Anda di halaman 1dari 16

Pemfigus Vulgaris

I. DEFINISI
Pemfhigus berasal dari bahsa yunani yaitu dari kata pemphix yang
artinya gelembung atau bula.

Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun bula


kronik,menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histologik
ditandai dengan ditemukannya antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat
pada permukaan sel keratinosit,yang menyebabkan timbulnya reaksi
pemisahan sel-sel epidermis diakibatkan karena tidak adanya kohesi antara
sel-sel epidermis, proses ini disebut akantolisis. Terdapat 4 bentuk
pemfigus ialah pemfigus vulgaris,pemfigus eritematous,pemfigus
follaseus,pemfigus vegetans.

Susunan tersebut sesuai dengan insidensnya.menurut letak celah


pemfigus dibagi menjadi dua.
a. Di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus
vegetans
b. Di stratum granulosum ialah pemfigus follaseus dan variannya
pemfigus eritematous.1,2,3,4,5

II EPIDEMIOLOGI

Pemfigus vulgaris (P.V.) merupakan bentuk yang tersering


dijumpai ( 80% semua kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan
dapat mengenai semua bangsa dan ras. Lebih umum pada orang-orang
Yahudi dan orang-orang dari keturunan Mediterania. Di Yerusalem
kejadian diperkirakan 16 per juta, sedangkan di Perancis dan Jerman itu
adalah 1,3 per juta. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama.
Umumnya mengenai usia 40-60 tahun , tetapi dapat juga mengenai semua
umur, termasuk anak. 1,4

1
III ETIOLOGI
Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita
ditemukan autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug-
inducedpemphigus), misalnya D-penisilamin dan kaptopril.Pemfigus
yang diinduksi oleh obat dapat berbentuk pemfigusfoliaseus (termasuk
pemfiguseritematosus) atau pemfigus vulgaris.Pemfigusfoliaseus lebih
seeing timbul dibandingkan dengan pemfigus vulgaris. 1
Pada pemfigus tersebut, secara klinis dan histologik menyerupai
pemfigus yang sporadik, pemeriksaan imunofluoresensi langsung
pada kebanyakan kasus positif, sedangkan pemeriksaan
imunofluoresensi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang positif.
Pemfigus dapat menyertai penyakit neoplas-ma, baik yang jinak
maupun yang maligna, dan disebut sebagai pemfigu sparaneoplastik.
Pemfigus juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit
autoimun yang lain, misalnya lupus eritematosus sistemik,
pemfigoidbulosa, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa. 1

IV PATOGENESES
Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat sangat khas, yakni:
1. Hilangnya kohesi sel-sei epidermis (akanto-lisis).
2. Adanya antibodiIgG terhadap antigen deter-minan yang ada pada
permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.
Lepuh pada P.V. akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap antigen
P.V. Antigen ini merupakan transmembranglikoprotein dengan berat

2
molekul 160 kD untuk pemfigusfoliaesus dan berat molekul 130 kD
untuk pemfigus vulgaris yang terdapat pada permukaan sel keratinosit.
Target antigen pada P.V. yang hanya dengan lesi oral ialah
desmoglein 3, sedangkan yang dengan lesi oral dan kulit ialah
desmoglein1 dan 3. Sedangkan pada pemfigusfoliaseustarget
antigennya ialah desmoglein 1.
Desmoglein ialah salah satu komponen desmosom. Komponen
yang lain, misalnya desmo-plakin, plakoglobin, dan desmokolin.
Fungsi des-mosom ialah meningkatkan kekuatan mekanik
epitelgepengberiapis yang terdapat pada kulit dan mukosa.
Pada penderita dengan penyakit yang aktif
.nempunyaiantibodisubklas lgG1 dan lgG4, tetapi yang patogenetik
ialah lgG4.
Pada pemfigus juga ada faktor genetik, umumnya berkaitan
dengan HLA-DR4.1
V GEJALA KLINIS
PV ditandai oleh adanya bulla berdinding tipis, relatif flaksid,
dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa
normal maupun di atas dasar eritematous. Cairan bula pada awalnya
jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen.
Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga
terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi
generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya sedikit
atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila
lesi ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan
jaringan parut.2

3
PV biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela
paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya
hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam
beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa
lokasi selama beberapa bulan.2
Tanda Nikolsky positif karena hilangnya kohesi antar sel di
epidermis sehingga lapisan atas dapat dengan mudah digeser ke lateral
dengan tekanan ringan. Kulit tanpa lapisan mukosa sangat jarang
ditemukan pada PV. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus PV.( 2)
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan
dengan mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa
nyeri. Lesi ini akan meluas ke
bibir dan membentuk krusta.
Keterlibatan tenggorokan akan
mengakibatkan timbulnya suara
serak dan kesulitan menelan.
Esofagus dapat terlibat dan telah
dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis sebagai akibatnya.
Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga
terlibat.(2)

4
Gambar 1. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral(2)

Gambar 2. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit(2)

HISTOPATOLOGI
Pada gambaran histopatologik didapatkan bula intraepldermal
suprabasal dan sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar
bula yang menyebabkan percobaan Tzanck positif.Percobaan ini
berguna untuk menentukan adanya sel-sel akantolitik, tetapi bukan
diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus.Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan
perubahan patologik ialah perlunakan segmen interselular.Juga dapat
dilihat perusakandesmosomdan tonofilamen sebagai peristiwa
sekunder. 1

IMUNOLOGI
Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan
antibodiinterselular tipe IgG dan C3.Pada tes imunofloresensi tidak
langsung didapatkan antibodipemfigus tipe IgG.Tes yang pertama
lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi positif pada

5
permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan
tetap positif pada waktu yang lama meskipun penyakitnya telah
membaik.
Antibodipemfigus ini rupanya sangat spesi-fik untuk pemfigus.
Kadar titemya umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan
menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid. 1
SEROLOGIK
Kadar IgG didalam serum meningkat (titer IgG,autoantibodi
terhadap desmoglein 3 biasanya berkorelasi dengan aktifitas penyakit;
oleh karenanya respon klinis dapat dimonitor dengan titer antibodi)
PEMERIKSAAN DARAH,URIN,FESES RUTIN
Pada pemberian kortikosteroid jangka panjang perlu diperiksa
fungsi ginjal dan fungsi hati,kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah
makan serta reduksi urin,pada pemberian terapi anjuvan azathioprine
perlu diperiksa kadar TPMT ( Thiopurine methyl-transferase ).5
VI DIAGNOSIS BANDING
Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis
dan pemfigoidbulosa, Dermatitis herpetiformisdapat mengenai anak
dan dewasa, keadaan umumnya baik, keluhannya sangat gatal,
ruampolimorf, dinding vesiket/bula tegang dan berkelompok, dan
mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terdapat
pada orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak gatal,
bulaberdindingkendur, dan biasanya generalisata, Pada gambaran
histopatologik dermatitis herpetiformis, letak vesikel/ bula di
subepidermal, sedangkan pada pemfigus vulgaris terletak di
intraepidermal dan terdapat akantolisis. Pemeriksaan imunofluoresensi

6
pada pemfigus menunjukkan IgG yang terletak intra-epidermal,
sedangkan pada dermatitis herpetiformis terdapat IgA berbentuk
granular intra-papilar.
Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemfigus vulgaris karena
keadaan umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya di
subepidermal, dan terdapat IgG linear. Bula-bula ini sering timbul
pada daerah andomen bagian bawah, bagian paha depan atau paha
atas, dan fleksor lengan atas1,6

Gambar 3. Pemfigus Bulosa pada dada Gambar 4: Dermatitis herpatiformi

VII PENGOBATAN
Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat
imunosupresif.Yang sering kami gunakan ialah prednison dan
deksametason.Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat
ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang
menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat. Pada dosis
yang tinggisebaiknya diberikan deksametasoni.m. atau i.v. sesuai
dengan ekuivalennya karena lebih praktis.Keseimbangan cairan dan
gangguan etektrolitdiperhatikan, Karena digunakan kortikosteroid
dosis tinggi, maka untuk mencegah efek samping obat tersebut
penatalaksanaannya seperti tercantum pada "pengobatan sindrom

7
Stevens-Johson" dan pada bab "Pengobatan dengan
kortikosteroidssistemik dalam bidang dermato-venereologi".
Jika belum ada perbaikan, yang berarti masih timbul lesi baru
setelah 5-7 hari dengan dosis inisial, maka dosis dinaikkan 50%.Kalau
telah ada perbaikan dosis diturunkan secara bertahap.Biasanya setiap
5-7 hari kami turuhkan 10-20 mg ekuivalen prednison tergantung pada
respons masing-masing, jadi bersifat individual.Cara yang terbaik
ialah memantau titer antibodikarena antibodi tersebut menunjukkan
keaktivan penyakit, tetapi sayang di bagian kami belum dapat
dikerjakan.Jika titernyastabii, penurunan dosis lambat; bila titemya
menurun, penurunan dosis lebih cepat.
Cara pemberian kortikosteroid yang lain dengan terapi denyut,
Caranya bermacam-macam yang lazim digunakan ialah dengan
methyl prenidosolon sodium sucdnate(solumedrol *), i.v. selama 2-3
jam, diberikan jam 8 pagi untuk lima hari. Dosis sehari 250-1000 mg
(10-20 mg per kgBB), kemudian dilanjutkan dengan kortikosteroid
per os dengan dosis sedang atau rendah.Efek samping yang berat pada
terapi denyut tersebut di antaranya ialah, hipertensi, elektrolit sangat
terganggu, infarkmiokard, aritmia jantung sehingga dapat
menyebabkan kematian men-dadak.danpankreatitis.
Jika pemberian prednison melebihi 40 mg sehari harus disertai
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
Bila telah tercapai dosis pemeliharaan, untuk mengurangi efek
samping kortikosteroid, obat diberikan sebagai dosis tunggal pada
pagi hari jam 8. Alasannya pada waktu tersebut kadarkortisol dalam
da rah paling tinggi. Sebaiknya obat diberikan selang sehari,

8
diharapkan pada waktu bebas obat tidak terjadi penekanan ter-hadap
kelenjar adrenal bagian korteks.Keburukannya pada hari bebas obat
timbullesibaru.Cara penanggulangannya lihat bab "Pengobatan
dengan kortikosteroid sistemik dalam bidang dermatovenereologi".
Sebagian kecil penderita pemfigus dapat bebas obat, tetapi
sebagian besar harus diberikan dosis pemeliharaan terus menerus.
Pasricha mengobati pemfigus dengan cara kombinasi
deksametason dan siklofosfamid dosis tinggi secara intermiten
dengan hasil baik. Dosis deksametason 100 mg dilarutkan dalam 5%
glukosadiberikan selama 1 jam i.v., 3 hari berturut-turut.
Siklofosfamid diberikan i.v., 500 mg hanya pada hari I, dilanjutkan
per os 50 mg sehari. Pemberian deksametason dengan cara tersebut
diulangi setiap 2-4 minggu. Setelah beberapa bulan penyakit tidak
relapslagi, pemberian deksametasondijarang-kan menjadi setiap bulan
untuk 6-9 bulan. Kemudian dihentikan dan pemberian siklofosfamid
50 mg/hari diteruskan. Setelah kira-kira setahun pengobatan
dihentikan dan penderita diamati terjadinya relaps.
Untuk mengurangi efek samping kortikosteroiddapat
dikombinasikan dengan ajuvan yang terkuat ialah sitostatik. Efek
samping kortikosteroid yang berat atrofi kelenjar adrenal bagian
korteks, ulkuspeptikum, dan osteoporosis yang dapat menye-babkan
fraktur kolumnavertebre pars lumbalis.
Tentang penggunaan sitostatiksebagai ajuvan pada pengobatan
pemfigus terdapat dua pendapat:

9
1. Sejak mula diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid
sistemik. Maksudnya agar dosis kortikosteroid tidak terlampau
tinggi sehingga efek sampingnya lebih sedikit.

2. Sitostatik diberikan, bila :


a. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurangmemberi respons.
b. Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkuspeptikum, diabetes
melitus, katarak, dan osteoporosis,
c. Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti
yang diharapkan.
Kami lebih condong menganut pendapat kedua.Sitostatik
merupakan ajuvanvang terkuat karena bersifat imunosupresif.
Obatsitostatik untuk pemfigus ialah azatio-prin, siklofosfamid,
metrotreksat, dan mikofenolatmofetil.Obat yang lazim digunakan
ialah azatioprinkarena cukup bermanfaat dan tidak begitu toksik
seperti siklofosfamid, Dosisnya 50-150 mg sehari atau 1-3 mg per
kgBB.Obat-obat sitostatik se-baiknya diberikan, jika dosis prednison
mencapai 60 mg sehari untuk mencegah sepsis dan
bronkopneumonia.Hendaknya diingat bahwa efek terapeutikazatioprin
baru terjadi setelah 2-4 minggu.Jika telah tampak perbaikan dosis
prednisonditunjukkan lebih dahulu, kemudian dosis
azatioprinditurunkan secara bertahap.Efek sampingnya di antaranya
menekan sistem hematopoietik dan bersifat hepatotoksik.
Siklofosfamidsebenamya merupakan obat yang paling poten.tetapi
karena efek sampingnya berat kurang dianjurkan. Dosisnya 50-100
mg sehari.Efek terapeutiksiklofosfamid masih sedikit setelah
pemberian beberapa jam, efek maksimum baru terjadi setelah 6

10
minggu.Efek samping yang utama ialah toksisitas saluran kemih
berupa sistitishemoragik, dapat pula menyebabkan sterilitas.
Produk metabolisms siklofosfamid yang bersifat
sitotoksikdiekskresimelaluturin, oleh karena itu penderita dianjurkan
agar banyak minum.Gejala toksik dini pada vesikaurinana ialah diuria,
didapati pada 20% penderita yang mendapat-obat tersebut dalam
jangka waktu lama.
Jika mikroskopik terdapat hematuria hendaknya obat dihentikan
sementara atau diganti dengan obat sitotoksik yang lain. Obat yang
dapat mencegah terjadinya sistitishemoragik ialah mesna, biasanya
dosisnya 20% dosis siklofosfamid sehari, i.v., diberikan tiga kali
sehari selang 4 jam, dosis I diberikan bersama-sama dengan
siklofosfamid.
Metotreksat jarang digunakan karena kurang bermanfaat.Dosisnya
25 mg per minggu i.m. atau per os. Cara pengohatansama seperti
pengobatan untuk psoriasis (lihat bab mengenai psoriasis).
Mikrofenolatmofetil dikatakan lebih efektif daripada
azatioprin.sedangkan efek toksiknyalebih sedikit. Dosisnya 2 x 1 g
sehari.
Ajuvanlain yang tidak begitu poten ialah yang bersifat anti-
inflamasi yakni emas, Diaminodifenilsulfon(D.D.S.), antimalaria, dan
minosiklin. Tentang emas tidak akan diuraikan karena
preparatnyatidak ada di Indonesia. Dosis D.D.S. 100-300 mg sehari,
dicoba dahulu dengan dosis rendah.Tentang efek sampingnya lihat
"pengobatan dermatitis herpetiformis".Antimalaria yang sering
digunakan ialah klorokuin dengan dosis 2 x 200 mg sehari.Efek

11
sampingnya yang berat ialah retinopati yang dapat terjadi setelah dosis
kumulatif 100 g. Tentang pengobatan kombinasi nikotinamid dan
tetrasiklin lihat pengobatan pemfigoidbulosa.Minosiklin digunakan
dengan dosis 2 x 50 mg sehari.
Akhir-akhir ini berdasarkan pertimbangan risk and benefit kami
lebih sering menggunakan D.D.S. sebagai ajuvan. Meskipun
khasiatnya tidak sekuat sitostatik, namun efek sampingnya jauh lebih
sedikit dan hasilnya cukup baik.Dosisnya100 mg atau 200 mg. Bila
digunakan 100 mg tidak periudipenksa G6PD sebelumnya, karena
dosis itu dipakai sebagai pengobatan lepra, umum-nya tanpa efek
samping. Tetapi, bila dengan dosis 200 mg hams dipenksa G6PD
sebelumnya.
Pengobatan topikal sebenarnya tidak sepenting pengobatan
sistemik.Pada daerah yang erosif dapat diberikan silver sulfadiazine,
yang berfungsi sebagai antiseptik dan astringen.Pada lesipemfigus
yang sedikit dapat diobati dengan kortikosteroid secara intralesi
(intradermal) dengan triamsinolonasetonid.1
Sebagai mana juga didalam buku Fitzpatrick's menjelaskan
pengobatannya seperti dibawah ini :
1. Medikamentosa

Glukokortiroid, 2-3 mg/KgBB prednison sampai


penghentian pembentukan lepuhan baru dan hilangnya
tanda Nikolsky. Kemudian pengurangan dengan cepat untuk
sekitar setengah dosis awal sampai pasien hampir bersih, diikuti
dengan tappering dosis dengan sangat lambat untuk
meminimalkan keefektifitasan dari dosis.

12
Terapi imunosupresif yang bersamaan. Agen
imunosupresif diberikan bersamaan untuk mengurangi efek
glukokortikoid.clorambucil 0,1-0,2 mg/kg hari,cyclosporin 5,0-
7,5 mg/kg hari,mycophenolate mofetil 2,0 gr hari

Azathioprine, 2-3 mg/KgBB sampai pembersihan


lengkap. Tapering dosis hingga 1mg/KgBB. Pemberian
dengan hanya azathioprinedilanjutkan bahkan setelah
penghentian pengobatan glukokortikoid dan mungkin harus
dilanjutkan selama berbulan-bulan.

Methotrexate, Baik secara oral (PO) atau IM dengan


dosis 2535 mg/minggu. Dosis penyesuaian dibuat seperti
azathioprine.

Cyclophosphamide, 100-200 mg/sehari, dengan


pengurangan dosis 50100 mg/sehari. Atau terapi
cyclophosphamide "bolus" dengan 1000 mg IV seminggu sekali
atau setiap 2 minggu di tahap awal, sebagai perbaikan diikuti
oleh 50-100 mg/d PO.

Plasmapheresis, dalam hubungannya dengan


glukokortikoid dan agen imunosupresif pada pasien kurang
terkontrol, pada tahap awal pengobatann untuk mengurangi
titer antibodi. Plasmaphresis dengan iklosporin atau
siklosposfamid dan fotoforesis ekstrakorporal terkadang juga
telah diteliti dapat berguna.

13
Gold therapy, untuk kasus-kasus ringan. Setelah
pengujian awal dosis 10 mg IM, 25 sampai 50 mg gold natrium
thiomalate diberikan IM , interval per minggu dengan dosis
kumulatif maksimum 1 gr.

Dosis tinggi imunoglobulin intravena (HIVIg) (2 g/KgBB


setiap 3-4 minggu) telah dilaporkan memiliki efek sparing
glukokortikoid.3,7

2. Non Medikamentosa

Penjelasan kepada pasien dan/atau keluaraga mengenai


penyakit,terapi,serta prognosis.memberi edukasi cara merawat
lepuh,menghindari pengunaan obat-obat tanpa sepengatahuan
dokter.4

Tindak lanjut

1. Pemantauan keadaan umum : bila dirawat dilakukan setiap


hari,bila berobat jalan 1 x seminggu atau bergantung kondisi
pasien.

2. Pemantauan IgG dalam serum

3. Pemantauan efek samping terapi kortikosteroid atau sitostatik


jangka panjang.

4. Kerja sama dengan bagian penyakit dalam,alergi-imunulogi,dan


departemen lain yang terkait.4

VIII PROGNOSIS

14
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50%
penderita dalam tahun pertama.Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia,
dan ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid
membuat prognosisnya lebih baik. 1

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, adhi Prof.Dr.dr.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.


Edisi Keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.2010;204-08.
2. Burton JL, Rook, Immunobullous Disease in: Textbook of
Dermatology, vol 2, 8th edition, Blackwell Science, 2010: 1895-
03.
3. Domonkos AN, Amold HN, Odom RD, Chronik Blistering
Dermatoses in Andrews Disease of the Skin,7th edition,
Philadelphia, W.B. Saunderes Company,2000: 574-79
4. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's
dermatology in general medicine (two vol. set). 7th ed. New
York: McGraw-Hill; 2008: 459-74
5. Habif TP, ed. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis
and therapy. 4th edition. Mosby.2003;568
6. Wolff K et al. Fitzpatrick's color atlas and synopsis of clinical
dermatology .6th edition. chinese: McGraw-Hill;2009,110
7. Perdoski.panduan pelayanan medis dokter spesialis kulit dan
kelamin.departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin.jakarta
2011.133-34
8. Perdoski.panduan layanan klinis dokter spesialis Dermatologi
dan venerolgi.departemen ilmu kesehatan kulit dan
kelamin.jakarta 2014.155
9. W.sterry dkk.thieme clinical companions dermatology.5th
edition.Germany 2006.231

16

Anda mungkin juga menyukai