Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku
Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang
dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama
terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi.
Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah,
biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh
spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Glomerulonefritis bukan merupakan infeksi ginjal oleh jasad renik, bukan pula
suatu penyakit tersendiri oleh etiologi tertentu, melainkan sebiknya dianggap
sebagai suatu pola reaksi ginjal terhadap berbagai factor yang belum seluruhnya
jelas. Glomerulonefritis (juga disebut sindrom nefrotik), mungkin akut, dimana
pada kasus seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai
oleh penurunan fungsi ginjal lambat, tersembunyi, dan progresif yang akhirnya
menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk
merusak ginjal sampai pada tahap akhir.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Glomerulonefritis Akut ?


2. Apa saja klasifikasi dari Glomerulonefritis Akut ?
3. Bagaimana etiologi dari penyakit ?
4. Apa manifestasi klinis dari Glomerulonefritis Akut ?
5. Bagaimana gejala dari Glomerulonefritis Akut ?
6. Bagaimana komplikasi dari Glomerulonefritis Akut ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Glomerulonefritis Akut ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Glomerulonefritis Akut.


2. Utu mengetahui klasifikasi dari Glomerulonefritis Akut.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Glomerulonefritis Akut.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari Glomerulonefritis Akut.
5. Untuk mengetahui gejala dari Glomerulonefritis Akut.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Glomerulonefritis Akut.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Glomerulonefritis Akut.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

2
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul,
yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi
arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut
kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas
matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak
paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu
sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit
terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.
Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas
tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina
densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan
sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai
Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler
pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler .
Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,

3
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah
kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan
globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam
tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.

B. Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada
dewasa (Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
GNA adalah inflamasi glomeruli yang terjadi ketika kompleks
antigen-antibodi terjebak dalam membran kapiler glomerular.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi
dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama

4
kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-
streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat
masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus
tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini
tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom
nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah
infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca
streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang
dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 %
diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan
cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus
beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada
kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas
dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan
kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan
seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena
renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.

D. Klasifikasi
1. Congenital (herediter)
a) Sindrom Alport

5
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya
glomerulonefritis progresif familial yang seing disertai tuli syaraf
dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal
kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok
ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria
yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya
ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan
eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi
saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari
sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir,
umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.

b) Sindrom Nefrotik Kongenital


Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum
lahir. Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia
kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa
bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada
saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa
kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda
dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.

2) Glomerulonefritis Primer
a) Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui
etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari
hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan

6
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis
akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

b) Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan
tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu.
Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B
dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa
jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai
penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan
awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien
dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada
saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.

c) Nefropati IgA (penyakit berger)


Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan
glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal
ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus
dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala
nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan
ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau
infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

3) Glomerulonefritis sekunder

7
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik
yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab
tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang
nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah.
Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan
hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab
anasarka dan hipertensi.

E. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan
non glomerulus berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang
utama. Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai
adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun
gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan
glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis pasti. Tanda utama kelainan glomerulus
adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti
misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari
proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sebab.

F. Gejala Klinik
Gejala yang sering ditemukan :
1. Hematuri
2. Edema
3. Hipertensi
4. Peningkatan suhu badan
5. Mual, tidak ada nafsu makan

8
6. Ureum dan kreatinin meningkat
7. oliguri dan anuria

G. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi


sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia
dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat
pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena


hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,


pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis


eritropoetik yang menurun.

H. Penatalaksanaan
1. Istirahat selama 1-2 minggu
2. Modifikasi diet.
3. Pembatasan cairan dan natrium

9
4. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
5. Antibiotika.
6. Anti hipertensi
7. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
8. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
hemodialisa

BAB III
ASKEP GLOMERULONEFRITIS AKUT

A. Pengkajian

10
1. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,
berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
2. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang
berhubungan dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri
abdomen, Pinggang, edema.
a) PENGKAJIAN FISIK
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

b) Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.

11
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8
mg/24jam, wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam,
Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau
0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin ,
Eritrosit , leukosit )
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan
(Ductus koligentes)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,


diet kelebihan dan retensi cairan natrium

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


mual,muntah,anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran
mukosa mulut

3. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan

4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan


prosedur dialisis

5. Ganggua harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan


citra tubuh dan fungsi seksual.

C. Rencana Intervensi dan Rasional

12
NO Intervensi Rasional

1 DP I :
.a. Kaji status cairan :
1. pengkajian merupakan
Timbang berat badan tiap hari dasar dan data dasar
berkelanjutan untuk
Keseimbangan massukan dan haluara memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi
Turgorr kulit dan adanya oedema
2. pembatasan cairan akan
Distensi vena leher menentukan berat tubuh
ideal, haluaran urin dan
Tekanan darah denyut dan irama nadi
respon terhadap terapi
b. Batasi masukan cairan
3. sumber kelebihan cairan
3. Identifikasi sumber potensial
yang tidak di ketahui
cairan :
dapat didentifikasi

Medikasi dan cairan


4. pemahaman
yang digunakan untuk meningkatkan kerja sama
pengobatan : oral dan pasien dan keluarga
intravena dalam pembatasan cairan

Makanan 5. kenyamanan pasien


meningkatkan kepatuhan
4. Jelaskan pada pasien dan
terhadap pembatasan diet
keluarga rasional pembatasan

6. hygiene oral mengurangi


5. Bantu pasien dalam menghadapi
kekeringan mambran
ketidaknyamanan akibat
mukosa mulut
pembatasan cairan

13
6. Tingkatkan dan dorong hygiene
oral dan sering

2 DP II :

1. Kaji status nutrisi : 1. Menyediakan data dasar


untuk memantau
o Perubahan berat badan
perubahan dan
mengevaluasi intervensi
o Pengukuran antrometrik

2. Pola diet dahulu dan


o Nilai laboratorium (elektron
sekarang dapat di
serum, BUN., kreatinin, protein,
pertimbangkan dalam
transferin, dan kadar besi)
menyusun menu

2. Kaji pola diet nutrisi pasien :


3. Menyediakan informasi

Riwayat diet mengenai faktor lain


yang dapat di
Makanan kesukaan ubah/dihilangkan untuk
meningkatkan masukkan
Hitung kalori diet

3. Kaji foktor yang berperan dalam 4. Mendorong peningkatan


merubah mesukan nitrisi : masukkan diet

Anoreksia, mual/muntah, 5. Protein lengkap


diberikan untuk
Diet yang tidak menyenangkan bagi mencapai keseimbangan
pasien nitrogen yang diperlukan

14
Depresi untuk pertumbuhan dan
penyembuhan
Kurang memahami pembatasan diet
6. Untuk memantau status
Stomatitis cairan dan nutrisi.

4. Menyediakan makanan kesukaan


pasien dalam batas batas diet

5. Tingkatkan masukan protein yang


mengandung nilai biologis tinggi
seperti : telur, pruduk susu, daging,

6. Timbang berat badan tiap hari.

3 DP III :

1. Kaji pemahaman mengenal penyebab 1. Merupakan instruksi


GNA, konsekuensinya dan dasar untuk penjelasan
penanganannya dan penyuluhan lebih
lanjut
2. Jelskan fungsi renal dan konsekuensi
GNA sesuai dengan tingkat 2. Pasien dapat belajar
pemehaman dan kesiapan pasien untuk tentang GNA dan
belajar penanganan setelah
mereka siap untuk
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
memahami dan
cara cara untuk memahami berbagai
menerima diagnosis dan
perubahan akibat penyakit dan
konsekuensinya.
penanganan yang mempengaruhi
hidupnya. 3. Pasien dapat melihat
4 bahwa kehidupannya
4. Sediakan informasi tertulis maup[un

15
secara oral dengan tepat tentang : tidak harus berubah
akibat penyakit
o Fungsi dan kegagalan renal
4. Pasien memiliki
o Pembatasan cairan dan diet informasi yang dapat di
gunakan untuk klasifikasi
o Medikasi
selanjutnya dirumah

o Melaporkan masalah tanda dan


1. Menyediakan informasi
gejala
tentang indikasi tingkat
keletihan
o Jadwal tindak lanjut

2. Meningkatkan aktivitas
o Sumber di komunitas
ringan/sedang dan
o Pilihan terapi memperbaiki harga diri

3. Mendorong latihan dan


akrtivitas dalam batas
batas yang dapat
ditoleransi dan
DP IV :
istirahatkan yang adekuat

1. Kaji faktor yang menimbulkan


4. Istirahat yang adekuat di
keletihan :
anjurkan setelah dialisis,

o Anemia yang bagi banyak pasien


sangat melelahkan
o Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit

o Retensi produk sampah

o Depresi

16
2. tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
perawatan diri yang dapat di toleransi,
bantu jika keletihan terjadi

3. anjurkan aktivitas alternatif sambil


istirahat

4. anjurkan untuk istirahat setelah dialisis

5 DP V :

1. Kaji respon dan reaksi pasien dan 1. Menyediakan data


keluarga terhadap penyakit dan tentang masalah pada
penanganan. pasien dan keluarga
dalam
2. Kaji hubungan antara pasien dengan
menghadapiperubahan
anggota keluarga terdekat
dalam hidup

3. Kaji pola koping pasien dan anggota


2. Penguatan dan dukungan
keluarga
terhadap pasien
didetifikasi
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang
perubahan yang terjadi akibat penyakit
3. Pola koping yang telah
dan penanganan :
efektif dimasa lalu
mungkin potensial
o Perubahan peran
destruksi ketika
o Perubahan gaya hidup memandang pembatasan
yang ditetapkan akibat
o Perubahan dalam pekerjaan penyakit dan penanganan

o Perubahan seksual 4. Pasien dapat

17
o Ketrgantungan pada tim tenaga mengidentifikasi masalah
kesehatan dang langkah
langkahyang diperlukan
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi untuk menghadapinya,
seksual lain selain hubungan seksual
5. Benuk alternatif ekspresi
6. Diskusi peran memberi dan menerima seksual dapat diterima,
cinta, kehangatan, dan kemesraan.
6. Seksualitas mempunyai
arti yang berbeda bagi
tiap individu, tergantung
pada tahap
maturitasnya.s

D. Evaluasi
DP I :

o Menunjukan perubahan - perubahan berat badan yang lambat

o Mempertahankan pembatasan diet dan cairan

o Menunjutkan turgo kulit normal tanpa oedema

o Menunjukan tanda tanda vital normal

o Menunjukan tidak adanya distensi vena leher

o Meloporkan adanya kemudahan dalam bernafas/tidak terjadi nafas


pendek

o Melakukan hyegiene oral dengan sering

18
o Melakukan penurun rasa haus

o Meloporkan berkurangnya kekeringan pada mambra mukosa mulut

DP II :

o Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang


tinggi

o Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan


diet

o Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet

o Mematuhi medikasi sesuai dengan jadwal untuk mengatasi


anoreksia dan tidak menimbulkan rasa kenyang

o Menjelaskan dengan kata kata sendiri rasinal pembatasan diet


dan hubungan dengan kadar kreatinin dan urea

o Mengkosulkan daftar makanan yang dapat direrima

o Melaporkan peningkatan nafsu makan

o Menunjukan tidak adanya perlambatan / penurunan berat badan


yang tempat

o Menunjykan turgor kulit yang normal/tanpa oedema, kadar


albumin, plasma dapat diterima

DP III :

o Menyatakan hubungan antara penyebab glomerulonephritis akut


dan konsekuensinya

19
o Menjelaskan pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan
kegagalan regulasi ginjal.

o Mempertahankan hubungan GNA dengan kebutuhan penanganan


menggunakan kata kata sendiri

o Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk


persiapan belajar

o Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya


sedapat mungkin

o Menggukan informasi dan instruksi terrtulis untuk


mengklasifikasikan pertanyaan dan mencari informasi tambahan.

DP IV :

o Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan

o Melaporkan rasa sejahtera

o Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian

o Berpertisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih .

DP V :

o Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang ejektif dan pdasaat


ini tidak mungki lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan
(pemakaian alkohol dan obat obatan, penggunaan tenaga yang
berlebihan)

20
o Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan
perasaan dan reaksi terhadap penyakit dan perubahan hidup yuang
diperlukan

o Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi


perubahan akibat GNA

o Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak
usia 3-7 thn dan pada anak pria lebih banyak. Komplikasi yang ditimbulkan
adalah oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.

B. Saran

21
Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan
penyebab dari penyakit Glomerulonephritis Akut, serta mampu
meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada penyakit GNA. Selain itu
juga, perawat haruslah memahami dan menjelaskan secara rinci mengenai
tujuan medis, tata cara yang akan di lakukan dan resiko yang akan mungkin
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta :
EEC
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC

Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta :


Media Aesculapius. FKUI

22
23

Anda mungkin juga menyukai