Anda di halaman 1dari 15

PERANAN OMBUDSMAN BAGI PEMERINTAH DAERAH

A. Ombudsman sebagai Lembaga Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Dasar hukum Ombudsman Republik Indonesia :

1 Ketetapan MPR No: VIII/MPR/2001.

Pada sidang tahunan tahun 2001 Majelis Permusyawaratan Rakyat telah menetapkan
ketetapan MPR No: VII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan negara yang bersih dan
bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme. Pasal 2 ayat 6 pada ketetapan tersebut berbunyi:
Membentuk Undang-undang beserta peratuan pelaksanaannya untuk pencegahan korupsi yang
muatannya meliputi:

a Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi


b Perlindungan saksi dan korban
c Kejahatan terorganisasi
d Kebebasan mendapatkan informasi
e Etika pemerintah
f Kejahatan pencurian uang
g Ombudsman.
2 Undang-undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (propernas).

Pada matriks program nasional pembentukan peraturan perundangan dicantumkan bahwa


ditetapkannya undang-undang tentang Ombudsman merupakan indikator keberhasilan kinerja
pemerintah.

3 Kepres No. 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional.

Kepres No.44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional merupakan dasar
hukum bagi operasionalisasi Ombudsman di Indonesia. Pada Kepres ini banyak pengaturan yang
masih bersifat umum. Pada Kepres ini kewenangan Ombudsman masih sangat terbatas sehingga
ruang geraknya pun sangat sempit. Apalagi Komisi ini, hanya berada di Ibukota Jakarta padahal
kewenangannya mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Dari kepres No.44 Tahun 2000 ini
komisi ombudsman menyiapkan sebuah konsep Rancangan Undang-Undang Ombudsman
Nasional.
Pasal 2 menyatakan Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat
yang berasaskan pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi,
monitoring dan pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara
khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.

4 Pasal I UU RI No. 37 Tahun 2008.

UU RI No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia merupakan dasar


hukum yang paling kuat daripada sebelumnya. Dalam pasal I disebutkan:
Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara
dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah.

5 Pasal 35 ayat UU RI No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

Dalam UU RI No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang disahkan pada tanggal
18 Juli 2009, menyatakan bahwa Ombudsman merupakan salah satu lembaga pengawas ekternal
selain pengawasan masyarakat dan pengawasan DPR/DPRD yang berhak untuk melakukan
pengawasan pelayanan publik. Hal ini termuat dalam pasal 35 ayat 3 UU RI No. 25 Tahun 2009:
pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:

a pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat


dalam penyelenggaraan pelayanan publik
b pengawasan oleh Ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
c pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
6 Usulan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 oleh Komisi Konstitusi dengan
menambahkan pasal 24 G yang berbunyi:
1 Ombudsman Republik Indonesia adalah ombudsman yang mandiri guna mengawasi
penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat.
2 Susunan, kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia diatur dengan
Undang-undang.
3 Falsafah Ombudsman Republik Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya Ombudsman
Republik Indonesia selalu mendasarkan dirinya pada prinsip-prinsip yang dianutnya
sehingga menjati jati diri yang melekat bagi setiap anggotanya, falsafah tersebut
yaitu:
a Saling menghargai
b Melayani setiap pribadi dengan prinsip-prinsip kesopanan dan saling menghargai
sebagai manusia sederajat.
c Keteladanan
d Menjadi teladan dan pelopor dalam prinsip keterbukaan, kesederajatan, tidak
memihak, serta pelopor dalam pembaharuan dan selalu konsisten dalam keputusan.
e Kesetaraan
f Mempelopori adanya kesetaraan dan selalu membuka akses bagi setiap orang tanpa
memandang status ekonomi, keluarga, bahasa, agama, kesukuan dan ras, termasuk
juga tidak memandang dari segi kondisi fisik, jenis kelamin, umur ataupun status
perkawinan.
g Pemberdayaan Masyarakat
h Mendorong dan membantu masyarakat yang menggunakan sarana publik dalam
mencari pemecahan bagi setiap masalahnya.
i Pembelajaran yang Berkesinambungan
j Menjadi pelopor dan pendorong dalam hal pembelajaran yang berkesinambungan
bagi setiap staf, pemerintah dan masyarakat
k Kerjasama
l Selalu menggunakan prinsip-prinsip kerjasama, empati dan niat baik dalam setiap
tugas.
m Kerjasama tim
n Mengkombinasikan perbedaan latar belakang dan pengalaman dalam mencapai satu
tujuan dan komitmen untuk sukses.

Ombudsman Indonesia muncul ditandai dengan adanya landasan yuridis berupa


Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi
Ombudsman Nasional. Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional dengan dasar hukum berupa
Keppres tidaklah kuat. Banyak pihak yang menganggap keberadaan Komisi Ombudsman
Nasional tidak efektif bila diterapkan di Indonesia. Namun dalam prakteknya, setelah Komisi
Ombudsman Nasional dibentuk, masyarakat mulai menyampaikan keluhan-keluhan dan
pengaduan lainnya mengenai sikap tindak para penyelenggara negara dan penyelenggara
pemerintahan yang tidak memberikan pelayanan publik yang baik.

Ombudsman adalah institusionalisasi dari hak-hak sipil (hak-hak hukum) yang dimiliki
oleh setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari institusi pemerintah.
Dengan demikian, Ombudsman adalah lembaga yang memperjuangkan hak-hak sipil warga
negara dalam berhubungan dengan pemerintah, karena pemerintah bertanggung jawab untuk
merealisasikan hak-hak warga negara tersebut. Fungsi ombudsman pada dasarnya adalah fungsi
mediasi antara pihak pelapor (anggota masyarakat) dan terlapor (aparatur negara dan aparatur
pemerintah). Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka setiap institusi pemerintah harus
mempunyai prosedur dan alur administratif pelayanan publik dan aturan tingkah laku (code of
conduct) aparatur negara di lingkungan pekerjaan masing-masing.

Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki


keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration)
publik. Dalam hal ini meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil
(inap-propriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan
(irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), keterlambatan yang tidak
perlu (undue-delay), atau pelanggaran kepatutan (equity).

Ombudsman Indonesia dapat disebut sebagai lembaga negara yang berbentuk badan
hukum publik, karena Ombudsman dibentuk oleh kekuasaan umum dan dimaksudkan untuk
menyelenggarakan kegiatan yang mempunyai tujuan untuk kepentingan umum. Ombudsman
berperan sebagai perantara/ penghubung aspirasi dan keluhan dari masyarakat.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik


Indonesia memberi definisi tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan
oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara
serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Komisi Ombudsman Nasional
dibentuk dengan pertimbangan bahwa : Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka
untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih,
transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia


menyebutkan Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki
hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Pasal 3
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan
Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan kepatutan, keadilan, non-
diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan kerahasiaan.

Antara Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 UU tersebut ada hubungannya, yakni hubungan
kelaziman. Artinya sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan, Ombudsman harus tidak mempunyai hubungan apapun dengan lembaga negara
atau instansi lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur
tangan kekuasaan lainnya, sehingga kedudukannya sebagai lembaga yang mandiri benar-benar
tercermin, dan dapat bekerja secara maksimal dan optimal dalam melaksanakan fungsi, tugas dan
wewenangnya. Dengan kata lain, Ombudsman adalah lembaga pengawas eksternal bagi
penyelenggara negara pada berbagai lembaga tinggi negara. Oleh karena itu pula Pasal 20 UU
No. 37 tahun 2008 menyebutkan :
Ketua, wakil ketua dan anggota Ombudsman dilarang merangkap menjadi :
a pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan
b Pengusaha
c Pengurus atau karyawan BUMN atau BUMD
d Pegawai negeri
e Pengurus parpol
f Profesi lainnya

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia


menyebutkan Ombudsman bertujuan:

1 mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;


2 mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur,
terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
3 meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan
penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;
4 membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan
praktek-praktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;
5 meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum
yang berintikan kebenaran serta keadilan.

Mengenai Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia tercantum dalam Pasal
7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia,
yang selengkapnya pasal tersebut berbunyi :

Pasal 7, Ombudsman bertugas:

a menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;


b melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
d melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
e melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan
lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f membangun jaringan kerja;
g melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
dan
h melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Pasal 8 ayat (1), Ombudsman berwenang :

a meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang
terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun
Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi
mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
Laporan;
e menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk
membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.

Pasal 8 ayat (2), Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman
berwenang:

a menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara
lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
b menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan
peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah
Maladministrasi.

Pembentukan Ombudsman Republik Indonesia pada dasarnya ditujukan untuk


mewujudkan Good Governance. Salah satu upaya untuk mewujudkan Good Governance adalah
dengan reformasi birokrasi, tujuan dari adanya Ombudsman Republik Indonesia adalah
melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik. Meninjau dari konsep pelayanan publik
mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik perlu dilihat
apakah kinerja Ombudsman Republik Indonesia telah sinkron dengan pelayanan publik yang
mengacu dalam undang-undang tersebut. Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik tersebut,
pengertian pelayanan publik yaitu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.

Ombudsman merupakan salah satu lembaga pengawas eksternal selain pengawasan


masyarakat dan pengawasan DPR/DPRD yang berhak untuk melakukan pengawasan pelayanan
publik. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengamanahkan
kepada Ombudsman Republik Indonesia untuk:

a wajib menerima dan berwenang memproses pengaduan dari masyarakat mengenai


penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan Undang-Undang ini
b wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat apabila pengadu menghendaki penyelesaian
pengaduan tidak dilakukan oleh Penyelenggara
c wajib membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan
fungsi ombudsman dalam kegiatan pelayanan publik paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
d wajib melakukan mediasi dan konsiliasi dalam menyelesaikan pengaduan atas permintaan
para pihak.

Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-
prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu
sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat
memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi
sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam
pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi
publik.

Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat
atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang
harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap
warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara
jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

Ombudsman merupakan sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan


mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara
negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan
yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah.

Untuk mensinkronkan antara kinerja Ombudsman Republik Indonesia dengan Pelayanan


Publik adalah mengacu pada amanah yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik. Keberadaan Ombudsman di Indonesia jika dikaitkan dengan
lembaga pengawasan yang sudah ada di Indonesia adalah merupakan lembaga pengawas yang
baru dibandingkan lembaga-lembaga pengawas yang sudah dibentuk sebelumnya. Akan tetapi
dari setiap lembaga pengawas yang ada pasti ada perbedaannya dalam hal tugas dan
wewenangnya maupun posisinya.

Selama ini kita memang sudah memiliki lembaga pengawas baik yang bersifat struktural
maupun fungsional. Bahkan terdapat lembaga pengawas yang secara eksplisit dicantumkan
dalam undang-undang dasar yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan dan
ataupun Bank Indonesia. Selain itu juga terdapat organisasi non pemerintah ataupun Lembaga
Swadaya Masyarakat yang sekarang ini banyak tumbuh serta turut beraktifitas melakukan
pengawasan atas pelaksanaan penyelenggaraan negara.

Berbagai lembaga negara, aparatur pengawas struktural, pengawas fungsional serta


organisasi pemerintah tersebut memiliki catatan sebagai berikut:

1 Lembaga Pengawas Struktural sebagaimana selama ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal jelas
tidak mandiri karena secara organisatoris merupakan bagian dari Kelembagaan atau
departemen terkait. Dalam menghadapi ataupun menindaklanjuti laporan sangat tergantung
oleh atasan. Lagi pula pengawasan yang dilakukan bersifat intern artinya kewenangan yang
dimiliki dalam melakukan pengawasan hanya mencakup urusan institusi itu sendiri.
2 Lembaga Pengawas Fungsional seperti BPK (Badan Pengawas Keuangan) dan BPKP (Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan), meskipun tidak bersifat intern, namun
substansi/sasaran pengawasan terbatas pada aspek tertentu terutama maslah keuangan. Lagi
pula aparat pengawas fungsional pada umumnya tidak menangani keluhan-keluhan yang
bersifat individual, mereka melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan secara
rutin baik yang merupakan anggaran rutin maupun pembangunan.
3 Lembaga pengawas yang secara ekplisit dicantumkan dalam konstitusi, yaitu DPR/DPRD,
mereka melakukan pengawasan terhadap kebijakan umum namun pada satu sisi substansi
yang diawasi terlalu luas dan tentu saja bersifat politis. Karena memang secara kelembagaan
dewan perwakilan rakyat merupakan lembaga politik serta mewakili kelompok- kelompok
politik sehingga pengawasannya juga tidak terlepas dari kepentingan kelompok yang mereka
wakili.
4 Pengawasan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat sekarang ini telah menjadi trend dan
berkembang pesat. Namun karena sifatnya swasta dan kurang terfokus maka lebih banyak
ditanggapi acuh tak acuh. Terlebih lagi pengawasan yang dilakukan sering kurang data dan
lebih mengarah pada publikasi sehingga faktor akurasi dan keseimbangan fakta perlu labih
memperoleh perhatian.1

B. Tugas dan Fungsi Ombudsman

Dalam menjalankan fungsi dan tugas, Ombudsman berwenang:

a) Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain
yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b) Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun
Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c) Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi
mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d) Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
Laporan;
e) Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f) Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk
membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g) Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.2

Selain itu, Ombudsman berwenang:

1 https://www.academia.edu/9167465/peranan_ombudsman

2 Pasal 8 UU No. 37 tahun 2008


a. Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara
lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
b. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-
undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.
c. Melihat fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman tersebut, jelaslah bahwa pembentukan
Ombudsman terutama untuk membantu upaya pemerintah dalam mengawasi jalannya proses
pemerintahan. Dengan tujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik yang menerapkan
prinsip-prinsip good governance, bersih dari KKN dan meningkatkan pelayanan umum (public
service). Terlihat juga bahwa Ombudsman dibentuk untuk memfasilitasi peran serta masyarakat
dalam pengawasan pemerintah. Aspek partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dapat lebih
terjamin melalui mekanisme Ombudsman. Sehingga, partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dari KKN sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang
nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN, dapat
dilaksanakan secara optimal.
Anggota Ombudsman terdiri dari 9 komisioner. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota
Ombudsman dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh
Presiden.3 Tugas mulai untuk mengawasi aparat pemerintah, mengharuskan komisioner
Ombudsman haruslah orang yang cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan
memiliki reputasi yang baik. Komisioner juga tidak boleh menjadi pengurus partai politik untuk
menjaga kemandirian lembaga.

Apabila dilihat peranan ombudsman untuk daerah, melihat konteks Indonesia, dengan
luas wilayah kepulauan dan jumlah penduduk yang sangat besar, barangkali tidak mungkin
semua masalah maladministrasi publik bisa ditangani oleh Ombudsman nasional secara cepat
dan murah. Dalam konteks otonomi daerah, dimana hampir seluruh kewenangan public
administration dilimpahkan ke daerah, maka harus dimungkinkan dibentuk Ombudsman daerah
yang independen. Pelaksanaan desentralisasi kekuasaan yang tidak diikuti dengan pembangunan
sistem akuntabilitas dan pengawasan eksternal yang kuat cenderung akan mengakibatkan
terjadinya desentralisasi korupsi.4

Sebagai lembaga yang menitikberatkan pada pengawasan proses pemberian pelayanan


umum, dalam konteks pemberantasan korupsi di daerah, Ombudsman daerah berperan di baris
paling depan guna mencegah terjadinya korupsi dan perilaku koruptif setiap aparatur
penyelenggara pemerintahan daerah. Peran Ombudsman daerah dalam proses pencegahan
korupsi dimulai dengan mendorong upaya perbaikan sistem pelayanan umum pemerintahan
daerah dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas publik.

3 Pasal 14 No. 37 tahun 2008

4 Teten Masduki, Ombudsman Daerah dan Pemberdayaannya


C. Peran Ombudsman Dalam Pemerintahan Daerah

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara yang


sangat luas dengan jumlah populasi penduduk terbesar ke-4 di dunia. Dengan keadaan seperti ini
maka tidak efektif apabila Ombudsman hanya terpusat di Ibukota negara saja, sedangkan
permasalahan sering kali terjadi bukan hanya di Jakarta akan tetapi juga di daerah-daerah
lainnya, terlebih lagi setelah Indonesia menganut prinsip negera kesatuan yang
didesentralisasikan. Konsekuensi dari hal tersebut adalah pelayanan publik juga bukan hanya ada
di Ibu kota negara, melainkan juga di daerah-daerah. Selain itu juga mengenai pengawasan yang
tidak dapat dijangkau oleh Ombudsman Nasional. 5 Oleh karena itu, dengan telah diundang-
undangkannya undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,
didalamnya sudah diatur mengenai adanya kemungkinan apabila dipandang perlu untuk
membangun atau membentuk Ombudsman di daerah. Galang Asmara sendiri mengemukakan
pendapat tentang urgensi dari ombudsman daerah sebagai suatu keharusan dan merupakn
qonditio sine quanon beserta alasan tentang arti penting ombudsman di daerah. Alasan-alasan
yang dimaksud yaitu bahwa, pertama; wilayah Indonesia yang sangat luas, terbentang dari
Sabang hingga Merauke, arak dari Jakarta ke daerah-daerah lainnya sangat jauh. Kedua,
penduduk yang besar dan menyebar ke berbagai pelosok dengan permasalahan yang beraneka
ragam. Ketiga, permasalahan di daerah seringkali membutuhkan penanganan khusus dan
sesegera mungkin, sehingga tidak hanya membutuhkan ombudsman yang berwawasan nasional
tetapi uga memahami karasteristik daerah.6

Berkaitan dengan fungsi yang dimiliki oleh Ombudsman daerah adalah sama dengan fungsi
Ombudsman Nasional, yaitu sama-sama merupakan lembaga atau institusi pengaduan
masyarakat terhadap tindakan aparatur pemerintahan atau pejabat pelayanan publik yang
diindikasikan melanggar hak-hak yarakat. Sedangkan kompetensi atau kewenangan dari
Ombudsman daerah menurut pendapat Galang Asmara adalah sebagai berikut: Seperti telah
dikemukakan di muka, bahwa pembentukan ombudsman daerah ada hubungannya dengan
5 Masthuri, Budhi, Mengenal Ombudsman Indonesia (Jakarta: Pradnya Paramita,
2005), hal.79

6 Asmara, Galang, Ombudsman Nasional dalam sistem Pemerintahan Negara


Republik Indonesia (Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2005), hal. 114
pelaksanaan otonomi daerah, sehingga apabila diadakan Ombudsman Daerah oleh Pemerintah
Daerah maka Ombudsman itu dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan penggunaan kekuasaan
oleh aparatur atau lembaga-lembaga di daerah. Oleh seba itu menurut hemat penulis, kompetensi
Ombudsman Daerah adalah menyangkut keluhan-keluahan masyarakat yang ditujukan kepada
aparatur pemerintah daerah meliputi sikap dan tindakan pejabat,lembaga serta pegawai suatu
instansi di daerah, sedangkan Ombudsman pusat melayani keluhan-keluhan masyarakat yang
menyangkut sikap tindak atau keputusan aparatur pemerintah pusat atau instansi vertikal di
daerah.7 Sejauh ini, telah ada tiga Ombudsman Daerah yang dibentuk di Indonesia. Satu berada
pada tingkat provinsi yaitu Ombudsman Daerah Yogyakarta dan dua berada pada level
kabipaten/kota yaitu Ombudsman Kabupaten Asahan dan Ombudsman Kota Pangkal Pinang.8

Dengan adanya kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
maka tentunya pelayanan publik merupakan sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari
peyelenggaraan kewenangan otonomi yang dimaksud, dengan kata lain bahwa pelayanan publik
di daerah akan menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya bahwa dengan adanya pelimpahan kekuasaan (desentralisasi)
melalui otonomi daerah maka tentunya proses pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di
daerah tidak akan efektif apabila hanya dilakukan oleh sebuah Ombudsman Nasional. 9 Dengan
adanya pelimpahan kekuasaan tersebut maka peluang untuk terjadinya penyimpangan dan/atau
penyalahgunaan kewenangan menjadi besar, terutama dalam hal pelayanan publik di daerah.

Singkatnya, desentralisasi dan otonomi daerah yang berakibat pada kewenangan daerah
semakin luas dan besar dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya tanpa diimbangi dengan
sistem pengawasan yang memadai, maka dapat berisiko memperbesar praktek-praktek
penyimpangan terhadap jabatan penyelenggara daerah, baik itu betindak sewenang-wenang
maupun menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya. Oleh karena itu, untuk menghindari
adanya penyalahgunaan kewenangan dan tindakan sewenangwenang dari pejabat publik di

7 Asmara, Galang, Ibid., hal.122

8 Masthuri, Budhi, Op.Cit., hal.99

9 Masthuri, Budhi, Ibid., hlm. 79


daerah, maka memerlukan sebuah pengawasan yang memadai yang bersifat independent dan
otonom pula, untuk mengimbangi kemungkinan penyalahgunaan kewenangan ataupun tindakan
sewenang-wenang dari pejabat publik di daerah. Pengawasan yang bersifat memadai dan otonom
tersebut dapat dilakukan oleh sebuah Ombudsman daerah, terutama penyimpangan yang terjadi
dalam bidang pelayanan administrsi (Maladministrasi) atau bidang pelayanan publik. Berikut ini
pendapat Budhi Masthuri tentang Ombudsman Daerah yang bersifat otonom: Pengawasan
terhadap pemerintahan otonom hanya dapat dilakukan oleh Ombudsman daerah yang yang juga
otonom. Apabila desentralisasi kekuasaan tidak diikuti dengan pembangunan sistem akuntabilitas
dan pengawasan eksternal yang memadai, maka cenderung akan mengakibatkan teradinya
praktek-praktek penyimpangan baik yang bersifat administratif maupun penyimpangan berupa
tindakan korupsi. Pada bagian lainnya, masyarakat di daerah ustru semakin didekatkan dengan
praktek penindasan akibat penguasa di tingkat lokal yang menguat tiba-tiba (Karim dlm
Karim:2003:57). Akibat dari kekuasaan yang menguat tiba-tiba dan mekanisme kontrol yang
nihil, maka desentralisasi kekuasaan justru menjadi musibah bagi masyarakat di daerah.10

Maka dari itu Ombudsman Daerah haruslah menjadi sebuah lembaga pengawasan yang
bersifat otonom yang kedudukannya sejajar dengan Pemerintah Daerah dan DPRD agar
pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dapat diimbangi oleh lembaga yang juga bersifat
otonom. Jika memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Pasal 5 ayat (2)
yang menyatakan bahwa Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di provinsi
dan/atau kabupaten/kota, maka secara otomatis Ombudsman tersebut merupakan sebuah
institusi yang bersifat independent yang bukan merupakan bawahan atau bagian dari pemerintah
daerah (eksekutif) maupun DPRD dikarenakan Ombudsman Daerah yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tersebut merupakan bagian dari Ombudsman di tingkat
pusat yang memiliki hubungan hierarki (Pasal 43). Jika daerah hendak mendirikan Ombudsman
Daerah yang tidak terkait dengan Ombudsman di tingkat pusat, maka sudah seharusnya
Ombudsman Daerah yang hendak dibentuk bukan merupakan bagian sub-ordinat dari pemerintah
daerah maupun DPRD-nya, dikarenakan watak dari Ombudsman itu sendiri berdasarkan teori-
teori yang telah dikemukakan di muka maupun praktek-praktek di berbagai negara, merupakan

10 Masthuri, Budhi, Ibid., hlm.79-80


sebuah lembaga pengawasan independent sebagaimana Ombudsman Nasional yang juga
merupakan lembaga independent. Akan tetapi, jika Ombudsman yang hendak dibuat merupakan
kepanjangan tangan dari DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh
DPRD (Ombudsman Parlemen) maka Ombudsman tersebut merupakan bagian dari DPRD
tersebut sebagaimana Ombudsman Swedia, Ombudsman Finlandia, Ombudsman Denmark dan
sebagainya.11

Sebaiknya Ombudsman yang dibuat di daerah merupakan bagian dari pemerintah daerah
(pemda) maupun DPRD. Hal ini akan mengurangi efektivitas dari ombudsman tersebut, terlebih
apabila Obudsman tersebut merupakan bagian dari pemerintah daerah (pemda). Sebagaimana
lembaga pengawasan yang ada di daerah yang merupakan bagian dari pemerintah daerah seperti
Badan pengawas Daerah (sekarang berubah menjadi Inspektorat Daerah) tidak akan efektif
dalam melaksanakan pengawasan yang dilakukannya dikarenakan masih merupakan bagian dari
pemerintah daerah atau bertanggungjawab kepada kepala daerah. 12 Sehingga, kedudukan
ombudsman di daerah yang paling ideal adalah bersifat otonom yang bukan merupakan bagian
dari pemerintah daerah maupun DPRD. Selain daripada itu, hendaknya Ombudsman yang ada di
daerah merupakan bagian dari Ombudsman di tingkat pusat sebagaimana Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang juga membentuk perwakilan di daerah-daerah yang memiliki hubungan
hierarkis antara satu dengan yang lainnya.

11 Masthuri, Budhi, Ibid., hlm.7

12 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Alinea Ke-3

Anda mungkin juga menyukai