Anda di halaman 1dari 7

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Protein merupakan salah satu bahan makronutrien yang berperan dalam


pembentukan biomolekul. Protein adalah polimer dengan asam-asam amino
sebagai monomernya. Dua asam amino berikatan melalui ikatan peptida dengan
melepas satu molekul air (Sumantri 2007). Umumnya protein sangat peka
terhadap pengaruh fisik dan zat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan
bentuk. Perubahan atau modifikasi pada struktur molekul protein disebut
denaturasi. Molekul protein memiliki gugus amino dan karboksilat di ujung
rantainya. Hal ini menyebabkan protein disebut polielektrolit yang bersifat
amfoter yang dapat bereaksi dengan asam dan basa. Pada larutan asam gugus
amino pada protein akan bereaksi dengan ion H+ sehingga protein bermuatan
positif, sedangkan dalam larutan basa gugus karboksilat berakasi dengan ion OH-
yang akan bermuatan negatif. Adanya muatan pada molekul protein sehingga
protein bergerak dibawah pengaruh medan listrik (Yazid dan Nursanti 2006).
Kadar protein dapat diukur dengan beberapa metode, diantaranya metode
Biuret, Lowry dan Bradford. Penetapan kadar protein menggunakan metode
Biuret bahwa dua atau lebih ikatan peptida dapat berikatan secara kovalen
2+
koordinasi dengan ion Cu dalam kondisi alkalis. Ion Cu2+ akan berikatan
dengan dua atom nitrogen dan dua ikatan oksigen membentuk senyawa kompleks.
Tahap akhir metode Biuret ini bewarna ungu sehingga dapat diukur dengan
spektrometri dengan panjang gelombang 550 nm. Metode Lowry merupakan
pengembangan dari metode Biuret dengan penambahan pereaksi asam
fosfomolibdat dan asam fosfotungstat. Adnya inti aromatis pada asam amino
triptopan, tirosin dan fenilalanin yang menyususn protein akan mereduksi
fosfomolibdat menjadi molybdenum yang bewarna biru. Metode ini diukur
dengan panjang gelombang 600 nm. Metode Lowry ini lebih sensitif
dibandingkan metode Biuret (Sumantri 2007).
Praktikum kali ini menggunakan metode Bradford. Metode Bradford
mengukur kadar protein total dengan cara kalorimetri dalam suatu larutan. Metode
2

Bradford ini menggunakan zat warna Coomasie Brilliant Blue yang bersifat asam
dan akan berikatan dengan protein sehingga dapat mengahasilkan warna biru.
Dengan timbulnya warna maka pengukuran absorbansinya dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 465595 nm
(Bradford 1976).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar protein menggunakan metode
Bradford.

BAHAN DAN METODE

Sampel protein A5 dan A10 : 0,06 mL


Aquades
Stok Reagen Bradford
Coomasie brilliant blue G250 : 0,025 g
Ethanol : 12,5 g
Asam ortopospat : 25,0 g
Semua bahan yang telah ditimbang lalu dicampurkan hingga volume
mencapai 250 mL. Campuran dihomogenkan dikocok kuat, kemudian reagen
Bradford disaring dengan kertas saring. Stok reagen Bradford ini diambil 40 mL
untuk dilakukan pengenceran sebanyak lima kali sebelum digunakan.
Stok larutan BSA
BSA sebanyak 0,02 g dilarutkan ke dalam 20 mL aquades, lalu larutan
BSA diaduk sampai homogen. Kemudian diambil 4,5 mL untuk dilakukan untuk
pengujian protein.
Pembuatan standar BSA berdasarkan data yang ada di tabel dibawah ini
Disiapkan sebelas tabung reaksi yang telah diberi label (0, 0,1, 0,2, 0,3,
0,4, 0,5, 0,6, 0,7, 0,8, 0,9, 1) untuk pembuatan standar BSA. Stok BSA (mL)
dimasukkan kedalam masing-masing tabung reaksi sesuai volume pada tabel, lalu
ditambahkan aquades (sesuai dalam tabel). Kemudian ditambahkan 3 mL reagen
Bradford yang sebelumnya diencerkan sebanyak lima kali. Larutan dihomogenkan
3

dengan vortex dan didiamkan selama 10-30 menit. Pengukuran dilakukan


menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm, sehingga
diperoleh kurva standar dengan persamaan y = ax + b.

Tabel 1. Kadar larutan standar BSA konstanta 0 1 mg/ml


Stok BSA Aquades (mL) Konstanta (mg/mL)
(mL)
0 1 0
0,1 0,9 0,1
0,2 0,8 0,2
0,3 0,7 0,3
0,4 0,6 0,4
0,5 0,5 0,5
0,6 0,4 0,6
0,7 0,3 0,7
0,8 0,2 0,8
0,9 0,1 0,9
1 0 1

Pengukuran kadar protein


Kadar protein yang diukur pada praktikum ini adalah sampel protein A5
dan A10. Sampel protein A5 dan A10 masing masing dimasukkan kedalam
tabung reaksi sebanyak 60 L. Kemudian ditambahkan 3 mL reagen Bradford
yang sebelumnya diencerkan sebanyak lima kali pengenceran. Larutan
dihomogenkan dengan vortex dan didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang.
Nilai absorbansi diperoleh dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi yang didapatkan
dimasukkan kedalam rumus matematika untuk mengetahui kadar protein secara
kuantitatif.
4

HASIL

Hasil pengukuran spektrofotometer larutan standar BSA dan kadar protein,


sehingga diperoleh nilai absorbansi sebagai berikut.

Tabel 2. Nilai absorbansi larutan standar BSA Tabel 3. Nilai kadar protein
Konstanta absorbansi
BSA Sampel Absorbansi
0 0, 214 protein
0,1 0,259
A5 0,481
0,2 0,441
0,3 0,583 A10 0,647
0,4 0,629
0,5 0,638
0,6 0,638
0,7 0,636
0,8 0, 664
0,9 0,689
1 0,693

Nilai absorbansi yang telah diolah sehingga didapatkan kurva standar sebagai
berikut.

Chart Title
1
0,8 y = 0,439x + 0,327
R = 0,7837
Axis Title

0,6
0,4 Series1

0,2 Linear (Series1)

0
0 0,5 1 1,5
Axis Title

Gambar 1. Kurva standar larutan BSA


5

Dari nilai absorbansi standar BSA, diperoleh kurva standar BSA dengan
persamaan regresi y = 0,439x + 0,327.

Sampel protein A5 = 0,481 Sampel protein A10 = 0,647

y = ax + b y = ax + b
y = 0,439x + 0,327 y = 0,439x + 0,327
0,439x + 0,327 = 0,481 0, 439x + 0,327 = 0,647
0,439x = 0,481 0, 327 0,439x = 0,647 0,327
0,439x = 0,154 0,439x = 0,32
x = 0.154 : 0,439 x = 0,32 : 0,439
x = 0,350 x = 0,729

PEMBAHASAN

Praktikum ini melakukan pengukuran kadar protein menggunakan


metode Bradford dan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standarnya.
Pengukuran kadar protein menggunakan beberapa metode diantaranya metode
Bradford, Lowry dan Biuret, dalam praktikum ini menggunakan metode Bradford.
Pada teorinya hasil pengukuran kurva standar menunjukkan bahwa nilai
absorbansi akan semakin meningkat jika kadar BSA tinggi. Namun pada
praktikum kelompok kami tidak didapatkan nilai absorbansi yang runut dan baik.
Hal itu dipengaruhi beberapa faktor. Salah satu faktor adalah kurang ketelitian
kita dalam mengukur kadar BSA dan bahan lain serta kesalahan pengukuran pada
spektrofotometri. Sedikit saja kesalahan dalam pengukuran kadar protein ini akan
sangat mempengaruhi hasil absorbansinya.

Metode Bradford dipilih untuk mengkonfirmasi terjadinya hidrolisis


protein menjadi asam amino, karena pada metode ini asam amino dan peptida
tidak mampu membentuk komplek dengan Coomassie Brilliant Blue (CBB)
sehingga tidak menghasilkan warna biru (Pierce 2005). Kelemahan metode
Bradford ialah metode ini kurang akurat pada asam protein dasarnya dan kurang
sensitivitasnya pada sampel yang kadar proteinnya rendah (Bradford 1976).
6

Gambar 2. skema reaksi analisa protein menggunakan metode Bradford (Pierce


2005)

Bovine Serum Albumin (BSA) sering digunakan sebagai standar untuk


pengukuran kadar protein terlarut menggunakan metode Bradford karena tingkat
kemurniannya tinggi dan harganya relatif murah (Khee 2001) serta BSA
digunakan sebagai pembanding karena serum albumin memberikan reprodusibilitas
yang tinggi (Sumantri 2007). Pada praktikum ini digunakan standar BSA dengan
konsentrasi 0-1 mg/mL, dan diperoleh persamaan y = 0,349x + 0,327. Persamaan
yang diperoleh dari standar BSA dapat digunakan untuk menghitung kadar protein
dalam larutan sampel (protein A5 dan A10). Sampel protein yang digunakan dala
uji kadar protein dengan metode protein pada praktikum ini adala protei A5 dan
A10. Setelah dilakukan pengukuran didapatkan kadar protein sampel A5 sebesar
0,481 dan A10 sebesar 0,647.

SIMPULAN

1. Hasil pengukuran kurva standar menunjukkan bahwa nilai absorbansi akan


meningkat jika kadar BSA tinggi.
2. Pengukuran kadar protein dengan metode Bradford menggunakan BSA sebagai
standar cukup efektif dilakukan, selain biaya yang murah juga tingkat
kemurniannya tinggi.
7

DAFTAR PUSTAKA

Bradford MM. 1976. A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of
Microorganisms Quantities of Protein in Utilizing the Principle of Protein
Dye Binding. Anal. Biochem 72:248-254.

Khee, CR. 2001. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. John Wiley &
Son 5, Inc.

Pierce. 2005. Protein Assay Technical Handbook. www.piercenet.com/path95n.


[21 Maret 2017].

Sumantri AR. 2007. Analisis makanan. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Yazid E. dan Nursanti L. 2006. Biokimia. Gresik: ANDI Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai