Referat Sirosis
Referat Sirosis
Sirosis Hepatis
Oleh :
Iqbal Al Rasyid
Muhammad Ryfki S A
Pembimbing :
1
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1. Pendahuluan
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,
Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati. Beberapa penyakit hati antara lain : penyakit hati karena infeksi,
penyakit hati karena racun, genetik atau keturunan, gangguan imun, dan kanker.
Oleh karena itu perlu perhatian pada hati untuk menghindari hal-hal yang
dapat menimbulkan penyakit hati tersebut, dan bila telah terjadi penyakit hati
2
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui etiologi dari Sirosis Hepatis
2. Untuk mengetahui patogenesis Sirosis Hepatis
3. Untuk mengetahui gejala klinis Sirosis Hepatis
4. Untuk mengetahui tatalaksana Sirosis Hepatis
5. Untuk mengetahui prognosa Sirosis Hepatis
1.4. Manfaat Penulisan
Dapat menambah pengetahuan seputar Sirosis Hepatis
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada
payah jantung, obstruksi saluran empedu juga pembentukan nodul saja seperti
sindroma Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar 2,4 % di Barat. Angka
kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis dari wanita (2
4
Sirosis pascanekrosis adalah suatu istilah morfologik yang mengacu kepada
stadium tertentu cedera hati kronik tahap lanjut oleh sebab spesifik dan kriptogenik.
Bukti epidemiologi dan serologi mengisyaratkan bahwa hepatitis virus (hep. B dan C)
mungkin merupakan faktor pendahulu. Penyebab sirosis hati lainnya antara lain :
kontrasepsi oral, juga penyebab lain berupa penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan
ini memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan
nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama
atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan
berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu
5
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran
dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran
darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada
sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari
sirosis pada sel duktules, sinusoid retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif
Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk
septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
dan nekrosis aktif. Septa aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim
hati.
Tipe II : sinusoid.
6
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut.
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri
dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian
terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan
proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
7
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,
mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat,
muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
8
Gambar. Manifestasi hipertensi portal 7
telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda
ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum
9
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat,
Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis
Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.
ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik.2
fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan
dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki
10
menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan
hemokromatosis.2
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali
ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan
cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput
Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.2
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh.
[
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari
11
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 2
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma
piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih
adanya sirosis.2
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati
alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga
12
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum
13
Gambar. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal 8,1
adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara
Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler,
dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai
asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining
dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Magnetic
Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal
biayanya.2
1.8 Komplikasi
14
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.2
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat
15
Tabel. Grade ensefalopati hepatik 8
1.9 Tatalaksana
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein
etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai
terjadinya sirosis. 2
16
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg
secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12
bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan,
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga
kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan. 2
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian.2
17
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-
40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon,
maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.2
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
obat -blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
aminoglikosida.2
keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis
18
dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang
1.10 Prognosis
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan
tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis
dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45% [2]
Faktor Unit 1 2 3
19
dikontrol dikontrol
encephalopathy
BAB III
KESIMPULAN
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada
payah jantung, obstruksi saluran empedu juga pembentukan nodul saja seperti
sindroma Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa
keharusan.
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu
20
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.
21
DAFTAR PUSTAKA
2006. p. 443-6.
3. http://www.prodia.co.id/infoterkini/isihati.html
4. Noer Sjaifoelah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK-UI,
6. Sherlock, Sheila, Disease of the liver and biliary system, fifth edition,
8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
22
Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p.
1808-13.
23