MANAJEMEN SEKOLAH
PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
Dalam rangka mensukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan
perwujudan hak azasi manusia, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus perlu lebih ditingkatkan.
Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak di selenggarakan secara segregasi
di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sementara itu lokasi SLB dan SDLB pada
umumnya berada di ibu kota kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus banyak tersebar hampir di
seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya sebagian anak berkebutuhan khusus tersebut tidak bersekolah
karena lokasi SLB dan SDLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya, sedangkan sekolah umum belum
memiliki kesiapan untuk menerima anak berkebutuhan khusus karena merasa tidak mampu untuk
memberikan pelayanan kepada ABK di sekolahnya.
Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK), yang disebut Pendidikan Inklusif. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
implementasi pendidikan inklusif, maka pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa
menyusun naskah Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusif. Selanjutnya, dari naskah ini
dikembangkan ke dalam beberapa pedoman, yaitu:
1. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
2. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:
1) Pedoman Khusus Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
2) Pedoman Khusus Pengembangan Kurikulum.
3) Pedoman Khusus Kegiatan pembelajaran.
4) Pedoman Khusus Penilaian.
5) Pedoman Khusus Manajemen Sekolah.
6) Pedoman Khusus Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.
7) Pedoman Khusus Pemberdayaan Sarana dan Prasarana
8) Pedoman Khusus Pemberdayaan Masyarakat.
9) Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling
3. Suplemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:
1) Model Program Pembelajaran Individual
2) Model Modifikasi Bahan Ajar
3) Model Rencana Program Pembelajran
4) Model Media Pembelajaran
5) Model Program Tahunan
6) Model Laporan Hasil Belajar (Raport)
Ekodjatmiko Sukarso
NIP. 130804827
KATA SAMBUTAN
Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
disemangati oleh seruan Internasional Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai
kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal Tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan
tercapai pada Tahun 2015.
Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara
untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.
Sedang pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan
Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education Fol All dengan
mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan pendekatan
pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusi ini diharapkan sekolahsekolah reguler dapat melayani semua
anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di Indonesia melalui Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis pengembangan sekolah penyelenggaraan
pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan
khusus.
Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif sebagai
wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua, terutama anak-anak
yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh
pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusif memiliki empat
karakteristik makna yaitu: (1) Pendidikan Inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya
menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2) Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-
cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam belajar, (3) Pendidikan inklusif membawa makna
bahwa anak mendapat kesempatan utuk hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar
yang bermakna dalam hidupnya, dan (4) Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong
marginal, esklusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Akses pendidikan dengan memperhatikan kriteria yang terkandung dalam makna inklusif masih
sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam melaksanakan usaha pemerataan
kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus baru merupakan rintisan awal menuju pendidikan
inklusif. Sistem pendekatan pendidikan inklusif diharapkan dapat menjangkau semua anak yang tersebar di
seluruh nusantara.
Untuk itu, maka kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi anak yang
memerlukan layanan pendidikan khusus diakomodasi melalui pendekatan Pendidikan Inklusif. Melalui
pendidikan ini, penuntasan Wajib Belajar dapat diakselerasikan dengan berpedoman pada azas pemerataan
serta peningkatan kepedulian terhadap penanganan anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus.
2
Sebagai embrio, pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusif telah tumbuh diberbagai kalangan
masyarakat. Ini berarti bahwa tanggungjawab penuntasan wajib belajar utamanya bagi anak yang memiliki
kebutuhan pendidikan khusus telah menjadi kepedulian dari berbagai pihak sehingga dapat membantu anak-
anak yang berkebutuhan khusus dalam mengakses pendidikan melalui belajar untuk hidup bersama
dalam masyarakat yang inklusif.
Agar dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan,
maka Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa telah menyusun pedoman pendidikan inklusif.
Akhirnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan buku pedoman ini dan semoga buku ini dapat bermanfaat serta berguna bagi semua pihak.
3
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber
daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, kurikulum
yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik peserta didik,
kemampuan dan task commitment (tanggung jawab terhadap tugas) tenaga
kependidikan yang handal, sarana prasarana yang memadai untuk
mendukung kegiatan pembelajaran, dana yang cukup untuk menggaji staf
sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila
salah satu hal di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan atau tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi
pengelolaan sekolah kurang optimal.
5
BAB II
KONSEPSI MANAJEMEN SEKOLAH
A. Pengertian
B. Ruang Lingkup
Adapun komponen atau ruang lingkup manajemen pendidikan inklusif
adalah:
1. Peserta didik
2. kurikulum
3. pembelajaran
6
4. tenaga kependidikan
5. sarana- prasarana
6. pembiayaan
7. lingkungan (hubungan sekolah dengan masyarakat), dan kegitan , yang
secara diagramatis seperti berikut ini.
TENDIK DANA
KURIKULUM SAR-PRAS KETENAGAAN
INPUT OUTPUT
PROSES PEMBELAJARAN
PESERTA DIDIK LULUSAN
LINGKUNGAN
GAMBAR 1
SELURUH KOMPONEN PENDIDIKAN PERLU DIKELOLA DENGAN BAIK
DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
C. Prinsip Umum
1. Manajemen sekolah bersifat praktis dan fleksibel, dapat dilaksanakan
sesuai dengan kondisi dan situasi nyata di sekolah.
7
2. Manajemen sekolah berfungsi sebagai pengendali mutu
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, serta sumber informasi
peningkatan mutu proses pembelajaran.
8
BAB III
PELAKSANAAN MANAJEMEN
SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
2. Manajemen Kurikulum
9
Manajemen kurikulum diantaranya dapat dilakukan melalui: (a)
Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, (b) Menyusun
silabus, (c) Menetapkan kalender pendidikan dan jumlah jam pelajaran.
Bagi sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, maka penyusunan silabus yang diantaranya memuat
langkah-langkah pembelajaran dan indikator pencapaian harus
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik sehingga setiap peserta
didik bisa tersentuh oleh layanan pendidikan yang bermutu.
10
4. Manajemen Tenaga Kependidikan
11
mengembangkan tenaga pendidik sesuai dengan bidang keahlian yang
dibutuhkan.
6. Manajemen Pembiayaan
12
Pada tahap perintisan sekolah penyelenggara pendidikan inklusi,
diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi, baik dari pemerintah pusat
maupun dari pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan
program selanjutnya diusahakan agar sekolah bersama-sama orang tua
peserta didik dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah),
serta pemerintah daerah dapat menanggulanginya.
13
memikirkan maju mundurnya sekolah tetapi masyarakat setempat
terlibat pula memikirkannya.
Oleh karena peserta didik sekolah inklusif terdiri atas peserta didik umum
dan peserta didik berkebutuhan khusus maka bagi peserta didik
berkebutuhan khusus dapat dilakukan menajemen pelayanan khusus.
Dengan demikian keperluan-keperluan peserta didik berkebutuhan khusus
tidak terabaikan dalam proses pembelajaran. Manajemen pelayanan khusus
ini mencakup manajemen kepeserta didikan, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan, dan lingkungan.
14
Dalam pelaksanaan manajemen pelayanan khusus ini tenaga kependidikan
khusus bertanggung jawab dalam hal:
1. Manajemen Kepesertadidikan
2. Manajemen Kurikulum
Guru
Pembimbi
ng
Khusus
Kegiatan
Pembelajaran
pada
Kelas Inklusi
Kurikulum
Guru
Reguler
Kelas/Bidan
g
GAMBAR 2StudiReg
uler
Sistem Manajemen Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
15
3. SARANA PRASARANA
Prinsip
Dalam pelaksanaan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif,
pengelolaannya dilandasi oleh pola manajemen mutu terpadu, meliputi prinsip-
prinsip sebagai berikut:
16
menerus dilakukan. Setiap tahap dan proses selalu dievaluasi
keterlaksanaannya, sehingga kendala-kendala yang mungkin timbul segera dapat
dikenali dan diberikan solusinya. Sikap untuk mau melakukan perbaikan terus
menerus harus terwujud dalam perilaku setiap personil yang terlibat dalam
penyelenggaraan sekolah inklusif.
17
Mekanisme peningkatan mutu layanan pendidikan pada inklusi yang menggunakan
PDCA diawali dengan mengadakan analisis kesenjangan antara yang saat ini terjadi
dengan hal/gambaran yang diidialkan. Berdasarkan hasil kesenjangan tersebut
ditindaklanjuti dengan menggunakan pendekatan PDCA.
Kepala
Sekolah
Tata Usaha
Peserta Didik
GAMBAR 3
STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
MODEL 1
18
Alternatif 2 : Terutama untuk sekolah cukup besar, yang memiliki lebih dari 6
rombongan belajar.
Kepala Sekolah
Tata Usaha
Peserta Didik
GAMBAR 4
STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
MODEL 2
19
Alternatif 3: Terutama untuk sekolah kecil, yang memiliki tidak lebih 6 rombongan
belajar.
Kepala
Sekolah
Tata Usaha
Guru
Guru Guru Mata Tenaga
Pemb. Khusus Kelas Ahli
Pelajaran
Peserta Didik
GAMBAR 5
STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
MODEL 3
Pimpinan sekolah terdiri dari, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan tata
usaha sekolah.
1. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator,
edukator, dan supervisor.
a. Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksana pendidikan di
sekolah termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan
administrasi sekolah.
b. Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan,
mengorganisasikan,
mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah
meliputi aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan :
20
1) administrasi kepeserta didikan
2) administrasi kurikulum
3) administrasi ketenagaan
4) administrasi sarana-prasarana
5) administrasi keuangan
6) administrasi hubungan dengan masyarakat
7) administrasi kegiatan pembelajaran
c. Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik dan dapat mencapai
sasaran perlu adanya jaduwal kerja Kepala Sekolah yang mencakup :
1) kegiatan harian
2) kegiatan mingguan
3) kegitan bulanan
4) kegiatan semesteran
5) kegiatan akhir tahun pelajaran, dan
6) kegiatan awal tahun pelajaran
21
pelatihan (diklat), serta pelaksanaan penilaian kegiatan sekolah. Dalam
pelaksanaannya Wakil Kepala Sekolah berkoordinasi dan atau
memberikan tugas dan atau kewenangan khusus kepada guru
pembimbing khusus untuk mengembangkan kurikulum bagi peserta
didik yang membutuhkan pendidiakn khusus, terutama dalam
pengembangan Individual Educational Program (IEP) atau program
pendidikan yang diindividualkan (PPI) sebagai ciri khas pelayanan
pendidikan pada sekolah inklusif. Di samping itu guru pembimbing
khusus juga diberikan wewenang untuk memberikan bimbingan kepada
guru lainnya, dalam rangka memahami peserta didik yang membutuhkan
pendidikan khusus yang meliputi aspek pengertian, jenis, klasifikasi dan
karakteristik tiap-tiap anak yang membutuhkan pendidikan khusus,
dengan maksud untuk memberi kemudahan para guru saat bersama guru
pembimbing khusus mengembangkan kurikulum khususnya program
pendidiakn yang diindividualkan bagi tiap-tiap anak yang membutuhkan
pendidikan khusus.
c.Urusan Ketenagaan
Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan ketenagaan.
Implementasi dari manajemen ketenagaan ini adalah bagaimana
membangun sinergia antara guru-guru reguler dengan guru pendidikan
khusus, sehingga terjadi sebuah kolaborasi yang kooperatif dalam rangka
memberikan layanan pembelajaran optimal kepada seluruh peserta didik.
d. Urusan Sarana-prasarana
Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan sarana-prasarana
sekolah.
Di samping sarana dan prasarana pada umumnya, yang harus
diperhatikan adalah pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan sarana dan
22
prasarana khusus (aksesibilitas) peserta didik yang membutuhkan
pendidikan khusus.
e. Urusan Keuangan
Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan
keuangan.pendanaan sekolah.
f. Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas)
Ruang lingkupnya mencakup:
1) Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi, dan
perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian Kepala
Sekolah.
2) Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan
sekolah
3) Membantu mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang
berhubungan dengan usaha dan kegiatan pengabdian masyarakat.
4) Melakukan koordinasi dan menjalin kerjasama dengan sekolah mitra
atau pusat-pusat sumber (sekolah khusus terdekat yang dirujuk).
g. Urusan Kegiatan Pembelajaran
Ruang lingkupnya mencakup mengorganisasikan (organizing),
mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi
(controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan
dengan guru. Kegiatan pembelajaran dalam kelas-kelas inklusif harus
tercipta suasana belajar yang kooperatif antara peserta didik-peserta
didik biasa dengan peserta didik dengan kebutuhan khusus. Anak-anak
biasa harus dikondisikan untuk memiliki sikap empati terhadap anak
yang membutuhkan pendidikan khusus, dengan demikian anak yang
membutuhkan pendidikan khusus akan merasa nyaman belajar bersama-
sama dengan anak-anak sebaya lainnya, yang akhirnya tidak merasa
inferior (rendah diri).
23
3. Tata Usaha
Ruang lingkup tugas Tata Usaha adalah membantu Kepala Sekolah
dalam menangani pengaturan:
a. administrasi kepesertadidikan
b. administrasi kurikulum
c. administrasi ketenagaan
d. administrasi sarana-prasarana
e. administrasi keuangan
f. administrasi hubungan dengan masyarakat
g. administrasi kegiatan pembelajaran
5. Guru Kelas
Guru kelas adalah guru yang mengikuti kelas pada satuan pendidikan
sekolah dasar atau yang sederajat, yang bertugas melaksanakan pembelajaran
seluruh mata pelajaran pada satuan pendidikan tersebut, kecuali pendidikan
agama dan olahraga.
24
6. Guru Mata Pelajaran
Guru mata pelajaran adalah guru yang bertanggung jawab melaksanakan
pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu pada satuan pendidikan Sekolah
Dasar dan yang sederajad, Sekolah Menengah Pertama dan yang sederajat,
Sekolah Menengah Atas dan yang sederajat, serta Sekolah Menengah Kejuruan
atau Madrasah Aliyah Kejuruan..
7. Tenaga Ahli
Tenaga ahli pada sekolah inklusif adalah tenaga profesional pada disiplin
ilmu tertentu yang relevan dengan kebutuhan pembelajaran pada sekolah
inklusif. Tenaga ahli tersebut antara lain pedagog, psikolog, psikiater, dokter
spesial, serta rohaniwan.
8. Peserta Didik
Peserta didik adalah seseorang yang sedang mengikuti pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan tertentu sebagaimana diatur di dalam perundang-
undangan.
9. Komite Sekolah
Komite sekolah adalah suatu lembaga mandiri non-profit dan non-politis
yang mewadai peran serta masyarakat sebagai mitra sekolah, yang dibentuk
berdasarkan musyawarah oleh para stake-holder pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan tertentu yang merepresentasikan dari berbagai unsur masyarakat.
Peran utama komite sekolah adalah untuk meningkatkan mutu, pemerataan dan
efisiensi dalam pengelolaan pendidikan, baik pada satuan pendidikan pra-
sekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah.
25
8. Pembinaan Sekolah Inklusif
1. Alternatif 1
Sekolah reguler (SD) yang menyatakan sebagai sekolah inklusif bila belum
memiliki guru pendidikan khusus (Guru Tetap), bisa meminta guru
pembimbing khusus dari Sekolah Luar Biasa yang berlokasi tidak lebih
dari 5 Km dari Sekolah Dasar yang bersangkutan. Dengan demikian Guru
Sekolah Luar Biasa yang diberi tugas sebagai Guru Pendidikan Khusus di
Sekolah Inklusif (mungkin beberapa sekolah) merasa tidak terlalu jauh,
sehingga dapat melaksanakan tugasnya lebih efektif.
Secara organisator, pola pembinaan sekolah inklusif ini sama dengan
sekolah reguler (SD), yang secara diagramatis seperti dibawah ini.
Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan
Propinsi
Kabupaten/Kota
Cabang Dinas
Pendidikan
26
2. Alternatif 2
Sekolah reguler yang ditunjuk sebagai sekolah inklusif memiliki Guru
Pembimbing Khusus (Guru Tetap) yang berlatar belakang pendidikan luar biasa
atau berlatar belakang pendidikan umum tetapi sudah mendapatkan pelatihan yang
memadai tentang ke PLB-an, sehingga faktor jarak dan lokasi Sekolah Khusus tidak
menjadi pertimbangan, karena sekolah ini sudah dapat mandiri. Sekolah ini disebut
Sekolah Inklusif Basis (memiliki guru pendidikan khusus tetap)
Secara organisatoris, pola pembinaan sekolah inklusif ini sama dengan
sekolah reguler yang secara diagramatis seperti di bawah ini.
Dinas Pendidikan
Provinsi
27