Anda di halaman 1dari 9

Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa.

Tiap hari sekitar 1-1,5


liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva yang utama adalah
kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis. Selain itu juga ada beberapa
kelenjar bukalis yang kecil (Ganong, 1995).

Saliva juga merupakan sarana untuk mengekskresikan obat-obat tertentu


(misalnya etanol dan morfin), ion-ion organik seperti K+, Ca2+, HCO3-, tiosianat
(SCN-) serta yodium dan imunoglobin (IgA). (Murray, Granner, 1999).Nilai pH
saliva biasanya berkisar sekitar 6,8, kendati dapat bervariasi pada salah satu dari
kedua sisi netralitas tersebut. (Murray, Granner, 1999 )

Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH


lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan
ganda ( zwitter ion ). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan
berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks
enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah
atau tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan
mengakibatkan aktivitas enzim ( poedjadi,1994 )

Katalisator mempercepat reaksi kimia, mengalami perubahan selama reaksi, tetapi


berubah kembali kepada keadaan semula setelah reaksi-reaksi selesai. Enzim
merupakan biokatalisator yang bekerja spesifik. Aktivitas katalis yang dimiliki
enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim.
Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Aktivitas
enzim dapat diamati dari sisa substrat atau produk yang terbentuk. Faktor yang
mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan
substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan
peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan
suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam
tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil
saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non
kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim
( Hawab,2003 )

nzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai
protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis
reaksi seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase
memiliki kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen.
Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah
oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (Hart 2003).
Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan
kimia antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi
dan produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan
fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan
pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan
kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak
dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1995).

Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva
adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.
Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar
ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut saliva (ludah atau air liur).
Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu)
sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan
jaringan asinar. Enzim amilase di dalam tubuh manusia sangat penting. Enzim
amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses metabolisme di
dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh mengalami
gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan
penyerapan (malabsorpsi).

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran


sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva
sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang merupakan
reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd
1992).

Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh


jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara
0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal
adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan
jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang
tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan
karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi
rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan,
membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair
sehingga mudah ditelan dan dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa
makanan dan kuman, mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer,
membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase
ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses pembekuan dan
penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth
factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang
keseimbangan air dalam tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada
pipi dan lidah) (Suharsono 1986).

Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva
terdiri atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+,
PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase
(ptialin). Saliva bersifat agak sedikit asam. Saliva mempunyai pH antara 5.75
sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7 (Aisjah 1986)

Sebagian orang tidak menyadari betapa pentingnya fungsi air liur, yaitu:
1. Memecah makanan dalam mulut, sehingga dapat dirasakan oleh lidah dan lebih
mudah dicerna oleh perut.

2. Membersihkan makanan dan sel-sel mati dari lapisan mulut

3. Mengikat makanan menjadi bola sehingga dapat ditelan

4. Membersihkan makanan dan bakteri dari gigi

5. Mencegah lapisan mulut kering

6. Menghancurkan atau mencegah pertumbuhan jamur tertentu

7. Menetralisir asam dari makanan dan minuman

8. Membantu menumbuhkan enamel gigi yang rusak, karena kalsium dan kadar
fosfor

Goodson memperkirakan rata-rata seseorang memproduksi kurang lebih


setengah liter air liur dalam satu hari. Tapi tentu saja jumlah ini juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Gen
2. Waktu (produksi air liur melambat secara drastis di malam hari)

3. Banyak air yang diminum

4. Sedang mengunyah permen karet atau menghisap permen keras (keduanya


meningkatkan produksi air liur)

5. Mencium sesuatu yang menarik (juga meningkatkan produksi air liur, itu
sebabnya ada istilah lezat)

6. Lebih dari 400 obat menyebabkan penurunan produksi air liur

7. Umur produksi (air liur menurun seiring dengan usia)

8. Memiliki kondisi atau penyakit yang mempengaruhi produksi air liur, seperti
sindrom Sjorgen, atau sedang menjalani terapi radiasi.

Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut.
Sekresi saliva terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan
jaringan rongga mulut. Rongga mulut berisi bakteri atau kuman patogen
(merugikan) yang dengan mudah merusak jaringan dan menimbulkan karies gigi
(gigi berlubang). Air liur juga mencegah kerusakan dengan beberapa cara.
Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang bakteri atau kuman
patogen juga pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi metabolik bagi
bakteri itu sendiri. Kedua, air liur mengandung beberapa faktor yang
menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat dan beberapa cairan
proteolitik terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion tiosianat
membunuh bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody
protein yang menghancurkan bakteri.
nzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel
hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2.000 enzim telah teridentifikasi, yang
masing-masing berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam system hidup.
Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian nesar enzim dapat diperoleh dari
ekstraksi dari jaringan tanpa merusak fungsinya.
Sebagai katalisator, enzim berbeda dengan katalisator anorganik dan
organic sederhana yang umumnya dapat mengkatalisis berbagai reaksi kimia.
Enzim memepunyai spesifitas yang sangat tinggi, baik terhadap reaktan (substrat)
maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan. Pada umumnya, suatu enzim hanya
mengkatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada suatu substrat tertentu.
Kemudian, enzim dapat meningkatkan laju reaksi yang luar biasa tanpa
pembentukan produk samping dan molekul berfungsi dalam larutan encer pada
keadaan biasa (fisiologis) tekanan, suhu, dan pH normal. Hanya sedikit katalisator
nonbiologi yang dilengkapi sifat-sifat demikian.
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolism sel. Enzim bekerja
dengan urutan-urutan yang teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi dari reaksi
yang sangat sederhan seperti replikasi kromosom sampai ke reaksi yang sangat
rumit, misalnya yang menguraikan molekul nutrient, menyimpan dan mengubah
energy kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis enzim tertentu.
Diantara sejumlah enzim tesebut, ada sekelompok enzim yang disebut enzim
pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat metabolis yang diterima.
Melalui aktivitasnya, enzim pengatur mengkoordinasikan system enzim dengan
baik, sehingga menghasilkan hubungan harmonis diantara sejumlah aktivitas
metabolis yang berbeda. Pada keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu
enzim dapat menimbulkan penyakit.
Semua enzim pada hakikatnya adalah protein. Beberapa diantaranya
mempunyai struktur agak sederhana sedangkan sebagian besar lainnya memiliki
struktur rumit. Naun, kebanyakan enzim baru berfungsi sebagai katalis apabila
disertai zat lain yang bukan protein, yang disebut kofaktor. Suatu kofaktor dapat
berupa ion logam sederhana seperti Fe2+ atau Cu2-, tetapi dapat pula berupa
molekul organic kompleks yang disebut koenzim. Bagian protein dari enzim
disebut apoenzim. Kemudian gabungan apoenzim dan kofaktornya sehingga
enzim menjad aktif disebut holoenzim.
Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis, enzim dapat dibagi menjadi
enam golongan utama yaitu:
1. Oksidoreduktase: kelompok enzim yang mengerjakan reaksi oksidasi dan reduksi.
2. Transferase: kelompok enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan suatu
gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain.
3. Hidrolase: kelompok enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis.
4. Liase: kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan
rangkap.
5. Isomerase: kelompok enzim yang mengkatalisis perubahan konformasi molekul
(isomerisasi).
6. Ligase (sintetase): kelompok enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan
kovalen.
Banyak factor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Beberapa diantaranya
yang paling penting adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat.
a. Pengaruh suhu
Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu suhu dimana enzim memiliki
aktivitas maksimal. Enzim didalam tubuh manusia mempunyai suhu optimal
sekitar 37C. di bawah atau di atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Suhu
mendekati titik beku tidak merusak enzim, tetapi enzim tidak aktif. Jika suhu
dinaikkan, maka aktivitas enzim meningkat. Namun, kenaikan enzim yang cukup
besar dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi dan mematikan aktivitas
katalisnya. Sebaian enzim mengalami denaturasi pada suhu di atas 60C.
b. Pengaruh pH
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap enzim
mempuntai pH optimum yang khas. pH optimum enzim umumnya adalah sekitar
pH jaringan di mana enzim berada. Beberapa enzim ada yang aktivitasnya pada
pH tinggi dan ada pula yang pada pH rendah. Misalnya, pepsin merupakan enzim
pencernaan yang terdapat dalam usus halus dan memiliki pH 7,7. Pada pH jauh
diatas pH optimum, enzim akan mengalami denaturasi.
c. Pengaruh konsentrasi enzim
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan
meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis (V) berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim (E) sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami
kesetimbangan. Pada saat setimbang, peningkatan knsentrasi enzim sudah tidak
berpengaruh.
d. Pengaruh konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap, peningkatan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum
yang tetap. Pada titik maksimum semua enzim telah jenuh dengan substrat,
sehingga penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatis.
Gambar 1. Kurva pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari
kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat
besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa
enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain
residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen
kimia bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu
molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu
molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim
membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya.
Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau
dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat
kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik.
Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan
koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam
bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan
terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1982).
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti secara reversible.
Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi
tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada
suhu di mana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10 oC menyebabkan
kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu
optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu terus
ditingkatkan, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas
katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30 oC s.d.
40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu
60oC (Yazid, 2006). Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan
pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian
besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0
sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum.
Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin,
yang mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim
akan terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat
mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat
berikatan dengan substrat. Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya
tergantung pada pH lingkungannya. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada
pH optimum, umumnya antara pH 6 s.d. 8,0. Jika pH lebih rendah atau lebih
tinggi daripada pH optimum, maka dapat menyebabkan enzim mengalami
denaturasi sehingga menurunkan aktivitasnya.
Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis
substrat yang dikatalisis. Misalnya, amilum terhidrolisisi menjadi maltosa atau
glukosa. Hasil hidrolisis dapat dibuktikan dengan uji Benedict. Bila positif, berarti
amilum terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas tinggi.
Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim
tidak aktif atau mengalami penurunan aktivitas (Yazid, 2006).
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim ecara
singkat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin
besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam
memecah substrat yang dikatalis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang
terjadi melalui uji iodium atau adanya endapan yang terbentuk melalui uji
benedict.
Pada konsentrasi enzim yang tetap penambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum
yang tepat. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh
lagi, sebab telah melampaui titik jenuh.
Empedu mengandung bermacam-macam pigmen. Pigmen empedu yang
utama adalah biliverdin yang berwarna hijau dan bilirubin yang berwarna jingga
atau kuning coklat. Oksidasi pigmen-pigmen empedu oleh oksidator kuat seperti
HNO3 akan menghasilkan turunan senyawa yang berwarna. Misalnya:
Messobiliverdin : hijau-biru
Mesobirubin : kuning
Mesobilisianin : biru-ungu atau violet
Di dalam empedu, asam-asam empedu, seperti asam kholat dan asam
kenodeokikolat terutama sebagai garamnya, merupakan turunan senyawa aromatic
kompleks. Asam empedu dengan furfural (dihasilkan dari dehidrasi karbohidrat
oleh H2SO4 pekat) akan berkondensasi membentuk senyawa berwarna (Yazid,
2006).

Anda mungkin juga menyukai