuk partikel kasar disebabkan oleh pertikel tersebut belum sepenuhnya

terfermentasi. Partikel kasar ini bisa digunakan kembali pada proses

pengomposan selanjutnya sehingga benar-benar hancur. Selain itu,

Universitas Sumatera Utara


pengayakan juga mempermudah pengepakan kompos karena kantong atau

karung plastik tidak mudah sobek akibat gesekan yang berasal dari bagian

tajam gumpalan.

6. Pengeringan kompos

Pengeringan kompos dimaksudkan untuk menstabilkan berat kompos, dan

menghentikan seluruh proses pengomposan. Caranya adalah dengan

menjemur kompos dibawah sinar matahari langsung. Tindakan ini terbukti

lebih hemat dan efisien. Selain tidak membutuhkan tambahan biaya, proses

penjemurannya pun akan sempurna. Namun, kompos yang sedang

dikeringkan jangan sampai terkena air, baik air selokan, air hujan,

maupun air pompa.

7. Pengepakan

Kompos yang sudah matang, dalam arti temperatur, kelembaban

dan keasamannya relatif tidak berubah lagi, dimasukkan kedalam

kantong dan direkatkan. Kantong plastik tebal lebih baik daripada

karung plastik, tetapi sedikit lebih mahal. Selain itu, untuk memikat

konsumen, kantong pengepakan bisa diberi logo perusahaan dan

disebutkan pula kandungan dan bahan bakunya

(Djaja, 2008).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Nilai C/N Bahan

Universitas Sumatera Utara


Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan

semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio

sehingga menjadi 12-20.

2. Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya

karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.

3. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.

Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah

dengan kotoran hewan.

4. Jumlah Mikroorganisme

Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses

pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Dari sekian banyak

mikroorganisme ada lima golongan yang pokok yaitu, bakteri fotosintesis,

lactobasilius sp, aspergillus sp, ragi (yeast), dan actinomycetes.

5. Kelembapan

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar

40-60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja

secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi akan

menyebabkan mikrorganisme tidak berkembang atau mati.

6. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena

berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi

pengomposan adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan

Universitas Sumatera Utara


mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam

keadaan dorman.

7. Keasaman (pH)

Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara

menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan

dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen)

seperti urea atau kotoran hewan (Indriani, 2004)

Tiga hal penting yang menyebabkan terjadinya proses pengomposan yaitu

zat hara, mikroba, dan keadaan lingkungan hidup mikroba. Pada dasarnya,

mikroba bekerja memanfaatkan zat hara bahan baku kompos di lingkungan yang

sesuai untuknya. Mikroba memegang peranan utama pada pengomposan,

walaupun cacing dan serangga ikut berperan setelah temperatur menurun.

Umumnya, tidak ada spesies mikroba yang mendominasi, karena keadaan dan

materi berbeda dan selalu berubah. Namun, kelompok utama yang berperan pada

proses pengomposan adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes yang mempunyai

spesies mesofilik dan termofilik (Djaja, 2008).

Mutu Pupuk Kompos

Kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis

bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Ciri fisik kompos yang

baik adalah berwarna coklat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan

pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Produsen kompos yang baik akan

mencantumkan besarnya kandungan unsur hara pada kemasan. Meskipun

demikian, dosis pemakaian pupuk organik tidak seketat pada pupuk buatan karena

kelebihan dosis pupuk organik tidak akan merusak tanaman (Novizan, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan

Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini

termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi

kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat. Untuk

memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka

diperlukan analisis laboratorium. Pemenuhan atas standar tersebut adalah

penting, terutama untuk kompos yang akan dijual ke pasaran. Standar itu menjadi

salah satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual benar-benar merupakan

kompos yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia,

maupun lingkungan (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Spesifikasi Kompos

Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut :

1. C/N rasio mempunyai nilai (10-20) : 1

2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah

3. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah

4. Berbau tanah

Tabel 2. Standar Kualitas Kompos

Tabel 2. Standar Kualitas Kompos


No Parameter Satuan Min Maks No Parameter Satuan Min Maks
1 Kadar Air % 50 17 Cobal mg/kg - 34
2 Temperatur Suhu air 18 Chromium mg/kg - 2210
tanah
3 Warna Kehitaman 19 Tembaga mg/kg - 100
4 Bau Berbau 20 Mercuri mg/kg 0,8
tanah (Hg)
5 Ukuran Mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg - 62
partikel
6 Kemampuan % 58 22 Timbal mg/kg - 150
ikat air (Pb)
7 pH 6,80 7,49 23 Selenium mg/kg - 2
(Se)

Universitas Sumatera Utara


8 Bahan asing % 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg 500
Unsur Makro Unsur lain
9 Bahan % 27 58 25 Calsium %
organik
10 Nitrogen % 0,40 26 Magnesium % 0,60
(Mg)
11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % 2,0
12 Phosphor % 0,10 28 Aluminium % 2,20
(P205) (Al)
13 C/N rasio 10 20 29 Mangan % 0,10
(Mn)
14 Kalium % 0,20 3 Bakteri
(K2O)
Unsur Mikro 30 Fecal Coli MPN/gr 1000
15 Arsen mg/kg 13 31 Salmonella MPN/4gr 3
sp.
16 Cadmium mg/kg 3
(Cd)
SNI : 19-7030-2004

(Badan Standarisasi Nasional, 2011).

pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang

optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran

ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan akan

menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH nya. pH kompos

yang sudah matang biasanya mendekati netral (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0. Derajat keasaman bahan

pada permulaan pengomposan pada umumnya asam sampai netral (pH 6,0-7,0).

Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan

karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah

bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme

dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk

sehingga derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral

(Djuarnani dkk, 2005).

Universitas Sumatera Utara


C/N

Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1

hingga 40:1. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan

cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N

terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga

dekomposisi lambat. Selama proses pengomposan itu, rasio C/N akan terus

menurun. Kompos yang telah matang memiliki rasio C/N nya kurang dari 20

(Isroi dan Yuliarti, 2009).

C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan pada tanah. Penambahan bahan

organik dengan nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan

imbangan C/N dengan cepat, karena mikroorganisme tanah menyerang sisa

pertanaman. C/N juga berfungsi untuk menyeimbangkan ketersediaan nitrogen

yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke

tanah mempunyai nisbah C/N tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman

akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah

(Sutanto, 2002)

Kandungan NPK

Kompos yang sudah matang memiliki kandungan hara kurang lebih: 1,69% N,

0,34% P2O5, dan 2,81% K. dengan kata lain, seratus kilogram kompos setara

dengan 1,69 kg urea, 0,34 kg SP-36, dan 2,81 kg KCl. Misalnya untuk memupuk

tanaman padi kebutuhan unsur haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg Sp-36/ha,

dan 37,5 kg KCl/ha, maka membutuhkan kompos kurang lebih sebanyak 22 ton

kompos/ha (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Nitrogen (N) berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari

tanaman. Selain itu N merupakan penyusun plasma sel dan berperan penting

dalam pembentukan protein.

Fosfor (P) adalah unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang banyak

dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya dan diserap tanaman dalam bentuk

ion. Sumber utama fosfor di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral-mineral

yang mengandung fosfat.

Kalium (K) adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman,

dan diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tubuh tanaman kalium

bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam

proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan

menutup stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis, dan meningkatkan daya

tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman (Hasibuan, 2006).

Kualitas dan Strategi

Kualitas dalam pemakaian sehari-hari, menunjukkan baik buruknya

sesuatu, misalnya baik buruknya input atau output. Kualitas (mutu) mencakup

sifat, ciri, derajat, jenis, pangkat, standar, atau penilaian yang membedakan

sesuatu dari lainnya. Oleh karena fungsi produksi lazimnya berkaitan dengan

bentuk, luas, dan isi, maka perumusan standar merupakan kegiatan yang

bermanfaat dalam menentukan dimensi-dimensi tersebut.

Di setiap perusahaan, pengawasan kualitas menjadi fungsi yang perlu

diperhitungkan keberadaannya. Pengawasan kualitas bukan hanya merupakan

keseluruhan upaya untuk menetapkan dan mencapai spesifikasi kualitas, tetapi,

lebih dari itu: memberikan kepuasan kepada para konsumennya. pengawasan

Universitas Sumatera Utara


kualitas pengaruhnya besar atas keberhasilan pencapaian sasaran

(Komaruddin, 1991).

Peningkatan kualitas adalah aktivitas teknik manajemen, melalui pengukuran

karakteristik kualitas dari produk yang diinginkan pelanggan, serta mengambil

tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara kinerja

aktual dengan standar (Gasperz, 1992).

Untuk meningkatkan kualitas kompos dapat dilakukan dengan pengeringan,

penghalusan, penambahan bahan kaya hara, penambahan mikroba bermanfaat,

pembuatan granul, dan pengemasan (Isroi dan Yuliarti, 2009).

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu yang memandang suatu

masalah sebagai suatu sistem. Pendekatan sistem dalam manajemen dirancang

untuk memanfaatkan analisis ilmiah di dalam organisasi yang kompleks dengan

maksud untuk :

1. Mengembangkan dan mengelola sistem operasi

2. Mendesain sistem informasi dalam proses pengambilan keputusan (decision

making)

(Simatupang, 1994).

Metode Pendekatan Sistem

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan

yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah

kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari system

yang dianggap efektif. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal,

Universitas Sumatera Utara


yaitu mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik

untuk menyelesaikan masalah, dan membuat suatu model kuantitatif untuk

membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem umumnya

memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen

cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah

menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu

diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan maupun pemberian rekomendasi

(Eriyatno, 2003).

Melalui berpikir sistem dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat

permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur,

pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadian-

kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang tunggal yang

langsung dihadapi. Berdasarkan perspektif yang luas ini kita akan dapat

mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab akibat yang ada dalam permasalahan

tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan

pemecahannya (Tunas, 2007).

Sistem Produksi

Kegiatan produksi merupakan kegiatan kompleks. Tidak saja mencakup

pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan atau

bagian dalam mencapai tujuan operasi tetapi juga mencakup kegiatan

teknis untuk menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi yang

diinginkan, dengan proses produksi yang efisien dan efektif serta mengantisipasi

perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen di masa depan. Oleh karena

Universitas Sumatera Utara


itu, kegiatan produksi bertujuan untuk menghasilkan suatu produk sesuai yang

direncanakan (Herjanto, 1999).

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan

rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi

merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan

mentransformasi input produksi menjadi output produksi (Ginting, 2007).

Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal,

dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan

berupa sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

Sub-sub sistem dari sistem produksi antara lain adalah perencanaan dan

pengendalian produksi, pengendalian kualitas, penentuan standar-standar operasi,

penentuan fasilitas produksi, perawatan fasilitas produksi, dan penentuan harga

pokok produksi (Ginting, 2007)

Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan awal permulaan pengkajian dari suatu sistem.

Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang

ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-

kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi

antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap

jalannya sistem. Analis ini dapat meliputi hasil suatu survey, pendapat seorang

ahli, diskusi, observasi lapang dan sebagainya (Eriyatno, 2003).

Identifikasi Sistem

Universitas Sumatera Utara


Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari

kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus

dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering

digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (Causal-Loop). Yang

penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interprestasi diagram lingkar

kedalam konsep Kotak Gelap (black box).

Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak gelap, perlu diketahui

macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu (1) peubah

input, (2) peubah output dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur

sistem (Eriyatno, 2003).

Input lingkungan

Input yang tidak terkendali Output yang dikehendaki


SISTEM

Input terkendali Output yang tidak dikehendaki

Manajemen
Pengendalian

Gambar 1. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)

Masalah kotak hitam berkaitan dengan suatu masalah dimana struktur dari

sistem itu tidak diketahui sehingga perilaku dari sistem itu tidak dapat ditentukan

secara langsung, tetapi harus dilakukan melalui serangkaian percobaan-percobaan

(Gasperz, 1992).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3. Uraian komponen sistem
No. Komponen Sistem Uraian
A. INPUT SISTEM
A.1. Input lingkungan a) Mempengaruhi sistem, akan tetapi
(Eksogeneus) tidak dipengaruhi sitem.
b) Tergantung pada jenis sistem yang
ditelaah
A.2. Input yang endogen (yang a) Merupakan peubah yang sangat perlu
terkendali dan tak bagi sistem untuk melaksanakan
terkendali) fungsinya yang dikehendaki
b) Sebagai peubah untuk mengubah
kinerja sistem dalam
pengoperasiannya.
A.2.1. Input yang terkendali a) Dapat bervariasi selama
pengoperasian sistem untuk mencapai
kinerja yang dikehendaki atau untuk
menghasilkan output yang
dikehendaki.
b) Perannya sangat penting dalam
mengubah kinerja sistem selama
pengoperasian
c) Dapat meliputi aspek: manusia,
bahan, energi, modal, dan informasi.
A.2.2. Input yang tak terkendali a) Tidak cukup penting perannya dalam
mengubah kinerja sistem
b) Tetapi diperlukan agar sistem dapat
berfungsi
c) Bukan merupakan input lingkungan
(eksogenous) karena disiapkan oleh
perancang.
B. OUTPUT SISTEM
B.1. Output yang dikehendaki a) Merupakan respon dari sistem
terhadap kebutuhan yang telah
ditetapkan (dalam analis kebutuhan).
b) Merupakan peubah yang harus
dihasilkan oleh sistem untuk
memuaskan kebutuhan yang
diidentifikasi.
B.2. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang
tidak dapat dihindari dari sistem yang
berfungsi dalam menghasilkan
keluaran yang dikehendaki.
b) Selalu diidentifikasikan dalam tahap
identifikasi sistem, teruatam semua
pengaruhnegatif yang potensial dapat
dihasilkan oleh sistem yang diuji.
c) Sering merupakan kebalikan dari

Universitas Sumatera Utara


keluaran yang dikehendaki
C. PARAMETER a) Digunakan untuk menetapkan
RANCANGAN SISTEM struktur sistem
b) Merupakan peubah keputusan penting
bagi kemampuan sistem
menghasilkan keluaran yang
dikehendaki secara efisien dalam
memenuhi kepuasan bagi kebutuhan
yang ditetapkan.
c) Dalam beberapa kasus kadang-
kadang perlu merubah peubah ini
selama pengoperasian sistem untuk
membuat kemampuan sistem bekerja
lebih baik dalam keadaan lingkungan
berubah-ubah.
d) Tiap sistem memiliki parameter
rancangan khas tersendiri untuk
identifikasi.
D. MANAJEMEN Merupakan faktor pengendali (kontrol)
PENGENDALI terhadap pengoperasian sistem dalam
menghasilkan keluaran yang dikehendaki.

Dalam identifikasi sistem yang penting adalah mencari pengaruh efek

samping yang tidak diharapkan yang mungkin dapat dimanifestasikan secara fisik,

biologis, ekonomis, sosial atau moral, sehingga kinerja yang dihasilkan sistem

sesuai dengan yang diharapkan. Identifikasi sistem akhirnya menghasilkan

spesifikasi yang terperinci tentang peubah yang menyangkut rancangan dan proses

kontrol.

Identifikasi sistem ditentukan dan ditandai dengan adanya determinasi

kriteria jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem.

Kriteria tersebut meliputi pula penentuan output yang diharapkan dari sistem, dan

mungkin juga perhitungan rasio biaya dan manfaat. Diagram kotak hitam

(blackbox diagram) terdiri dari input lingkungan, input terkendali dan tidak

Universitas Sumatera Utara


terkendali, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan manajemen

pengendalian (Eriyatno, 2003).

Produktivitas

Produktivitas adalah perbandingan antara output (barang dan jasa) dibagi

dengan input (sumber daya, seperti tenaga kerja dan modal). Tugas manajer

operasi meningkatkan perbandingan antara output dan input ini. Meningkatkan

produktivitas berarti meningkatkan efisiensi.

Peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan dua cara: pengurangan

input saat output konstan, atau sebaliknya, peningkatan output di saat input

konstan. Keduanya mencerminkan peningkatan produktivitas. Dari segi ekonomi,

input adalah tenaga kerja, modal, dan manajemen, menghasilkan proses

transformasi dari input menjadi output, output adalah barang dan jasa. Produksi

adalah proses pembuatan barang dan jasa. Produksi yang tinggi bisa

mencerminkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja dan tingkat

ketenagakerjaan tinggi (tingkat pengangguran rendah), tetapi belum tentu

mencerminkan tingginya produktivitas.

Manajemen merupakan faktor produksi dan sumber daya ekonomi. Manajemen

bertanggung jawab untuk memastikan tenaga kerja dan modal dilakukan secara

efektif untuk meningkatkan produktivitas. Manajemen bertanggung jawab lebih

dari separuh peningkatan produktifitas tahunan. Termasuk didalamnya,

peningkatan yang didapatkan melalui penerapan teknologi dan penggunaan ilmu

pengetahuan (Render dan Heizer, 2006).

Formulasi Permasalahan

Universitas Sumatera Utara


Tujuan dari analisis permasalahan adalah untuk mempelajari dan

memahami bidang masalah dengan cukup baik untuk secara menyeluruh

menganalisis masalah, kesempatan, dan batasannya. Para pemecah masalah telah

belajar untuk benar-benar memahami sebuah permasalahan sebelum mengajukan

solusi apapun yang mungkin. Dalam praktek, suatu akibat mungkin adalah sebuah

gejala dari masalah yang berbeda, yang lebih mendalam dan mendasar. Masalah

tesebut juga harus dianalisis untuk mencari penyebab dan akibatnya, dan

seterusnya sampai penyebab dan akibat tersebut tidak menghasilkan gejala-gejala

masalah-masalah lain (Whitten dkk, 2004).

Maksud dari tahap ini adalah untuk mempelajari dan memahami sistem

yang ada, dan mengidentifikasi masalah-masalah dan peluang secara lebih

spesifik sebagai lanjutan dari kegiatan tahap studi awal. Pada tahap ini ditentukan

pokok-pokok permasalahan dan peluang yang ditemukan atau dirasakan oleh

pihak manajemen pemakai, tujuan dan pentingnya usaha pengembangan,

penentuan ruang lingkup analisis atau rencana pengembangan, serta pemahaman

lebih lanjut mengenai sistem sekarang (Simatupang, 1994)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai