Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Mungkin itulah nasib yang dialami oleh VIOXX (Merck). Obat yang disetujui
oleh FDA tahun 1999, ternyata harus ditarik disaat umurnya baru 5 tahun,
tepatnya tahun 2004 ditarik karena bisa menyebakan toksisitas jantung.
VIOXX (rofecoxib) merupakan suatu senyawa antiinflamasi non steroid yang
memiliki efek anti inflamasi, analgetik dan antipiretik. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menghambat sistesis prostaglandin melalui penghambatan
cyclooxygenase-2 (COX-2). Pada kadar terapetik pada manusia, rofecoxib tidak
menghambat isoenzim cyclooxygenase-1 (COX-1). Sejak tahun 1999, Vioxx telah
dipasarkan di lebih dari 80 negara.
Di Indonesia produk ini mendapat persetujuan Izin Edar pada tahun 2001
setelah melalui proses evaluasi efikasi, keamanan dan mutu oleh Komite
Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ) Badan POM. Indikasi yang disetujui
adalah hanya untuk meringankan gejala osteoartritis (dosis 12,5-25 mg per
hari), dan tidak untuk nyeri akut (dosis 25-50 mg per hari) sebagaimana di
Inggris dan Amerika Serikat.
Evaluasi yang dilakukan tersebut berdasarkan data dari uji klinik Vioxx yang
telah dilakukan sebelum ini. Kasus yang terjadi saat ini, belum terlihat jelas
pada populasi peserta uji klinik yang lalu. Secara umum dapat disampaikan
bahwa informasi keamanan terbaru dapat diperoleh pada populasi yang lebih
luas. Namun demikian efek yang tidak diinginkan tidak akan terjadi bila obat
tersebut memang memiliki potensi resiko rendah.
Uji klinik jangka panjangVioxx (APPROVe) telah dilakukan untuk mengevaluasi
kemanfaatan Vioxx 25 mg pada pencegahan kekambuhan polip colorectal pada
pasien dengan riwayat adenoma colorectal. Setelah 18 bulan pengobatan yang
melibatkan 2600 pasien diperoleh bukti adanya peningkatan risiko
kardiovaskuler berupa serangan jantung dan stroke akibat thrombotic event.
Oleh karena itu studi yang telah dimulai tahun 2000 ini telah dihentikan lebih
awal pada bulan September 2004 mengingat alasan keamanan.
Berdasarkan data-dari hasil uji klinik terakhir tersebut produsen segera
menghentikan uji klinik dan melakukan penarikan secara serempak di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia Kepada pasien yang menggunakan produk ini
dianjurkan untuk mengubungi dokter untuk mendapatkan terapi pengganti dan
untuk melaporkan setiap kejadian yang mempengaruhi kondisi kesehatannya
yang kemungkinan berhubungan dengan penggunaan obat ini.
Dalam kaitan ini, Badan POM akan terus melakukan upaya pemantauan
keamanan produk beredar di Indonesia secara terus menerus dan melakukan
tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka melindungi masyarakat. Untuk itu
Badan POM telah mengeluarkan surat Pembekuan Izin Edar dan Penarikan Obat
dari Peredaran kepada Industri yang bersangkutan tertanggal 1 Oktober 2004.
Mengapa refocoxib membawa risiko penjedalan darah? Berikut penjelasan
mekanisme molekulernya.
Diawali tentang ditemukannya 2 isoform Cox yaitu Cox-1 dan cox-2. Enzim Cox-1
bersifat konstitutif, artinya keberadaanya selalu tetap dan tidak diperngaruhi
oleh adanya stimulus. Enzim ini mengkatalisis sintesis prostaglandin yang
dibutuhkan oleh tubuh normal, termasuk untuk proteksi mukosa lambung.
Sedangkan Cox-2 bersifat indusibel, artinya keberadaannya tergantung adanya
induksi dari stimulus. Enzim ini meningkat ekspresinya pada kondisi inflamasi
dan kanker, demikian enzim COX-2 yang terlibat dalam patofisiologi inflamasi.
Daftar pustaka
Definisi NSAID
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen,
bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian,
obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping. Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti
inflamasi non steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi
sebagai anti inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih
tinggi dibanding NSAID, yaitu menghambat konversi fosfolipid menjadi asam
arakhidonat melalui penghambatan terhadap enzim fosfolipase. Hal ini dapat
dilihat di gambar 1.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering
disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh obatnya
antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam
mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin.
Mekanisme Kerja
Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti inflamasi,
dengan derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat anti piretik
dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.
Efek analgesik
Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang
seperti sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari
integumen, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi
bedanya NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan
efek sentral yang merugikan.
Efek Antipiretik
Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam. Tidak
semuanya bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila digunakan
secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.
Efek Samping
Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau
tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-
masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi
yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke
mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2.
Kedua prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan
fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus
usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada
pemberian parenteral.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.
Efek ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli. Obat yang
digunakan sebagai terapi profilaksis trombo-emboli dari golongan ini adalah
aspirin.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, berperan
dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak
mempengaruhi fungsi ginjal.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini
bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam
arakhidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien.
Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut.