Hep B Management
Hep B Management
PENDAHULUAN
DNA dari keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus berbentuk sirkular dan
terdiri dari 3200 pasang basa. Hepatitis B secara umum sekitar sepertiga populasi
dunia terpajan virus ini dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap
hepatitis B.1 Diperkirakan bahwa 240 juta populasi dunia mempunyai penyakit
virus dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%), D (7%), dan A (0.8%).1
kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), studi dan uji saring darah donor PMI
menjadi kronis, dan dari kronis tersebut 1.4 juta orang berpotensi untuk menderita
kanker hati. 3 Pajanan virus ini akan menyebabkan dua keluaran klinis, yaitu2:
penyakit, yaitu fase immune tolerant, fase immune clearance, fase pengidap
1
Tabel 1 : Fase infeksi hepatitis B kronik 2
2
Diagnosis : Test fungsi hari serum 1) Pengobatan saat ini tersedia 7
transaminase (ALT meningkat) serologi macam obat untuk Hep B
HBsAg dan IgM, anti HBC dalam ( interferon alfa-2a,
serum Peginterferon alfa-2a,
Lamivudin, Adefovir, Entecavir,
Telbivudin, Tenofovir)
2) Prinsip pengobatan tidak perlu
terburu-buru tetapi jangan
terlambat.
3) Tujuan pengobatan :
Pengobatan tidak diperlukan antiviral, Memperpanjang harapan hidup,
menurunnya kemungkinan
pengobatan umumnya bersifat
terjadinya sirosis hapatis dan
simptomatis. hepatoma.
empat kriteria, antara lain: (1) nilai DNA VHB serum, (2) status HBeAg, (3) nilai
3
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami
Referat ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber keilmuan yang
BAB 2
4
TINJAUAN PUSTAKA
PENATALAKSANAAN HEPATITIS B
dari empat kriteria, antara lain: (1) nilai DNA VHB serum, (2) status HBeAg, (3)
nilai ALT dan (4) gambaran histologis hati. Level DNA VHB merupakan salah
satu indikator mortalitas dan morbidiatas yang dapat dijadikan sebagai indikator
menemukan hubungan kausal infeksi kronik VHB dengan penyakit hati. Selain itu
evaluasi pre terapi ini bisa dinilai derajat karusakn hati dan bisa mengetahui
adanya penyakit penyerta atau koinfeksi. Dengan demikian ini dapat memudahkan
waktu memulaikan terapi. Indikasi terapi pada infeksi VHB kronik ditentukan
oleh nilai DNA VHB, ALT serum dan gambaran histologis hati. Hubungan kausal
penyakit hari dengan infeksi kronik VHB dijelaskan pada tabel 2.1
biokimia antara lain: ALT, GGT, alkali fosfatase, bilirubin, albumin dan globulin
serum, darah lengkap, PT, dan USG hati. Pada umumnya, ALT akan lebih tinggi
dari AST, namun seiring dengan progresifitas penyakit menuju sirosis, rasio ini
akan terbalik. Bila sirosis telah terbentuk, maka akan tampak penurunan progresif
disertai dengan penurunan jumlah trombosit. Penyebab penyakit hati lain harus
5
HIV. Penyakit komorbid lain seperti penyakit hati metabolik, autoimun, serta
lebih tinggi. Namun, pada pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi jangka
panjang seringkali lebih sulit diprediksi dan relaps lebih sering dijumpai. Kadar
ALT serum telah lama dikenal sebagai penanda kerusakan hati, namun kadar ALT
yang rendah juga menunjukkan bahwa pasien berada pada fase immune tolerant
histologis yang tinggi juga merupakan prediktor respon yang baik pada pasien
dengan hepatitis B. 1
6
Gambar 1 : Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan HBeAg
positif.1
Pada pasien dengan HBeAg positif, terapi dapat dimulai pada DNA VHB
diatas 2 x 104 IU/mL dengan ALT 2-5x batas atas normal yang menetap selama 3-
6 bulan atau ALT serum > 5x batas atas normal, atau dengan gambaran histologis
7
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan HBeAg
negatif.1,2
seringkali lebih sulit diprediksi dan relaps lebih sering dijumpai. Pasien dengan
HBeAg negatif diindikasikaan memulai terapi pada kadar DNA VHB yang lebih
rendah. Terapi dimulai pada pasien dengan DNA VHB lebih dari 2 x 103 IU/mL
dan kenaikan ALT > 2x batas atas normal yang menetap selama 3-6 bulan.
(Gambar 2)
8
Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B pada Pasien dengan Sirosis1,2
dengan DNA VHB >2 x 103 IU/mL. Sedangkan pada sirosis tidak terkompensasi,
terapi harus segera dimulai untuk mencegah deteriorasi tanpa memandang nilai
tidak memenuhi kriteria pengobatan dan berumur > 30 tahun atau < 30 tahun
9
dengan riwayat KHS dan sirosis dalam keluarga. Pada pasien yang tidak termasuk
dalam indikasi terapi, maka pemantauan harus dilakukan tiap 3 bulan bila HBeAg
non invasif. Saat ini, metoda yang paling baik untuk pemeriksaan histologis
adalah biopsi hati, prosedur ini tidak nyaman dan tidak praktis bila digunakan
Pada pasien dengan hepatitis B kronik, evaluasi risiko KHS dengan USG
maupun AFP tiap 6 bulan harus dilakukan, terutama bagi pasien dengan risiko
tinggi (laki-laki ras Asia dengan usia >40 tahun, perempuan ras Asia dengan usia
>50 tahun, pasien dengan sirosis hati, atau pasien dengan riwayat penyakit hati
lanjut di keluarga).
Terdapat dua jenis golongan obat yang diterima secara luas yaitu golongan
Semua jenis obat tersebut telah tersedia dan beredar di Indonesia, namun khusus
10
dikhususkan untuk pasien HIV. Baik interferon maupun analog nukleos(t)ida
a) Terapi Interferon
mengaktifkan sel T sitotoksik, sel natural killer, dan makrofag. Selain itu,
interferon juga akan merangsang produksi protein kinase spesifik yang berfungsi
11
mencegah sintesis protein sehingga menghambat replikasi virus. Protein kinase ini
juga akan merangsang apoptosis sel yang terinfeksi virus. Waktu paruh interferon
di darah sangatlah singkat, yaitu sekitar 3-8 jam. Pengikatan interferon pada
kali/minggu.
1.5 g/kg/minggu.
12
b) Terapi Analog Nukleos(t)ida
1) Lamivudin : Analog nukleos(t)ida bekerja dengan menghambat
terinfeksi.
2) Adefovir dipivoxil (ADV) : Analog adenosine monophosphate
pada pasien naif. Diberikan secara oral dengan dosis 0.5 mg/hari
resistensi lamivudin.
4) Telbivudin (LdT) : Adalah analog L-nukleosida thymidine yang
13
retrovirus. Obat ini awalnya digunakan sebagai terapi HIV, namun
14
pemasukan protein, pemberian antibiotik yang sesuai dan
mempertahankan sirkulasi darah. 1
universal terhadap semua ibu hamil dan perlunya vaksinasi universal terhadap
semua neonatus yang ibunya HbsAg positif. Hepatitis virus pada kehamilan bukan
mereka tidak dianggap menular sehingga tidak perlu diisolasi. Darah ibu adalah
sangat menular sehingga penting sekali untuk memandikan bayinya segera setelah
lahir. Disamping itu lendir jalan nafas dan cairan lambung bayi perlu disedot
secara rutin. Tentang menyusui masih terdapat beberpa pendapat yang berbeda.
Meskipun bisa ditemukan HbsAg dalam kada rendah pada ASI tetapi belum
pernah dapat dibuktikan adanya penularan virus hepatitis B melalui jalan ini.1
Kadar antigen pada ASI adalah rendah dan penularan melalui mulut adalah
pada puting susunya. Dengan pemberian imunisasi secara aktif dan pasif pada saat
lahir akan memberikan antibodi yang cukup adekuat bagi bayi untuk menghadapi
penangann kasus yang ditemukan pada deteksi dini hepatitis B, juga dilakukan
pada saat orang terpajan virus hepatitis B, yaitu mereka yang mengalami inokulasi
15
langsung atau kontak mukosa langsung dengan cairan tubuh penderita hepatitis B,
maka profilaksis yang digunakan adalah HBIG single dose 0,006 mL/kgBB, yang
pertama setelah terpajan. Bila pajanan yang terjadi adalah kontak seksual, maka
pemberian dosis HBIG 0,06 mL/kgBB haris dinerikan sebelum 14 hari setelah
pajanan dan diikuti imunisasi. Pemberian vaksin hepatitis B dan HBIG bisa
tidaknya antibodi.
Bila hasil pemeriksaan HbsAg dan anti HBs non reaktif, maka di anjurkan
kebiasaan, gaya hidup, maupun kondisi lain yang merupakan faktor risiko untuk
16
b. Bagi ibu agar memberikan ASI pada bayinya karena ASI mengandung
antara lain :
- Program Promosi Kesehatan
Memberikan penyuluhan dan pendidikan khususnya bagi petugas
cara menghindari pemakaian darah atau produk darah yang tercemar VIRUS
pemakaian peralatan pribadi terutama sikat, pisau cukur, dan peralatan lain
17
Vaksin hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari setelah persalinan.
Untuk mendapatkan efektivitas yang lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin
UMUR VAKSIN
Bayi yang Lahir di Rumah
0 bulan Hepatitis B1
1 bulan BCG
2 bulan Hepatitis B2, DPT1, Polio1
3 bulan Hepatitis B3, DPT2, Polio2
4 bulan DPT3, Polio3
9 bulan Campak
Bayi yang Lahir di Rumah Sakit
0 bulan Hepatitis B1
2 bulan Hepatitis B2, DPT1, Polio1
3 bulan Hepatitis B3, DPT2, Polio2
4 bulan DPT3, Polio3
9 bulan Campak
Tabel 3. Program imunisasi dasar di Indonesia
Pemberian vaksin hepatitis B juga dianjurkan kepada pasangan seksual
yang sehari-hari kontak dengan darah atau jaringan tubuh penderita HBsAg
yang sakit agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui
dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay (RIA), Enzim Linked
18
Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang
untuk mendeteksi DNA dalam serum digunakan probe DNA dengan teknik
hibridasi.
Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah metode
Elisa. Metode Elisa digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati
melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein dan senyawa organik yang
dihasilkan oleh sel hidup umumnya terdapat dalam sel. Dalam keadaan normal
Apabila terjadi kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim
akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu
kelainan hati adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT (Serum Glutamic Pirivuc
lebih spesifik untuk mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT dalam hati
20 kali dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT dan SGOT
normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis kronis kadar SGPT meningkat
5-10 kali dari normal. Berikut ini adalah berbagai macam pertanda serologik
19
positif menunjukkan bahwa pada saat itu yang bersangkutan
hepatitis B.
3) Anti Hbc : Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini pertama
pada saat ini (current infection) atau infeksi pada masa yang lalu
(past infection). Anti HBc dapat muncul dalam bentuk IgM anti
HBc yang sering muncul pada hepatitis B akut, karena itu positif
dalam darah dan merupakan produk gen precore dan gen core.
20
6) DNA virus hepatitis B : Positifnya DNA virus hepatitis B dalam
dirumah sakit.
Tujuan pengobatan VHB adalah untuk mencegah atau menghentikan
radang hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan
injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang sering dipakai adalah
dikurangi. Yang termasuk obat antivirus adalah interferon (INF). Sedangkan obat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan bekas. Tetapi sebagian kecil akan menetap
dan menjadi kronis, kemudian menjadi buruk atau mengalami kegagalan faal hati.
Biasanya penderita dengan gejala seperti ini akan berakhir dengan meninggal
dunia. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut maka perlu diadakan
21
pemeriksaan berkala. Sebelum dilaksanakan pembedahan, pada waktu
BAB 3
KESIMPULAN
penyakit klinis.
4. Pengobatan pada hep B kronik adalah mencegah atau menghentikan
progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau
menghilangkan injeksi.
22
5. Dengan adanya pencegahan, tatalaksana awal, menyeluruh dan tepat
DAFTAR PUSTAKA
23
9. Watt G. 1993. Hepatitis B dalam : Strickland Gt, penyunting Hunters
24