Anda di halaman 1dari 23

Referat

Sirosis Hepatis

Oleh :

Annelia Tiara Suci

Iqbal Al Rasyid

Muhammad Ryfki S A

Pembimbing :

dr. Dwitya Elvira, Sp. PD

BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD LUBUK BASUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

1
BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. Pendahuluan

Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati

terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,

pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan

penetralan racun atau obat yang masuk dalan tubuh kita.

Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi

kerusakan pada hati. Beberapa penyakit hati antara lain : penyakit hati karena infeksi,

penyakit hati karena racun, genetik atau keturunan, gangguan imun, dan kanker.

Oleh karena itu perlu perhatian pada hati untuk menghindari hal-hal yang

dapat menimbulkan penyakit hati tersebut, dan bila telah terjadi penyakit hati

tersebut, harus dapat dideteksi dengan segera. 3

1.2. Batasan Masalah


Mengetahui etiologi dari Sirosis Hepatis
Mengetahui patogenesis Sirosis Hepatis
Mengetahui gejala klinis Sirosis Hepatis
Mengetahui tatalaksana Sirosis Hepatis
Mengetahui prognosa Sirosis Hepatis

2
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui etiologi dari Sirosis Hepatis
2. Untuk mengetahui patogenesis Sirosis Hepatis
3. Untuk mengetahui gejala klinis Sirosis Hepatis
4. Untuk mengetahui tatalaksana Sirosis Hepatis
5. Untuk mengetahui prognosa Sirosis Hepatis
1.4. Manfaat Penulisan
Dapat menambah pengetahuan seputar Sirosis Hepatis

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Sirosis Hepatis

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada

payah jantung, obstruksi saluran empedu juga pembentukan nodul saja seperti

sindroma Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.

Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang

luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati

akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat

perubahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 4

1.2 Epidemiologi Sirosis Hepatis

Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar 2,4 % di Barat. Angka

kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis dari wanita (2

4: 1), terbanyak didapat pada dekade kelima.

1.3 Etiologi dan Faktor Risiko Sirosis Hepatis

4
Sirosis pascanekrosis adalah suatu istilah morfologik yang mengacu kepada

stadium tertentu cedera hati kronik tahap lanjut oleh sebab spesifik dan kriptogenik.

Bukti epidemiologi dan serologi mengisyaratkan bahwa hepatitis virus (hep. B dan C)

mungkin merupakan faktor pendahulu. Penyebab sirosis hati lainnya antara lain :

alkohol, infeksi Bruselosis, skistomiasis, toksoplasmosis, defisiensi 1 antitripsin,

sindroma fanconi, galaktosemia, penyakit Gaucher, hemokromatosis, penyakit

Wilson, obat-obatan dan toksin : arsenikal, isoniazid, metotreksat, metildopa,

kontrasepsi oral, juga penyebab lain berupa penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis

kistik, sarkoidosis. 5,6

1.4 Patofisiologi Sirosis Hepatis

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan

ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan

ini memacu timbulnya jarigan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan

nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama

atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan

berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu

dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

5
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran

dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran

darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada

sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dari

sirosis pada sel duktules, sinusoid retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif

Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk

septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa

ini bergantung etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi

mengakibatkan fibrosis daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah

sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin

sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan

dan nekrosis aktif. Septa aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim

hati.

Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut :

Tipe I : lokasi daerah sentral.

Tipe II : sinusoid.

Tipe III : jaringan retikulin.

Tipe IV : membran basal.

6
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut.

Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular,

juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang. 4

Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri

dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.

Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus

sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim

regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian

terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan

normal sel stelata mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks

ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan

proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus

menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan

menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka

fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan

digantikan oleh jaringan ikat. 2

1.5 Manifestasi Klinis

Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)

sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan

rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi

7
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung,

mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,

buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis

dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi

kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan

gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat,

muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar

konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut

badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi.2

1.6 Pemeriksaan Fisis

8
Gambar. Manifestasi hipertensi portal 7

Gambar. Manifestasi kegagalan fungsi hati 7

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider

telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda

ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum

diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio

9
estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat,

walau umumnya ukuran lesi kecil. 2

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak

tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.

Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis

rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku

Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.

Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda

ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom

nefrotik.2

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex

simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.2

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki

mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi

cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme

10
menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan

hemokromatosis.2

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau

mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali

sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran

ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan

cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput

medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.2

Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.2

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi

bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh.
[
Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari

tangan, dorsofleksi tangan.2

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya:2

a. Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar


b. Batu pada vesika felea akibat hemolisis
c. Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat

sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

11
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat

resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 2

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi

keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma

glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin.2

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat

transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil

piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih

meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengeyampingkan

adanya sirosis.2

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan

sirosis billier primer. Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti

halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati

alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga

bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.2

12
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa

meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,

konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.2

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya

menginduksi produksi immunoglobulin. Prothrombin time mencerminkan derajat/

tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum

menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan

eksresi air bebas. 2

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia

normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia

dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif

berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.2

13
Gambar. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal 8,1

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi

adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara

rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan.

Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan

adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler,

dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai

asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining

karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi komputerisasi, informasinya sama

dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Magnetic

Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal

biayanya.2

1.8 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup

pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.

14
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu

infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra

abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri

abdomen.2

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada

penurunan filtrasi glomerulus.2

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai

40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.

Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam

waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini

dengan berbagai cara. 2

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat

timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom

hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.2

15
Tabel. Grade ensefalopati hepatik 8

1.9 Tatalaksana

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa

dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk

mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol,

dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu

keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein

1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. 2

Penatalaksanaan sirosis kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk

mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan

etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai

hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal

bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau

imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah

terjadinya sirosis. 2
16
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)

merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg

secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12

bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa

diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan,

namun ternyata juga banyak yang kambuh.2

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga

kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan. 2

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan

merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa

merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang

dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek

antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam

penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan

sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian.2

Penatalaksanaan sirosis dekompensata

17
Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak

5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan

diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg

sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,

tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-

40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon,

maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.

Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.2

Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan

ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. 2

Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan

obat -blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau

oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis

bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau

aminoglikosida.2

Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur

keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis

18
dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang

harus dipenuhi resipien dahulu. 2

1.10 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan

manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya

asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan

C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan hidup selama satu

tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis

dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45% [2]

Tabel. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis 8,1

Faktor Unit 1 2 3

Serum bilirubin mol/L < 34 3451 > 51

mg/dL < 2,0 2,03,0 > 3,0

Serum albumin g/L > 35 3035 < 30

g/dL > 3,5 3,03,5 < 3,0

Prothrombin Detik pemanjangan 04 46 >6

time INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3

Ascites Tidak ada Dapat Tidak dapat

19
dikontrol dikontrol

Hepatic Tidak ada Minimal Berat

encephalopathy

BAB III

KESIMPULAN

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada

payah jantung, obstruksi saluran empedu juga pembentukan nodul saja seperti

sindroma Felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa

dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk

mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol,

dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu

keharusan.

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup

pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu

20
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra

abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri

abdomen.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In:

Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition.

USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62

2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati

S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2006. p. 443-6.

3. http://www.prodia.co.id/infoterkini/isihati.html

4. Noer Sjaifoelah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK-UI,

Jilid 1, Edisi ketiga, Jakarta, 1996, Hal 271-279.

5. Isselboucher, Kurt, Braunwald, Eugene, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit

Dalam, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal. 1668.

6. Sherlock, Sheila, Disease of the liver and biliary system, fifth edition,

Blackwell Scientific Publications, Hal 425-439.

7. Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of

pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott

Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.

8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper

DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.

22
Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p.

1808-13.

23

Anda mungkin juga menyukai