Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vitamin

Vitamin adalah zat esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran

penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin dapat

berakibat terganggunya kesehatan, karena itu diperlukan asupan harian dalam jumlah

tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan. Vitamin merupakan senyawa

organik yang berperan bagi fungsi fisiologis normal vitamin juga tergolong ada dua

kelompok yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin larut lemak

tegolong dalam vitamin K (mutiara, 2008, hlm. 5).

Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu

naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang

berperan dalam pembekuan darah, seperti faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein

C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak

diketahui peranannya dalam pembekuan darah.

Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu: Vitamin K1 (phytomenadione)

terdapat pada sayuran hijau, sediaan yang ada saat ini adalah cremophor dan vitamin

Vitamin K mixed micelles (KKM). Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora

usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli. Vitamin K3

(menadione) yang sering dipakai sekarang merupakan vitamin K sintetik tetapi jarang

Universitas Sumatera Utara


diberikan lagi pada nenonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia

hemolitik (Kemenkes RI, 2009).

Vitamin K yang diberikan pada bayi baru lahir adalah vitamin K1 yang

terdapat pada sayuran hijau. Dalam beberapa kali Kongres Nasional Ilmu Kesehatan

Anak (KONIKA), dan Kongres Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah

Indonesia (PHTDI) ke VIII tahun 1998 dan ke IX tahun 2001 telah direkomendasikan

pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Hal ini mendorong

dilakukannya kajian oleh Health Technology Assesment (HTA) Depkes bekerjasama

dengan organisasi profesi terhadap pemberian injeksi vitamin K1 profilaksis pada

bayi baru lahir, yang merekomendasikan bahwa semua bayi baru lahir harus

mendapat profilaksis vitamin K, regimen vitamin K yang digunakan adalah vitamin

K1, dan cara pemberian secara intramuskular (Kemenkes RI, 2009).

Sejak lama fungsi vitamin K yang diketahui adalah dalam pembekuan darah,

walaupun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Baru sejak tahun 1970-an

para ahli mengetahui secara lebih jelas peranan vitamin K didalam tubuh, yang

ternyata tidak hanya dalam pembekuan darah saja. (Almatsier, 2009). Pada

pembentukan protombin tubuh memerlukan vitamin , hingga vitamin tersebut besar

artinya pada proses pembekuan darah (Pudjiadi, 2000).

Bayi baru lahir cenderung memiliki kadar vitamin K dan cadangan vitamin K

dalam hati yang relatif lebih rendah dibanding bayi yang lebih besar. Sementara itu

asupan vitamin K dari ASI belum mencukupi (0,5 ng/L), sedangkan vitamin K dari

makanan tambahan dan sayuran belum dimulai. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir

Universitas Sumatera Utara


cenderung mengalami defisiensi vitamin K sehingga berisiko tinggi untuk mengalami

PDVK. Di beberapa negara Asia angka kesakitan bayi karena PDVK berkisar antara

1: 1.200 sampai 1 : 1.400 Kelahiran Hidup. Angka tersebut dapat turun menjadi

1:10.000 dengan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir (Kemenkes

RI, 2009).

Permasalahan akibat PDVK adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka

kematian 10 50% yang umumnya terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu

sampai 6 bulan, dengan akibat angka kecacatan 30 50%. Secara nasional belum ada

data PDVK, sedangkan data dari bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM (tahun

1990-2000) menunjukkan terdapatnya 21 kasus, diantaranya 17 (81%) mengalami

komplikasi perdarahan intrakranial (catatan medik IKA RSCM 2000) (Kemenkes RI,

2009).

Selain itu, salah satu akibat defisiensi vitamin K terlihat pada kejadian ikutan

pasca imunisasi (KIPI) berupa perdarahan yang timbul sekitar 2 jam sampai 8 hari

paska imunisasi. Dari data Komnas KIPI jumlah kasus perdarahan paska imunisasi

yang diduga karena defisiensi vitamin K selama tahun 2003 sampai 2006 sebanyak 42

kasus, dimana 27 kasus (65%) diantaranya meninggal.

Di Indonesia selama ini pemberian vitamin K umumnya hanya diberikan pada

bayi baru lahir yang memiliki risiko saja seperti BBLR, bayi lahir dengan tindakan

traumatis, bayi lahir dari ibu yang mengkonsumsi obat anti koagulan dan obat anti

kejang. Berkaitan dengan kasus KIPI yang diduga kuat karena defisiensi vitamin K,

Universitas Sumatera Utara


dimana petugas kesehatan di lapangan tidak mengetahui bahwa berbagai kasus KIPI

sebenarnya dapat dicegah dengan pemberian profilaksis vitamin K1.

Waktu pembekuan darah akan memanjang pada kekurangan vitamin E hingga

dapat menimbulkan hemoragi pada kulit, mukosa, dan jaringan lain. Bayi baru lahir

tidak memiliki banyak vitamin K sedangkan ususnya belum mengandung banyak

kuman pembuat vitamin tersebut. Hipoprotombinemia dapat menyebabkan hemoragi

dibawah dura meter pada kelahiran sukar hingga dapat memberikan gejala seperti

spasme, sianosis, ubun-ubun yang menonjol, parises tungkai dan sebagainya.

Kejadian demikian lebih sering ditemukan pada bayi premature (Pudjiadi, 2000).

Kadar vitamin K bahan makanan belum diketahui dengan pasti. Olson (1973)

telah membuat ringkasan kadar vitamin K bahan makanan yang dikumpulkan dari

beberapa bioassay. Sumber utama vitamin K adalah hati,sayuran daun bewarna

hijau,kacang buncis,kacang polong, kol dan brokoli.Semakin hijau daun-daunan

semakin tinggi kandungan vitamin K nya. Bahan makanan lain yang mengandung

vitamin K dalam jumlah lebih kecil adalah susu,daging,telur,serealia,buah buahan,dan

sayuran lain. Sumber penting vitamin K lain adalah flora bakteri dalam usus halus

(jejunum dan ileum)Penggunaan menakinon yang disintesis oleh mokroorganisme

usus halus belum diketahui dengan pasti.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Bahan Makanan yang Mengandung Vitamin K

Bahan Makanan Bahan Makanan


Susu sapi 3 Asparagus 57
Keju 35 Buncis 14
Mentega 30 Brokoli 200
Ayam 11 Kol 125
Daging sapi 7 Daun selada 129
Hati sapi 92 Bayam 89
Hati ayam 7 Kentang 3
Minyak jagung 10 Tomat 5
Jagung 5 Pisang 2
Gandum 5 Jeruk 1
Tepung terigu 4 Kopi 38
Roti 4 Teh hijau 712

Angka kecukupan vitamin K yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur

dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2 (Almatsier, 2009).

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Vitamin K

GOLONGAN AKG Golongan AKG


UMUR ( ) Umur (
0-6 bl 5 Wanita
7-12 bl 10 10-12 th 45
1-3 th 15 13-15 th 55
4-6 th 20 16-19 th 60
7-9 th 20 20-50 th 65
46-59 th 65
> 60 th 65
Pria Hamil 65
10-12 th 45 Menyusui
13-15 th 65 0-6 bl 65
16-19 th 70 7-12 bl 65
20-45 th 80
46-59 Th 80
> 60 th 80

Kekurangan vitamin K menyebabkan darah tidak menggumpal, sehingga bila

ada luka atau pada operasi terjadi pendarahan. Kekurangan vitamin K karena

Universitas Sumatera Utara


makanan jarang terjadi, sebab vitamin K terdapat secara luas dalam makanan.

Kekurangan vitamin K terjadi bila ada gangguan apsorpsi lemak bila produksi

empedu kurang atau pada diare. Kekurangan vitamin K bisa juga terjadi bila

seseorang mendapat antibiotika sedangkan tubuhnya kurang mendapat vitamin K dari

makanan. Antibiotika membunuh kuman- kuman didalam usus yang membentuk

vitamin K. Oleh karena itu,sebelum operasi biasanya diperiksa terlebih dahulu

kemampuan darah untuk menggumpal dan sebagai pencegahan diberi suntikan

vitamin K. Vitamin K biasanya diberikan sebelum operasi untuk mencegah

perdarahan berlebihan.

Kelebihan vitamin K hanya bisa terjadi bila vitamin K diberikan dalam bentuk

berlebihan berupa vitamin K sintetik menadion. Gejala kelebihan vitamin K adalah

hemolisis sel darah merah,sakit kuning (jaundice) dan kerusakan pada otak

(Almatsier,2009).

Kekurangan vitamin K pada neonatus menyebabkan gejala melena

neonatorium dan timbul pada umur 2 atau 3 hari. Adapun gejalanya ialah perdarahan

pada lambung dan usus sehingga menyebabkan muntah darah dan berak darah,

kadang-kadang juga perdarahan dari hidung dan umbilicus. Keadaan yang berarti

dapat menimbulkan kematian. Pada keadaan kekurangan vitamin K, dan bayi cukup

bulan yang dilahirkan dengan ekstrasi forsep atau vakum: 1 mg selama 3 hari

berturut-turut (Pudjiadi, 2000)

2.2. Pemberian Vitamin K pada Bayi Baru Lahir

Universitas Sumatera Utara


Bayi baru lahir adalah bayi yang berusia 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1

bulan sesudah lahir. Bayi baru lahir dibagi menjadi dua : bayi baru lahir dini usia 0

sampai 7 hari dan bayi baru lahir lanjut usia 7 sampai 28 hari (Zunera, 2006).

Masa perinatal dan neonatal merupakan masa yang kritis bagi kehidupan bayi.

Dua pertiga kematian bayi terjadi dalam masa 28 hari (neonati dini) dimana 60% nya

terjadi dalam waktu 7 hari setelah persalinan. Dengan pemantauan kontinu/ketat dan

asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah angka kematian bayi.

Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal adalah: Perdarahan, Hipertensi,

Infeksi, Kelahiran preterm atau bayi berat lahir rendah, Asfiksia, Hipotermi.

Penanganan bayi baru lahir yang kurang baik dapat menyebabkan hipotermi,

cold stress (stress dingin/hipotermi sedang), yang selanjutnya dapat menyebabkan

hipoksemi, hipoglikemi dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya

adalah perdarahan otak, syok dan keterlambatan tumbuh kembang (Soetjoningsih,

1995).

Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskuler

di paha kiri sesegera mungkin untuk mencegah perdarahan bayi baru lahir akibat

defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir (JNPK-

KR/POGI, 2007).

Adapun cara pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir yaitu: pertama;

perhatikan jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1(phytomenadione)

injeksi dalam sediaan ampul yang berisi 10 mg Vitamin K1 per 1 ml. kedua;

Masukkan vitamin K1 ke dalam semprit sekali pakai steril 1ml, kemudian

Universitas Sumatera Utara


disuntikkan secara intramuskular di paha kiri bayi bagian anterolateral sebanyak 1 mg

dosis tunggal, diberikan paling lambat 2 jam setelah lahir. Vitamin K1 injeksi

diberikan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B0 (uniject), dengan selang waktu

1-2 jam. Pada bayi yang akan dirujuk tetap diberikan vitamin K1 dengan dosis dan

cara yang sama. Pada bayi yang lahir tidak ditolong bidan, pemberian vitamin K1

dilakukan pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) dengan dosis dan cara yang

sama. Ketiga; Setelah pemberian injeksi vitamin K1, dilakukan observasi (Kemenkes

RI, 2009).

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Vitamin K

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) mengenai

gambaran pengetahuan ibu hamil tentang vitamin K pada Bayi Baru Lahir di Desa

Banjarsari, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan ibu hamil

tentang vitamin K pada bayi baru lahir dari 50 responden terdapat 35 responden

(70%) termasuk kategori kurang (Rahayu, 2011).

Hasil penelitian oleh Ervinawati (2010) mengenai pelaksanaan pemberian

vitamin K oleh Bidan pada bayi baru lahir di Puskesmas Kecamatan Medan Marelan

Tahun 2010, penelitian ini menunjukkan mayoritas dari segi Umur 10 orang (32,2 %)

pada rentang usia 36-40 tahun, dan berdasarkan Pendidikan sebagian besar 28 orang

(90,3 %) berpendidikan D-III, sedangkan berdasarkan Lama berkerja sebagian besar 9

responden (29 %) lama berkerja 16-20 tahun, dan sebagian besar 31 orang (100 %)

bersifat positif (Ervinawati, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penelitian oleh Mark tentang The Risk of Childhood Cancer

after Neonatal Exposure to Vitamin K menyatakan bahwa vitamin K diberikan di

ruang bersalin oleh tenaga kerja CPP dan ruang observasi anak, terdapat 18 anak yang

belum mendapat vitamin K (Mark A, 1993).

Berdasarakan dari berbagai penelitian diatas dapat dikaitkan dengan teori

Green (1980), bahwa Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor perilaku (behavior

causes) dan faktor luar perilaku (non behavior causes) sedangkan perilaku ditentukan

oleh beberapa faktor yaitu :

Faktor pertama lama kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang

sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang

dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya, petugas dengan pengalaman kerja

yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang

pengalaman kerjanya sedikit. Menurut Ranupendoyo dan Saud (1990), semakin lama

seseorang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang

tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik.

Masa kerja adalah rata-rata masa kerja responden yang dihitung setelah dia

menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja pertama kalinya sebagai tenaga

penolong persalinan khususnya dalam penanganan perlengketan plasenta. Lamanya

bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama

menjalankan tugas dan pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara

terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan

Universitas Sumatera Utara


teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah

menyesuaikan dengan pekerjaannya.

Faktor kedua yaitu pengetahuan, berdasarkan Bloom (1974) dalam

Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Faktor ketiga sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Allport, 1954). Menurut Purwanto

(1999) sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk

bertindak terhadap suatu obyek. Ciri-ciri sikap adalah, sikap bukan dibawa sejak lahir

melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam

hubungannya dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat

biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. Sikap dapat berubah-ubah

karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-

orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah

sikap pada orang itu. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang

dirumuskan dengan jelas. Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi

Universitas Sumatera Utara


dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Sikap mempunyai segi

motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari

kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Sikap

dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif,

kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek

tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999).

Faktor keempat ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan

untuk mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan

fungsi institusi pelayanan. Menurut Heni (2009), prosedur ketersediaan alat meliputi:

Tersedia peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan. Ada buku

inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang. Ada

pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu. Ada prosedur

permintaan dan penghapusan alat.

Faktor kelima yaitu program pemerintah adalah suatu ketetapan atau

keputusan dari pemerintah dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan. Khususnya

dalam penyelenggaraan pemberian profilaksis injeksi vitamin K1 yang dilaksanakan

oleh fasilitas kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat yang berbasis hak anak

melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Mengupayakan pemerataan

jangkauan pelayanan pemberian profilaksis injeksi vitamin K1 pada bayi baru lahir.

Mengupayakan kualitas pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir yang bermutu dan

Universitas Sumatera Utara


mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan

anggaran terpadu.

Pemerintah meningkatkan akses pelayanan kesehatan gizi yang bermutu,

melalui penempatan bidan di desa dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan

dalam mendeteksi, menemukan dan menangani kasus gizi buruk sedini mungkin.

Selain itu pemerintah juga membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter,

perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan lain. Diharapkan dapat

memberikan penanganan yang cepat dan tepat pada kasus gizi buruk baik di

Puskesmas maupun di rumah sakit.

2.4. Landasan Teori

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati

secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu:

aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai

gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang

ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan

sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan

emosi juga merupakan perilaku manusia.

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner maka Perilaku kesehatan

pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta

lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan

Universitas Sumatera Utara


seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive), penyembuhan

penyakit (curative) dan pemulihan kesehatan (rehabilitative).

Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang

bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap),

bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan

kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan

kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini

menyakut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan

obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna

fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang di pengaruhi oleh beberapa

faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor

tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar,

lingkungan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa perilaku

terbentuk dari 3 faktor yaitu : faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-

faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Hal di atas dapat berkaitan dengan

kepercayaan masyarakat terhadap manfaat pemberian vitamin K pada bayi. Sebagai

Universitas Sumatera Utara


contoh seorang ibu yang bersalin di klinik bersalin akan memberikan kepercayaan

kepada bidan untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik pada ibu dan bayinya .

Demikian juga, penerimaan perilaku baru atau adopsi melalui proses yang didasari

oleh pengetahuan, kesadaran,dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting).

Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan

sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung untuk

mewujudkan perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut dengan faktor pendukung

atau faktor pemungkin. Misalnya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti

puskesmas, rumah sakit.

Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, dan

undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang

terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan

hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas

terutama petugas kesehatan. Demikian juga halnya dengan pemberian vitamin K pada

bayi baru lahir, tenaga kesehatan yang melakukan pertolongan persalinan atau

petugas pelayanan kesehatan ibu dan anak di semua unit pelayanan kesehatan dapat

memberikan pelayanan yang terbaik bagi bayi baru lahir dengan pemberian vitamin

K1.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penelitian oleh Bidan Sara Wickham tentang provides a much-

needed update on vitamin K prophylaxis. menyatakan bahwa vitamin K1 dapat

diberikan pada bayi baru lahir, karena semua bayi dilahirkan dengan tingkat rendah

vitamin K1. Risiko bayi yang tidak diberikan vitamin K1 adalah HDN adalah antara 1

: 10.000 dan 1 dari 25.000, diketahui bahwa bayi paling berisiko dari HDN adalah bayi

yang memiliki kelahiran traumatik (klinis, bayi yang dilahirkan secara forsep,

ventouse atau darurat caesar, atau bayi yang memar). Tidak ada jaminan bahwa bayi

yang lahir secara fisiologis akan terkena HDN dan bayi diberikan vitamin K masih

dapat terkena HDN, atau menderita efek samping lainnya (Sara Wickham, 2001).

Faktor Predisposing :
- Pengetahuan
- Sikap
- Nilai
- Kepercayaan
- Variabel Demografi

Faktor Enabling :
- Sumber-sumber yang
Tersedia /
Perilaku Kesehatan
Ketersediaan Fasilitas
- Keterampilan lain
- Fasilitas

Faktor Reinforcing :
- Dukungan Keluarga
- Dukungan Tenaga
Kesehatan
- Dukungan Tokoh
Masyarakat
- Peraturan/Program
Pemerintah

Gambar 2.1 Landasan Teori Lawrence Green (1980)

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsep

Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat

disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Faktor Predisposisi
- Masa kerja
- Pengetahuan
- Sikap

Faktor Enabling Pemberian Vitamin


- Ketersediaan Vitamin KI
K1

Faktor Reinforcing
- Program Pemerintah

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai