Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya refreshing ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tujuan
penulisan laporan ini adalah untuk menambah keilmuan mengenai kanker
mammae, mulai dari sejarah ditemukannya sampai kepada penatalaksanaan dan
pencegahannya.

Penulis menyadari sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya masih


sangat terbatas dan masih perlu banyak belajar, penulisan laporan ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Tetapi demi memenuhi kewajiban
dan tugas penulis, maka penulis mencoba memberanikan diri menyusun laporan
ini sebaik mungkin. Insya Allah perbaikan-perbaikan akan penulis lakukan pada
penulisan laporan yang akan datang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang positif dan membangun agar laporan ini menjadi
lebih baik dan berrguna di masa yang akan datang.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada


dr. H. Asep Tajul, Sp.B sebagai dokter pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan motivasi serta kedua orang tua yang selalu mendoakan.

Dengan segala kekurangan dan ketidak sempurnaan penulis mengharapkan


laporan ini dapat membawa manfaat dan keuntungan yang berarti untuk semua
pembaca.

Jakarta, 8 April 2011

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma mammae merupakan salah satu tumor ganas yang paling sering
ditemukan pada wanita. Di Eropa Barat, Amerika Utara dan negara maju lain,
insiden kanker mammae menempati posisi pertama dari kanker yang terjadi
pada kaum wanita. Begitupun di Indonesia kanker mammae menempati urutan
pertama diikuti karsinoma serviks.
Karsinoma mammae tengah mengancam perempuan Indonesia karena 26
dari 100.000 perempuan terdeteksi mengidap kanker mammae. Berdasarkan
data Global Burden of Cancer angka kasus kanker mammae di Indonesia 26
per 100.000 perempuan, dan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2007 menunjukkan kejadian kanker mammae mencapai 21,69 persen, lebih
tinggi dari kanker serviks yang angkanya 17 persen.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah selain memenuhi tugas refreshing


kepaniteraan klinik, juga untuk menambah wawasan penulis dan pembaca
mengenai kanker mammae.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Penyakit

Kanker mammae dengan sebab yang tidak jelas telah menarik perhatian
ahli bedah selama berabad-abad. Meskipun telah dilakukan penelitian sejak

2
beribu-ribu tahun yang lalu dan pengembangan penatalaksanaan sesuai dengan
perkembangan zaman, kanker mammae tetap menjadi salah satu penyakit
yang paling ditakuti oleh banyak orang khususnya kaum wanita.1
Bedah Papyrus Smith (3000-2500 SM) merupakan dokumen tertua yang
merujuk tentang kanker mammae. Disebutkan bahwa tidak ada obat yang
dapat menyembuhkan kanker mammae. Beberapa penelitian terus dilakukan
untuk mengatasi keadaan tersebut sampai akhirnya pada abad ke 19, Moore
dari Middlesex Hospital, London menyarankan pengangkatan seluruh
payudara dan kelenjar limfe sekitar yang terlibat untuk menangani kanker
mammae. Bukan hanya tindakan bedah yang dilakukan pada saat itu tetapi
juga mulai dikembangkan radioterapi dan kemoterapi.1
Akhirnya sejak tahun 1970-an, didapat kemajuan besar dalam
mengintegrasikan operasi, radioterapi dan kemoterapi untuk mengendalikan
kanker mammae, meningkatkan kelangsungan hidup penderita dan
meningkatkan peluang mempertahankan payudara.1 Hingga saat ini masih
terus dilakukan penelitian-penelitian dan upaya-upaya untuk menangani kasus
kanker mammae secara tepat sesuai dengan stadium kanker.
Mengenai penyebab kanker mammae, pada tahun 1990, Marrie-Clare King
melaporkan melalui sebuah penelitian bahwa faktor yang paling berperan
dalam perkembangan kanker mammae adalah mutasi gen.3 Diperkirakan
sebesar 5-10% kasus kanker mammae disebabkan oleh faktor herediter
terutama pada wanita yang mengidap kanker mammae pada usia muda (<40
tahun), akibat adanya mutasi gen BRCA-1 dan BRCA-2.1
Sampai detik ini, evaluasi awal kanker mammae dan keterlibatan
pembuluh limfe axilla merupakan hal yang paling penting untuk menentukan
tingkat kelangsungan hidup dan stadium penderita kanker mammae. Selain
itu, diagnosis sebelum tindakan bedah dan intervensi terapi harus didasari oleh
penilaian yang teliti tentang luasnya penyakit secara klinis.3

2.2 Epidemiologi

Kanker mammae adalah kanker yang paling sering terjadi pada wanita
diseluruh dunia. Insiden kanker mammae yang sangat tinggi terjadi hampir di
semua negara, termasuk di AS, Canada, Australia dan negara-negara Eropa,
menujukan angka kejadian sebesar 67,3-86,3/100.000 populasi per tahun

3
kecuali Jepang. Sedangkan di negara-negara sub-Saharan Africa dan Asia
angka kejadian pertahun mencapai 30/100.000 populasi.1 ACS (American
Cancer Society) memperkirakan inseiden kanker mammae sebesar 29% dan
16% dari jumlah tersebut diperkirakan meninggal dunia. Data dari
Surveilance, Epidemyology End Result (SEER) melaporkan bahwa wanita
kulit putih di Amerika Serikat mempunyai resiko terkena kanker mammae
sebesar 13,1% dibandingkan dengan wanita kulit hitam di Africa hanya
sebesar 9,6%.4
Angka kejadian kanker mammae diperkirakan terus meningkat sesuai
umur. Pada usia 25 tahun kanker mammae menyerang 5/100.000 populasi,
pada usia 50 tahun menyerang 150/100.000 populasi dan pada usia 75 tahun
kanker mammae menyerang 200/100.000 populasi. Insiden kanker mammae
pada pria diperkirakan < 1% yaitu sebesar 2,5/100.000 populasi.2

2.3 Embriologi
Mammae berasal dari perkembangan extodermal garis susu (milk streak)
sejak minggu ke-5 atau ke-6 pembentukan fetus. Pada masa awal kehidupan
janin, milk streak terbentang sepanjang axilla sampai pubis namun pada akhir
trimester pertama milk streak menjadi atrofi kecuali pada bagian dada yang
akan berkembang menjadi puting susu. Sedangkan ductus dan lobulus susu
berasal dari extodermal yang tumbuh ke dalam, sehingga mammae dapat
berkembang menjadi suatu organ.3

2.4 Anatomi makroskopik dan mikroskopik

4
Mammae adalah modifikasi dari kelenjar keringat yang berkembang di
bagian anterior tubuh dan bagian lateral dari thorax. Secara umum
perkembangan mammae akan meluas ke bagian superior (costa II), bagian
inferior (costa VI), bagian medial (sternum) dan bagian lateral (garis mid
axilla). Sedangkan kompleks puting-areola terletak antara costa IV dan V.6
Mammae terdiri dari kelenjar susu, jaringan ikat dan jaringan lemak.
Masing-masing kelenjar susu terdiri dari 15-20 lobus, dan mempunyai
mempunyai ductus lactiferus. Terdapat ligament yang terbentang sepanjang
fascia pektoralis profunda sampai lapisan fascia superfisialis di dalam dermis
yang berfungsi menyokong mammae, disebut sebagai Ligamentum Coopers.1

5
Clavicul
Parietal a
pleural Pectoralis mayor
muscle

Pectoralis
Visceral mayor fascia
pleural

Nippl
e
Intercostal
muscle Subcutaneous fatty
tissue

Coopers
ligament

Areola adalah daerah hiperpigmentasi yang melingkari puting susu,


disekeliling aerola terdapat Montgomery tubercles yang berukuran kecil dan
dapat melumasi seluruh daerah puting-aerola selama laktasi. Epitel pada
aerola adalah sel epitel khusus yang dapat berkontraksi dibawah pengaturan
oksitosin dan dapat mengeluarkan air susu selama menyusui.3
Mammae diperdarahi oleh a.mamary interna (a.thoracic interna) dan
a.thoracic lateral. Kedua arteri tersebut berasal dari a.axillary yang masing-
masing masuk ke mammae melalui bagian atas medial dan bagian atas lateral
mammae. Cabang dari arteri-arteri tersebut saling beranastomose. Selain itu
a.mammary interna mempercabangkan a.intercostal posterior yang
memperdarahi bagian dalam dari mammae.6

6
a.axill a.mamma
a ry interna

a.intercos
tal
a.thorac
posterior
ic
lateral

Pembuluh darah vena akan mengikuti pembuluh darah arteri dengan


drainase vena menuju axilla. Tiga kelompok vena yang paling berperan
adalah v.axilla (yang mempunyai peran utama dalam drainase), v.torakalis
interna dan v.intercostal posterior. Pleksus vertebra Batson's dari
v.paravertebra yang berjalan sepanjang tulang belakang dan memanjang dari
dasar tengkorak ke sacrum, dapat memberikan rute metastasis kanker
payudara ke tulang belakang, tengkorak, tulang panggul, dan sistem saraf
pusat.1
Di bagian dalam dari m.pectoralis mayor terdapat m.pectoralis minor yang
berhubungan dengan letak pembuluh limfe axilla, pembagian pembuluh limfe
pada daerah tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pembedahan dan
mempermudah menilai stadium kanker. Tingkat I adalah pembuluh limfe
axilla yang terletak dari lateral sampai batas lateral m.pectoralis minor.
Tingkat II terdapat tepat di bagian dalam m.pectoralis minor. Bagian III
adalah pembuluh limfe yang terletak dari medial sampai batas medial dari
m.pectoralis minor dan termasuk pembuluh limfe subclavicular. Rotters node

7
atau pembuluh limfe intrapectorial terletak antara m.pectoralis mayor dan
m.pectoralis minor. 3

I
I
I
I
I

Persyarafan pada mammae sangat penring diketahui terutama saat akan


dilakukan operasi, karena jika ada trauma pada salah satu persarafan
disekitar mammae maka akan berpengaruh terhadap fungsi otot yang ada
pada mammae. Persarafan yang terkait adalah:5

Nervus Otot yang dipersarafi Kelainan jika terjadi


trauma
Long thoracic m.serratus anterior Skapula terangkat
nervus
n.thoracodorsal m.latissimus dorsi Tidak dapat mengangkat
badan dari posisi duduk
n. pectoralis m.pectoralis mayor dan Kelemahan otot pectoralis
medial dan lateral minor

8
n.intercostobrachia Melewati axilla menuju Baal pada area persarafan
l lengan

Mammae yang mature terdiri dari 3 tipe jaringan yaitu : epitel glandular,
stroma fibrosa dan struktur penyokong, serta lemak. Sel yang terinfiltrasi,
termasuk limfosit dan makrofag juga ditemukan dalam mammae. Pada wanita
muda jaringan yang paling dominan adalah epitel dan stroma, yang akan
digantikan oleh jaringan lemak setelah menopause.7

Kelenjar mammae mempercabangi kelenjar-kelenjar susu yang mempunyai


pola radial dari komplek puting-areola. Keadaan tersebut menggambarkan
ductus lactiferus yang akan berakhir di lobus terminal. Dari lobus terminal,
duktus-duktus tersebut akan membentuk duktus lactiferus dan akan masuk ke
sinus lactiferus kemudian keluar melalui 10-15 orifisium pada puting susu.
Duktus tersebut terdiri dari epitel kubus yang akan berubah pada permukan
puting susu menjadi epitel skuamosa. 7

2.5 Fisiologi
Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang
hormonal termasuk estrogen, progresteron, prolactin, hormon tiroid, kortisol
dan growth hormon. Estrogen, progresteron dan prolaktin memiliki efek yang
sangat penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali
perkembangan duktus sementara progresteron bertanggung jawab terhadap
diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolactin adalah
hormon utama yang dapat merangsang lactogenesis pada kehamilan tua dan
masa menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi reseptor-
reseptor hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae.1
Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotrophic
hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10
tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar
susu. Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau
pembentukan kelenjar subaerolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah
kelenjar dan peningkatan pigmentasi daerah aerola. Fase IV (12-14 tahun)
peningkatan pigmentasi dan penambahan luas aerola. Fase V ( 13-17 tahun)

9
merupakan fase akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara
menjadi sempurna. 3
Peningkatan drastis estrogen dan progresteron pada siklus ovarium dan
placenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok
dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan
proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi
menonjol. Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang,
selama trimester tiga, lemak terakumulasi disekitar epitel dan colostrum
mengisi sinus dan ductus yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin
merangsang pengeluaran lemak susu dan protein.1
Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron
oleh ovarium dan involusi ductus pada mammae. Jaringan ikat sekitar
meningkat dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan
lemak.6

Duktus duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini.
Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan
duktus-duktus kecil lainnya yang disebut lobulus. Acini terbentuk dari
jaringan ikat longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan
mononuklear sel. 6

2.6 Patologi Penyakit

2.6.1 Etiologi
- Mutasi gen
Kanker mammae dapat berasal dari mutasi satu atau lebih gen penting
dalam tubuh. Gen-gen tersebut yaitu BRCA-1 pada (17 q 21), p53 pada
(17 p 13), BRCA-2 pada (13) dan pada pria biasanya dihubungkan dengan
mutasi androgen-receptor gen pada (kromosm Y). 2
- Terpapar radiasi
Terpapar radiasi adalah penyebab kanker mammae yang paling tidak bisa
dipungkuri terutama pada wanita muda. Hasil penelitian membuktikan
wanita muda yang menjalani terapi radiasi karena Limfoma Hodgkin
memiliki resiko terkena kanker mammae 75x lebih besar daripada wanita
seusianya yang tidak terpapar radiasi. 1
- Hormonal

10
Telah terukti bahwa hormon ikut berperan dalam pembentukan kanker
mammae. Hormon estrogen baik tunggal maupun kombinasi dengan
progresteron pada beberapa sedian kontrasepsi oral penggunaan jangka
panjang meningkatkan resiko terjadinya kanker mammae.2 Berhubungan
dengan peningkatan estrogen tersebut, faktor-faktor yang meningkatkan
jumlah siklus menstruasi seperti menarke dini, nulipara, melahirkan anak
pertama pada usia >30 tahun (ada perubahan pada epitel terminal
payudara) dan menopause terlambat juga akan meningkatkan resiko
kanker mammae. Sedangkan pengurangan siklus menstruasi dianggap
mengurangi resiko kanker mammae seperti banyak beraktifitas dan
menyusui.
- Diet
Penyebab kanker mammae pada wanita muda biasanya juga dapat
disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi lemak dan gula. Penelitian
menyatakan bahwa diet tinggi lemak atau obesitas berhubungan dengan
peningkatan sekresi hormon adrenal yaitu konversi androstenedione ke
estron oleh jaringan lemak dan terus berlangsung sampai menopause.
Akhirnya tumor-promoting steroid hormons yang larut dalam lemak akan
terakumulasi dalam jaringan mammae. 1,2
- Alkohol
Penelitian juga menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat
pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol dikenal
meningkatkan kadar serum estradiol yang ikut meningkatkan kadar
estrogen dalam tubuh.1

2.6.2 Faktor Resiko 5


- Menarke dini (<12 tahun)
- Menopause lama (>55 tahun)
- Nulipara / hamil pertama pada usia >30 tahun
- Ras kulit putih
- Usia tua (>40 tahun)
- Riwayat kanker mammae di keluarga terutama ibu, anak perempuan dan
saudara perempuan
- Predisposisi genetik
- Riwayat menderita kanker mammae sebelumnya
- Pernah melakukan biopsy mammae
- DCIS (Ductal Carcinoma In Situ) atau LCIS (Lobular Carcinoma In Situ)
- Hyperplasia duktus atau lobulus yang atipical

11
- Pemeberian estrogen postmenopause
- Terpapar radiasi

2.6.3 Patologi 2, 7

Klasifikasi Kanker Mammae Primer

Non Invasive Mixed Connective and


Invasive Ephitelial Cancer
Ephitelial Cancer Epithelial Tumor
- Lobular Carcinoma - Invasive Lobular - Phyllodes tumor
In Situ (LCIS) Carcinoma (10%-15%) benign and malignant
- Ductal Carcinoma - Invasive Ductal - Carcinosarcoma
- Angiocarcinoma
In Situ (DCIS) Carcinoma
- Tipe papillar, - NOS (50%-70%)
- Tubular carcinoma
cribriform, solid
(2%-3%)
dan comedo.
- Mucinous/colloid
carcinoma (2%-3%)
- Medullary carcinoma
(5%)
- Invasive cribriform
carcinoma (1%-3%)
- Invasive papillary
carcinoma (1%-2%)
- Adenoid cystic
carcinoma (1%)
- Metaplastic carcinoma
(1%)

Karsinoma mammae noninvasif secara luas dibagi menjadi dua jenis


utama: LCIS dan DCIS (atau karsinoma intraductal). LCIS, pernah dianggap
sebagai lesi ganas, kini dianggap lebih sebagai faktor risiko perkembangan
kanker mammae. Dinamakan LCIS jika terjadi pada lobulus diperluas sampai
asini dan isinya. DCIS adalah lesi lebih heterogen, dan dibagi menjadi empat
kategori luas: papiler, cribriform, solid (padat), dan comedo. DCIS dianggap
sebagai ruang yang dikelilingi oleh membran yang dipenuhi dengan sel ganas
dan berlapis yang terdiri dari sel-sel myoepithelial walaupun masih ada

12
kemungkin normal. Empat kategori morfologi adalah prototipe dari lesi
murni, namun pada kenyataannya tipe tersebut menyatu satu sama lain. Tipe
papillary dan cribriform dapat berubah menjadi kanker invasif dalam waktu
yang lama dan stadium yang lebih rendah. Berbeda dengan tipe solid dan
comedo, lesi umumnya dengan cepat dapat berubah menjadi lesi invasive
dengan stadium yang tinggi.7

Sel-sel di dalam duktus, memiliki kecenderungan untuk mengalami


nekrosis sentral, mungkin karena pasokan darah ke sel-sel ini terletak di luar
membran basal. Terjadi puing-puing nekrotik di tengah saluran koagulasi dan
akhirnya mengalami kalsifikasi, sehingga mengarah pada bentuk-bentuk
kecil, pleomorfik, dan sering linier terlihat pada mammogram berkualitas
tinggi. Pada beberapa pasien seluruh sistem duktus tampaknya terlibat dalam
keganasan, dan mammogram menunjukkan kalsifikasi khas mulai dari puting
menuju ke posterior yaitu bagian dalam payudara (disebut kalsifikasi
segmental). Untuk alasan belum dipahami, DCIS berubah menjadi kanker
invasif, biasanya terjadi rekapitulasi morfologi sel-sel di dalam saluran.7

13
Non Invasive Karsinoma
Mammae

Noninvasive breast cancer. A, Lobular carcinoma in situ (LCIS). The neoplastic cells
are small with compact, bland nuclei and are distending the acini but preserving the
cross-sectional architecture of the lobular unit. B, Ductal carcinoma in situ (DCIS),
solid type. The cells are larger than in LCIS and are filling the ductal rather than the
lobular spaces. However, the cells are contained within the basement membrane of
the duct and do not invade the breast stroma. C, DCIS, comedo type. In comedo
DCIS, the malignant cells in the center undergo necrosis, coagulation, and
calcification. D, DCIS, cribriform type. In this type, bridges of tumor cells span the

Karsinoma mammae invasif disebabkan oleh infiltrasi sel ke sejumlah


stroma, atau dengan pembentukan lembaran sel yang terus-menerus dan
monoton sehingga menghilangkan fungsi utama kelenjar mammae. Kanker
mammae invasif dibagi secara histologi menjadi kanker lobular dan duktal.
Perbedaan kedua jenis kanker dapat dilihat memalui mamogram, kanker
lobular cenderung menyerang payudara tunggal dan secara klinis tidak
terlihat adanya massa sampai stadium lanjut. Kanker duktal cenderung
tumbuh sebagai massa yang lebih koheren, membentuk kelainan diskrit pada
mammogram dan muncul lebih awal seperti benjolan pada payudara. 7

14
Invasive Karsinoma
Mammae

Invasive breast cancer. A, Invasive ductal carcinoma, not otherwise specified (NOS). The
malignant cells invade in haphazard groups and singly into the stroma. B, Invasive lobular
carcinoma. The malignant cells invade the stroma in a characteristic single-file pattern and
may form concentric circles of single-file cells around normal ducts (targetoid pattern). C,
Mucinous or colloid carcinoma. The bland tumor cells float like islands in lakes of mucin. D,
Invasive tubular carcinoma. The cancer invades as small tubules, lined by a single layer of
well-differentiated cells. E, Medullary carcinoma. The tumor cells are large, very
undifferentiated with pleomorphic nuclei. The distinctive features of this tumor are the
infiltrate of lymphocytes and the syncytial-appearing sheets of tumor cells.

2.6.4 Cara Penyebaran

Kanker mammae menyebar secara perkontinuitatum, melalui jalur lifatik,


dan secara hematogen. Metastasis kanker mammae paling sering terjadi di
kelenjar limfe, kulit, tulang, hati, paru-paru dan otak.2

15
Metastasis ke kelenjar limfe axilla terjadi pada 55% - 70% pasien yang
terdeteksi dengan screening mammography. Prognosisnya tergantung dari
jumlah kelenjar limfe yang terkena menurut pemeriksaan histologi. Biasanya
neoplasma yang pertumbuhannya lebih cepat lebih sering bermatastasis ke
lenjar limfe dibandingkan dengan neoplasma yang pertumbuhannya lambat.
Selain itu ukuran tumor berhubungan erat dengan terjadinya metastasis ke
kelenjar limfe.2

Ukuran Tumor (cm) Pasien dengan 4 kel.limfe (+) (%)


<1 25
1-2 35
2-3 50
>3 55-65

2.6.5 Perjalanan Alamiah penyakit

Kanker mammae adalah penyakit heterogen yang tumbuh dengan variasi


berbeda pada setiap pasien dan sering menimbulkan penyakit sistemik lain
pada saat ditegakannya diagnosis.2

1. Kanker Mammae Primer

Lebih dari 80% kanker mammae menunjukan proses fibrosis aktif yang
menyerang jaringan epitel dan stroma mammae. Akibat dari pertumbuhan
kanker dan invasi sel kanker ke jaringan mammae menyebabkan tertariknya
ligamentum Coopers sehingga dapat terjadi retraksi pada kulit mammae
(dimpling). Peau dorange (edema yang terlokalisasi) juga dapat terjadi ketika
drainase cairan limfe dari kulit terhambat sehingga menarik folikel rabut ke
dalam dan memberikan gambaran kulit jeruk. Semakin tumbuhnya sel kanker
maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya invasi pada kulit, yang
akan menimbulkan ulserasi karena terjadinya iskemik. 1

2. Metastasis Kelenjar Limfe Regional

16
Semakin besar ukuran kanker primer, sel-sel kanker akan masuk ke dalam
ruang interselular dan terbawa aliran limfe menuju kelenjar limfe regional
teruma kelenjar limfe axilla. Tanda awal terjadinya metastasis pada kelenjar
limfe berupa nyeri dan teraba benjolan yang lembut tetapi berubah menjadi
keras seiring pertumbuhan sel kanker.1

3. Metastasis Jauh

Kira-kira pada penggandaan sel kanker yang ke-20, maka sel kanker sudah
mempunyai neovaskularisasi sendiri. Keadaan tersebut juga dapat
menyebabkan sel kanker melaului vena axilla atau vena intercostal yang
kemudian menuju vena pleksus Batson, akan bermetastasi ke organ lain dalam
tubuh. Keberhasilan implantasi fokus metastasi dapat terjadi setelah diametr
kanker primer > 0,5 cm atau kira-kira pada penggandaan ke 27. 1

2.7 Diagnosis
2.7.1 Temuan Fisik dan Differential Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksa menentukan usia pasien dan tanyakan riwayat reproduksi,
termasuk usia saat menarche, ketidakteraturan menstruasi, dan usia saat
menopause. Tanyakan apakah pernah operasi payudara sebelumnya,
khususnya biopsi payudara dan apa saja temuan patologisnya. Tanyakan
apakah pernah histerektomi. Tanya tentang riwayat kehamilan dan menyusui.
Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dan HRT pada menopause. Tanyakan
riwayat kanker khususnya kanker mammae di keluarga.7
Tanyakan tentang keluhan yang dirasakan pasien terutama pada bagian
payudara, apakah ada nyeri payudara, keluar cairan dari puting, dan ada atau
tidaknya massa di payudara. Jika ada massa berapa lama massa itu hadir, apa
yang telah terjadi sejak penemuannya, dan apakah ada perubahan dengan
siklus haid. Jika mengarah pada kanker, lakukan penyelidikan tentang gejala
konstitusional seperti nyeri tulang, penurunan berat badan dan perubahan
pernapasan.7
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dimulai dengan pasien dalam posisi duduk tegak dengan
inspeksi untuk melihat adanya massa, asimetris, dan perubahan kulit. Puting
susu diperiksa, apakah ada retraksi atau tidak, keluar cairan atau tidak, cairan

17
berwarna apa dan perhatikan apakah ada retrasi payudara, perubahan warna
payudara menjadi kemerahan, massa pada axilla dan ketidaknyamanan otot
sekitar payudara.7,2
Penggunaan pencahayaan yang tepat secara tidak langsung dapat
mengobservasi adanya dimpling halus dari kulit atau puting disebabkan oleh
neoplasma menarik ligamen Cooper. Manuver sederhana seperti peregangan
lengan ke atas kepala atau menegangkan otot pectoralis dapat menilai
kesimetrisan payudarai dan dimpling. 7
Edema kulit, sering disertai dengan eritema, menghasilkan tanda klinis
dikenal sebagai peau d'orange. Hati-hati jika ada peradangan dapat keliru
dengan mastitis akut. Perubahan inflamasi dan edema pada kanker
disebabkan karena obstruksi saluran limfatik subkutis oleh emboli sel
karsinoma. Kadang-kadang, tumor besar dapat menghasilkan obstruksi
saluran getah bening yang mengakibatkan edema kulit diatasnya (nodul
satelit). 7
Keterlibatan puting dan areola merupakan hal yang umum pada karsinoma
mammae. Letak tumor tepat di bawah areola dapat mengakibatkan retraksi
puting. Terjadinya retraksi puting susu bisa disebabkan oleh fibrosis pada
kondisi trumor jinak tertentu, terutama pada saluran ektasia subareolar. Tetapi
jika retraksi telah berlangsung selama berminggu-minggu sampai berbulan-
bulan dan unilateral merupakan indikasi adanya karsinoma. Tumor yang
terletak di pusat dapat langsung menyerang dan mengulserasi kulit areola atau
puting. Sedangkan tumor perifer mungkin hanya merusak kesimetrisan dari
puting oleh karena adanya traksi pada ligamen Cooper.7
Sementara pasien masih dalam posisi duduk, pemeriksa mengangkat
lengan pasien dan palpasi ketiak untuk mendeteksi adanya pembesaran
kelenjar getah bening axilla. Ruang supraklavikula dan infraklavikularis
sama-sama diraba untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar limfe.
Massa dideskripsikan sesuai dengan ukuran, bentuk, konsistensi, mobile atau
terfiksir, nyeri atau tidak dan lokasi. 7

2.7.2 Evaluasi Setelah Ditemukan Massa


1. Biopsy
Fine-Needle Aspirasi

18
Aspirasi jarum halus (FNA) telah menjadi bagian rutin dari diagnosis fisik
massa payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan jarum 22-gauge. Kegunaan
utama FNA ialah dapat membedakan massa yang solid dari massa kistik, dan
dapat dilakukan setiap kali massa ditemukan pada payudara. FNA akan
ditunda jika mamografi atau hasil evaluasi radiografi lain membingungkan.
Dengan menggunakan FNA dalam pemeriksaan rutin payudara, biopsi terbuka
dapat dihindari kecuali jika dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang lain.
Karsinoma tidak akan terdeteksi jika biopsi bedah dilakukan ketika (1)
aspirasi jarum tidak menghasilkan cairan kista dan massa padat yang dapat
didiagnosis, (2) cairan kista yang dihasilkan kental dan bercampur darah, dan
(3) cairan dapat dihasilkan tetapi massa tidak terlihat. 7 Sensitivitas FNA untuk
menentukan kanker mammae 90-99% dan spesifitasnya 98%.2
Biopsy Ultrasound

Teknik ini dilakukan oleh ahli bedah sebagai alternatif dilakukannya


biopsy terbuka, tetapi penggunannya masih sangat jarang.2

Biopsy Terbuka (Eksisi)

Setelah dilakukannya biopsi terbuka maka specimen harus segera dikiri ke


laboratorium untik pemeriksan histologi.2

2. Mamografi

Mamografi digunakan sebagai screening untuk wanita dengan keluhan


pada mammae dan mengindikasikan adaanya kanker, juga biasanya
digunakan untuk mendeteksi kanker mammae asimptomatik. Mammografi
dapat mengambarkan keadaan payudara dalam 2 posisi, craniocaudal (CC)
dan mediolateral oblique (MLO). Posisi MLO merupakan posisi terbaik untuk
menggambarkan kondisi jaringan mammae bagian kuadran atas dan axillary
tail of spence. Sedangkan CC memberikan gambaran yang baik untuk kondisi
jaringan mammae dari aspek medial. Selain itu, mamografi juga digunakan
sebagai guide untuk prosedur pemeriksaan lain seperti FNA.1

19
Gambaran mamografi yang spesifik untuk kanker mammae adalah massa
solid dengan atau tanpa stellate (massa-massa kecil disekitarnya), penebalan
jaringan mammae yang asimetris, dan mikrokalsifikasi. Gambaran kalsifikasi
disekitar lesi atau massa mengindikasikan adanya kanker mammae pada
massa yang tidak dapat teraba dan mikrokalsifikasi merupakan satu-satunya
gambaran kanker mammae pada wanita muda.1

3. MRI

MRI mendeteksi adanya kanker mammae sama seperti mamografi. Karena


itu jika dalam pemeriksaan fisik dan mamografi tidak terlihat adanya kanker,
maka saat dilakukan pemeriksaan MRI kemungkinan ditemukan adanya
kanker pun sangat rendah. Biasanya MRI digunakan untuk screening pada
wanita muda yang mempunyai riwayat genetik kanker mammae dan evaluasi
dengan mamografi terbatas disebabkan peningkatan densitas jaringan
mammae, pada wanita yang baru saja didiagnosis kanker mammae dan pada
wanita yang punya riwayat kanker mammae kontralateral.1

4. Duktografi
Indikasi utama untuk duktografi adalah keluarnya cairan dari puting
termasuk jika mengandung darah. Sebelumnya kontras disuntikan ke salah
satu atau lebih duktus kelenjar mammae kemudian lakukan mammografi
dengan posisi supinasi. Kanker akan terlihat sebagai massa irregular atau
multipel filling defect intraluminal. 1
5. Ultrasonografi

USG merupakan pemeriksaan penunjang kedua yang paling sering


digunakan selain mamografi. USG sangat penting dalam memcahkan masalah
temuan equivocal pada mamografi, medefinisikan kista dan menunjukan
keabnormalan lesi solid secara spesifik. Pada USG kista mammae
digambarkan dengan batas halus dengan gambaran echoic. Massa benigna
digambarkan dengan kontur halus, berbentuk lingkaran atau oval, echoic dan
batas jelas. Kanker mammae digambarkan sebagai massa dengan dinding
yang irregular dan batas halus tetapi tidak bisa mendeteksi massa < 1 cm. Usg
juga digunakan sebagai guide FNA.1

20
6. Tumor Marker

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan


tumor marker. Untuk kanker mammae, tumor marker yang paling spesifik
adalah CEA dan CA 15-3, digunakan untuk mengetahui perjalanan penyakit
dan respon terhadap therapi. Normalnya bernila < 35 /ml dan bisa
meningkat pada kehamilan menjadi 50 /ml.2

2.8 Sistem Stadium dan Prognosis


Stadium kanker mammae ditentukan oleh hasil reseksi bedah dan
pencitraan. Sistem yang paling banyak digunakan untuk menentukan stadium
kanker berdasarkan American Joint Community on Cancer (AJCC). Sistem ini
didasarkan pada deskripsi dari tumor primer (T), status kelenjar getah bening
regional (N), dan adanya metastasis jauh (M). Pengelompokan terbaru telah
memasukkan penggunaan sentinel node biopsi dan termasuk klasifikasi
ukuran deposit metastasis pada kelenjar sentinel, serta jumlah dan lokasi node
metastasis regional disertai angka harapan hidup 5 tahun.7

American Joint Committee on Cancer, Stadium Kanker Mammae, 2002


Tumor Primer (T)
Tx Tumor pimer tidak dinilai
Tis Carcinoma in situ (LCIS atau DCIS) atau pagets disease pada puting
tanpa tumor
T1 Tumor 2 cm
T1a Tumor 0.1 cm, 0.5 cm
T1b Tumor >0.5 cm, 1 cm
T1c Tumor >1 cm, 2 cm
T2 Tumor >2 cm, 5 cm
T3 Tumor >5 cm
T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding
dada atau kulit
T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)
T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit
T4c Gabungan T4a dan T4b

21
T4d Karsinoma inflamatory
Pembuluh Limfe/Node (N)
N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, tidak diteliti lebih jauh
N0 (i-) Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, IHC (-)
N0 (i+) Keterlibatan kel.limfe mencakup <0.2 mm
N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (-)
(mol-)
N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (+)
(mol+)
N1 Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan atau int. mammary (+) dari
biopsy
N1(mic) Micrometastasis (>0.2 mm, none >2.0 mm)
N1a Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3
N1b Metastasis ke kel.limfe int. mammary dengan biopsy sentinel
N1c Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary dengan
biopsy
N2 Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 atau int. mammary disertai klinik (+)
tanpa metastasis ke axilla
N2a Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm
N2b Int. mammary klinik nampak, kel.limfe axilla (-)
N3 Metastasis ke 10 kel.limfe axilla atau kombinasi metastasis kel.limfe
axilla dan int. mammary metastasis
N3a 10 kel.limfe axilla (>2.0 mm), atau kel.limfe infraclavicular
N3b Klinik int. mammary (+) 1 kel.limfe (+) atau >3 kel.limfe axilla (+)
dengan int. mammary (+) dari biopsy
N3c Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)
M (Metastasis)
M0 Tidak terdapat metastasi jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

22
American Joint Committee on Cancer Kelompok Stadium dan Angka
Harapn Hidup
STAGE TNM Angka harapan hidup 5 tahun (%)[*]
0 Tis, N0, M0 100
I T1, N0, M0 100
IIA T0, N1, M0 92
T1, N1, M0
T2, N0, M0
IIB T2, N1, M0 81
T3, N0, M0
IIIA T0, N2, M0 67
T1, N2, M0
T2, N2, M0
T3, N1, M0
T3, N2, M0
IIIB T4, N0, M0 54
T4, N1, M0
T4, N2, M0
[]
IIIC Semua T, N3, M0
IV Semua T, Semua N, M1 20

2.9 Screening dan Deteksi Dini 2


Mastektomi Profilaksis
Prosedur ini dapat dilakukan pada wanita dengan resiko terkena kanker
mammae yang sangat tinggi, tetapi walaupun sesudah dilakukan mastektomi
total sebagai pencegahan tetapi tidak ada garansi bahwa tidak akan terjadi
kanker mammae karena jaringan mammae masih bisa tersisa dalam tubuh.2
1. Mastektomi sederhana dan oprerasi rekontruksi
a. Pasien dengan penyakit jinak payudara dan riwayat kanker mammae
bilateral atau premenopausal dikeluarga.
b. Pasien dengan riwayat kanker mammae sebelumnya dan penyakit
fibrokistik pada payudara
c. Pasien dengan LCIS

23
2. Umur untuk Mastektomi profilaksis
Umur tidak begitu ditentukan jika seseorang ingin melakukan mastektomi
profilaksis karena beresiko tinggi terkena kanker mammae, tetapi
disarankan setelah usia mencapai 30 tahun.

Screening payudara masih contoversial, karena keuntungan mendeteksi


dini lesi yang masih kecil belum ditetapkan. ACS sangat merekomendasikan
deteksi dini kanker mammae dengan cara:2
1. Memeriksa payudara sendiri (sadari) setiap bulan untuk semua wanita di
atas 20 tahun dan postmenopause. Untuk wanita premenopause sebaiknya
melakukan pemeriksaan sendiri 5 hari setelah akhir siklus menstruasi.
2. Pemeriksaan fisik oleh dokter setiap 3 tahun untuk wanita usia 20-40
tahun
3. Mammografi
a. Melakukan mammografi tahunan dilakukan untuk mengurangi
angka kematian akibat kanker payudara pada wanita di atas 50
tahun
b. ACS merekomendasikan mammogram sekali pada usia 35-39
tahun, mamogram tiap 1-2 tahun untuk wanita di atas usia 40 tahun
dan setiap tahun untuk wanita berusia > 50 tahun

2.10 Terapi
Sebelum dilakukannya therapi, harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
terlebih dahulu :

Pemeriksaan untuk Pasien dengan Kanker Mammae

24
Stadium Kanker
0 I II III IV
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik X X X X X
Hitung Darah Perifer Lengkap X X X X
Tes fungsi hati dan alkali phosfatase X X X X
X-ray thorax X X X X
Mamografi bilateral atau USG X X X X X
Status hormon receptor X X X X
EkspresiHER-2/neu X X X X
Scan tulang X X X
CT scan / MRI abdominal dan pelvis X X X

Karsinoma In Situ (stadium 0)


LCIS adalah salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma invasive, karena
itu dibutuhkan observasi, kemoterapi preventif dengan tamoxifen dan
mastektomi total bilateral. Keberhasilan terapi adalah mencegah atau
mendeteksi dini adanya stadium awal invasive kanker karena kemungkinan
terkena kanker invasive sangat besar pada kedua mammae.1
DCIS pada wanita > satu kuadran atau > 4 cm harus dilakukan
mastektomi. Sedangkan pada grade rendah cukup dilakukan lumpectomy dan
therapi radiasi. DCIS tipe solid, cribriform, atau papillar dengan diameter <
0,5 cm dapat ditangani dengan lumpectomy saja, therapy adjuvant dengan
tamoxifen sangat disarankan. Therapi radiasi dapat menurunkan resiko
kambuh dan resiko menjadi kanker invasive. Walaupun DCIS bukan kanker
invasive tetapi gold standard untuk therapy DCIS adalah mastectomy.1

Terapi pembedahan:

1. Sentinel Lymphe Node Dissection


Metode ini akurat untuk wanita dengan dengan ukuran tumor T3N0 karena
hapir 75% didapatkan metastasis ke kelenjar getah bening axilla pada

25
pemeriksaan histologik. ASCO merekomendasikan Sentinel Lymphe Node
Dissection dilakukan pada pasien stadium awal kanker mammae. 2
2. Breast Conservation Therapy (BCT)
BCT termasuk pada reseksi dari kanker primer regional dengan batas
normal jaringan payudara, terapi radiasi adjuvant, dan penilaian status
kelenjar getah bening regional. Biasanya BCT dilakukan pada kanker
mammae stadium I dan II.5
- Radical mastectomy : reseksi dari semua jaringan payudara, node
axilla dan m.pectoralis mayor & minor.
- Simple mastectomy : reseksi semua jaringan payudara
- Lumpectomy dan axillary node dissection : reseksi massa tanpa
jaringan normal dan dilakukan axillary node disection, kosmetika lebih
baik
3. Rekonstruksi Payudara dan Dinding Dada
Tujuannya adalah bedah rekonstruktif pasca mastektomy untuk penutupan
luka dan rekonstruksi payudara.

Terapi Non Bedah :

1. Terapi radiasi 8

Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb. :


Setelah tindakan operasi terbatas (BCS).
Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor.
Tumor sentral/medial.
KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler.
Acuan pemberian radiasi sbb :
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila
beserta supraklavikula, kecuali :
- Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN , maka tidak
dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.
- Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan
radiasi pada mamaria interna.
Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb :
- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)

26
- Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik
atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy
kecuali pada aksila 15 Gy
2. Kemoterapi 8, 2

Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC

Khemoterapi adjuvant : 6 siklus

Khemoterapi paliatif : 12 siklus

Khemoterapi neoadjuvant: - 3 siklus pra terapi primer ditambah

- 3 siklus pasca terapi primer

Kombinasi CAF 2
Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1

A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1

Interval : 4 minggu

Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1

E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1

Interval : 4 minggu

Kombinasi CMF 2
Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 PO hari 1 s/d 14

M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8

F : 5 Fluoro Uracil 600 mg/m2 IV hari 1 & 8

Interval : 4 minggu

27
Kombinasi AC
Dosis A : Adriamicin 600 mg/m2 hari 1

C : Cyclophospamide 60 mg/m2 hari 1

Interval : 3 minggu

3. Terapi Hormonal 8,5

1. Additive : pemberian tamoxifen


2. Ablative : bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)
Dasar pemberian :

1.Pemeriksaan Reseptor ER + PR +

ER + PR

ER - PR +

Hormon Status dengan Respon Therapy

Hormon Receptor Status Respone Therapy (%)


ER +/PR+ 80
ER-/PR+ 45
ER+/PR- 35
ER/PR- 10

2. Status hormonal

Additive : Apabila

ER - PR +
ER + PR (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)
ER - PR +

Ablasi : Apabila

28
tanpa pemeriksaan reseptor
premenopause
menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+) perjalanan
penyakit slow growing & intermediated growing

Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negatif)


Menopausal Hormonal Receptor High Risk
Status

Premenopause ER (+) / PR (+) Khemo + Tam / Ov

ER (-) / PR (-) Khemo

Post menopause ER (+) / PR (+) Tam + Khemo

ER (-) / PR (-) Khemo

Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo

ER (-) / PR (-) Khemo

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positif)


Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk

Premenopausal ER (+) / PR (+) Khemo+ Tam / Ov

ER (-) and PR (-) Khemo

Post menopausal ER (+) / PR (+) Khemo + Tam

ER (-) and/ PR (-) Khemo

Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo

ER (-) and PR (-) Khemo

29
B. Follow up :

tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan


tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan
setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan
Pemeriksaan yang dilakukan
Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol
Thorax fot : tiap 6 bulan
Lab, marker : tiap 2-3 bulan
Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi
USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada indikasi
Bone scaning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

DAFTAR PUSTAKA

1 Brunicardi, F. Charles, dkk. Oncology at Schwartzs Principles of Surgery Eight


Edition. Mc Graw Hill: United State of America. 2005

2. Haskell, Charles M and Dennis A. Casciato. Breast Cancer at Manual of


Clinical Oncology Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. United State of
America. 2000

3. Pass, Helen. A. Benign and Malignant Disease of The Breast at Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. Jeffrey A Norton Springer. New York. 2001

4. Winer, Eric. P. Malignant Tumor of The Breast at Cancer Principles and


Practice of Oncology. Lippincott Williams & Wilkins. United State of America.
2001

30
5. Stead, Latha. G, dkk. The Breast at First Aid for The Surgery Clerkship. Mc
Graw Hill. United State of America. 2003

6. Jatoi, Ismail, dkk. Atlas of The Breast Surgery. Springer. New York. 2006

7. Towsend, M. Jr, dkk. The Breast at Sabiston textbook of Surgery. Elsivier.


United State of America. 2008

8. Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara, PERABOI, 2003

31

Anda mungkin juga menyukai